• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Koloid Anorganik

2.2.5. Kegunaan (Pemanfaatan) Bentonit

Pemanfaatan bentonit dalam bidang industri, sangat erat kaitannya

dengan sifat yang dimiliki oleh bentonit itu sendiri, yaitu:

a. Komposisi dan jenis mineral

Untuk mengetahui komposisi dan jenis mineral yang terkandung

dalam bentonit, dilakukan pengujian dengan menggunakan Difraksi Sinar–X.

Tujuannya adalah untuk mengetahui secara kualitatif komposisi mineral yang

terkandung di dalamnya.

b. Sifat Kimia

Pengujian terhadap beberapa sifat kimia yang terkandung di dalam

bentonit perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas (mutu) yang dimilikinya.

c. Sifat Teknologi

Pemanfaatan bentonit berkaitan dengan sifat teknologi yang

dimiliki bentonit tersebut, yaitu antara lain: sifat pemucatan, sifat bagian

suspensi yang dapat digunakan untuk pengerasan semen, sifat mengikat dan

melapisi untuk pembuatan makanan ternak dan industri logam.

d. Sifat Pertukaran Ion

Pengujian terhadap sifat pertukaran ion bertujuan untuk

mengetahui seberapa besar jumlah air (uap air) yang dapat diserap oleh

untuk proses selanjutnya. Hal ini sangat penting diketahui karena bentonit

diharapkan dapat membentuk dinding diafragma yang mencegah terjadinya

rembesan air.

e. Daya Serap

Sifat daya serap yang dimiliki bentonit terjadi karena adanya ruang

pori-pori antar ikatan mineral lempung, serta ketidakseimbangan antara

muatan listrik dalam ion-ionnya. Daya serap tersebut pada umumnya berada

pada ujung permukaan kristal, serta diameter ikatan mineral lempung. Hal ini

disebabkan karena bentonit dapat digunakan sebagai bahan penyerap dalam

berbagai keperluan, baik dalam keadaan basah (suspensi) maupun kering

(tepung).

f. Luas Permukaan

Luas permukaan bentonit dinyatakan dalam jumlah total luas

permukaan kristal atau butir kristal bentonit yang berbentuk tepung dalam

setiap gram massa bentonit tersebut (m2/g). Semakin tinggi luas

permukaannya maka semakin banyak pula zat-zat yang terbawa atau melekat

pada bentonit. Sifat ini dimanfaatkan sebagai bahan pembawa (carrier) dalam

insektisida dan pestisida serta sebahai bahan pengisi (filler) dalam industri

kertas (pulp), dan bahan pengembang industri makanan dan plastik.

g. Kekentalan dan Suspensi

Sifat kekentalan dan daya serap yang tinggi sangat diharapkan

terutama untuk pengeboran minyak, eksplorasi, industri cat, dan industri

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan

dan diolah terlebih dahulu. Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukukan untuk

aktivasi bentonit, yaitu:

1. Secara Pemanasan (heat activation and extrusion)

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300 – 350°C untuk

memperluas permukaan butiran bentonit.

2. Secara Kontak Asam

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada

dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan

pengotor-pengotor lainnya dari kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik

bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan

asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses

bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi

penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur

(framework) mempunyai area yang lebih luas. Proses pelepasan Al dari

bentonit disajikan dalam persamaan berikut ini:

(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ (Al3)(Si8)O20(OH)2 + Al3+ + 2 H2O

(Al4)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ (Al2)(Si8)O20(OH)2 + 2 Al3+ + 4 H2O

Pada kondisi di atas, separuh dari atom Al berpindah dari struktur bersama

dengan gugus hidroksida. Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom

Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan 4

Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedral membuat kisi kristal

bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir oleh ion

hidrogen. Pada proses aktivasi selanjutnya terjadi pelarutan lebih banyak lagi.

Persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut ini:

(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 3 H+ Al3+ + (Al)(Si8H4)O20

(Al2)(Si8)O20(OH)4 + 6 H+ 2 Al3+ + (Si8H8)O20

Sementara proses pengolahan bentonit dapat dilihat secara skematis berikut:

Bentonit Alam Basa - Soda abu - Soda api Asam - Asam sulfat - Asam klorida Bentonit aktif - Bahan penyerap (Bleaching earth) Bentonit aktif - Bahan perekat - Bahan pengisi - Bahan lumpur bor

Gambar 2.5. Skematis Proses Pengolahan Bentonit

Setelah bentonit selesai diaktivasi dan diolah, maka bentonit tersebut

siap untuk digunakan untuk beberapa aplikasi selanjutnya, yaitu:

1. Bentonit sebagai Bahan Penyerap (Adsorben) atau Bahan Pemucat pada

Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang

sering digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak

nabati, minyak bumi, dan lain-lain. Untuk keperluan tersebut dibutuhkan suatu

bahan penyerap yang tepat dan murah.

Dalam keadaan awal, bentonit mempunyai kemampuan tinggi

untuk menjernihkan warna. Kemampuan penyerapan warna ini dapat

ditingkatkan melalui proses pengolahan dan pemanasan.

Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi atas 2 (dua) golongan, yaitu:

a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan

yang rendah,

b. Fuller’s earth, biasanya digunakan sebagai bahan pembersih bahan wool

dari lemak.

Fuller’s earth adalah sejenis lempung yang secara alami

mempunyai sifat daya serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan

pelumas. Karakteristik dari lempung jenis ini adalah mempunyai kandungan

air yang tinggi, plastisitas yang rendah, dan struktur yang berlapis-lapis.

Sebagian besar fuller’s earth menunjukkan perbandingan silika terhadap

alumina antara 4 – 6. Sifat alami lain adalah pH antara 6,5 – 7,5, dengan

porositas 60 – 70 %, dan luas permukaan butiran 170 – 200 Å. Mineral ini

pada umumnya didominasi oleh mineral montmorilonit, atapulgit, dengan

Proses penyerapan zat warna organik yang terdapat dalam minyak,

lemak, dan pelumas terdiri atas penyerapan fisika dan kimia. Peyerapan secara

kimia pada prinsipnya adalah merusak zat warna dengan penambahan

oksidator, misalnya hidrogen peroksida. Penyerapan secara fisika adalah

karena kontak antara permukaan butiran pada kondisi tertentu, yang meliputi

temperatur, waktu kontak, pengadukan, dan konsentrasi yang dinyatakan oleh

Frieundlich.

Proses pemucatan kelapa sawit dengan menggunakan adsorben

pada prinsipnya adalah merupakan proses adsorbsi, di mana pada umumnya

minyak kelapa sawit dipucatkan dengan kombinasi antara adsorben dengan

pemanasan. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa sawit adalah salah satu

minyak nabati yang sulit untuk dipucatkan karena mengandung pigmen –

karotenoid yang tinggi dibandingkan dengan minyak biji-bijian lainnya.

Penggunaan adsorben dengan pemanasan yang dilakukan dalam

proses pemucatan ini tidak selalu sama untuk semua produk pengolahan

minyak kelapa sawit, tetapi tergantung kepada kondisi minyak kelapa sawit,

proses pabrik, dan sifat adsorben yang digunakan.

Pada umumnya, penggunaan adsorben adalah 1 – 5 % dari massa

minyak dengan pemanasan pada suhu 120°C selama ± 1 jam. Dalam hal ini, adsorben yang sering digunakan adalah bentonit (dalam hal ini berfungsi

sebagai bleaching earth/ tanah pemucat) dan arang aktif (activated charcoal).

Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah dengan komposisi

besi oksida. Daya pemucatan bleaching earth ditimbulkan oleh adanya ion-ion

Al3+ pada permukaan partikel adsorben yang dapat mengasorbsi partikel zat

warna (pigmen). Sementara daya pemucatan tersebut tergantung pada

perbandingan antara komponen SiO2 dan AlO2 yang terdapat dalam bleaching

earth tersebut.

Aktivasi adsorben dengan asam mineral (misalnya HCl/ H2SO4)

akan mempertinggi daya pemucatan, karena asam mineral tersebut akan

bereaksi dan melarutkan komponen berupa tar, garam Ca dan Mg yang

menutupi pori-pori adsorben. Di samping itu, asam mineral melarutkan Al2O3

sehingga menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2 – 3) : 1

menjadi (5 – 6) : 1.

Bentonit yang telah ditambang diangkut ke tempat penampungan

sementara (stock pile). Bentonit dalam bentuk bongkahan atau lepas, baik

dalam kondisi basah maupun kering, dilakukan penirisan dan pengeringan.

Kemudian dimasukkan ke dalam reaktor (aktivasi) dengan menambahkan air

dan asam sulfat. Langkah selanjutnya adalah pencucian untuk menghilangkan

kotoran-kotoran yang melekat pada mineral montmorilonit untuk selanjutnya

akan masuk ke dalam thickener. Media pemisahannya adalah air. Setelah itu,

akan masuk ke dalam proses penyaringan dan dilakukan pengeringan.

Bentonit yang telah kering dimasukkan ke proses penggerusan

untuk mendapatkan ukuran butiran kurang lebih 200 mesh.

Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan,

yaitu pada proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral

montmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai

katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi. Oleh

karena itu diperkenalkan jenis material baru lempung terpilar yang memiliki

stabilitas termal relatif lebih tinggi dari material asal.

3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion

Pemanfaatan bentonit sebagai bahan penukar ion didasarkan pada

sifat permukaan bentonit yang bermuatan negatif, sehingga kation-kation

dapat terikat secara elektrostatik pada permukaan bentonit. Sifat ini juga

merupakan hal yang penting dalam pengubahan Ca–bentonit menjadi Na–

bentonit. Bentonit di Indonesia memiliki daya penukar kation dengan ukuran

kapasitas tukar kation (KTK) yang berbeda-beda untuk masing-masing daerah,

yaitu berkisar antara 50–100 meq/ 100 g. Hal ini disebabkan karena perbedaan

komposisi kandungan kimianya.

4. Bentonit sebagai Lumpur Bor

Penggunaan utama mineral lempung adalah pada industri lumpur

bor, yaitu sebagai lumpur pemilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi,

serta uap panas bumi.

Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses

pengolahan, di mana jika kondisinya masih basah, harus ditiriskan terlebih

dahulu sedangkan jika kondisinya telah kering maka dapat langsung dilakukan

pengeringan kembali, di mana sumber panas untuk pengeringan tersebut

berasal dari energi listrik. Setelah butiran bentonit sesuai dengan ukuran

tertentu maka dimasukkan ke dalam reaktor untuk proses aktivasinya. Dalam

hal ini, fraksi pasir harus dihilangkan untuk mempertinggi kualitas bentonit

sebagai lumpur pengeboran. Ke dalam reaktor aktivasi dimasukkan sejumlah

air dan H2SO4. Setelah proses ini selesai maka dilakukan pengeringan kembali

dengan sumber panas dari energi listrik. Tahap berikutnya adalah penggerusan

untuk mencapai ukuran butiran halus bentonit (200 mesh) sebelum

dimasukkan ke dalam siklon. Hasil siklon berupa produk dicampur dengan

karbosil metil selulosa (CMC) dan ditampung di silo.

Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu

perlakuan untuk mengubah Ca–bentonit menjadi Na–bentonit dengan

penambahan bahan alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah natrium

karbonat dan natrium hidroksida. Dengan perubahan tersebut diharapkan sifat

hidrasi, dispersi, reologi, swelling, dan lain-lain akan berubah, sehingga dapat

dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor.

Persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut API (American

Petroleum Institute) adalah sebagai berikut:

• Kekentalan suspensi bentonit untuk 10 g dalam 350 ml air adalah 15. • Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk

larutan 10 g dalam 350 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. • Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah < 2,5 %. • Kandungan uap air (kelembaban) adalah < 12 %.

Sementara persyaratan bentonit untuk lumpur bor menurut OCMA

(Oil Companies Materials Association) adalah sebagai berikut:

• Kekentalan suspensi bentonit untuk 6,5 g dalam 100 ml air adalah 15. • Dapat lewat melalui penyaringan melalui kertas saring (filter), yakni untuk

larutan 6,5 g dalam 100 ml air harus lebih kecil dari 15 ml. • Sisa tertampung oleh ayakan 200 mesh adalah <15 %.

• Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan basah) adalah <2,5 %. • Sisa tertampung oleh ayakan 100 mesh (keadaan kering) adalah >98 %. • Kandungan uap air (kelembaban) adalah <15 %.

5. Bentonit sebagai Bahan Konstruksi Bangunan

Kepulauan Indonesia sebagaimana pada umumnya berada di

daerah tropis, mempunyai bermacam–macam jenis tanah, di antaranya

mempuyai sifat yang kurang baik. Di antaranya sifat fisik, seperti

plastisitasnya tinggi, degradasi kurang baik, akibatnya sifat teknik yang

dimiliki juga menjadi kurang baik, seperti daya dukungnya yang rendah.

Seperti yang telah diketahui, tanah merupakan bahan konstruksi dalam

bangunan sipil. Namun yang tersedia tidak terlalu seperti yang diharapkan.

Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di

beberapa wilayah di Indonesia. Bentonit mempunyai sifat fisik dan sifat teknik

yang buruk jika digunakan sebagai bahan konstruksi. Bentonit juga bersifat

ekspansif, yaitu mempunyai kemampuan mengembang cukup besar bila

memadatkannya, sehingga bentonit jenuh ini tidak akan mampu memukul

gaya-gaya yang bekerja padanya.

Pemakaian bentonit sebagai bahan konstruksi bangunan haruslah

dikombinasikan dengan suatu bahan tertentu untuk memperbaiki sifat-sifat

bentonit tersebut sebelum digunakan. Salah astu bahan yang dapat digunakan

adalah kapur yang merupakan sisa atau limbah industri gas asetilen. Limbah

pada proses pengolahan asetilen berbentuk butiran halus yang masih

mengandung air. Secara fisik, limbah ini menyerupai kapur sedangkan secara

kimia, limbah ini mengandung oksida-oksida logam dan persenyawaan kimia

lainnya.

Berdasarkan sifat fisik dan komposisi kimianya, limbah ini dapat

digunakan sebagai bahan aditif kimia dalam stabilitas tanah. Karena dengan

kandungan: 70,90 % kalsium hidrat; 0,31 % magnesium oksida; 0,66 % silika;

2,56 % alumina; 1,76 % besi oksida; pH 12,5; dan kadar air 3,76 %, maka

limbah ini memenuhi syarat untuk dapat digunakan sebagai bahan alternatif

pengganti kapur yang merupakan salah satu bahan aditif kimia yang

digunakan untuk stabilisasi tanah.

6. Bentonit sebagai Bahan Perekat Pasir Cetak

Untuk keperluan pasir cetak, teknik pengolahannya cukup

sederhana, yaitu:

Bentonit yang telah ditambang, dipersiapkan untuk proses pengolahan, di

mana jika kondisinya masih basah, maka perlu dilalukan penirisan untuk

siap untuk dilakukan pengeringan selanjutnya di mana sumber panas berasal

dari energi listrik.

Tahap berikutnya adalah penggerusan untuk memperkecil ukuran butiran

sampai 200 mesh. Hasil penggerusan ini diproses lebih lanjut di dalam siklon.

Setelah proses siklon selesai maka bentonit sebagai bahan perekat pada

pembuatan pasir cetak disimpan di silo.

7. Bentonit untuk Pembuatan Tambahan Makanan Ternak (Urea Mollases Block)

Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan

ternak, bentonit harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Kandungan bentonit yang digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak < 30 %.

• Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh. • Memiliki daya serap >60 %.

• Memiliki kandungan mineral montmorilonit sebesar 70 %. 8. Bentonit untuk Industri Kosmetik

Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

• Mengandung mineral magnesium silikat (Ca–bentonit). • Mempunyai pH netral.

• Kandungan air dalam bentonit adalah <5 %.

• Tidak mengalami perubahan panas selama dan setelah pemanasan. • Ukuran butiran bentonit adalah 325 mesh.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa mineral montmorilonit

termasuk ke dalam kelompok smektit. Beberapa mineral yang termasuk ke dalam

kelompok ini adalah beidelit, hektorit, dan stevensit.

Pada praktiknya, komposisi montmorilonit itu sendiri adalah berbeda

dari bentonit yang satu dengan bentonit yang lain dan kandungan elemennya

bervariasi tergantung pada proses pembentukannya di alam. Setiap struktur kristal

montmorilonit mempunyai 3 (tiga) lapisan utama, yaitu lapisan oktahedral dari

lapisan aluminium dan oksigen yang terletak di antara 2 (dua) lapisan silikon dan

oksigen. Kandungan air kristalnya juga bervariasi sehingga jarak antar partikelnya

dapat berubah-ubah, sehingga dapat mengembang (swelling). Adapun rumus

umum kimia dari montmorilonit itu sendiri, yaitu: [Al2O3.4SiO2.xH2O]. Molekul

montmorilonit terdiri dari lapisan-lapisan yang berjarak beberapa Amstrong. Salah

satu lapisan berbentuk silika terkoordinasi dan dikombinasikan dengan lapisan

alumina dan magnesia yang oktahedral.

Partikel montmorilonit sangatlah kecil sehinngga strukturnya hanya

dapat disimpulkan melalui penelitian menggunakan Difraksi Sinar-X (X-Ray

Difraction).

Gambar 2.6 di bawah ini menunjukkan sketsa diagram dari struktur

montmorilonit. Kation yang dapat dipertukarkan dapat terjadi di antara lapisan

silika dan ruang sumbu alumino silikat dari montmorilonit tersebut yang terhidrasi

Gambar 2.6. Sketsa Diagram Struktur Montmorilonit (Cool, P., 2002)

Dokumen terkait