• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Hasil Uji Wilcoxon

4.2.4 Keefektifan Desain Pelatihan Pengembangan

Pembelajaran Tematik Integratif

menggunakan CEM

Pada hakikatnya uji keefektifan desain pelatihan merupakan sebuah eksperimen untuk menguji apakah desain pelatihan ini mampu meningkatkan kompetensi guru dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif di SD. Fokus pembahasan pada bagian ini

digunakan untuk menjawab rumusan pertanyaan penelitian yang ke lima yaitu “Apakah kompetensi guru SD dalam Mengembangkan Pembelajaran Tematik Integratif dapat ditingkatkan melalui Desain Pelatihan menggunakan CEM?”

a. Pembahasan Tingkat Kompetensi Pedagogik Guru

Temuan gain skor pretes dan postes kompetensi guru mencapai 14,3 poin bergerak antara 6 sampai dengan 23 merupakan temuan yang mengejutkan karena 8 dari 10 guru (80%) mengalami peningkatan yang tinggi (10 sd 23 poin). Data ini menunjukkan bahwa desain pelatihan pengembangan pembelajaran tematik integratif menggunakan model CEM mampu meningkatkan kompetensi pedagogik guru SD.

Lebih lanjut temuan ini sesuai dengan pendapat Nadler & Nadler (2011) yang menyatakan bahwa pelatihan guru menggunakan CEM dipandang paling relevan untuk menutup kelemahan pelatihan yang digunakan selama ini, sehingga menghasilkan output yang lebih baik.Temuan peningkatan kompetensi guru ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mulastin, Samsudi, Rusdarti (2016), yang meskipun persiapannya kurang maksimal, namun memberikan hasil yang baik. Hasil uji t terhadap hasil postes pelatihan kelompok eksperimen menggunakan ICEM

bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Jawa Tengah (t-hitung = 10,72> nilai t-tabel 2,101).

b. Pembahasan Keefektifan Desain Pelatihan

Berdasarkan Uji Perbedaan Rerata

Hasil uji hipotesis H0 yang menyatakan bahwa “Median kompetensi pedagogik guru SD dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif setelah pelatihan lebih rendah atau sama dengan sebelum pelatihan” ditolak, dan Ha diterima. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas 0,0025 ternyata < 0,05, maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya kompetensi pedagogik guru SD dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.

Secara umum, keefektifan desain pelatihan CEM

dalam penelitian ini disebabkan oleh berbagai faktor, beberapa diantaranya yaitu setiap langkah-langkah desain pelatihan CEM selalu dievaluasi untuk perbaikan, sehingga ketika sampai pada tahap conduct training, pelatihan dapat berjalan lancar. Seperti simpulan Barger (2008) melalui penelitian literatur tentang CEM yang berisi bahwa CEM merupakan model terbuka dan fleksibel. CEM juga melibatkan pihak-pihak terkait dalam merancang pelatihan melalui proses evaluasi dan pemberian umpan balik (feedback). Evaluasi dan umpan balik bukan merupakan aktivitas

tunggal dalam pelatihan, melainkan merupakan sebuah proses pada setiap tahap. Fleksibilitas CEM

terlihat pada pertanyaan yang muncul setiap tahapan sebagai bantuan perancang untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Hal inilah yang membantu keefektifan desain pelatihan CEM dalam meningkatkan kompetensi guru.

Faktor berikutnya, yaitu desain pelatihan CEM

didasari oleh kebutuhan sekolah dan guru dalam pembelajaran tematik integratif, sehingga guru lebih termotivasi untuk mendapatkan apa yang di butuhkan. Hal ini sesuai dengan temuan Kazu, H. & Demiralp, D. (2016) yang menyarankan bahwa semestinya kegiatan pelatihan dilakukan berbasis kompetensi yang dibutuhkan guru.

Faktor selanjutnya yang mempengaruhi keberhasilan implementasi pelatihan adalah kegiatan pelatihan dilengkapi dengan proyek sehingga melibatkan guru untuk praktik menyusun instrument pembelajaran. Aktivitas pelatihan dengan melibatkan guru ini dapat membuat pelatihan menjadi bermakna bagi guru, karena guru tidak hanya mendengar ceramah dari instruktur. Hal ini senada dengan temuan Tuginem dan Muhyadi (2014) bahwa pelatihan yang melibatkan guru untuk praktik akan meningkatkan kompetensi guru.

Temuan lain yang mendukung temuan penelitian ini adalah temuan Jalmo dan Rustaman (2010). Temuan Jalmo dan Rustaman menunjukkan bahwa program pelatihan dengan strategi Scaffolding efektif meningkatkan kompetensi guru. Meskipun sedikit berbeda dengan penelitian ini yang menggunakan desain pelatihan CEM, namun secara umum kedua penelitian sama-sama melakukan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi guru, tetapi peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata hanya karena dilakukan pelatihan tanpa menggunakan strategi didalamnya.

Hasil penelitian lain yang mendukung temuan peneliti ini adalah temuan Kasmad (2015) dan Yama & Setiyani (2016) menunjukkan bahwa melalui kegiatan pelatihan, dapat meningkatkan kompetensi guru dalam implementasi Kurikulum 2013. Hasil penelitian Wangid, Mustadi, dan Astuti (2013) menunjukkan bahwa Pelatihan Pembelajaran Tematik Integratif Bagi Guru Sekolah Dasar dapat membantu upaya pemerintah dalam memberikan pelatihan terhadap guru-guru dalam implementasi kurikulum 2013. Keberhasilan penelitian tersebut dibuktikan dengan dua indikator: 1) adanya peningkatan nilai rata-rata pretes dan postes; 2) adanya peningkatan nilai rata-rata RPP yang dibuat sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan.

Secara garis besar, beberapa hasil penelitian di atas membuktikan bahwa program pelatihan merupakan salah satu cara yang efektif untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kegiatan pelatihan harus dilakukan secara

continew seperti yang diungkapkan Yoto (2015). Berdasarkan hasil penelitian literatur yang dilakukan oleh Yoto, bahwa guru perlu melakukan pelatihan secara terus-menerus agar mengetahui dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui pelatihan, guru mampu dan terampil dalam memainkan peran di hadapan peserta didik, sehingga mutu pendidikan akan menjadi baik dan lulusannya mampu bersaing dalam mencari pekerjaan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Sari (2014: 47) yang menunjukan bahwa kompetensi pedagogik memberikan konstribusi terhadap kinerja mengajar guru. Semakin tinggi kompetensi pedagogik guru maka semakin tinggi pula kinerja mengajar guru dan sebaliknya semakin rendah kompetensi pedagogik yang dimiliki guru maka semakin rendah pula kinerja mengajarnya.

Secara lebih spesifik, temuan penelitian yang mendukung keefektifan desain pelatihan CEM

dilaporkan oleh Mulastin, Samsudi, Rusdarti (2016). Hasil penelitiannya menunjukankan: 1). Hasil analisis pelatihan yang ada selama ini berkaitan dengan

perencanaan dan pelaksanaan pelatihan penelitian bagi dosen masih kurang efektif dan 2). Integrated Critical Event Model (ICEM) terbukti efektif digunakan dalam pelatihan penelitian bagi Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan di Jawa Tengah (hitung = 10,72> nilai t-tabel 2,101). Senada dengan temuan Mulastin, pada penelitian ini juga telah membuktikan keefektifan desain pelatihan CEM dengan nilai Z sebesar -2.807. dan nilai probabilitas 0,0025 (<0,05), maka H0 ditolak dan Ha diterima. Artinya kompetensi pedagogik guru SD dalam mengembangkan pembelajaran tematik integratif setelah pelatihan lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.

Temuan lain yang mendukung penelitian ini adalah temuan Rahayu, Pujianto dan Purwaningsih (2014). Temuan penelitiannya menunjukkan bahwa pelatihan pengembangan model pembelajaran tematik dan terintegrasi webbed bermuatan kearifan lokal bagi guru SD mampu meningkatkan kompetensi guru SD sebagai penunjang kesiapan implementasi Kurikulum 2013. Dalam penelitian ini produk yang dihasilkan pelatihan adalah model pembelajaran tematik integratif webbed berbasis lingkungan. Temuan Masrukhi, Widodo, Sukestiyarno dan Raharjo (2015) yang melakukan R&D tentang Pengembangan Model Pelatihan PTK Berbasis Pendampingan memperoleh hasil model dan perangkat pelatihan PTK yang terdiri

dari buku panduan instruktur dan peserta, model

Dokumen terkait