• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Dan Peran Dewan Perwakilan Daerah Pasca Lahirnya Undang-Undang MPR, DPR, DPD Dan DPRD Nomor 17 Tahun

BAB IV IMPLEMEENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 TERHADAP UNDANG-UNDANG MPR, DPR, DPD dan

IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO 92/PUU X/2012 TERHADAP UNDANG-UNDANG MPR, DPR, DPD dan DPRD

B. Kedudukan Dan Peran Dewan Perwakilan Daerah Pasca Lahirnya Undang-Undang MPR, DPR, DPD Dan DPRD Nomor 17 Tahun

Keberadaan UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mengatur kewenangan DPD dinilai masih mereduksi peran dan fungsi legislasi DPD. Karena aturan pada Pasal Undang-Undang No. 17 Tahun 2014 masih ada yang tidak memberikan kewenangan kepada DPD untuk merancang, membahas setiap Rancangan Undang-Undang terkait daerah.

Berikut adalah perbandingan seberapa jauh Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara Nomor 92/PUU-X/2014, yakni:

Tabel 2. Perbandingan fungsi yang ada pada DPD dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.

60 Tahun 2009 diputus Mahkamah Konstitusi

Undang Nomor 17 Tahun 2014

1 Pasal 102 ayat (1) huruf a Badan Legislasi bertugas:

a. menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 1 (satu) masa keanggotaan dan untuk setiap tahun anggaran di lingkungan DPR dengan mempertimbangkan masukan dari DPD;

Pasal 105 ayat (1) huruf a

Badan Legislasi bertugas:

menyusun rancangan program legislasi nasional yang memuat daftar urutan rancangan undang-undang beserta alasannya untuk 5 (lima) tahun dan prioritas tahunan di lingkungan DPR;

Pasal 102 ayat (1) huruf d

melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, gabungan komisi, atau DPD sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada pimpinan DPR;

Pasal 105 ayat (1) huruf c

melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsep rancangan undang-undang yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi sebelum rancangan undang-undang tersebut disampaikan kepada Pimpinan DPR;

61

Pasal 102 ayat (1) huruf e

memberikan pertimbangan terhadap rancanganundang-undang yang diajukan oleh anggota, komisi,gabungan komisi, atau DPD di luar prioritas rancangan undang- undang tahun berjalan atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;

Pasal 105 ayat (1) huruf d

memberikan pertimbangan terhadap rancangan undang-undang yang diajukan oleh anggota DPR, komisi, atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan undang-undang atau di luar rancangan undang-undang yang terdaftar dalam program legislasi nasional;

Pasal 143 ayat (5)

Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.

Pasal 164 ayat (5)

Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden.

Pasal ayat 144

Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR.

Pasal 165 ayat (2)

Rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan

62

pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah diajukan kepada DPR dan pimpinan DPR menyampaikannya kepada pimpinan DPD

Pasal 146 ayat (1)

Rancangan undang-undang beserta penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik yang berasal dari DPD disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.

Pasal 166 ayat (2)

Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta naskah akademik disampaikan secara tertulis oleh pimpinan DPD kepada pimpinan DPR.

Pasal 147

(1) Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang undang dari DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1)

Pasal 166 ayat (4)

Pimpinan DPR setelah menerima rancangan undang-undang dari DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengirim surat kepada pimpinan

63

memberitahukan adanya usul rancangan undang-undang tersebut kepada anggota DPR dan membagikannya kepada seluruh anggota DPR dalam rapat paripurna.

DPD untuk menunjuk alat kelengkapan DPD yang ditugasi mewakili DPD ikut serta dalam pembahasan rancangan undang- undang oleh DPR bersama Presiden.

Pasal 148

Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau Presiden dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.

Pasal 168

Tindak lanjut pembahasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR, Presiden, atau DPD dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan.

Pasal 150 ayat (2) huruf b

Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a:

b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD

Pasal 170 ayat (2) huruf c

Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a :

c. DPD memberikan penjelasan serta DPR dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPD;

64

Pasal 150 ayat (3)

Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh:

a. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR. b. DPR, apabila rancangan undang- undang berasal dari Presiden.”

Pasal 170 ayat (3)

Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh:

a. Presiden jika rancangan undang- undang berasal dari DPR;

b. DPR jika rancangan undang- undang berasal dari Presiden;

c. DPR dan DPD jika rancangan undang-undang berasal dari Presiden sepanjang berkaitan dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf c;

d. DPR dan Presiden jika rancangan undang-undang berasal dari DPD sepanjang terkait dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 huruf c; atau

e. DPD dan Presiden jika rancangan undang-undang berasal dari DPR sepanjang terkait dengan kewenangan DPD sebagaimana dimaksud dalam

65

Pasal 71 huruf c.

Sumber : Undang-Undang Nomor 27 Tahuh 2009 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014

Lewat putusan Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU-X/2012 seharusnya DPD telah memiliki kewenangan sesuai dengan UUD 1945, karena putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat. Tetapi pada tabel perbandingan ini terlihat bahwa kedudukan DPD dalam proses legislasi di dalam Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2014 masih belum sepenuhnya mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU-X/2012.

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, berdampak pada mekanisme hubungan antar lembaga perwakilan. Kehadiran Undang-Undang tersebut belum dapat mengatur secara konkrit fungsi legislasi DPD. DPD untuk memantapkan hubungan kerja dengan DPR berusaha melakukan Uji Materi Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan Pasal-Pasal yang mengatur Prolegnas, Pengajuan Rancangan Undang-Undang, dan Pembahasan Rancangan Undang- Undang.

Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mendaftarkan permohonan pengujian formil dan materiil terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan dewan Perwakilan Rakyat Daerah ke Mahkamah Konstitusi Jumat, pada tanggal 15 Agustus 2014. Pendaftaran permohonan pengujian Undang-Undang tersebut diwakili oleh Tim Litigasi DPD RI yang

66

diketuai oleh I Wayan Sudirta (anggota DPD asal Propinsi Bali) didampingi oleh beberapa anggota DPD RI dan penasehat hukum.

DPD memohon pengujian Pasal 166 ayat (2), Pasal 167 ayat (1), Pasal 276 ayat (1), Pasal 277 ayat (1), Pasal 165, Pasal 166, Pasal 71 c, Pasal 170 ayat (5), Pasal 72, Pasal 171 ayat (1), Pasal 249b, Pasal 174 ayat (1), Pasal 174 ayat (4), Pasal 174 ayat (5), Pasal 224 ayat (5), Pasal 245 ayat (1), Pasal 250 ayat (1), Pasal 252 ayat (4), Pasal 281, Pasal 305, Pasal 307 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.83

DPD beralasan bentuk, format dan struktur Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tidak sesuai dengan yang ditentukan UUD 1945. Dimana sidang perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 tersebut dihadiri Gede Pasek Suardika, Intsiawati Ayus, Anang Prihantoro, Afnan Hadikusumo, Djasarmen Purba, Muhammad Mawardi, dan kuasa hukum, I Wayan Sudirta, Aan Eko Widiarto, dan Hestu Cipto Handoyo.84

I Wayan Sudirta menerangkan bahwa Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ini telah melanggar ketentuan pasal 22D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 yang memberikan wewenang konstitusional DPD mengajukan dan ikut membahas Rancangan Undang-Undang. Dalam hal ini

83 Diakses dari : 84 Ibid,.

67

DPD tidak diikutsertakan dalam proses pembentukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014.85

Menurut I Wayan Sudirta Undang-Undang ini bertentangan dengan UUD 1945 yang telah diberikan tafsir oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No.92/PUU-X/2012. Dengan disetujuinya UU Nomor 17 Tahun 2014 ini, Dewan Perwakilan Rakyat dianggap telah menghinakan putusan Mahkamah Konstitusi. ”Karena Dewan Perwakilan Rakyat yang membuat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi final dan mengikat. Ketika keputusan berkaitan DPD dijatuhkan, putusan tidak diakomodir, seharusnya tidak bisa diabaikan. Kalau terus menerus tidak diakomodir, jelas DPD dirugikan.86

Alasan DPD mengajukan uji materiil karena Undang-Undang MPR, DPRD, DPD dan DPRD bertentangan dengan Pasal 22D Ayat (1) UUD 1945 yang memberikan kewenangan konstitusional kepada DPD RI untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang, dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 bertentangan dengan Pasal 22D Ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kewenangan konstitusional kepada DPD untuk ikut membahas Rancangan Undang-Undang.

Ahli dan saksi DPD yang memberikan keterangan adalah Maruarar Siahaan (mantan Hakim MK), Saldi Isra (akademisi), Yuliandri (Akademisi),

85 Ibid,.

86

68

Zainal Arifin Mochtar (Akademisi), Refly Harun (Akademisi) dan Ronald Rofiandri (Pegiat LSM).87

Refly Harun menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 telah melawan atau melanggar putusan MK No.92/PUU-X/2012 yang memberi ruang bagi DPD untuk terlibat dalam setiap proses pembahasan Rancangan Undang- Undang terkait daerah. Menurut dia, DPD memiliki posisi yang setara dengan Presiden dan DPR, merujuk Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.88

Refly Harun menjelaskan bahwa “DPD memiliki kewenangan yang setara dengan DPR dan Presiden,” saat memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 yang diajukan DPD di ruang sidang Mahkamah Konstusi. Pasal 22D ayat (2) UUD 1945, kewenangan membahas setiap Rancangan Undang-Undang khususnya yang terkait daerah tidak mutlak hanya milik Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. “Dengan demikian DPD dapat mengikuti semua tingkat pembahasan Rancangan Undang-Undang yang diatur dalam undang-undang, termasuk kegiatan-kegiatan dalam tingkat pembahasan tersebut,”. DPD juga merupakan salah satu lembaga negara utama dalam sistem legislasi di Indonesia yang juga berfungsi menjalankan prinsip checks and balances. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi itu dinyatakan DPD memiliki kedudukan yang setara dengan MPR, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Wakil Presiden, MA, dan BPK sesuai

87 Diakses dari 88 Diakses dari

69

konstitusi.89

Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 masih belum sepenuhnya mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU-X/2012, sehingga DPD mendaftarkan permohonan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 ke Mahkamah Konstitusi. DPD berpendapat bahwa DPD menyandang kerugian kewenangan konstitusional akibat cacat materi muatan dari adanya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014. Dimana kerugiannya adalah dengan adanya undang-undang tersebut sehingga wewenang DPD sebagai lembaga negara untuk mengajukan dan membahas rancangan undang-undang tidak dapat menjalankan fungsi legislasi dengan baik.90

89

Ibid,

90

70 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN