1
SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 (STUDI PUTUSAN NOMOR 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
OLEH:
ROBERTO TUAH HAMONANGAN 100200394
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2
SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 (STUDI PUTUSAN NOMOR 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat- Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum
OLEH
Roberto Tuah Hamonangan 100200394
DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI Disetujui Oleh
Ketua Departemen Hukum Ekonomi
Windha, S.H., M.Hum NIP:1975011220
05012002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
3
Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
(Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014) Roberto Tuah Hamonangan*
Bismar Nasution**
Windha***
Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih
“solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya
disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU. jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakandata sekunder.
Upaya PKPU dalam kepailitan adalah penundaan pembayaran utang untuk mencegah kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar seluruh utangnya dimasa yang akan datang. Dengan demikian PKPU memberikan keringanan sementara kepada debitur dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban-kewajiban debitur terhadap tagihan para kreditur. Pengadilan Niaga adalah bagian dari peradilan umum yang berwenang memeriksa dan memutus hal perkara yang bersangkutan dengan PKPU. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan dengan permohonan kepailitan maupun PKPU dilakukan dengan cepat dan efektif. Dalam PKPU dibagi atas 3 (tiga) jenis kreditur. Yaitu kreditur konkuren, kreditur preferen dan kreditur separatis. Undang-Undang telah mengatur porsi dan hak masing-masing kreditur yang berbeda. Segala hal yang bersangkutan dengan penentuan kreditur dan hak suara para kreditur dilakukan dalam musyawarah yang ketetapannya diputuskan oleh Pengadilan Niaga dengan Hakim Pengawas untuk kemudian memberikan kepengurusan kepada pengurus yang dibentuk dan kepada Kurator.
Kata Kunci : Penetapan PKPU Tetap, Pengadilan Niaga, Kreditur Separatis *Mahasiswa
**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU
4
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
senantiasa memberikan berkat dan rahmat kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikannya penulisan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun guna
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dimana hal
tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan
perkuliahannya.
Penulisan skripsi yang berjudul “Penetapan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditor Separatis Menuurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt. Sus-/PKPU/2014)” ini ditujukan untuk memberikan informasi kepada para pembaca mengenai bagaimana penetapan penundaan kewajiban
pembayaran utang tetap oleh pengadilan niaga terkait dengan adanya kreditur
separatis.
Penulisan skripsi ini tidaklah terlepas dari ketidaksempurnaan, sehingga
besar harapan agar semua pihak dapat memberikan masukan berupa kritik dan
saran yang membangun demi menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik
dan lebih sempurna lagi.
5
Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Wakil Dekan I
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.Hum., DFM selaku Wakil Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Windha, S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi
dan sebagai Dosen Pembimbing II, yang sudah menyediakan waktu dan
membagi pengetahuan berkenaan dengan skripsi yang dibahas, serta
memberikan masukan, kritik, saran dan motivasi sehingga penulisan
skripsi ini selesai tepat waktu.
6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H, M.Hum selaku Dosen Pembimbing
I, yang sudah menyediakan waktu serta memberi masukan, kritik, motivasi
dan saran sehingga penulisan skripsi ini selesai tepat waktu.
7. Bapak Alm. Ramli Siregar, S.H., M.Hum selaku Sekretaris Jurusan
Departemen Hukum Ekonomi.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) atas
segala ilmu yang telah diberikan sejak awal perkuliahan hingga
terselesainya penulisan skripsi ini.
9. Seluruh pegawai/staff Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas
bantuan dan kerja samanya selama ini.
10. Kedua Orangtua penulis yang telah membesarkan, mendidik, memberikan
6
saran-saran kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Kawan-kawan perkuliahan dan juga pergaulan diluar yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu yang memberikan bantuan dan motivasi kepada
penulis.
Akhir kata, kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu
hukum di Indonesia.
Medan, Agustus 2015
Penulis,
Roberto Tuah Hamonangan
1
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 7
F. Metode Penelitian ... 11
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG DIAJUKAN OLEH DEBITUR ... 21
A. Syarat dan Prosedur PKPU yang Diajukan Oleh Debitur ... 21
C. Pengakhiran PKPU ... 42
BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA PENYELESAI
SENGKETA PKPU ... 49
A. Kedudukan Pengadilan Niaga dalam Sistem Peradilan Di
Indonesia ... 49
B. Bentuk Sengketa dalam PKPU ... 56
C. Pengadilan Niaga Sebagai Penyelesaian Sengketa PKPU ... 59
BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
UTANG TETAP OLEH PENGADILAN NIAGA TERKAIT ADANYA
KREDITUR SEPARATIS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR
37 TAHUN 2004 ... 63
A.Penerapan Ketentuan Persyaratan PKPU Sementara ke PKPU
Tetap ... 63
B. Penetapan PKPU Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya
Kreditur Separatis ... 70
C. Akibat Hukum Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014
Terhadap Kedudukan Kreditur Separatis dalam PKPU ... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
3
Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap Oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
(Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus/PKPU/2014) Roberto Tuah Hamonangan*
Bismar Nasution**
Windha***
Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku usaha yang masih
“solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya
disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU. jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakandata sekunder.
Upaya PKPU dalam kepailitan adalah penundaan pembayaran utang untuk mencegah kepailitan seorang debitur yang tidak dapat membayar tetapi yang mungkin dapat membayar seluruh utangnya dimasa yang akan datang. Dengan demikian PKPU memberikan keringanan sementara kepada debitur dalam menghadapi para kreditur yang menekan untuk mereorganisasi dan melanjutkan usaha, dan akhirnya memenuhi kewajiban-kewajiban debitur terhadap tagihan para kreditur. Pengadilan Niaga adalah bagian dari peradilan umum yang berwenang memeriksa dan memutus hal perkara yang bersangkutan dengan PKPU. Penyelesaian sengketa yang bersangkutan dengan permohonan kepailitan maupun PKPU dilakukan dengan cepat dan efektif. Dalam PKPU dibagi atas 3 (tiga) jenis kreditur. Yaitu kreditur konkuren, kreditur preferen dan kreditur separatis. Undang-Undang telah mengatur porsi dan hak masing-masing kreditur yang berbeda. Segala hal yang bersangkutan dengan penentuan kreditur dan hak suara para kreditur dilakukan dalam musyawarah yang ketetapannya diputuskan oleh Pengadilan Niaga dengan Hakim Pengawas untuk kemudian memberikan kepengurusan kepada pengurus yang dibentuk dan kepada Kurator.
Kata Kunci : Penetapan PKPU Tetap, Pengadilan Niaga, Kreditur Separatis *Mahasiswa
**Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum USU
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi yang melakukan
kegiatan ekonomi. Dalam perkembangannya tersedianya dana dan sumber dana
merupakan faktor yang paling dominan sebagai motor penggerak kegiatan usaha.
Setiap organisasi ekonomi dalam bentuk apapun dan dalam skala apapun selalu
membutuhkan dana yang cukup agar laju kegiatan usahanya dapat berjalan sesuai
perencanaan. Kebutuhan dana tersebut adakalanya dapat dipenuhi sendiri (secara
internal) sesuai dengan kemampuan tetapi adakalanya pula tidak dapat dipenuhi
sendiri. Untuk itu dibutuhkan bantuan dari pihak lain yang bersedia menyediakan
dana (secara eksternal) sesuai dengan tingkat kebutuhan dengan cara meminjam
kepada pihak lain atau dengan kata lain “berutang.”
Utang dalam dunia usaha merupakan sesuatu hal yang biasa dilakukan
oleh pelaku usaha baik dalam bentuk perorangan maupun perusahaan. Pelaku
usaha yang masih mampu membayar kembali utangnya biasa disebut pelaku
usaha yang masih “solvable” sedangkan pelaku usaha yang sudah tidak mampu
membayar utang-utangnya disebut juga dengan pelaku usaha “insolvable”.1
1
Maria Regina Fika. “Penyelesaian Utang Debitor Terhadap Kreditor Melalui Kepailitan” Tesis (Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2007), hlm 2.
Pelaku usaha yang sudah tidak mampu membayar utang-utangnya yang telah
jatuh tempo atau dengan kata lain berada dalam keadaan berhenti membayar
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk
melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya.
Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi
keuangan dan usaha debitur yang telah mengalami kemunduran. Sedangkan
kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas
seluruh kekayaan debitur pailit, baik yang telah ada maupun yang akan ada di
kemudian hari. Pengurusan dan pemberesan kepailitan dilakukan oleh kurator di
bawah pengawasan hakim pengawas dengan tujuan utama menggunakan hasil
penjualan harta kekayaan tersebut untuk membayar seluruh utang debitur pailit
tersebut secara proporsional dan sesuai dengan struktur kreditur.
Kepailitan akan membawa dampak yang besar dan penting terhadap
perekonomian suatu negara yang dapat mengancam kerugian perekonomian
negara yang bersangkutan. Kerugian tersebut ditimbulkan akibat banyaknya
perusahaan-perusahaan yang menghadapi ancaman kesulitan membayar
utang-utangnya terhadap para krediturnya. Untuk menghindari terjadinya penetapan
kepailitan oleh pengadilan dengan suatu keputusan hakim yang tetap, maka akan
di lakukan suatu upaya hukum yang dapat menyeimbangi keberadaan dan fungsi
hukum kepailitan itu sendiri, yaitu dengan dilakukannya Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (selanjutnya disebut PKPU). PKPU dapat diajukan oleh
debitur maupun kreditur yang memiliki itikad baik, dimana permohonan
pailit. 2
Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004
(selanjutnya disebut UUK dan PKPU), debitur yang tidak dapat atau
memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat melanjutkan pembayaran
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan
kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang
kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of payment atau
Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang diberikan oleh
undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa tersebut kepada
pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan
cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau
sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk merestrukturisasi utangnya
tersebut.
PKPU adalah penawaran rencana perdamaian oleh debitur yang
merupakan pemberian kesempatan kepada debitur untuk melakukan
restrukturisasi utang-utangnya, yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau
sebagian utangnya kepada kreditur. PKPU akan membawa akibat hukum terhadap
segala kekayaan debitur, dimana selama berlangsungnya PKPU, debitur tidak
dapat dipaksakan untuk membayar utang-utangnya, dan semua tindakan eksekusi
yang telah dimulai untuk memperoleh pelunasan utang harus ditangguhkan.
3
2
Hartini Rahayu. Hukum Kepailitan Edisi Revisi Berdasarkan UU No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Malang: UPT Percetakan Uiversitas Muhammadiyah, 2008), hlm.221.
3
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sesungguhnya merupakan
bentuk perlindungan terhadap debitur yang masih beritikad baik untuk membayar
utang-utangnya kepada seluruh krediturnya. PKPU diatur dalam Pasal 222 s/d
Pasal 294 UUK dan PKPU. Dalam Pasal 222 ayat (1) disebutkan bahwa PKPU
ini dapat diajukan oleh:
1. Debitur.
Debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur yang
tidak dapat, atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan
dapat ditagih, dapat mengajukan permohonan PKPU, dengan maksud
untuk mengajukan Rencana Perdamaian, yang meliputi tawaran
pembayaran sebagian atau seluruhnya kepada kreditur.
2. Kreditur:
Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tersebut tidak
dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat
ditagih, dapat memohon ke Pengadilan Niaga, agar kepada debitur
diberi PKPU, untuk memungkinkan si debitur mengajukan Rencana
Perdamaiannya kepada mereka, yang meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utangnya kepada para kreditur.
3. Pengecualian, terhadap debitur Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan
Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun dan Badan Usaha Milik
Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.
Dalam hukum kepailitan kreditur diklasifikasikan dalam beberapa jenis.
Penggolongan ini didasarkan kepada hak yang diberikan oleh undang-undang.
Adapun penggolongan yang dimaksud adalah:
A. Kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi secara proporsional dari
penjualan harta debitur. Dengan kata lain untuk jenis kreditur ini
kedudukannya sama.
B. Kreditur preferen, kreditur yang didahulukan dari kreditur lainnya untuk
pelunasan utang debitur karena kreditur jenis ini mendapat hak istimewa
yang diberikan oleh undang-undang
C. Kreditur separatis, kreditur pemegang hak jaminan kebendaan. Yang
diberikan hak untuk menjual secara lelang kebendaan yang dijaminkan
kepadanya untuk memperoleh hasil penjualan untuk melunasi piutangnya
mendahului kreditur lainnya.
Dari penjabaran diatas bisa dilihat bahwa ada hal kekhususan yang diberikan
kepada kreditur separatis atas hak jaminan kebendaan yang dimiliki debitur , dan
kreditur separatis didahulukan dalam hal pelunasan piutang mendahului kreditur
lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini adalah Penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait Adanya Kreditur Separatis Menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 (Studi Putusan Nomor 134K/Pdt.Sus-PKPU/2014)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang
diajukan oleh debitur?
2. Bagaimanakah Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa
Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)?
3. Bagaimanakah penetapan Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)
tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur separatis ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui upaya Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)
2. Untuk mengetahui Pengadilan Niaga sebagai lembaga penyelesaian sengketa
Penundaan Kewajiban Pembayarang Utang (PKPU)
3. Untuk mengetahui penetapan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU) tetap oleh Pengadilan Niaga terkait adanya kreditur Separatis menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004.
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat teoritis.
Digunakan sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dibidang hukum
2. Manfaat praktis.
Memberikan masukan yang sangat berharga bagi berbagai pihak baik,
akademisi, praktisi hukum dan pihak-pihak terkait dengan penyelesaian utang.
D. Keaslian Penulisan
Penelitian ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari peneliti sendiri atas
masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penelitian dimaksud.
Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, dengan judul Penetapan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang Tetap oleh Pengadilan Niaga Terkait dengan Adanya Kreditur
Separatis Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004. Belum pernah diteliti
oleh peneliti sebelumnya. Dengan demikian, jika dilihat kepada permasalahan
yang ada dalam penelitian ini, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini
merupakan karya ilmiah yang asli, apabila ternyata dikemudian hari ditemukan
judul yang sama, maka dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang merupakan alternatif
penyelesaian utang untuk menghindari kepailitan. Menurut Munir Fuady PKPU
ini adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang
melalui putusan Pengadilan Niaga, dimana dalam periode waktu tersebut kepada
kreditur dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara
(composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila
perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Dengan demikian PKPU merupakan
semacam moratorium dalam hal ini legal moratorium.4
Permohonan PKPU dapat diajukan oleh kreditur maupun debitur kepada
Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU dapat diajukan sebelum ada permohonan
pailit yang diajukan oleh debitur maupun kreditur atau dapat juga diajukan setelah
adanya permohonan pailit asal diajukan paling lambat pada saat sidang pertama
pemeriksaan permohonan pernyataan pailit. Namun jika permohonan pailit dan
PKPU diajukan pada saat yang bersamaan maka permohonan PKPU yang akan
diperiksa terlebih dahulu.
Pada hakekatnya tujuan PKPU adalah untuk perdamaian. Fungsi
perdamaian dalam proses PKPU sangat penting artinya, bahkan merupakan tujuan
utama bagi si debitur, dimana si debitur sebagai orang yang paling mengetahui
keberadaan perusahaan, bagaimana keberadaan perusahaannya ke depan baik
petensi maupun kesulitan membayar utang-utangnya dari
kemungkinan-kemungkinan masih dapat bangkit kembali dari jeratan utang-utang terhadap
sekalian krediturnya.
Oleh karenanya langkah-langkah perdamaian ini adalah untuk menyusun
suatu strategi baru bagi si debitur menjadi sangat penting. Namun karena faktor
kesulitan pembayaran utang-utang yang mungkin segera jatuh tempo yang mana
sementara belum dapat diselesaikan membuat si debitur terpaksa membuat suatu
konsep perdamaian, yang mana konsep ini nantinya akan ditawarkan kepada pihak
4
kreditur, dengan demikian si debitur masih dapat nantinya, tentu saja jika
perdamaian ini disetujui oleh para kreditur untuk meneruskan berjalannya
perusahaan si debitur tersebut. Dengan kata lain tujuan akhir dari PKPU ini ialah
dapat tercapainya perdamaian antara debitur dan seluruh kreditur dari rencarta
perdamaian yang diajukan/ditawarkan si debitur tersebut.
Bentuk PKPU ada dua yaitu PKPU sementara dan PKPU tetap. Yang
dimaksud dengan PKPU sementara adalah putusan Pengadilan Niaga terhadap
surat permohonan pengajuan PKPU yang diputuskan setelah diajukannya surat
permohonan baik oleh debitur maupun kreditur. Dalam hal pengajuan dilakukan
oleh debitur paling lambat PKPU sementara diputuskan adalah 3 (tiga) hari , dan
dalam hal diajukan oleh kreditur adalah paling lambat 20 (dua puluh) hari
masing-masing terhitung sejak tanggal dan hari diajukannya permohonan PKPU ke
Pengadilan Niaga. Hal tersebut diatur dalam Pasal 225 UUK dan PKPU. Setelah
adanya PKPU sementara maka rapat permusyawaratan hakim untuk memutuskan
PKPU tetap oleh Pengadilan Niaga dilaksanakan dan waktu yang diberikan tidak
boleh lewat dari 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak diputuskannya PKPU
sementara. Jangka waktu PKPU secara tetap tidak melebihi 270 (dua ratus tujuh
puluh) hari terhitung sejak PKPU sementara diucapkan.
Pengurus wajib segera mengumumkan putusan penundaan kewajiban
pembayaran utang sementara dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling
sedikit dalam 2 (dua) surat kabar harian yang ditunjuk oleh Hakim Pengawas dan
pengumuman tersebut juga harus memuat undangan untuk hadir pada persidangan
siding tersebut, nama Hakim Pengawas dan nama serta alamat pengurus (Pasal
226 UUK dan PKPU). Pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap
berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:
a. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren yang
haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling
sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang
sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam
sidang tersebut; dan
b. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditor yang piutangnya
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditor atau kuasanya yang
hadir dalam sidang tersebut (Pasal 229 UUK dan PKPU).
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada dasarnya, hanya
berlaku/ditujukan pada para kreditur konkuren saja. Walaupun pada
Undang-undang UUK dan PKPU Pasal 222 ayat (2) tidak disebut lagi perihal kreditur
konkuren sebagaimana halnya Undang-undang No. 4 Tahun 1998 pada Pasal 212
jelas menyebutkan bahwa debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia
tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh tempo
dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang,
dengan maksud pada umumnya untuk mengajukan rencana perdamaian yang
meliputi tawaran pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada kreditur
Pengadilan Niaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1998 adalah Pengadilan dalam Lingkungan Badan Peradilan Umum. Jadi
bukan merupakan badan peradilan yang berdiri sendiri.5
Kompetensi Pengadilan Niaga termasuk kompetensi relatif dan
kompetensi absolut. Kompetensi relatif merupakan kewenangan atau kekuasaan
mengadili antar Pengadilan Niaga. Penyelesaian perkara di pengadilan niaga
ditetapkan dengan cepat (yakni ditentukan jangka waktunya), sedangkan
penyelesaian sengketa di pengadilan negeri sama sekali tidak ditentukan jangka
waktunya. Sifat penyelesaian sengketa pada pengadilan niaga ditetapkan harus
efektif. Maksudnya, putusan perkara permohonan kepailitan bersifat serta merta.
Artinya, putusan pengadilan niaga dapat dilaksanakan terlebih dahulu meski
terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum kasasi maupun peninjauan
kembali.
Pengadilan Niaga
memiliki kewenangan untuk menangani masalah-masalah yang yang khusus
tentang kepailitan dan PKPU. Tugas lembaga ini pada saat sekarang hanyalah
memeriksa dan memutus permohonan kepailitan dan PKPU pada pengadilan
tingkat pertama dengan majelis hakim. Dalam perkembangannya Pengadilan
Niaga telah dibentuk dibeberapa kota besar lainnya selain Jakarta seperti Medan,
Semarang, Surabaya dan Ujung Pandang.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian berisikan uraian tentang metode atau cara yang peneliti
gunakan untuk memperoleh data atau informasi. Metode penelitian ini berfungsi
sebagai pedoman dan landasan tata cara dalam melakukan oprasional penelitian
untuk menulis suatu karya ilmiah yang peneliti lakukan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif yang tidak membutuhkan populasi dan
sampel.6
1. Spesifikasi penelitian
Adapun beberapa langkah yang digunakan dalam metode penelitian ini
adalah :
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif atau yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif tersebut
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada
dalam masyarakat.7 Penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum normatif
yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data
sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.8
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi
objek penelitian.9
6
Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hlm.105. Deskriptif analistis, merupakan metode yang dipakai untuk
menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung
yang tujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek
penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian
7 Ibid.. 8
Ronny Hanitijo Soemitro. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta: Ghlmia Indonesia, 1994), hlm. 9.
9
dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku.10
2. Data penelitian
Data penelitian yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu:
A. Bahan hukum primer, yaitu: Undang-undang Dasar 1945, UUK dan PKPU
Tentang kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang,
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
B. Data penelitian sekunder, yakni bahan-bahan yang meberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer yang berupa buku-buku, karya ilmiah, atau
hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
C. Data penelitian tertier, adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk
dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum
tersier yang digunakan seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, kamus
hukum dan ensiklopedia.11
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian Kepustakaan
(Library Research) studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen
yang ada, yaitu dengan mengumpulkan bahan hukum dan informasi baik yang
berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis
10
Ibid., hlm 225. 11
lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari,
dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek
penelitian.12
4. Analisis data
Berdasarkan sifat penelitian yang menggunakan metode penelitian bersifat
deskriptif analistis, maka analisis yang dipergunakan adalah analisis secara
pendekatan kualitatif terhadap data sekunder yang didapat. Deskriptif tersebut,
meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan
penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.13
Bahan hukum yang dianalisi secara kualitatif akan dikemukakan dalam
bentuk uraian secara sistematis dengan menjelaskan hubungan antara berbagai
jenis bahan hukum, selanjutnya semua bahan hukum diseleksi dan diolah,
kemudian dinyatakan secara deskriptif sehingga menggambarkan dan
mengungkapkan dasar hukumnya, sehingga memberikan solusi terhadap
permasalahan yang dimaksud.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan skripsi ini oleh penulis dimaksudkan untuk
memberikan perincian secara garis besar isi dari skripsi ini. Dalam
penyusunannya skripsi ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bab dengan susunan
sebagai berikut:
12
Ibid., hlm 225 13
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini diuraikan mengenai latar belakang pemilihan judul,
perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian,
keaslian penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian,
sistematika penulisan.
BAB II PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG YANG
DIAJUKAN OLEH DEBITUR
Bab ini menguraikan mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran
Utang (PKPU), syarat dan prosedur Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang PKPU yang diajukan debitur, akibat hukum
dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta
berlaku Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
BAB III PENGADILAN NIAGA SEBAGAI LEMBAGA
PENYELESAIAN SENGKETA PENUNDAAN KEWAJIBAN
PEMBAYARAN UTANG (PKPU)
Bab ini menguraikan kedudukan Pengadilan Niaga dalam sistem
peradilan di Indonesia, bentuk sengketa dalam Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang menjadi ranah
Pengadilan Niaga dan Pengadilan Niaga sebagai lembaga
penyelesaian Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
BAB IV PENETAPAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN
ADANYA KREDITUR SEPARATIS MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004
Bab ini menguraikan syarat penetapan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) sementara ke Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) tetap dan Penetapan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tetap oleh Pengadilan
Niaga terkait adanya kreditur separatis serta akibat hukum putusan
nomor 134 K/Pdt.Sus/PKPU/2014 terhadap kedudukan kreditur
separatis dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Memuat uraian tentang kesimpulan dan saran berdasarkan
pembahasan dari permasalahan yang ada dan alternatif pemecahan
21
A. Syarat dan Prosedur Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
yang Diajukan Oleh Debitur
Sebelum keluarnya UUK dan PKPU, peraturan perundang-undangan yang
digunakan untuk menyelesaikan utang piutang antara Kreditur dan Debitur adalah
Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan. PKPU adalah suatu
keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran
utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama
akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua
utang-utangnya.14
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) adalah masa tertentu
yang diberikan oleh Pengadilan Niaga bagi debitur yang tidak dapat atau
memperkirakan tidak akan dapat membayarkan utang stelah jatuh tempo dan
dapat ditagih, untuk menegoisasikan cara pembayarannya kepada kreditur baik
sebagian maupun seluruhnya termasuk merestrukturisasinya apabila dianggap
perlu dengan mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran
sebagian atau seluruh utangnya kepada kreditur. PKPU adalah prosedur hukum
(atau upaya hukum) yang memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur
14
yang tidak dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah
jatuh tempo.15
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau disebut juga moratorium,
harus dibedakan dengan gagal bayar, karena gagal bayar secara esensial berarti
bahwa seorang debitur tidak melakukan pembayaran utangnya. Gagal bayar
terjadi apabila si peminjam tidak mampu untuk melaksanakan pembayaran sesuai
dengan jadwal pembayaran yang disepakati baik atas bunga maupun atas utang
pokok. Dengan demikian pihak yang harus berinisiatif untuk mengajukan
permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah pihak debitur, yakni PKPU dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah
memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utang-utangnya. PKPU
terbagi dalam dua (2) tahap, yaitu tahap PKPU Sementara dan tahap PKPU Tetap.
Berdasarkan Pasal 225 ayat (2) UUK dan PKPU, Pengadilan Niaga harus
mengabulkan permohonan PKPU sementara. PKPU sementara diberikan untuk
jangka waktu 45 hari, sebelum diselenggarakan rapat kreditur untuk memberikan
kesempatan kepada debitur untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang
diajukannya. Sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum
270 hari, apabila pada hari ke-45 atau apat kreditur belum dapat memberikan
suara mereka terhadap rencana perdamaian tersebut Pasal 228 Ayat (6) UUK dan
PKPU. PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk
menunda pembayaran utangnya, si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang
relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua
utang-utangnya.
15
debitur yang sudah tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan
pembayaran utang-utangnya, di mana permohonan itu sendiri mesti
ditandatangani oleh debitur atau kreditur bersama-sama dengan advokat, dalam
hal ini lawyer yang mempunyai ijin praktek ( Pasal 224, ayat (1) UUK dan
PKPU).
Penyelesaian utang piutang antara debitur dan kreditur, seorang debitur
yang hanya mempunyai satu kreditur dan debitur tersebut tidak membayar
utangnya dengan sukarela, maka kreditur akan menggugat debitur secara perdata
ke Pengadilan Negeri yang berwenang dan seluruh harta debitur menjadi sumber
pelunasan utangnya kepada kreditur tersebut. Hasil bersih eksekusi harta debitur
dipergunakan untuk membayar piutang kreditur. Sebaliknya dalam hal debitur
mempunyai banyak kreditur dan harta kekayaan mendapatkan pembayaran bagi
semua orang berpiutang secara adil.16
Menurut pendapat Munir Fuady, PKPU ini adalah suatu periode waktu
tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan Pengadilan Niaga,
dimana dalam periode waktu tersebut kepada kreditur dan debitur diberikan
kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya
dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh
atau sebagian utangnya itu, termasuk apabita perlu merestrukturisasi utangnya
tersebut. Dengan demikian PKPU merupakan semacam moratorium dalam hal ini
legal moratorium.
Asas-asas dalam PKPU antara lain :
16
1. Asas keseimbangan
Merupakan perwujudan dari asas keseimbangan yaitu, di satu pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga Kepailitan oleh Debitur yang tidak jujur, di lain pihak, terdapat
ketentuan yang dapat mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata dan
lembaga kepailitan oleh kreditur yang tidak beritikad baik.
2. Asas kelangsungan
Usaha Terdapat ketentuan yang memungkinkan perusahaan debitur yang
prospektif tetap dilangsungkan.
3. Asas keadilan
Bahwa ketentuan mengenai kepailitan dapat memenuhi rasa keadilan bagi para
pihak yang berkepentingan. Asas keadilan ini untuk mencegah terjadinya
kesewenangwenangan pihak penagih yang mengusahakan pembayaran atas
tagihan masing-masing terhadap debitur, dengan tidak memperdulikan
Kreditur lainya.
4. Asas integrasi
Bahwa sistem hukum Formil dan hukum materiilnya merupakan satu kesatuan
yang utuh dari sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) diberikan hanya pada
saat-saat debitur benar-benar sudah tidak mampu yang harus dibuktikan dengan
putusan pengadilan. Selain itu, dikenal pula empat (4) kualifikasi suatu
1. Solvabel Likuid, jika jumlah seluruh harta kekayaan perusahaan itu lebih besar
dari jumlah utangnya dan perusahaan itu mampu melunasi utang-utang dan
kewajiban-kewajibannya yang lain tepat pada waktunya
2. Solvabel Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)
lebih besar dari utang-utangnya, tetapi perusahaan itu tidak dapat melunasi
utang-utangnya tepat pada waktunya.
3. Insolvabel Likuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan (berikut utangnya)
lebih kecil dari utang-utangnya, tetapi perusahaan tersebut masih dapat
melunasi utang-utangnya tepat pada waktunya.
4. Iinsolvable Illikuid, jika seluruh harta kekayaan perusahaan termasuk piutang,
lebih kecil dari jumlah seluruh utang-utangnya dan perusahaan itu tidak mampu
dan berada dalam keadaan berhenti membayar/ paailit (disebut insolvensi).
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, upaya yang dapat dilakukan oleh
debitur untuk dapat menghindari kepailitan adalah dengan melakukan upaya yang
disebut PKPU. Upaya tersebut hanya dapat diajukan oleh debitur sebelum putusan
pernyataan pailit ditetapkan oleh pengadilan, karena berdasarkan Pasal 229 ayat
(3) UUK dan PKPU, permohonan PKPU harus diputuskan terlebih dahulu apabila
permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU sedang diperiksa pada saat
yang bersaamaan.
Permohonan PKPU yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan
pailit yang diajukan terhadap debitur, dapat diputus terlebih dahulu sebelum
permohonan pernyataan pailit diputuskan, maka menurut Pasal 229 ayat (4) UUK
permohonan pemeriksaan pernyataan pailit.17
Di dalam PKPU Pasal 222 ayat (2) UUK dan PKPU menyatakan bahwa
Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan dapat melanjutkan membayar
utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon
penundaan kewajiban pembayaran utang dengan maksud untuk mengajukan
rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh
utang kepada krediturnya. Permohonan PKPU oleh si debitur ini dilakukan
sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitur.
Namun, ada kalanya PKPU ini diajukan oleh si debitur pada saat permohonan
pernyataan pailit si debitur oleh pihak lain telah dimohonkan ke pihak pengadilan.
Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU ini diperiksa pada
saat yang bersamaan, maka PKPU) inl harus diputus terlebih dahulu.
Dalam penjelasan PKPU tidak
secara tegas menyatakan tentang hal itu namun memerlukan analogi atau
penafsiran yang lebih luas yaitu sebelum ada keputusan pernyataan pailit oleh
hakim maka pemohonan PKPU masih bisa diajukan ke pengadilan yang sama,
dan dalam hal ini hakim tetap harus mendahulukan permohonan PKPU.
Munir Fuady dalam bukunya “Pengantar Hukum Bisnis” menyatakan: 18
Namun, PKPU bukanlah satu-satunya cara untuk melepaskan si debitur
dari kepailitan dan likuidasi terhadap harta bendanya.Sedangkan menurut Sutan “Akan tetapi, ada kalanya juga sebenarnya permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) oleh debitur terpaksa dilakukan oleh debitur dengan tujuan untuk melawan permohonan pailit yang telah diajukan oleh para krediturnya. Jika diajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) padahal permohonan pailit telah dilakukan maka Hakim harus mengabulkan PKPU, dalam hal ini PKPU Sementara untuk jangka waktu 45 hari sementara gugatan pailit gugur demi hukum”.
17
Munir Fuady.Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik (Edisi Revisi Disesuaikan dengan UU Nomor 37 Tahun 2004), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hlm 98
18
Remy Syahdeini dalam bukunya “Hukum Kepailitan” ada dua cara untuk
melepaskan si debitur dari kepailitan ini:19
1. Dengan mengajukan PKPU;
2. Dengan mengadakan perdamaian antara debitur dengan krediturnya, setelah
debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian ini memang tidak dapat
menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi, akan tetapi
apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah diputus
oleh pengadilan itu menjadi berakhir.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar debitur dapat
terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika debitur telah atau
akan berada dalam keadaan insolven. Cara yang pertama adalah dengan
mengajukan PKPU. PKPU diatur dalam Bab III, Pasal 222 sampai dengan Pasal
294 UU Kepailitan dan PKPU. Berdasarkan Pasal 222 ayat 2 UU Kepailitan dan
PKPU, debitur yang tidak dapat atau memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
melanjutkan pembayaran utang- utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dapat memohon penundaan pembayaran utang, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utang kepada kreditur. Istilah lain dari PKPU ini adalah suspension of
payment atau Surseance van Betaling, maksudnya adalah suatu masa yang
diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga di mana dalam masa
tersebut kepada pihak kreditur dan debitur diberikan kesempatan untuk
memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangnya dengan memberikan rencana
19
pembayaran seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu untuk
merestrukturisasi utangnya tersebut.20
Cara yang kedua yang dapat ditempuh oleh debitur agar harta kekayaan
terhindar dari likuidasi adalah mengadakan perdamaian antara debitur dengan para
krediturnya setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan. Perdamaian itu
memang tidak dapat menghindarkan kepailitan, karena kepailitan itu sudah terjadi,
tetapi apabila perdamaian itu tercapai maka kepailitan debitur yang telah
diputuskan oleh pengadilan itu menjadi berakhir. Cara ini pula debitur dapat
menghindarkan diri dari pelaksanaan likuidasi terhadap harta kekayaannya
sekalipun kepailitan sudah diputuskan oleh pengadilan. Perdamaian tersebut dapat
mengakhiri kepailitan debitur hanya apabila dibicarakan bersama melibatkan
semua kreditur. Apabila perdamaian hanya diajukan dan dirundingkan dengan
hanya satu atau beberapa kreditur, maka kepailitan debitur tidak dapat diakhiri.
Tujuan pengajuan PKPU, menurut Pasal 222 ayat 2 PKPU, adalah untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian
atau seluruh utang kepada kreditur. Menurut penjelasan Pasal 222 ayat 2 PKPU,
yang dimaksud dengan kreditur adalah baik kreditur konkuren maupun kreditur
yang didahulukan. PKPU adalah prosedur hukum (atauupaya hukum) yang
memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditur yang tidak dapat
memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya, yang sudah jatuh tempo.21
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dapat diajukan secara
sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat
20
Munir Fuady.Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 15
21
membayar utang-utangnya dan PKPU adalah suatu keringanan yang diberikan
kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya, debitur mempunyai
harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang
akan cukup melunasi semua utang-utangnya akikatnya PKPU berbeda dengan
kepailitan, PKPU tidak berdasarkan pada keadaan dimana debitur tidak membayar
utangnya atau insolven dan juga tidak bertujuan dilakukannya pemberesan budel
pailit. PKPU tidak dimaksudkan untuk kepentingan debitur saja, melainkan juga
untuk kepentingan para krediturnya.
Menurut Fred B.G. Tumbuan, PKPU bertujuan menjaga jangan sampai
seorang debitur, yang karena suatu keadaan semisal keadaan likuid dan sulit
memperoleh kredit, dinyatakan pailit, sedangkan bila ia diberi waktu besar
kemungkinan ia akan mampu untuk melunaskan utang-utangnya, jadi dalam hal
ini akan merugikan para kreditur juga.22
Prosedur permohonan PKPU diuraikan berdasarkan ketentuan Kreditur Oleh karenanya dengan memberi waktu
dan kesempatan kepada debitur melalui PKPU maka debitur dapat melakukan
reorganisasi usahanya ataupun restrukturisasi utang-utangnya, sehingga ia dapat
melanjutkan usahanya dan dengan demikian ia dapat melunasi utang-utangnya.
224 PKPU yang berbunyi sebagai berikut
1. Permohonan PKPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 harus diajukan kepada pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan ditandatangani oleh pemohon dan oleh advokadnya.
2. Dalam hal pemohon adalah debitur, permohonan PKPU harus disertai daftar yang memuat sifat, jumlah piutang, dan utang debitur beserta suratbukti secukupnya.
22
3. Dalam hal pemohon adalah kreditur, pengadilan wajib memanggil debitur melaluijuru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7(tujuh) hari sebelum sidang.
4. Pada sidang sebagaimana dimaksud pada ayat 3, debitur mengajukan daftar yang memuat sifat, jumlah piutang dan utang debitur beserta surat bukti secukupnya dan bila ada rencana perdamaian.
5. Pada surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilampirkan rencana perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222. 6. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Kreditur 6 ayat 1, ayat 2 , ayat 3,
ayat (4) dan ayat 5 berlaku mutatis mutandis sebagai tata cara pengajuan PKPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Berdasarkan ketentuan Pasal 224 PKPU tersebut, maka permohonan
PKPU harus diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga disertai dengan
daftar uraian mengenai harta beserta surat-surat bukti selayaknya. Surat
permohonan itu harus ditandatangani baik oleh debitur maupun penasehat
hukumnya.23
Terhadap permahonan PKPU yang diajukan ke Pengadilan Niaga, maka
pengadilan terlebih dahulu akan memutus PKPU Sementara kepada debitur
sebelum PKPU Tetap. Adapun tujuan PKPU Sementara ini adalah :
24
1. Agar segera tercapai keadaan diam (stay atau standstill),sehingga memudahkan pencapaian kata sepakat diantara kreditur dengan debitur menyangkut pada rencana perdamaian yang dimaksudkan oleh debitu
2. Memberi kesempatan kepada debitur untuk menyusun rencana perdamaian berikut segala persiapan-persiapan yang diperlukan apabila rencana perdamaian belum dilampirkan dalam pengajuan PKPU sebelumnya
Permohonan diajukan oleh debitur, pengadilan dalam waktu paling lambat
3 (tiga) hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan, sebagaimana
dimaksud di atas, hakim harus mengabulkan PKPU Sementara dengan batas
23
Sutan Remi Syahdeini. Op.Cit., hlm 341 24
waktu 45 hari dan harus menunjuk seorang hakim pengawas serta mengangkat
satu orang atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur mengurus harta si
debitur. Namun apabila permohonan diajukan oleh kreditur, pengadilan dalam
waktu paling lambat 20 hari sejak tanggal didaftarkannya surat permohonan
tersebut, harus mengabulkan PKPU Sementara dan harus menunjuk hakim
pengawas serta mengangkat satu atau lebih pengurus yang bersama-sama debitur
mengurus harta debitur tersebut.
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Sementara berlaku sejak tanggal
PKPU Sementara tersebut ditetapkan dan berlangsung sampai dengan tanggal
sidang yang paling lambat diselenggarakan pada hari ke 45 terhitung sejak PKPU
Sementara ditetapkan. Segera setelah ditetapkannya putusan PKPU Sementara,
pengadilan melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur dengan surat
tercatat atau melalui kurir, untuk menghadap dalam sidang yang diselenggarakan
paling lambat pada hari ke-45 terhitung setelah keputusan PKPU Sementara
ditetapkan.
Hakekatnya PKPU Tetap diberikan oleh para kreditur dan bukan oleh
Pengadilan Niaga, dengan kata lain PKPU Tetap diberikan berdasarkan
kesepakatan debitur dan para krediturnya mengenai rencana perdamaian yang
diajukan oleh debitur. Dan Pengadilan Niaga hanya memberikan putusan
pengesahan atau konfirmasi saja atas kesepakatan antara debitur dan para kreditur
keputusan yang tidak sesuai dengan kehendak atau kesepakatan debitur dan para
krediturnya.25
Pasal 229 UUK dan PKPU menentukan bahwa pemberian PKPU Tetap
berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:
1. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditur konkuren yang haknya
diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui
dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
2. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah Kreditur yang piutangnya
dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak
agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3
(dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan Kreditur atau kuasanya yang hadir
dalam sidang tersebut.
Proses Pengajuan Permohonan Penundaan Pembayaran Utang. Pihak yang
harus berinisiatif untuk mengajukan permohonan penundaan kewajiban
pembayaran utang adalah pihak debitur dengan alasan bahwa debitur dalam
keadaan tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat melanjutkan pembayaran
utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, dengan maksud untuk
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utangnya kepada kreditur Pasal 222 (2) UUK dan PKPU.
Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang dapat juga diajukan
oleh kreditur , jika ia debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya sudah
25
jatuh tempo dan dapat ditagih, maka debitur dapat memohon agar kepada debitur
diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitur
mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran seluruh atau
sebagian utan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran utang diajukan
debitur kepada Pengadilan dengan ditandatangani oleh debitur bersama-sama
dengan lawyer (penasehat hukumnya) yang mempunyai izin praktek. Permohonan
tersebut harus dilampirkan juga hal-hal sebagai berikut :
1. Daftar yang memuat sifat dan jumlah piutang, dan utang debitur .
2. Surat bukti secukupnya.
Pasal 225 (2) UUK dan PKPU dengan adanya permohonan penundaan
kewajiban pembayaran utang oleh debitur tersebut, maka selambat-lambatnya 3
hari dari sejak tanggal didaftarkan, hakim Pengadilan Niaga harus segera
mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus
menunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Pengadilan dan mengangkat satu
orang atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur.
Jika permohona diajukan oleh kreditur, Pengadilan dalam waktu paling lambat 20
hari dari sejak tanggal didaftarkan, hakim Pengadilan Niaga harus segera
mengabulkan penundaan sementara kewajiban pembayaran utang dan harus
menunjuk seorang hakim pengawas dari Hakim Pengadilan dan mengangkat satu
orang atau lebih pengurus yang bersama dengan debitur mengurus harta debitur
Pasal 226 (1) UUK dan PKPU. Pengurus wajib segera mengumumkan putusan
Indonesia paling sedikit dalam satu atau lebih surat kabar harian yang ditunjuk
oleh hakim pengawas.
Putusan Pengadilan Niaga tentang PKPU berlaku sejak putusan penudaan
kewajiban pembayaran utang tersebut diucapkan dan berlangsung damapai
dengan tanggal siding diselenggarakan. Dalam hal pengangkatan pengurus, maka
pengurus tersebut harus independen dan tidak memiliki benteruran kepentingan
dengan debitur atau kreditur, dan keberadaan pengurus tidak menyebabkan
debitur kehilangan kewenanganya dalam hal pengurusan harta-hartanya, hanya
saja dalam melakukan tugas tersebut debitur harus didampingi / disetujui oleh
pengurus Pasal 234 (1) UUK dan PKPU.
Selanjutnya setelah ditetapkan PKPU semenatra, maka Pengadilan Niaga
melalui pengurus wajib memanggil debitur dan kreditur untuk menghadap dalam
sidang yang akan memutuskan apakah dapat diberikan PKPU secara Tetap dengan
maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk
mempertimbangkan dan menyetujui perdamaian. Pengadilan pada hari yang telah
ditetapkan Pengadilan harus mendengar debitur, hakim pengawas, pengurus dan
kreditur yang hadir, wakil atau kuasa yang ditujuk berdasarkan surat kuasa.
Apabila semua rencana perdamaian dilampirkan pada permohonan PKPU
sementara atau telah disampaikan oleh debitur sebelum sidang maka pemungutan
suara tentang rencana perdamaian dapat dilakukan. Jika syarat-syarat tidak
dipenuhi, kreditur belum dapat memberikan persetujuan perdamaian, atas
Tetap dengan maksud untuk memungkinkan debitur, pengurus dan kreditur untuk
mempertimbangkan dan menyetujui rencana perdamaian pada siding selanjutnya.
Jika PKPU Tetap tidak dapat ditetapkan oleh Pengadilan dalam jangka
waktu 45 hari sejak keputusan penundaan sementara, debitur dinyatakan pailit.
PKPU Tetap dan perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan atas persetujuan
lebih dari ½ kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang
hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 dari bagian dari seluruh tagihan yang diakui
atau sementara diakui dari kreditur konkuren yang hadir. Jika PKPU telah
dikabulkan, hakim pengawas dapat mengangkat satu atau lebih ahli untuk
melakukan pemeriksaan dan menyusun laporan tentang keadaan harta debitur
dalam jangka waktu tertentu berikut perpanjangannya yang ditetapkan hakim
pengawas.
Selama dalam masa PKPU, setiap 3 bulan sekali, pengurus wajib
melaporkan keadaan harta debitur ; dan laporan tersebut harus disediakan pula di
kepaniteraan Pengadilan Niaga agar dapat dilihat oleh masyarakat.
B. Akibat Hukum dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sejak diterimanya pemohonan PKPU oleh debitur, maka terjadilah
beberapa akibat hukum terhadap debitur yang bersangkutan. Akibat hukum
tersebut adalah sebagai berikut :26
1. Debitur kehilangan independensinya
26
Arif Indra Setyadi. penundaan-kewajiban-Pembayaran-utang,
Berbeda dengan kepailitan dimana debitur menyerahkan kewenangan
pengurusan harta kekayaan kepada kurator. Dalam PKPU, kewenangan dalam
kepengurusan harta tersebut masih berada di tangan debitur itu sendiri. Hanya saja
kebebasan debitur memang dibatasi dengan keberadaan pengurus selaku
pengawas (Pasal 240 PKPU).
2. Jika PKPU Tetap tidak tercapai dan PKPU Sementara berakhir, debitur
langsung diputus pailit
Berdasarkan pada Pasal 230 ayat (1) UUK dan PKPU, Pengadilan Niaga
harus menyatakan debitur pailit selambat-lambatnya hari berikutnya (tanpa hak
untuk mengajukan kasasi atau peninjauan kembali) apabila : Jangka waktu PKPU
sementara berakhir karena kreditur konkuren tidak menyetujui pemberian PKPU
secara tetap. Perpanjangan PKPU telah diberikan, akan tetapi sampai dengan
tanggal batas terakhir penundaan pembayaran utang (maksimum 270 hari) belum
juga tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian.
3. Debitur tidak dapat dipaksa membayar utang dan pelaksanaan eksekusi
ditangguhkan
Sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) UUK dan PKPU bahwa
selama berlangsungnya PKPU, maka debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar
utang-utangnya serta semua tindakan eksekusi yang telah dimulai guna
mendapatkan pelunasan utang tersebut juga harus ditangguhkan.
4. Perkara yang sedang berjalan ditangguhkan
Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (1) dan ayat (2) UUK dan PKPU,
diperiksa ataupun menghalangi pengajuan perkara yang baru. Akan tetapi,
terhadap perkara yang semata-mata mengenai tuntutan pembayaran suatu piutang
yang telah diakui oleh debitur, sementara kreditur tidak mempunyai kepentingan
untuk mendapatkan suatu putusan guna melaksanakannya kepada pihak ketiga
setelah dicatatnya pengakuan tersebut, maka hakim dapat menangguhkan
pengambilan keputusan mengenai hal tersebut hingga berakhirnya PKPU.
5. Debitur tidak boleh menjadi penggugat atau tergugat
Berdasarkan pada Pasal 243 ayat (3) UUK dan PKPU, debitur yang telah
ditunda kewajibannya pembayaran utangnya tidak boleh beracara di peradilan
baik sebagai penggugat ataupun sebagai tergugat dalam perkara yang
berhubungan dengan harta kekayaannya, kecuali dengan bantuan dari pihak
pengurus.
6. Penundaan pembayaran utang tidak berlaku bagi kreditur preferens
Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 244 ayat (1) bahwa UUK dan PKPU
tidak berlaku bagi tagihan dari kreditur separatis, atau terhadap tagihan yang
diistimewakan terhadap barang-barang tertentu milik debitur. Maka jelas bahwa
terhadap debitur dengan hak istimewa, debitur juga harus membayar utangnya
secara penuh. Apabila pembayaran utang tidak mencukupi dari jaminan tersebut,
kreditur preferen masih mendapatkan haknya sebagai kreditur konkuren, termasuk
di dalamnya hak untuk mengeluarkan suara selama PKPU.
7. Penundaan pembayaran utang tidak berlaku terhadap beberapa jenis biaya
Pasal 244 UUK dan PKPU dikatakan bahwa PKPU tidak berlaku terhadap
beberapa jenis biaya tertentu (misal : tagihan yang dijamin dengan gadai)
8. Hak retensi yang dipunyai oleh kreditur tetap berlaku
Bahwa terhadap barang-barang yang ditahan oleh pihak kreditur wajib
dikembalikan ke dalam harta pailit dengan membayar terhadap utang yang
bersangkutan jika hal tersebut menguntungkan harta pailit Pasal 245 UUK dan
PKPU
9. Berlaku masa penangguhan eksekusi hak jaminan
Seperti halnya kepailitan, PKPU juga mengenal apa yang disebut dengan
masa penangguhan pelaksanaan eksekusi hak jaminan utang. Hanya saja lama
pelaksanaan masa penangguhannya berbeda dimana apabila kepailitan adalah
selama 90 hari, maka lama masa penangguhan dalam PKPU adalah 270 hari
(maksimum). Diatur dalam Pasal 246 UUK dan PKPU
10. Bisa dilakukan kompensasi
Berdasarkan pada Pasal 247 ayat (1) UUK dan PKPU, kreditur dapat
melakukan kompensasi atas utang dan piutangnya terhadap debitur asalkan utang
piutang tersebut sudah terjadi sebelum mulai berlakunya PKPU.
11. Kepastian terhadap perjanjian timbal balik
PKPU, kreditur dapat meminta kepastian mengenai kelanjutan
pelaksanaan perjanjian yang sifatnya timbal balik dalam waktu tertentu. Akan
tetapi perlu juga diingat bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi perjanjian timbal
balik yang prestasinya harus dilakukan sendiri oleh pihak debitur.
Berdasarkan pada Pasal 250 UUK dan PKPU, apabila telah dibuat suatu
kontrak komoditi di bursa komoditi sementara penyerahan barang akan dilakukan
di waktu tertentu dimana debitur telah mengajukan PKPU, maka kontrak tersebut
menjadi hapus akan tetapi tidak menghilangkan hak bagi lawan untuk mengajukan
klaim ganti rugi.
14. Debitur dapat mengakhiri sewa-menyewa
Apabila keputusan Pengadilan Niaga tentang PKPU sementara , pihak
debitur sebagai penyewa dapat mengakhiri sewa tersebut asalkan dilakukan
pemberitahuan untuk pemutusan sewa dengan jangka waktu sebagai berikut Pasal
251 ayat (1) UUK dan PKPU.
Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan kontrak yang berlaku atau jika
tidak ada dalam kontrak, maka Jangka waktu pemberitahuan sesuai dengan
kelaziman setempat, atau Jangka waktu 3 bulan sudah dianggap cukup Akan
tetapi perlu diingat bahwa ketentuan ini hanya berlaku jika debitur adalah pihak
penyewa.
15. Dapat dilakukan pemutusan hubungan kerja
Pasal 252 UUK dan PKPU mengatur tentang pemutusan hubungan kerja
dalam hal PKPU. Adapun ini ditujukan untuk membantu debitur dalam
melangsungkan kegiatan usahanya selama PKPU dilakukan.
16. Pembayaran kepada debitur yang telah memperoleh penundaan pembayaran
utang tidak membebaskan harta kekayaan
Salah satu akibat hukum dari PKPU adalah dalam hal pembayaran yang
hal itu berlaku kewajiban sebagai berikut : Pembayaran atas utang yang timbul
sebelum putusan PKPU sementara dijatuhkan, tetapi pembayarannya dilakukan
setelah putusan PKPU dan tapi diumumkan. Maka dalam hal ini tidak
membebaskan si pembayar tersebut dari harta kekayaan, kecuali dapat dibuktikan
bahwa si pembayar tersebut tidak mengetahui tentang telah adanya putusan PKPU
tersebut
17. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan terhadap harta kekayaan
tersebut
Apabila utang itu telah dibayarkan setelah adanya putusan PKPU
sementara, tetapi setelah adanya pengumuman sesuai dengan peraturan yang
berlaku, si pembayar juga tidak dibebaskan dari kewajibannya terhadap harta
kekayaan, kecuali :
a. Pembayar tidak mengetahui pengumuman PKPU sementara tersebut
b. Pembayaran tersebut sejauh membawa keuntungan bagi harta kekayaan.
Penundaan Pembayaran Utang Tidak Berlaku untuk Peserta Debitur dan
Kreditur Berdasarkan pada Pasal 254 UUK dan PKPU, sejauh yang menyangkut
dengan para peserta debitur dan garantor (penjamin), maka putusan PKPU
dinyatakan tidak berlaku. Artinya garantor tetap berkewajiban penuh sebagai
garantor, demikian juga dengan pihak peserta debitur untuk berkewajiban penuh
sesuai kontrak dan / atau peraturan perundang-undangan yang berlaku
18. Tidak ada actio pauliana
Berdasarkan pada Pasal 1341 KUHPerdata, yang dimaksud dengan Actio
yang tidak wajib dilakukan oleh debitur dengan nama apapun yang merugikan
para kreditur sepanjang dapat dibuktikan bahwa ketika perbuatan itu dilakukan
baik debitur maupun pihak dengan atau untuk siapa debitur itu berbuat
mengetahui bahwa perbuatan itu merugikan para kreditur. Adapun dalam hal
PKPU, Actio Pauliana tidak dapat dilakukan.
19. Perbuatan debitur tidak dapat dibatalkan oleh kurator
Hal PKPU, selama debitur diberikan kewenangan oleh pengurus sesuai
dengan Pasal 240 ayat (1) UUK dan PKPU, maka setelah debitur tersebut
dinyatakan pailit, perbuatan debitur tersebut haruslah dianggap sebagai perbuatan
hukum yang dilakukan oleh kurator dan mengikat harta pailit
20. Penundaan kewajban pembayaran utang dapat dilakukan berkali-kali
Tidak ada larangan untuk melakukan penundaan utang lebih dari satu kali
bagi debitur yang sama. Bahkan, apabila PKPU diajukan dalam 2 bulan semenjak
berakhirnya PKPU yang pertama, berlaku ketentuan sebagai berikut : Jangka
waktu penangguhan eksekusi barang jaminan oleh pihak kreditur separatis seperti
yang dimaksud dalam Pasal 42 dan Pasal 44 UUK dan PKPU berlaku terhitung
sejak permulaan berlakunya PKPU yang pertama. Perbuatan hukum yang telah
dilakukan oleh debitur atas kewenangan yang diberikan oleh pengurus dalam
PKPU yang pertama, tetap berlaku terhadap PKPU yang kedua
21. Berlaku ketentuan pidana
Apabila debitur nekat atau karena ketidaktahuannya itu melakukan sendiri
hal-hal terkait pengurusan harta kekayaan tanpa sepengetahuan pengurus, maka
harta debitur, kecuali membawa manfaat bagi harta debitur tersebut. Pasal 240
ayat (3) UUK dan PKPU Debitur dapat diancam dengan pidana kurungan paling
lama 3 bulan karena melakukan pidana yang termasuk dalam pelanggaran
terhadap ketertiban umum.
C. Pengakhiran Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)
Setelah PKPU diputuskan dan berjalan PKPU dapat diakhiri. Adapun
yang dapat mengajukan pengakhiran PKPU adalah atas permintaan hakim
pengawas, atas permohonan pengurus, atas permintaan kreditur, atau atas prakarsa
Pengadilan Niaga. Sedangkan beberapa alasan untuk mengajukan pengakhiran
PKPU adalah :
1. debitur bertindak dengan ikhtikat buruk dalam melakukan pengurusan
terhadap hartanya, selama waktu PKPU.
2. debitur telah merugikan atau mencoba merugikan krediturnya.
3. debitur melanggar Pasal 240 ayat (1) UUK dan PKPU yang mengharuskan
debitur bertindak mengenai hartanya berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pengurus
4. debitur lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya
oleh pengadilan pada saat atau setelah PKPU diberikan, atau lalai
melaksanakan tindakan-tindakan yang diisyaratkan oleh pengurus demi
kepentingan harta debitur.
5. Selama waktu PKPU, keadan harta debitur ternyata tidak lagi memungkinkan
6. Keadaan debitur tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya
terhadap para kreditur pada waktunya.27
Pengurus wajib mengajukan mengajukan permohonan pegakhiran PKPU
dengan jika terdapat alasan nomor 1 dan nomor 5 di atas. Pemohon,
debitur,dan pengurus harus didengar pada tanggal yang telah ditetapkan oleh
Pengadilan setelah dipanggil sebagaimana mestinya. Permohonan pengakhiran
PKPU dengan alasan-alasan di atas harus selesai diperiksa dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) hari setelah pengajuan permohonan tersebut dan putusan
Pengadilan harus diucapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak
selesainya pemeriksaan. Putusan pengadilan harus memuat alasan yang
menjadi dasar putusan tersebut. Jika PKPU diakhiri dengan cara seperti ini,
debitur harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama. Debitur setiap waktu
dapat memohon kepada Pengadilan agar PKPU dicabut, dengan alasan bahwa
harta debitur memungkinkan dimulainya pembayaran kembali dengan
ketentuan bahwa pengurus dan kreditur harus dipanggil dan didengar
sepatutnya sebelum putusan diucapkan. Bila debitur dinyatakan pailit dengan
pengakhiran PKPU ini maka berlakulah ketentuan sebagai berikut :
1. Jangka waktu sebagaimana dimaksud harus dihitung sejak putusan PKPU
sementara diucapkan;
2. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur setelah diberi persetujuan
oleh pengurus untuk melakukannya harus dianggap sebagai perbuatan
27
hukum yang dilakukan oleh kurator, dan utang harta debitur yang terjadi
selama berlangsungnya PKPU merupakan utang harta pailit;
3. Kewajiban debitur yang timbul selama jangka waktu PKPU tanpa
persetujuan oleh pengurus tidak dapat dibebankan terhadap harta debitur,
kecuali hal tersebut membawa akibat yang menguntungkan bagi harta
debitur.
Apabila permohonan PKPU diajukan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah
berakhirnya PKPU sebelumnya maka jangka waktu di atas berlaku pula bagi
jangka waktu PKPU berikutnya. Selanjutnya Imbalan jasa bagi ahli yang diangkat
ditentukan oleh hakim pengawas dan harus dibayar lebih dahulu dari harta
debitur.
Jika PKPU diakhiri berdasarkan sebab-sebab tersebut diatas, maka debitur
harus