• Tidak ada hasil yang ditemukan

LKS 9 SIFAT-SIFAT DAN JARING-JARING LIMAS LKS 10 LUAS PERMUKAAN DAN VOLUME LIMAS

3. Keefektifan Perangkat Pembelajaran

Penilaian keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan peneliti didasarkan pada dua indikator, yaitu perangkat pembelajaran dikatakan efektif jika (1) persentase siswa yang melampaui KKM pada tes evaluasi lebih dari atau sama dengan 80% dan (2) rata-rata nilai tes evaluasi siswa lebih dari atau sama dengan KKM. Berikut ini merupakan tabel hasil analisis tes evaluasi.

Tabel 23. Hasil Analisis Tes Evaluasi

Perhitungan Hasil

Nilai Tertinggi 92

Nilai Terendah 46

Rata-rata Nilai Tes Evaluasi 80,875

Banyak Siswa Tuntas 26

Banyak Siswa Tidak Tuntas 6

Persentase Siswa Tuntas 81,25%

Kategori Baik

Seperti yang tertulis pada Tabel 24 bahwa banyaknya siswa yang tuntas adalah 26 siswa, yang jika diubah ke bantuk persentase menjadi 81,25%. Hal ini berarti bahwa kriteria keefektifan yang pertama telah terpenuhi. Selanjutnya, rata- rata nilai tes evaluasi siswa adalah sebesar 80,875. Hal ini berarti bahwa kriteria keefektifan yang kedua telah terpenuhi, karena 80,875 < 76. Dengan demikian, perangkat pembelajaran yang dikembangkan efektif karena telah memenuhi dua kriteria yang ditetapkan. Data nilai tes evaluasi siswa terdapat pada Lampiran C6.

107 C. Pembahasan

Pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan model pengembangan ADDIE, yaitu analysis (analisis), design, (perancangan), development (pengembangan), implementation (implementasi), dan Evaluation (evaluasi). Setelah melalui kelima tahap tersebut, diperoleh produk berupa perangkat pembelajaran yang terdiri dari RPP dan LKS berbasis hypothetical learning trajectory (HLT) pada materi bangun ruang sisi datar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII.

Pada tahap analysis (analisis) diketahui bahwa perangkat pembelajaran dikembangkan dengan mengacu pada kompetensi dasar 3.10 dan 4.10 mengenai luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar. Hasil analisis karakteristik siswa menunjukkan bahwa siswa pada jenjang kelas VIII telah dapat mengkonstruk pengetahuannya sesuai teori perkembangan kognitif Piaget. Siswa kelas VIII cenderung merasa sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan. Berdasarkan hasil analisis tersebut, perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory cocok digunakan, mengingat bahwa siswa semestinya sudah mulai bisa mengambil keputusan sendiri.

Tahap design (perancangan) menghasilkan rancangan awal RPP dan LKS. Rancangan awal RPP disesuaikan dengan Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Rancangan RPP disesuaikan dengan aspek kebahasaan, kelayakan isi, penyajian, dan ketermuatan dugaan alur belajar siswa serta tanggapan guru dalam menyikapi dugaan tersebut. Sedangkan, rancangan LKS disesuaikan dengan aspek kebahasaan, kelayakan isi, kegrafikaan,

108

penyajian, dan keterkaitan LKS dengan dugaan alur belajar. Instrumen penilaian yang disusun oleh peneliti terdiri dari lembari validasi perangkat pembelajaran, lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran, angket penilaian guru, angket penilaian siswa, dan tes evaluasi. Dalam perancangan RPP dilakukan juga perancangan hypothetical learning trajectory (HLT) atau dugaan-dugaan alur belajar siswa. Rancangan HLT didapatkan melalui diskusi dengan guru, melalui hasil analisis karakteristik siswa, menyesuaikan dengan tiga tingkat kemampuan siswa secara umum, dan pengamatan terhadap pemikiran-pemikiran yang diungkapkan siswa secara lisan maupun tulisan.

Pada tahap development (pengembangan) dilakukan pengembangan produk 1, validasi produk 1 oleh dosen ahli, revisi produk 1 yang menghasilkan produk 2, dan revisi sesuai saran setelah uji coba lapangan yang menghasilkan produk akhir. Produk 2 berupa RPP dan LKS berbasis hypothetical learning trajectory yang digunakan dalam pembelajaran matematika saat uji coba lapangan.

Validasi perangkat pembelajaran dilakukan oleh dua orang dosen ahli selaku validator. Hasil validasi RPP menunjukkan skor rata-rata keseluruhan butir sebesar 106 dari skor maksimum 145. Berdasarkan konversi nilai yang tercantum pada Tabel 9, RPP berbasis hypothetical learning trajectory yang dikembangkan masuk ke kategori valid dan layak digunakan dengan revisi sesuai saran validator. Hal ini menunjukkan bahwa RPP yang dikembangkan telah sesuai dengan Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Pengembangan RPP berbasis hypothetical learning trajectory tidak terlepas dari beberapa revisi, di antaranya adalah kurang terlihatnya karakteristik

109

hypothetical learning trajectory pada RPP dan tidak adanya kegiatan untuk menumbuhkan motivasi siswa. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dalam hal kenampakan karakteristik hypothetical learning trajectory, yaitu dengan menambahkan skema HLT. Ketermuatan skema HLT dan dugaan-dugaan alur belajar dalam RPP membantu guru untuk mempersiapkan feedback untuk jawaban- jawaban siswa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Clements & Sarama (2014) bahwa learning trajectory adalah alat yang bertujuan untuk mendukung pengembangan kurikulum atau sebuah komponen kurikulum. Skema HLT dan dugaan-dugaan alur belajar yang disusun memiliki karakteristik tersendiri pada setiap kegiatan yang disusun. Hal ini sesuai dengan deskripsi HLT menurut Cements & Sarama (2004) yang menyatakan bahwa “learning trajectory is descriptions of students’ thinking and learning in a specific mathematical domain...”. Lembar penilaian kevalidan RPP terlampir pada Lampiran B1.

Berdasarkan penilaian kevalidan RPP yang dilakukan oleh dua orang ahli, diperoleh data bahwa ada aspek-aspek yang mendapat skor tinggi dan ada pula aspek yang mendapat skor rendah. Aspek yang mendapat skor terendah dalam penilaian kevalidan RPP adalah aspek ke-7 dan aspek ke-8. Aspek ke-7 adalah penilaian hasil belajar, yang mendapat skor rata-rata 10 dari skor maksimum 15. Jika diubah ke bentuk persentase, aspek ke-7 ini mendapat persentase sebesar 60% dan masih tergolong rendah. Ini berarti bahwa pemilihan teknik penilaian pembelajaran harus lebih sesuai dengan kemampuan yang diukur, yaitu prestasi belajar. Aspek ke-8 merupakan aspek kebahasaan yang mendapat skor rata-rata 6,5 dari total skor 10. Jika skor rata-rata diubah ke bentuk persentase, aspek ke-8 ini

110

mendapat persentase sebesar 65% dan masih tergolong rendah pula. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan bahasa dan kalimat dalam RPP perlu diperbaiki, penulisan kalimat perintah lebih spesifik, dan tidak menuliskan kalimat yang ambigu. Hasil dari penilaian kevalidan tiap aspek RPP dapat dilihat pada Tabel 21.

Penilaian kevalidan LKS juga dilakukan oleh dua dosen ahli yang sama. Berdasarkan hasil penilaian kevalidan, LKS yang dikembangkan mmperoleh skor rata-rata keseluruhan butir sebesar 116,5 dari skor maksimum 160. Berdasarkan konversi nilai yang tercantum pada Tabel 10, LKS berbasis hypothetical learning trajectory yang dikembangkan masuk ke kategori valid dan layak digunakan dengan revisi sesuai dengan saran validator. Saran yang diberikan oleh validator meliputi kenampakan karakteristik HLT pada LKS, beberapa kesalahan konsep yang perlu diperbaiki, dan pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan dalam hal pemilihan kata, keakuratan konsep, dan kenampakan karakteristik hypothetical learning trajectory, yaitu dengan menambahkan dugaan-dugaan alur belajar serta alternatif tanggapan guru pada kunci jawaban atau petunjuk penggunaan LKS. Hal ini dikarenakan pentingnya memunculkan karakteristik khusus perangkat pembelajaran berbasis HLT pada perangkat yang dikembangkan, juga agar guru lebih mudah dalam memahami dan menggunakan prangkat pembelajaran yang dikembangkan. Lembar penilaian kevalidan LKS terlampir pada Lampiran B2.

Berdasarkan hasil penilaian kevalidan LKS oleh dua dosen ahli, diketahui bahwa aspek ke-1 dan aspek ke-6 mendapat skor rata-rata yang paling rendah.

111

Aspek ke-1 merupakan penilaian terhadap kelengkapan dan kejelasan komponen LKS dan mendapat skor rata-rata sebesar 24 dari skor maksimum 35. Jika diubah ke bentuk persentase, maka nilai aspek ke-1 ini mencapai 68% dari nilai maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada beberapa komponen LKS yang belum jelas maksudnya, terutama pada kalimat instruksi. Aspek ke-6 yang merupakan aspek keterkaitan LKS dengan dugaan alur belajar mendapat skor rata- rata 10 dari skor maksimum 15. Ketercapaian aspek ini adalah 60% dari skor maksimum. Ini mengindikasikan bahwa diperlukan revisi agar karakteristik dugaan alur belajar lebih tampak pada LKS. Sementara aspek yang mendapat nilai tertinggi adalah aspek desain tampilan LKS. Aspek ini merupakan aspek ke-2 dan mendapat persentase sebesar 77,5%. Skor rata-rata aspek tersebut sebesar 15,5 dari skor maksimum 20. Hal ini menunjukkan bahwa desain tampilan dan tata letak LKS sudah konsisten dan menarik. Setelah dilakukan revisi sesuai dengan saran validator, diperoleh produk 2 berupa RPP dan LKS yang kemudian digunakan untuk uji coba lapangan.

Setelah dilakukan revisi sesuai saran dari validator, perangkat pembelajaan siap untuk digunakan pada taham implementasi produk. Perangkat pembelajaran diujicobakan kepada 32 orang siswa siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Turi.

Kegiatan pembelajaan dibuka dengan doa bersama dan salam. Kemudian guu menjelaskan kompetensi yang akan dicapai siswa. Setelah itu, siswa melakukan apersepsi dengan guru sebagai fasilitator. Tidak lupa, guru menyampaikan hal-hal yang dapat memotivasi siswa untuk semangat belajar, seperti menjelaskan aplikasi dari topik pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa mengerjakan LKS

112

secara berkelompok, satu kelompok beranggotakan 4 orang, sehingga ada 8 kelompok dalam satu kelas. Siswa melakukan diskusi kelompok untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan di dalam LKS, sementara guru memfasilitasi siswa dengan secara bergantian memantau pekerjaan setiap kelompok. Guru juga memberikan scaffolding kepada kelompok siswa yang menemukan kesulitan dalam menyelesaikan kegiatan.

Setelah kegiatan diskusi selesai, siswa menuliskan kesimpulan atau hal-hal penting yang dipelajari selama proses pembelajaran. Perwakilan dari satu atau dua kelompok siswa diminta untuk mengemukakan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. Kelompok siswa yang lain memperhatikan dan memberikan koreksi atau pertanyaan kepada perwakilan siswa di depan kelas. Selanjutnya, guru memberikan latihan soal berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan pada pertemuan tersebut. Latihan soal dikerjakan oleh siswa secara individu dan harus diselesaikan dalam kurun waktu yang ditentukan. Setelah waktu untuk mengerjakan latihan soal habis, guru menawarkan kepada perwakilan siswa untuk menuliskan jawaban di papan tulis, yang kemudian kebenarannya dikonfirmasi oleh guru.

Pembelajaran ditutup setelah guru mengajak siswa untuk melakukan refleksi mengenai apa saja yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut. Guru juga menawarkan jika ada siswa yang masih ingin bertanya. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya. Namun kegiatan menyampaikan kompetensi yang akan dipelajari pada pertemuan mendatang ini seringkali terlewat dan menjadi koreksi bagi peneliti.

113

Berdasarkan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, didapatkan rata- rata persentase keterlaksanaan pembelajaran sebesar 87,18% dengan kategori sangat baik. Dari enam pertemuan pembelajaran yang dilaksanakan, persentase keterlaksanaan pembelajaran paling rendah sebesar 76,92%, yaitu pada pertemuan ketiga dan keenam. Kegiatan pembelajaran yang beberapa kali tidak terlaksana adalah latihan soal mandiri dan tanya jawab sebelum pembelajaran ditutup. Hal ini diakibatkan oleh kurangnya manajemen waktu dalam pelaksanaan pembelajaran. Selain itu, beberapa kali dalam pelaksanaan uji coba produk, siswa mengalami pecah konsentrasi, dan pada akhirnya siswa justru mendiskusikan hal yang tidak ada kaitannya dengan pembelajaran atau kegiatan di dalam LKS. Hal ini mengharuskan guru untuk lebih “mendekati” kelompok siswa tersebut. Di lain pihak, setelah beberapa pertemuan siswa mulai terbiasa untuk berani menyatakan jawabannya tanpa takut jawaban tersebut salah. Siswa mulai berani untuk memilih cara penyelesaian masalahnya tanpa membandingkan pekerjaannya dengan pekerjaan kelompok lain.

Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran juga menunjukkan bahwa aspek penggunaan hypothetical learning trajectory pada pembelajaran 100% terlaksana. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ariyadi Wijaya (2009) bahwa hypothetical learning trajectory bermanfaat untuk memberikan berbagai alternatif strategi ataupun scaffolding untuk membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami konsep yang dipelajari. Hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran terlampir pada Lampiran B6.

114

Hypothetical learning trajectory meliputi tiga hal, yaitu tujuan pembelajaran, rencana aktivitas pembelajaran, dan dugaan dari proses pembelajaran di kelas. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan dan pembelajaran yang terjadi saat implementasi perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory ini telah meliputi tiga hal tersebut. Oleh karena itu, pembelajaran yang terjadi telah sesuai dengan teori hypothetical learning trajectory.

Keefektifan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory ini diukur melalui tes evaluasi. Pada pertemuan terakhir, dilaksanakan tes evaluasi materi bangun ruang sisi datar. Kegiatan ini bertujuan untuk mengukur keefektifan perangkat pembelajaran. Hasil tes evaluasi menunjukkan bahwa dari 32 siswa yang mengikuti tes evaluasi, sebanyak 26 siswa telah mencapai nilai KKM, yaitu 76. Nilai rata-rata tes evaluasi siswa sebesar 80,875. Persentase siswa yang lolos dalam tes evaluasi ini sebesar 81,25%. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kepercayaan diri siswa untuk menyelesaikan kegiatan-kegiatan sesuai dengan alur berpikirnya telah meningkatkan rasa percaya diri siswa, yang kemudian mengakibatkan meningkatnya prestasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Irvin, Meltzer, & Dukes (2007) bahwa kepercayaan diri yang lebih tinggi dapat memotivasi siswa untuk ikut serta dan menyelesaikan tugas-tugas, dan pengalaman positif ini (berhasil menyelesaikan tugas-tugas) mengakibatkan meningkatnya prestasi belajar siswa. Berdasarkan hasil analisis tes evaluasi siswa, maka perangkat pembelajaran yang dikembangkan dikatakan efektif dan layak digunakan.

115

Penelitian lain yang sejalan dengan hasil penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Risnanosanti (2012), yang menyimpulkan bahwa mengembangkan serta mengimplementasikan bahan ajar yang memuat tugas-tugas matematika yang sesuai memungkinkan siswa menggunakan kemampuan berpikir secara aktif merupakan suatu hal yang sulit bagi guru maupun peneliti pendidikan matematika secara umum. Oleh karena itu, diperlukan suatu contoh atau prototipe bahan ajar dan learning trajectory yang dapat dijadikan acuan bagi guru-guru dalam mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswanya. Dengan demikian, hypothetical learning trajectory bermanfaat untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kreatif secara aktif, yang keduanya berkaitan dengan prestasi belajar.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dan terlepas dari beberapa kekurangan yang terjadi, dapat disimpulkan bahwa penelitian pengembangan yang telah dilakukan menghasilkan perangkat pembelajaran berbasis hypothetical learning trajectory yang valid, praktis, dan efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, sehingga layak digunakan dalam pembelajaran.

Dokumen terkait