• Tidak ada hasil yang ditemukan

Amar Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Hal Pengujian Undang Undang MPR,DPR,DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 (92/PUU-

BAB IV IMPLEMEENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012 TERHADAP UNDANG-UNDANG MPR, DPR, DPD dan

NOMOR 92/PUU-X/

C. Amar Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Hal Pengujian Undang Undang MPR,DPR,DPD dan DPRD Nomor 27 Tahun 2009 (92/PUU-

X/2012)

Ketentuan dalam pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa “Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum”. Dan di dalam pasal 49 menyatakan, “Mahkamah Konstitusi wajib mengirimkan salinan putusan kepada para pihak dalam jangka waktu

49

paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak putusan diucapkan”69. Artinya, bahwa efek keberlakuannya bersifar prospektif ke depan, bukan ke belakang.70

Untuk pelaksanaan ketentuan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, Mahkamah Konstitusi selama ini telah mentradisikan kebiasaan bahwa putusan dibacakan dengan dilengkapi oleh dua buah layar monitor lebar di dalam ruang sidang dan di luar ruang sidang, sehingga semua dapat mengikuti dengan seksama rumusan kalimat-kalimat putusan yang sedang dibacakan oleh majelis hakim dan salinan putusan langsung di bagikan kepada pihak-pihak dalam sidang Mahkamah Konstitusi, yaitu segera setelah sidang pleno pembacaan putusan selesai ditutup oleh ketua sidang.71

Setelah sidang pleno dinyatakan ditutup oleh ketua sidang dan para hakim meninggalkan ruangan sidang, dengan diiringi pengumuman petugas agar hadirin berdiri. Para hakim akan meninggalkan ruangan, maka setelah mempersilahkan para hadirin duduk kembali, biasanya petugas langsung mengumumkan bahwa Panitera akan menyerahkan salinan putusan yang telah dibacakan kepada para pihak yang hadir. Biasanya pihak-pihak yang hadir adalah pemohon atau kuasanya, Dewan Perwakilan Rakyat atau staf sekretariatnya, Dewan Perwakilan Daerah atau staf sekretariatnya, dan pihak terkait atau kuasanya. Salinan putusan tersebut biasanya hanya naskah yang bersifat sementara. Semuanya mendapat satu naskah salinan sementara putusan final dan mengikat Mahkamah Konstitusi.72

69

Op, cit. Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Hlm 216.

70 Ibid, Hal 220. 71 Ibid,. 72 Ibid,.

50

Salinan putusan yang dibagikan itu biasanya memang baru bersifat sementara, karena kadang-kadang ketika dibacakan oleh hakim, ada beberapa bagian yang langsung dikoreksi di dalam persidangan, sedangkan naskah salinan yang sudah lebih dulu diperbanyak untuk kepentingan para pihak masih menggunakan naskah yang belum dikoreksi. Dalam hal demikian, dalam waktu secepatnya dalam tenggang waktu kurang dari tujuh hari sebagaimana dimaksud oleh Pasal 49, salinan naskah putusan yang telah direvisi akan disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan melalui petugas juru panggil. Dengan demikian, semua pihak yang terlibat atau terkait dengan perkara pengujian undang -undang yang telah diuji dan diputus oleh Mahkamah Konstitusi dijamin mendapatkan pelayanan administrasi yang optimal, efektif, cepat, efisien, dan tanpa dibebani pembiayaan apapun. Dengan perkataan lain, upaya pembinaan administrasi pelayanan di Mahkamah Konstitusi dilakukan sesuai prinsip access to justice yang luas,efektif, dan efisien.73

Perkara pengujian undang-undang terkait erat dengan perkara yang menggunakan undang-undang yang bersangkutan sebagai dasar penuntutan, gugatan, ataupun putusan di lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Misalnya, Mahkamah Konstitusi sedang mengadili suatu pasal Undang-Undang, akan tetapi pasal Undang-Undang yang bersangkutan juga sedang dijadikan dasar untuk penuntutan seorang terdakwa di pengadilan negeri. Menurut ketentuan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 200374

73

Ibid.

bahwa “Undang-Undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang

74

51

menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

Pasal-pasal yang dimohon untuk dilakukan pengujian pada Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yaitu Pasal 71 huruf a, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, Pasal 102 ayat (1) huruf d, huruf e, Pasal 107 ayat (1) huruf c, Pasal 143 ayat (5), Pasal 144, Pasal 146 ayat (1), Pasal 147 ayat (1), ayat (3), ayat (4), ayat (7), pasal 150 ayat (3), ayat (4) huruf a dan ayat (5), Pasal 151 ayat (1), dan ayat (3), Pasal 154 ayat (5).

Tetapi yang dikabulkan oleh Majelis Hakim untuk diubah dan dikatakan tidak memiliki kekuatan hukum tetap bahkan bertentangan dengan UUD pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 hanya Pasal 102 huruf a, huruf d, huruf e, dan huruf h, Pasal 143 ayat (5), Pasal 144, Pasal 146 ayat (1), Pasal 148, Pasal 150 ayat (2) huruf b dan Pasal 150 ayat (3)

Pada perkara Mahkamah Konstitusi nomor 92/PUU-X/2012, hakim telah memutuskan hasil dari pengujian undang-undang nomor 27 Tahun 2009 terhadap undang-undang dasar. Amar putusan tersebut berisi75

1. Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian; :

2. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;

75

52

3. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;

Putusan ini diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, M. Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, pada hari Kamis, tanggal dua puluh satu, bulan Februari, tahun dua ribu tiga belas, dan diucapkan dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Rabu, tanggal dua puluh tujuh, bulan Maret, tahun dua ribu tiga belas, selesai diucapkan pukul 15.20 WIB, oleh sembilan Hakim Konstitusi, yaitu Moh. Mahfud MD., selaku Ketua merangkap Anggota, Achmad Sodiki, Hamdan Zoelva, M. Akil Mochtar, Ahmad Fadlil Sumadi, Maria Farida Indrati, Harjono, Muhammad Alim, dan Anwar Usman, masing-masing sebagai Anggota, dengan didampingi oleh Luthfi Widagdo Eddyono dan Rizki Amalia sebagai Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh Pemohon atau kuasanya, Pemerintah atau yang mewakili, dan Dewan Perwakilan Rakyat atau yang mewakili.

Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara nomor 92/PUU-X/2012 tersebut menimbulkan konsekuensi atas kedudukan dan peran DPD, yaitu76

1. Rancangan Undang-Undang dari DPD setara dengan Rancangan Undang- Undang dari Presiden dan Undang-Undang dari Dewan Perwakilan Rakyat. Terkait dengan pengajuan usul Undang-Undang, Mahkamah Konstitusi memutuskan beberapa hal yaitu :

:

76

Yenny AS, Fungsi Legislasi DPD RI Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU- X/2012, Jurnal Lex Publica, Volume 1, nomor 1 (Januari, 2014), hlm 39.

53

a) kedudukan DPD sama dengan DPR dan Presiden dalam hal mengajukan Rancangan Undang-Undang

b) DPD mengusulkan sesuai dengan bidang tugas,

c) DPD dapat mengajukan Rancangan Undang-Undang diluar Prolegnas, dan

d) Usul Rancangan Undang-Undang DPD tidak menjadi usul Rancangan Undang-Undang Dewan Perwakilan Rakyat.

2. Pembahasan Rancangan Undang-Undang dilakukan dengan tiga pihak yang setara (tripartit), yaitu Presiden, DPD, dan Dewan Perwakilan Rakyat (bukan Fraksi-Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat).

3. Dalam hal pembahasan Rancangan Undang-Undang, Mahkamah Konstitusi berpendapat sebagai berikut :

a) Pembahasan dari DPD harus diberlakukan sama dengan Rancangan Undang-Undang dari Presiden dan DPR.

b) Terhadap Rancangan Undang-Undang dari Presiden, Presiden diberikan kesempatan memberikan penjelasan sedangkan DPR dan DPD memberikan pandangan.

c) Terhadap Rancangan Undang-Undang dari DPR, DPR diberikan ksempatan memberikan penjelasan sedangkan Presiden dan DPD memberikan pandangan.

d) Hal yang sama juga diperlakukan terhadap Rancangan Undang-Undang dari DPD yaitu DPD diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan sedangkan DPR dan Presiden memberikan pandangan

54

e) Pembahasan Rancangan Undang-Undang dari DPD harus diperlakukan sama dengan Rancangan Undang-Undang dari Presiden dan DPR.

f) Daftar Inventarisasi Masalah diajukan oleh masing-masing lembaga Negara (DPR, DPD, Pemerintah).

55 BAB IV

IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 92/PUU-