• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI

5.1.3 Kegiatan Pembinaan Petani Anggota

Kegiatan pembinaan penting dilakukan, mengingat petani di Desa Iwul merupakan petani tradisional yang belum tersentuh teknologi. Kegiatan pembinaan yang pernah dilakukan selama ini pada petani anggota kelembagaan

82,50%

17,50%

0%

Tidak pernah mendapat bantuan modal

Pernah mendapat bantuan modal tetapi jarang Sering mendapat bantuan modal

Gambar 5. Sebaran Responden Menurut Akses Mereka terhadap Bantuan Modal, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Sumber: Hasil Olah Kuesioner, Anggota Kelompok Tani Sauyunann, Desa Iwul, 2010

Kelompok Tani Sauyunan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, dukuh, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan pembinaan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6 bahwa 35 persen petani anggota bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Sedangkan 27,5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada pembinaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah.

Gambar 6. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Pengetahuan Hasil Kegiatan Pembinaan, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

5.2 Pengorganisasian Kegiatan Distribusi

Peran kelembagaan kelompok tani sebagai suatu unit usaha bersama yang mandiri tidak saja ditunjukkan dengan akses terhadap faktor produksi juga ditentukan oleh akses terhadap jaringan distribusi atau pemasaran. Peningkatan kemampuan untuk menjangkau pasar (konsumen) secara langsung akan makin memperbesar nilai tambah yang diperoleh. Sebaliknya, makin panjangnya mata rantai pemasaran akan makin mempermahal harga yang dibayar konsumen dan memperkecil keuntungan produsen.

37,50%

(1) Tidak terjadi peningkatan

Kondisi di mana petani tidak dapat menjangkau pasar (konsumen) secara langsung merupakan fenomena umum yang dijumpai pada usaha pertanian di Desa Iwul dan di pedesaan Indonesia pada umumnya. Padahal tingkat permintaan masyarakat terhadap komoditi hasil-hasil pertanian terbilang tinggi. Hal ini sesuai karakteristik produk yang merupakan kebutuhan dasar, sehingga keberadaan area pasar tidak terlalu bermasalah. Kebutuhan petani oleh karenanya adalah berupa akses pasar yang memungkinkan bagi mereka untuk keluar dari sistem pemasaran yang dikendalikan oleh tengkulak.

Keberadaan kelembagaan kelompok tani diharapkan dapat membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan, salah satunya dengan mendirikan koperasi atau badan penyaluran pemasaran lainnya. Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sampai saat ini belum membentuk koperasi atau badan penyaluran pemasaran hasil produksi pertanian anggotanya. Namun kelembagaan kelompok tani ini sudah mulai merintis dengan secara berkala membantu penjualan hasil produksi pertanian beberapa petani anggota yang diharapkan lebih menguntungkan dibandingkan apabila harus menjual kepada tengkulak.

Gambar 7. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Distribusi dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam membantu petani anggotanya dalam mengakses sistem pemasaran yang lebih menguntungkan terlihat pada Gambar 7, dimana

62,50%

pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan kelompok tani masih relatif rendah yaitu sebesar 62,50 persen. Sedangkan pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam mengakses sistem pemasaran dirasakan sedang oleh 12,50 persen anggota kelompok tani dan tinggi oleh 25 persen petani anggota. Perbedaan peran yang dirasakan oleh sesama petani anggota disebabkan karena keterbatasan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menjangkau seluruh anggota kelompok dalam menyalurkan hasil produksi pertanian mereka.

Petani anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan sebagian besar yaitu 62,50 persen masih bergantung pada saluran pemasaran melalui tengkulak.

Namun hal ini lebih baik dibandingkan persentase petani non anggota yang memilih saluran pemasaran hasil produksi pertaniannya melalui tengkulak sebesar 73,33 persen. Petani anggota dan non anggota yang menjual sendiri hasil pertaniannya ke pasar mencapai masing-masing 12,50 persen dan 26,70 persen.

Penjualan hasil produksi pertanian yang dijual langsung melalui pasar sebagian besar sudah diubah menjadi bahan pangan yang siap dikonsumsi. Presentasi saluran pemasaran pertanian langsung kepada konsumen masih sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan: Pertama, karakteristik dan volume produksi yang relatif kecil, sehingga apabila harus dibawa sendiri oleh petani ke pasar maka akan membutuhkan biaya transportasi dan pengangkutan yang relatif mahal. Kedua, para tengkulak yang pada umumnya memiliki sarana transportasi/angkutan untuk membawa produk pertanian ke pasar, sehingga lebih efisien apabila langsung disalurkan melalui tengkulak.

Pengorganisasian kegiatan distribusi oleh kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam menyaluran hasil produksi pertanian anggota belum optimal namun telah menunjukkan kemajuan kearah yang lebih baik. Presentase petani anggota yang telah bersama-sama menjual hasil produksi pertaniannya melalui kelembagaan kelompok hanya sebesar 25 persen saja. Namun hal ini dirasakan sangat bermanfaat bagi mereka, karena keuntungan yang mereka dapat jauh lebih baik apabila melalui saluran pemasaran kelompok. Salah satunya karena biaya transportasi yang lebih murah karena dapat ditanggung secara bersama.

Gambar 8. Sebaran Responden Menurut Pemilihan Saluran Pemasaran Hasil Produksi Pertanian, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

. Dominasi peranan tengkulak ini pada akhirnya terbukti berimplikasi pada peranan mereka dalam menentukan harga komoditas pertanian. Hal ini mengingat tengkulak memiliki kemampuan untuk menjangkau kedua pihak, baik petani maupun pasar (konsumen akhir). Oleh karena itu, harga dapat ditetapkan untuk memperoleh marjin keuntungan yang maksimal dari penguasaan mereka atas jaringan distribusi tersebut. Pada Gambar 9. dapat terlihat presentase informasi harga yang didapat oleh petani anggota kelembagaan kelompok tani dan non anggota. Angka presentase tersebut ternyata menunjukkan hasil yang sama pada presentase saluran pemasaran yang mereka pilih. Kondisi ini menunjukkan bahwa mereka mengetahui informasi harga yang mereka dapat tergantung melalui saluran pemasaran mana yang mereka pilih. Hal ini tentu sangat disayangkan.

Kelembagaan kelompok tani memiliki fungsi salah satunya adalah sebagai wahana kerjasama, yang diharapkan dapat menggalang kebersamaan paling tidak antar sesama petani anggota. Meskipun saluran pemasaran secara kelompok tidak dapat dijangkau oleh seluruh anggota, tetapi paling tidak sharing informasi harga antar sesama petani anggota dapat terjadi.

62,50%

(2) Dijual sendiri ke pasar

(3) Dijual bersama-sama lewat kelompok

tani

anggota non anggota

Gambar 9. Sebaran Responden Menurut Informasi Harga Hasil Produksi yang Diperolehnya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Daya tawar petani yang relatif kecil karena jumlah barang yang dijual juga kecil, didukung oleh kebutuhan mendesak untuk segera mendapatkan dana segar, menyebabkan petani tidak memiliki alternatif lain selain tunduk kepada kekuatan pasar, yang dalam hal ini dikuasai oleh tengkulak.

Pada dasarnya sebanyak 75 persen petani anggota kelembagan Kelompok Tani Sauyunan memiliki pilihan untuk dapat memasarkan hasil produksi pertaniannya kemana saja. Namun mereka mengakui tidak tahu harus menjual kepada siapa lagi dan bila harus memasarkan sendiri kepada konsumen akan banyak menghabiskan waktu dan energi mereka. Meskipun struktur pasar komoditas pertanian dianggap tidak adil, namun saluran pemasaran melalui tengkulak merupakan saluran pemasaran yang paling efisien dan sudah menjadi tradisi di Desa Iwul. Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi 25 persen petani anggota merasa tidak memiliki pilihan pada saat musim tanam kali ini, yaitu seperti kebutuhan hidup yang mendesak sehingga menyebabkan mereka menggadaikan lahan garapannya, serta karena terikat kontrak dengan lembaga modal yang telah membantu meningkatkan modal dalam penggarapan lahan pertaniannya.

5.3 Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif

Pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif adalah peran kelembagaan kelompok tani dalam membina anggotanya untuk memperhitungkan anggaran dalam rumah tangga untuk disisihkan dengan anggaran untuk kegiatan yang lebih

62.50%

(1) Mengetahui harga dari tengkulak

(2) Mengetahui harga dari pedagang di pasar

(3) Mengetahui harga dari kelompok tani

anggota non anggota

produktif, seperti tabungan, investasi dan penyisihan modal. Penggunaan barang-barang modal dalam proses produksi akan menaikkan produktivtas, dan semakin banyak barang-barang modal yang dipergunakan, maka semakin tinggi produktivitas dari kegiatan produksi. Barang-barang modal di dalam masyarakat akan semakin banyak bila masyarakat tidak mengkonsumsi seluruh pendapatan yang diperolehnya untuk kegiatan konsumtif, melainkan dialokasikan bagi penambahan stok barang-barang modal. Inilah yang merupakan peran kegiatan konsumsi dari kelompok tani, dimana kegiatan ini mampu meningkatkan alokasi pendapatan kearah akumulasi barang-barang modal. Bukan hanya pendapatan dalam wujud finansial, tetapi juga faktor-faktor produktif yang didapat dari berputarnya roda organisasi, seperti halnya fasilitas yang didapat dari berbagai pihak.

Gambar 10. Penilaian Pengorganisasian Kegiatan Konsumsi Produktif dari Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Menurut Responden, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Peran kelembagaan kelompok tani dalam pengorganisasian kegiatan konsumsi produktif untuk mendorong anggota kelompok mamasukkan perhitungan usahataninya ke dalam anggaran pengeluaran rumah tangganya, masih sangat rendah. Hal ini dapat terlihat melalui Gambar 10, dimana 57,50 persen petani anggota konsumsi konsumtifnya jauh lebih tinggi dibandingkan biaya konsumsi produktifnya. Namun apabila dibandingkan dengan non anggota kelompok tani hal ini jauh lebih optimal peranannya.

Rendahnya konsumsi produktif dari petani dapat disebabkan karena kurang memadainya tingkat pendapatan yang diperolehnya per tahun. Terlihat

57,50%

(1) Peran konsumsi

rendah (2) Peran konsumsi

sedang (3) Peran konsumsi tinggi

anggota non anggota

pada Gambar 11, bahwa tingkat pendapatan petani anggota didominasi pada tingkat pendapatan sedang yaitu antara Rp 5.000.000 hingga Rp 15.000.000 juta per tahun. Sebanyak 45 persen dari responden petani anggota memiliki tingkat pendapatan yang sedang. Begitu pula dengan tingkat pendapatan pada petani non anggota, sebesar 53,33 persen berada pada tingkat pendapatan yang sedang.

Tingkat pendapatan yang diperoleh petani anggota berada pada tingkat rendah sebesar 30 persen yaitu pendapatan kurang dari Rp5.000.000 per tahun. Lebih tinggi dibandingkan pada petani non anggota yang hanya sebesar 26,67 persen.

Namun untuk tingkat pendapatan tinggi yaitu pendapatan yang diperoleh lebih besar dari Rp15.000.000 per tahun, sebanyak 25 persen anggota memilikinya. Hal ini lebih besar dibanding tingkat pendapatan tinggi yang ada pada petani non anggota yaitu hanya sebesar 20 persen.

Pengeluaran yang dihasilkan rumah tangga responden, sebagian besar tidak sesuai dengan jumlah pendapatannya yang diterima per tahun. Hal ini menjadi perlu untuk melihat seberapa besar kontribusi pendapat sektor pertanian dengan tingkat pendapatan yang diperoleh oleh petani anggota.

Gambar 11. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendapatannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Terlihat pada Tabel 2 bahwa tingkat pendapatan yang diterima petani anggota yang berada ditingkat tinggi juga merupakan hasil atau kontribusi dari sektor pertanian, dibandingkan dengan jumlah tingkat pendapatan tinggi yang memiliki kontribusi rendah. Sedangkan untuk petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan rendah juga memperlihatkan bahwa kontribusi sektor

30% pendapatan rendah <

Rp 5.000.000;

(2) Tingkat pendapatan sedang Rp

5.000.000 < x ≤ Rp 15.000.000;

(3) Tngkat pendapatan tinggi ≥ Rp 15.000.000.

anggota non anggota

pertanian pada pendapatannya pun rendah. Walaupun masih terdapat 30 persen dari petani anggota yang memiliki tingkat pendapatan sedang dengan kontribusi pendapatan dari sektor pertanian yang sedang pula.

A

Sumber: Hasil Uji Crosstabulation, SPSS 16.0

Berdasarkan hasil tabulasi silang tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama dalam kegiatan usaha petani anggota. Namun tidak menutup kemungkinan petani anggota untuk mencoba memperoleh pendapatan dari sektor usaha lainnya. Hal ini dirasa wajar, karena tingkat pendapatan pada umumnya di Desa Iwul memang masih rendah dibandingkan daerah lainnya. Hal ini tidak dibarengi dengan kebutuhan hidup sehari-hari mereka yang lebih tinggi. Keadaan daerah yang dekat dengan kota dan telah masuknya industrialisasi ke desa, menyebabkan mereka pun ingin untuk bergaya hidup seperti warga pendatang yang bekerja di pabrik-pabrik yang banyak berada di wilayah Desa Iwul.

Berdasarkan hasil temuan lapang juga diperoleh bahwa selain tingkat pendapatan yang rendah, juga terdapat pengeluaran sosial yang tinggi di kalangan penduduk di Desa Iwul, yang mengakibatkan pengalokasian sumberdaya finansial kearah produktif rendah. Pengeluaran sosial yang paling besar mereka keluarkan adalah untuk acara hajatan tetangga, bila diakumulasikan setahun bisa mencapai 50 kali hajatan. Seperti pengakuan bapak Ut sebagai berikut:

Tingkat Pendapatan Anggota (%) Total (%)

rendah sedang tinggi

Kontribusi sektor

pertanian (%) rendah 15 7,5 2,5 25

sedang 12,5 12,5 5 30

tinggi 2,5 25 17,5 45

Total (%) 30 45 25 100

Tabel 5. Hubungan Kontribusi Sektor Pertanian dengan Tingkat Pendapatan Anggota (dalam persen)

“Bulan kemaren saya 20 kali kondangan neng. Mungkin habis satu juta lebih kondangan doang. Yah udah uang cuma segini ya kepaksa gadein kebon tebu. Jangankan buat modal lagi, buat makan aja ora kepikir sama saya.” 1

      

1 Hasil wawancara dengan bapak Ut petani anggota, tanggal 25 November 2010. 

6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota

Pengembangan usatani anggota dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan anggota, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani anggota.

Secara keseluruhan pengembangan kegiatan usahatani anggota masih rendah, dimana sebesar 60 persen dari petani anggota mengalami pengembangan usahatani yang masih rendah. Pengembangan usahatani anggota tinggi hanya sebesar 22,5 persen saja. Untuk petani non anggota pengembangan usahataninya mengalami peningkatan sedang hingga tinggi masing 40 persen, sedangkan yang mengalami pengembangan usahatani rendah hanya 20 persen saja. Hal ini dapat dikatakan bahwa pengembangan usahatani petani anggota belum optimal. Lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pengembangan Kegiatan Usahataninya, Desa Iwul, 2010

Perbedaan tingkat pengembangan usahatani antara petani anggota dan non anggota sangat berbeda jauh disebabkan karena adanya peningkatan keuntungan yang tinggi pada petani non anggota, dimana sebagian besar dari mereka baru saja menggeluti sektor pertanian sebagai mata pencaharian. Sehingga tidak dapat

60%

dikatakan bahwa pengembangan usaha tani bagi petani non anggota lebih baik dibanding petani anggota.

Pengkategorian tingkat pengembangan usahatani rendah, sedang dan tinggi dilakukan dengan pengakumulasian pada empat indikator yaitu penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan anggota, peningkatan produktivitas pertanian (Rp/luas lahan), peningkatan modal usahatani serta peningkatan keuntungan usahatani anggota. Keempat indikator tersebut akan dibahas pada bab sub-bab selanjutnya.

6.1.1 Peningkatan Modal Usahatani

Dalam melihat pengembangan usahatani anggota, perlu juga untuk melihat seberapa besar upaya kelembagaan kelompok tani untuk mendorong anggotanya memiliki usaha lain diluar usaha pertanian yang dominan sampai saat ini sebagai produsen primer.

Gambar 13. Sebaran Responden Menurut Peningkatan usaha yang dikerjakannya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Hasil yang didapatkan pada Gambar 13 menunjukkan bahwa, anggota kelembagaan kelompok tani dominan tidak memiliki usaha lain di luar sektor pertanian. Terlihat bahwa kelembagaan kelompok tani belum optimal dalam meningkatkan usaha petani anggotanya untuk berinovasi dalam peningkatan usahanya. Peningkatan jiwa kewirausahaan dalam diri petani belum terlihat nyata.

Beberapa petani anggota mengakui bahwa waktu dan energi mereka terlalu banyak tercurah untuk penggarapan lahan, sehingga tidak memungkinkan lagi untuk mengerjakan usaha lain. Berbeda dengan 40 persen petani anggota yang

60%

(1) Tidak terjadi penambahan usaha yang dikerjakan

(2) Terjadi penambahan usaha yang dikerjakan

anggota non anggota

telah mencoba untuk berinovasi menggubah komoditi pertanian mereka dari mentah menjadi setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi. Mereka mengakui bahwa dengan menjual dalam bentuk setengah mentah atau yang sudah siap konsumsi, nilai jualnya lebih tinggi.

Kurangnya jiwa kewirausahaan dalam diri petani juga disebabkan karena mereka kurang memiliki akses kepada sumberdaya finansial berupa modal usaha.

Hal ini dapat terlihat pada Gambar 14, dimana sebagian besar petani anggota atau sebesar 55 persen peningkatan modal usahanya rendah, sedangkan berbanding terbalik dengan non anggota kelembagaan kelompok tani, peningkatan modal usahanya tinggi sebesar 40 persen. Peran kelembagaan kelompok tani sebagai unit usaha diharapkan mampu untuk mempermudah akses anggotanya dalam mendapatkan sumberdaya finansial berupa modal, namun pada kenyataanya hal tersebut belum dapat dijalankan dengan optimal oleh kelembagaan kelompok Tani Sauyunan. Akses anggota terhadap sumberdaya finansial berupa modal segar masih sangat terbatas. Dari seluruh anggota Kelembagaan Kelompok tani Sauyunann yang terdaftar, hanya 35,5 persen saja yang sudah pernah akses terhadap modal. Besarnya modal yang dipinjamkan oleh mitra kelembagaan Kelompok Tani pun terbatas, antara Rp200.000 hingga Rp500.000 per anggota.

Gambar 14. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Modal Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

55%

(1) Peningkatan modal usaha rendah

(2) Peningkatan modal usaha sedang

(3) Peningkatan modal usaha tinggi

anggota non anggota

6.1.2 Peningkatan Produktivitas dan Keuntungan Usahatani

Peningkatan output pertanian pada penelitian ini lebih mengkaji mengenai peningkatan hasil produksi yang dihasilkan petani. Terlihat pada Gambar 15, bahwa kelembagaan kelompok tani belum mampu dalam mendorong peningkatan hasil produksi yang dihasilkan oleh anggotanya. Peningkatan hasil produksi pertanian sebagian besar atau sebanyak 50 persen masih rendah, sehingga menyebabkan peningkatan keuntungan petani pun masih rendah. Hal ini terlihat berbeda dengan hasil yang diterima oleh non anggota kelompok tani. Sebesar 53.3 persen non anggota kelompok tani mendapatkan hasil produksi yang tinggi dibandingkan dengan anggota kelompok tani.

Gambar 15. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Hasil Produksi Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Kegiatan bertani merupakan usaha utama yang dijalankan sebagian besar petani anggota kelompok tani. Pengakumulasian modal yang rendah juga turut serta mengakibatkan jumlah hasil produksi yang dihasilkannya rendah. Selain itu penggunaan input pertanian yang kurang memadai serta masa tanam yang kurang, ikut berperan dalam berkurangnya jumlah hasil produksi yang dihasilkannya.

Petani yang ada di Desa Iwul merupakan petani panggan dengan komoditas utama tanaman palawija, seperti singkong, umbi-umbian, kacang tanah, kacang panjang dan jagung. Selama ini petani hanya mampu memberikan pupuk kandang saja dalam mendukung pertumbuhan tanaman panggannya. Hal itu pun dilakukan hanya satu kali selebihnya hanya disiangi saja. Pada dasarnya petani telah

50%

(1) Peningkatan hasil produksi rendah

(2) Peningkatan hasil produksi sedang

(3) Peningkatan hasil produksi tinggi

anggota non anggota

mengetahui bagaimana cara yang harus dilakukan untuk meningkatkan hasil produksinya, salah satunya dengan memberikan pupuk TS atau pupuk urea, namun kebanyakan petani menolak untuk menggunakannya karena kendala modal yang dimilikinya. Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kecamatan Parung pada dasarnya telah membantu petani anggota kelembagaan kelompok Tani Sauyunan untuk mencari alternatif pupuk yang dapat digunakan petani tanpa harus mengeluarkan biaya banyak, yaitu dengan mengadakan pelatihan pembuatan pupuk organik. Namun pembuatan pupuk organik dirasa merepotkan bagi petani, sehingga mereka lebih memilih menggunakan pupuk kandang yang banyak tersedia di desa tersebut.

Gambar 16. Sebaran Responden Menurut Peningkatan Keuntungan Usahataninya, Desa Iwul, 2010 (dalam persen)

Keterdesakan kebutuhan untuk hidup juga menyebabkan rendahnya hasil produksi. Masa tanam untuk singkong saja paling tidak antara delapan sampai sembilan bulan, namun mayoritas petani mempersingkat hanya sampai enam hingga tujuh bulan masa tanam. Selain itu, petani juga lebih memilih menjual hasil produksi secara mentah, tidak di olah terlebih dahulu. Seperti pada penjualan kacang tanah. Harga kacang tanah di Desa Iwul pada bulan Januari mencapai Rp 3.500 per kilogram untuk kacang tanah basah. Sedangkan untuk kacang tanah yang telah dikeringkan bisa mencapai Rp 12.000 hingga Rp 15.000 per kilogram.

Proses pengeringan yang membutuhkan waktu yang lebih dan dengan keadaan musim hujan yang tidak menentu, menuntut petani untuk menjual hasil produksi kacang tanahnya dengan keadaan basah.

50%

6.1.3 Penerapan Diversifikasi Usahatani

Salah satu strategi yang dilakukan kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan dalam meningkatkan keuntungan petani anggotanya ialah dengan melakukan berbagai penyuluhan dan pelatihan. Penyuluhan dan pelatihan yang dilakukan ialah dengan mendorong petani untuk menanam tanaman keras yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi. Tanaman keras yang diajarkan kepada petani ialah seperti cara tanam rambutan, duku, sengon, mangga, pala, kelapa, suren, melinjo yang difasilitasi oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan. Hasil kegiatan penyuluhan dan pelatihan ini ternyata meningkatkan pengetahuan petani. Terlihat pada Gambar 6. (lihat Bab V) bahwa 35 persen petani anggota bertambah pengetahuannya mengenai tanaman keras. Berbeda dengan 27, 5 persen ternyata sudah mengetahui sebelumnya mengenai pengetahuan yang diberikan pada penyuluhan dan pelatihan tersebut. Terdapat beberapa hal yang mengakibatkan tidak terjadinya penambahan pengetahuan petani anggota yaitu karena faktor usia serta ketidakhadirannya dalam kegiatan tersebut. Sedangkan bagi non anggota kelompok tani juga memiliki pengetahuan mengenai pertanian namun sifatnya lebih mendasar, dan hanya sebagai suatu keahlian yang telah mereka miliki secara turun-menurun, seperti cara menanam singkong, jagung dan kacang tanah.

Meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani ternyata tidak membuat petani untuk melakukan diversifikasi tanaman yang lebih menguntung pada lahan garapannya. Hanya sebesar 20 persen dari anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan saja yang menerapkannya diversifikasi tanaman yang menguntungkan seperti sengon, rambutan, durian dan jagung. Sebanyak 38 persen petani anggota hanya menanam jenis umbi-umbian seperti singkong dan ketela saja pada lahan garapannya. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman umbi-umbian yang tidak menuntut mereka untuk pembelian benih, tidak seperti pada tanaman jagung dan kacang. Perawatan yang mudah dan murah juga ikut mempengaruhi petani dalam

Meningkatnya pengetahuan yang dimiliki petani ternyata tidak membuat petani untuk melakukan diversifikasi tanaman yang lebih menguntung pada lahan garapannya. Hanya sebesar 20 persen dari anggota kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan saja yang menerapkannya diversifikasi tanaman yang menguntungkan seperti sengon, rambutan, durian dan jagung. Sebanyak 38 persen petani anggota hanya menanam jenis umbi-umbian seperti singkong dan ketela saja pada lahan garapannya. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman umbi-umbian yang tidak menuntut mereka untuk pembelian benih, tidak seperti pada tanaman jagung dan kacang. Perawatan yang mudah dan murah juga ikut mempengaruhi petani dalam

Dokumen terkait