• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.4. Metode Penelitian

3.4.7. Mekanisme Reaks

Menggunakan etchant HF/ CH3COOH/ HNO3.

Silikon dioksida

Si + 2h Si2+

Pada reaksi oksidasi akan terbentuk hole (h+).

H2O OH- + H+

Si2+ + 2OH- Si(OH)2 SiO2 + H2

SiO2 + 6HF H2SiF6 + 2H2O

Autokatalitik HNO2 dalam HNO3.

HNO2 + HNO3 2NO2 + 2 h+ + H2O

Reaksi Keseluruhan

Si + HNO3 + 6HF H2SiF6 + HNO2 + H2O + H2

Dari reaksi di atas dapat dihasilkan isoetcing curve (Sze, S.M.,1997,

4.1. Hasil

Bentonit dari Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat

mempunyai komposisi:

SiO2 61,02 % MgO 1,94 %

Al2O3 15,21 % K2O 0,46 %

Fe2O3 4,89 % Na2O 3,45 %

TiO2 0,62 % Hilang Pijar 10,31 %

CaO 2,08 % Kadar Air 7,07 %

(SNI 13-3608-1994)

Berdasarkan analisa komposisi bentonit Kabupatan Langkat maka

bentonit di atas termasuk jenis Na–bentonit atau Swelling, bentonit ini seterusnya

dikeringkan dalam oven pada 100°C dan digerus dan diayak hingga lolos ayakan

100 mesh. Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1 M selama 1 minggu, supaya

terjadi pengkayaan Na–bentonit setelah terbentuk natrium bentonit maka

dimasukan ke dalam oven 100°C sampai kering dan setelah kering diayak hingga

lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakir pengkayaan natrium bentonit dilakukan

dengan mendispersikan Na–bentonit larutan NaCl 6 M atau NaCl jenuh selama 24

Na–bentonit selanjutnya didispersikan ke dalam beberapa larutan asam

sulfat 0,5; 1; 1,5; 2 M diaduk dengan pengaduk magnit, aktivasi dilakukan selama

24 jam, disaring dengan penyaring vakum lalu dikeringkan dalam oven. Aktivasi

ini bertujuan untuk meningkatkan jarak antar layer Na–bentonit sehingga menjadi

lebih besar.

Setelah jarak antar layer Na–bentonit membesar baru dilakukan

interkalasi dan pilarisasi di mana Na–bentonit teraktvasi didespersikan larutan

komplek TiCl4 0,82 M sambil diaduk dengan pengaduk magnit selama 18 jam.

Hasil interkalasi ini dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan intekalasi untuk

memasukan kompleks Ti ke dalam jarak antar layer bentonit, selanjutnya di

kalsinasi 350°C untuk membentuk pilar oksida yang lebih kokoh.

Analisa dilakukan dengan difraksi sinar-X, dengan menggunakan

metode bubuk yang diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2 gram bentonit terpilar TiO2 dan lempung teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel kemudian

dibuat difraktogram dengan λ = 1,5425 Å.

Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing (d001) ada peningkatan

basal spacing pada bentonit terpilar–TiO2 yang menggunakan aktivasi asam 0,5

dan 1,5 M sedangkan yang menggunakan aktivasi bentonit terpilar TiO2

mengalami kerusakan. Hal ini dapat dilihat dari data difraksi sinar-X. Peningkatan

basal spacing akan diikuti peningkatan luas permukaan, peningkatan porositas,

Gambar 4.1. Hasil difraktogram untuk Na-bentonit yang Diaktivasi dengan Asam Sulfat 1,5 M

Dari hasil difraktogram Gambar 4.1, dapat diperoleh informasi bahwa

bentonit ini masih mengandung kaolinit, kuarsa, mika hal ini dapat dibandingkan

Tabel 4.1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada Analisa Difraksi Sinar-X

Jenis mineral d ( A) 2- Teta

Na–Bentonit 14,91 13,88 4,70 3,04 5,92 6,36 18,84 29,28 Kaolinit 8,27 3,57 2,32 10,68 24,88 38,68 Kuarsa 4,07 2,51 21,80 35,68 Mika 3,34 3,34

Berdasarkan Tabel 4.1 maka Na–bentonit ditandai dengan puncak

pada 2-teta yaitu: 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal spacing d(A) masing-

masing: 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa,

Gambar 4.2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit terpilar–TiO2

Dari difraktogram ini (Gambar 4.2) dapat diberikan informasi

mengenai perubahan pada sudut 6 teta terjadi perubahan jarak antar lapis dari Na–

bentonit terpilar di daerah sudut teta 0–5. Dari Gambar 4.1 dan 4.2 telah terjadi

perubahan puncak intensitas dan berubahnya jarak antar lapis d001.

Dari data difraksi sinar–X di atas (Gambar 4.1 dan 4.2) dapat

ditentukan jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal dalam mengidentifikasi

jenis-jenis mineral liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) mineral bentonit

dapat digunakan rumus Bragg:

nλ = 2 d Sin θ

sin 2

n.

d =

di mana, d = jarak antara bidang-bidang atom kristal λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m) θ = sudut difraksi

n = order difraksi

(a) Jarak antar lapis (d) untuk Na–bentonit

n = 1 λ = panjang gelombang (1 Å = 10-10 m) 2 θ = 5,920; θ = 2,960 sin 2 1,5410 1 d 10 − × = d = 14,917 Å

(b) Bentonit terpilar TiO2 menggunakan asam sulfat 1,5 M dapat dihitung sebagai

n = 1

λ = 1,54 x 10-10 m 2 θ = 5,920; θ = 2,960 d = 16,9807 Å

Selanjutnya perubahan jarak antar lapis (Δd) adalah: (Δd) = d(b) - d(a)

= 16,980 - 14,916

= 2,063 Å

Berdasarkan analisa difraksi sinar-X maka dengan interkalasi dan

pilarisasi menambah, meningkatkan porositas dengan basal spacing = 2,06 Å.

Tabel 4.2. Hasil Perhitungan Basal spacing (D) dari Bentonit Terpilar yang Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat

Konsentrasi H2SO4 (M) Basal spacing d001

Na–Bentonit 14,9167

0,5 M 15,6566

1,0 M 13,8857

1,5 M 16,8857

2,0 M 9,0554

Berdasarkan data Tabel 4.2, maka pilarisasi telah berhasil pada

konsentrasi 1,5 M H2SO4 dengan d = 16,8857 Å, berarti pilarisasi TiO2 telah

meningkatkan jarak antar lapis sebesar d = 2,0633 Å. Selanjutnya dilakukan

Gambar 4.3. Spektrum Serapan FT-IR untuk Na–Bentonit

Bilangan gelombang yang menunjukkan adanya Ti adalah pada

bilangan gelombang sebagai berikut:

Tabel 4.3. Analisa gugus dari FTIR

No Gugus Serapan cm-1 1 2 3 4 5 6 7 8

SiOH tidak murni TiOH pada Kisi pinggir

Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H2O

Terminal TiOH pada (110) Jembatan asam TiOH TiOH pada (100) TiOH pada (110) TiO2 3898 3701 3445 3622 3680 dan 3620 3587 3445 796

Pada spektra FT-IR ini terlihat pergeseran bilangan gelombang

disekitar 798 cm-1 menjadi 794 cm-1 pada bentonit terpilar ini disebabkan karena

proses pemilaran sudah terbentuk dengan baik pada pendispesi asam sulfat 1,5 M,

hal ini disesuaikan dengan data X-RD yang menyatakan bahwa telah terjadi

interkalasi dan pilarisasi yang sempurna dan kondisi ini merupakan yang terbaik

untuk terjadinya pilar.

Dari data penghitungan luas permukaan oleh surface area analizer

Tabel 4.4. Luas Permukaan dan Volum Pori Total dari Bentonit Terpilar pada Kondisi Asam dengan Menggunakan Persamaan BET

Konsentrasi Asam Sulfat (M)

Luas Permukaan (m2/g)

Vol. Pori Total (cc/g) 0,5 1 1,5 2 83,3018 86,8939 89,0563 88,7607 0,0415 0,0435 0,0445 0,0443

Berdasarkan tiga data X-RD, FT-IR dan luas permukaan terlihat pada

konsentrasi 1,5 M asam sulfat baik untuk interkalasi pada pilarisasi menghasilkan

perubahan fisik basal spacing, luas permukaan, dan volum pori total meningkat.

Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 yang diaktifkan pada H2SO4 terbaik

dietsa dengan menggunakan campuran (28 ml HF + 170 ml H2O + 113 g NH4F)

selama 2–10 menit tujuan untuk mengetsa oksida pada silika dan menjadikan

banyak hole (h+) pada silika, selanjutnya dietsa menggunakan larutan (1 ml HF +

5 ml HNO3 + 2 ml CH3COOH + 0,3 g I2/ 250ml H2O) selama 5–10 menit untuk

etsa silikon selanjutnya dipanaskan 400, 450, dan 500°C selama 1 jam. Dengan

teknik demikian akan dihasilkan bentonit terpilar makropori dan memperbanyak

hole (h+).

Berdasarkan data ini (Tabel 4.5) maka pengetsaan meningkatkan luas

permukaan dari luas permukaan Na–bentonit 89,0563 m2/g meningkat menjadi

92,0123 m2/g sehingga secara rata-rata meningkatkan luas permukaan 2,956 m2/g

hasil ini sudah memuaskan. Hasil ini selanjutnya diuji menggunakan analisa luas

Tabel 4.5. Luas Permukaan Bentonit Terpilar TiO2 yang Telah Dietsa pada Berbagai Suhu Suhu (o C ) Luas Permukaan (m2/g)

Volum Total pori (cc/g) 400 450 500 90,2387 92,0123 91,1255 0,0446 0,0444 0,0444

Selanjutnya bentonit terpilar TiO2 difoto SEM memperlihatkan bahwa

permukaan menjadi besar.

Gambar 4.5. Foto SEM Untuk Na–Bentonit

Hasil foto SEM (Gambar 4.5) memperlihatkan permukaan yang masih

halus (gambar putih) yang terdiri dari silikat yang merupakan permukaan yang

Gambar 4.6. Foto SEM untuk Bentonit Terpilar TiO2 yang Dietsa dan

Dipanaskan 450°C

Gambar 4.6 memperlihatkan banyaknya hole dari permukaan silikat

hampir menyeluruh pada bentonit terpilar TiO2 yang telah dietsa. Permukaan ini

bisa mengartikan bahwa pada bentonit terpilar TiO2 telah banyak dietsa maka

terjadi hole di silikat eksternal dan kemungkinan di internal.

4.2. Pembahasan

Dokumen terkait