• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2. Senyawa Etil P-Metoksisinamat

2.3.2. Kegunaan Amida

Senyawa amida juga mempunyai banyak kegunaan dalam bidang-bidang tertentu. Salah satu contoh yang paling nyata adalah senyawa sulfoamida. Sulfoamida adalah salah satu senyawa kemoteraputika yang digunakan didalam pengobatan untuk mengobati bermacam-macam penyakit infeksi, antara lain disentri baksiler yang kuat, radang usus dan untuk mengobati infeksi yang telah resistansi terhadap anti bioatika. (Nuraini,1988). Dan juga N-Steroyl Glutamida yang berguna sebagai surfaktan dan antimikroba (Miranda,2003).

Amida asam lemak digunakan sebagai bahan pelumas pada proses pembuatan resin, maka amida tersebut digunakan baik sebagai pelumas internal maupun eksternal, amida tersbut berperam mengurangi gaya kohesi dari polimer sehingga meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahan (Brahmana,1994).

Amida berperan untuk mempengaruhi polimer yang melebur agar terlepas dari permukaan wadah logam pengolahan resin. Sebagai pelumas internal, amida berperan untuk mengurangi gaya kohesi dari polimer dan meningkatkan aliran polimer pada proses pengolahannya (Reck,1984).

Surfaktan adalah suatu senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surfaceactive agent) yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam satu struktur molekul yang sama. Senyawa ini dapat menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa cairan yang berbeda kepolarannya seperti minyak/air atau air/minyak. Sifat yang unik tersebut, menyebabkan surfaktan sangat potensial digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusa, pengemulsi, dan bahan penetrasi serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri proses yang menggunakan sistem multifasa seperti pada industri makanan, farmasi, kosmetika, tekstil, polimer, cat, detergen dan agrokimia.

Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan kesehatan dan lingkungan yang baik, permintaan surfaktan yang mudah terdegradasi dan berbasis tumbuhan juga semakin meningkat, maka diperlukan kajian untuk memperoleh surfaktan yang mempunyai dua kriteria tersebut yaitu diperoleh dari bahan baku yang dapat diperbaharui dan bersifat degradatif di alam sehingga dapat diterima secara ekologis. Salah satu surfaktan yang memenuhi kedua kriteria tersebut adalah surfaktan alkanolamida. Alkanolamida dapat diperoleh dari hasil reaksi antara alkanolamina dengan asam lemak minyak nabati, dan banyak digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika dan obat-obatan. Surfaktan alkanolamida yang mempunyai ikatan amida banyak dikembangkan dalam industri pembuatan surfaktan karena ikatan amida secara kimia sangat stabil pada media yang bersifat alkali.

Alkanolamida yang digunakan untuk formula pangan, kosmetika dan obat obatan haruslah bebas dari bahan beracun, pelarut, asam lemak bebas, amina yang berlebih serta harus tidak berbau dan bentuknya menarik. Namun penelitian untuk memproduksi alkanolamida pada skala industri masih kurang karena penghilangan pelarut dan warna yang tidak diinginkan memerlukan tahapan yang rumit dan biaya yang tinggi (Daniel, 2007).

2.4. Dietanolamina

Dietanolamina adalah senyawa yang terdiri dari gugus amina dan dialkohol. Dialkohol menunjukkan adanya dua gugus hidroksil pada molekulnya. Dietanolamina juga dikenal dengan nama bis (hydroxyethyl)amine, diethylolamine, hydroxtdiethylamine, diolamine dan 2,2-iminodiethanol. Sidat-sifat dietanolamina adalah sebagai berikut :

a. Rumus molekul : C4H11NO2

b. Berat molekul : 105,1364 g/mol

c. Densitas : 1,090 g/cm3

d. Titik leleh : 28ºC (1atm)

e. Titik didih : 268,8ºC (1atm)

f. Kelarutan : H2O, alcohol, eter

Dietanolamina banyak digunakan dalam produk kosmetik dan detergen karena mampu menciptakan tekstur yang lembut dan foaming agent

2.5. Surfaktan

Surfaktan adalahbahan yang memiliki gugus hidrofil (suka air) dan gugus lipofil (suka minyak). Kedua gugus tersebut memiliki keseimbangan hidrofilik dan lipofilik (Hidrophilic Lipophilic Balance = HLB) yang menggolongkan jenis surfaktan tersebut, apakah pengemulsi, pembasah, deterjen, atau anti busa dan sebagainya (Martin,1993).

Molekul-molekul atau ion-ion yang teradsorpsi pada pembatasan (interfasa) disebut sebagai bahan aktif permukaan (surface active agents) atau surfaktan (surfactants). Surfaktan mempunyai peran penting untuk menurunkan tegangan permukaan bahanyang dikenai. Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemusi (emulsifying), dan sebagai bahan penglarut (solubilizing agent). Aktifitas kerja suatu surfaktan karena sifat ganda dari molekul tersebut (Pavia,1976). Molekull surfaktan memiliki bagian polaryang suka akan air dan bagian yang nonpolar yang suka akan minyak/lemak. Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif ataunetral (Lehninger,1988). Siat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorpsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak.

Surfaktan turunan asam lemak dengan alkohol merupakan surfaktan nonionik yang banyak digunakan sebagai pengemulsi dalam makanan, sediana farmasi dan kosmetik karena tidak toksis. Emulsi yang dihasilkan umumnya tidak sensitif terdapat pengaruh elektrolit, sehingga yang diperoleh relatif stabil (Meffert,1984).

Penelitian sifat-sifat biologis dari surfaktan termasuk skrining dari efikasi antimikroba dan biodegradabilitas. Asam lemak dari berbagai jenis asam lemak berantai panjang dikenal karena sifat antimikrobanya. Biodegradabilitas dari surfaktan telah menjadi subjek dari berbagai penelitian beberapa tahun belakangan ini sehingga menjadi ketertarikan yang luas dalam pengembangan molekul surfaktan yang memiliki sifat antimikroba dan juga kompatibilitas terhadap lingkungan. Bermacam-macam surfaktan yang telah disintesis dan beberapa diantaranya telah diaplikasikan terutamauntuk kosmetik dan makanan (Sivasamy,2001).

Surfaktan digunakan dalam pengolahan pangan untuk meningkatkan mutu produk dan mengurangi kesulitan penanganan bahan yang mudah rusak. Pemakaian surfaktan selama produk disimpan akan mempertahankan viskositas, tekstur, mountfeel dan

memperpanjang masa simpangnya, yang termasuk dalam golongan surfaktan adalah pengemulsi, penstabil, dan pembasah (Winarno,1997).

Klasifikasi surfaktanbedasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan (Swern,1979) yaitu :

1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion 2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation 3. Surfaktan non-ionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan

Ester sukrosa asam lemak merupakan salah satu contoh surfaktan non-ionik dengan residu sukrosa sebagai polarnya (Brahmana,1993).

4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif

Sebagai gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif permukaan, dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB (Hidrophilic-lipophilic balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan harga keseimbangan ini, maka kita dapat membentuk rentang HLB setiap surfaktan secara optimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin bersifat hidrofilik.

Umumnya bagian nonpolar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Belitz dan Grosch,1986). Sebagian gambaran untuk perimbangan hidrofil-lipofil bahan-bahan aktif permukaan, dapat digunakan skala keseimbangan hidrofil-lipofil yang sering disebut HLB (Hidrophilik Lipophilik Balance) yang ditemukan oleh Grifin (1949). Dengan bantuan harga keseinbangan itu , maka kita dapat membentuk rentang HLB setiapsurfaktan secara oktimal (gambar 2.3). Makin besar nilai HLB suatu bahan maka bahan tersebut semakin bersifat hidrofilik.

Hubungan antara silai HLB dengan penggunaanya sebagai surfaktan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.3. Skala Keseimbangan Hidrofil Lipofil (HLB)

Secara teori harga HLB suatu bahan dapat dihitung bedasarkan harga gugus hidrofilik lipofilik yang derivatnya dapat dilihat tabel berikut:

Tabel 2.1. Harga HLB beberapa gugus hidrofilik dan lipofilik

GUGUS HIDROFIL HARGA HLB

-SO4Na+ 38.7

-COONa+ 19.1

-N(amida tersier) 9.4 -Ester (cincin sorbitan) 6.8

-Ester (bebas) 2.4

-Hidroksil (bebas) 1.9 -Hidroksil (cincin sorbital) 0,5 GUGUS LIPOFIL

-CH3 0.475

-CH2 0.475

=CH- 0.475

Bedasarkan harga yang terdapat pada tabel 2.1. diatas dapat ditentukan harga HLB secara teori dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

HLB = (gugus hidrofil) – (gugus lipofil) + 7

Harga HLB dapat ditentukan dengan harga CMC (Critical micelle Concentrstion). Harga CMC diperoleh dengan mengunakan alat tensiometer. Kemudian dengan menggunakan rumus berikut maka akan diperoleh harga HLB (Brahmana,dkk,1993).

HLB = 7-0,36 ln (Co/Cn)

Dimana :Cw = Harga CMC Co = 100-Cw

Penentuan harga HLB dapat juga diperoleh bedasarkan harga bilangan penyabunan dan bilangan asam yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Shido dan Firberg,1983).

HLB =20 (1-S/A)

Dimana : S = bilangan penyabunan A = bilangan asam

Nilai HLB untuk beberapa bahan dan nilai yang sehubungan dengan tujuan penerapannya tercantum pada tabel 2.2.

Tabel 2.2. Nilai HLB dalam kaitannya dengan kegunaan industri

Kisaran HLB Penggunaan 3-6 7-9 8-18 15-18 Pengemulsi w/o Humectans Pengemulsi o/w Pemantap Turbiditas Sumber : Belizt dan Grosch, 1986

BAB 3

Dokumen terkait