• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Untuk menentukan program yang tepat dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.

2. Untuk membantu pelaku usaha tempe dalam meningatkan kualitas produknya.

3. Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan tempe

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus.

Fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ”ragi tempe”. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika dan antioksidan. Secara umum, tempeberwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat (Hanafie, 2018).

Menurut Hariyoko (2009) dalam Dewi dan Azis (2011) secara umum, tempe berwarna putih, dikarenakan pertumbuhan misilia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstrur yang memadat. Tempe memiliki aroma yang khas karena adanya degradasi dari komponen-komponen dari kedelai itu sendiri.

Tempe adalah makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi atau dikenal secara umum sebagai ragi tempe lewat proses fermentasi, biji kedelai menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna (BSN, 2012).

Menurut Astawan (2008) dalam Azhar (2018) di dalam tempe kandungan nilai gizinya lebih baik dibandingkandengan kedelai dan produk turunan lainnya.

Kandungan tersebut diantaranyaialah Vitamin B2, Vitamin B12, Niasin, dan juga asam pantorenat. Bahkanhasil analisis, gizi tempe menunjukan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100gram berat tempe yang dimakan. Kandungan ini meningkat 2 kali lipat setelahkedelai difermentasikan menjadi tempe. Karena kadar niasin pada kedelaihanya berkisar 0,58 mg/100 gram. Menurut LIPI kandungan gizi tempe sepertiprotein, karbohidrat, dan lemak tidak banyak berubah. Akan tetapidikarenakan adanya kapang tempe, maka kandungan protein, karbohidrat, danlemak menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh tubuh.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pendapatan

Pendapatan adalah suatu hasil yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga dari berusaha atau bekerja. Jenis pekerjaan masyarakat bermacam – macam seperti bertani, nelayan, beternak, buruh, serta berdagang dan bekerja pada sektor pemerintahan ataupun swasta (Prima, 2015).

Pada hakikatnya pendapatan yang diterima tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat pendidikan, dan pengalaman seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikannya dan pengalamnya maka makin tinggi pula tingkat pendapatannya, kemudian juga tingkst pendapatan sangat dipengaruhi oleh modal kerja, jam kerja, akses kredit, jumlah tenaga kerja, tanggungan keluarga, jenis barang dagangan dan produk lainnya. Pada umumnya masyarakat selalu mencari tingkat pendapatan tinggi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, akan

2.2.2 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.

Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya. Semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengankelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur yaitu bila pengurus kebutuhan sehari –hari dikelola bersama sama menjadi satu. Jadi disimpulkan dalam hal ini jumlah anggota keluarga merupakan yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari – hari karena belum bekerja (umur dalam non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua). Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga. Banyaknya anggota keluarga, maka pola konsumsi semakin bervariasi karena setiap anggota rumah tangga belum tentu mempunyai selera yang sama. Jumlah anggota keluarga keluarga berkaitan dengan pendapatan rumah tangga yang akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga tersebut.

Menurut Soeditama (1985) dalam Ananda (2015), kebutuhan sehari-hari dalam suatu rumah tangga tidak merata atara anggota rumah tangga, karena kebutuhan rumah tangga bergantung pada struktur umur mereka. Artinya, setiap anggota rumah tangga memerlukan porsi makan yang berbeda antara yang satu dengan lainya.

2.2.3 Konsumsi

Konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Konsumsi sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Dengan demikian, pola konsumsi dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan konsumsi.

Konsumsi mempunyai arti sebagai pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Arti dari barang disini mencakup perbelanjaan rumah tangga untuk barang yang bertahan lama, seperti kenderaan dan perlengkapan rumah tangga dan barang yang tidak tahan lama contohnya seperti makanan dan pakaian. Sedangkan untuk arti dari jasa disini mencakup barang yang tidak berwujud konkert, misalnya seperti potong rambut dan perawatan kesehatan. Selain itu pembelanjaan rumah tangga untuk pendidikan juga termasuk ke dalam konsumsi jasa (Mankiw, 2013).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Tingkat konsumsi seseorang individu dipengaruhi oleh berbagai hal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi seseorangindividu untuk melakukan tindakan konsumsi.

a. Faktor Ekonomi 1. Pendapatan

Untuk membeli barang konsumsi individu menggunakan uang dari penghasilan atau pendapatan. Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran konsumsi yang dilakukan. Pada umumnya semakin tinggi pendapatan

individu/rumah tangga maka pengeluaran konsumsinya juga akan mengalami kenaikan.

2. Tingkat Harga

Apabila harga barang/jasa kebutuhan hidup meningkat maka konsumen harus mengeluarkan tambahan uang untuk bisa mendapatkan barang/jasa tersebut. Atau, konsumen dapat mengatasi dengan mengurangi jumlah barang/jasa yang dikonsumsi, karena kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil masyarakat berkurang.

3. Ketersediaan Barang dan Jasa

Meskipun konsumen memiliki uang untuk membeli barang konsumsi, ia tidak dapat mengkonsumsi barang/jasa yang dibutuhkan apabila barang/jasa tersebut tidak tersedia. Semakin banyak barang/jasa tersedia, maka pengeluaran konsumsi masyarakat/individu akancenderung semakin besar.

4. Tingkat Bunga

Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.

5. Perkiraan Masa Depan

Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.

b. Faktor Demografi

1. Komposisi Penduduk

Suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.

2. Jumlah Penduduk

Daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak maka tingkat konsumsi masyarakatnya juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk sedikit tingkat konsumsinya tergolong rendah.

3. Letak Demografi

Masyarakat di pedesaan dalam hal konsumsi akan lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di perkotaan. Masyarakat di pedesaan hanya mengeluarkan sebagian pendapatan untuk mengkonsumsi makanan saja, untuk nonmakanan masih rendah. Sedangkan masyarakat di perkotaan antara konsumsi makanan dan nonmakanan bisa dikatakan hampir sama.

c. Penyebab Lain

1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

Kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya masyarakatnya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya masyarakatnya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar.

2. Gaya Hidup

Seseorang yang memiliki memiliki gaya hidup tinggi maka akan memiliki pengeluran konsumsi yang tinggi pula. Gaya hidup antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki berbeda, hal ini yang menjadi sebab kenapa pengeluaran konsumsi mereka berbeda. Latar belakang keluarga dan adat istiadat yang berbeda membuat pengeluaran konsumsi mahasiswa yang tinggal di kos dengan mahasiswa yang tinggal di rumah bersama orang tua berbeda. Kebiasaan di rumah biasanya akan diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa.

Mahasiswa yang menerima beasiswa memiliki pendapatan (uang saku) yang lebih banyak atau mengalami peningkatan daripada mahasiswa yang tidak menerima beasiswa. Ketika pendapatan meningkat, secara langsung tingkat konsumsi juga mengalani peningkatan yang biasanya digunakan untuk konsumsi bukan makanan. Mahasiswa yang berada di kelas swadana lebih banyak berasal dari keluarga yang lebih kaya dibandingkan dengan mahasiswa yang berada dikelas subsidi

Konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang digunakan untuk membeli barang-barang konsumsi, dengan demikian semakin besar pendapatan maka relatif jumlah konsumsi cenderung semakin besar, atau dapat dinyatakan dengan :

Dimana : C = Nilai konsumsi agregatif

Y = Pendapatan Disposable

Berdasarkan fungsi konsumsi tersebut dapat dibuat beberapa kemungkinan hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan. Demikian pula

beberapa bagian dari pendapatan tertentu yang dapat digunakan untuk konsumsi, hal ini disebut dengan hasrat untuk berkonsumsi (propensity to consume).

Teori konsumsi ini mula-mula dikembangkan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya the general theory of employment, interest and Money pada tahun 1936.

Teori konsumsi Keynes ini dikenal dengan Absolut Income Hypothesis yang berarti bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolut dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan pada waktu yang bersangkutan. Dalam hal ini, pola tingkah lakunya adalah nilai konsumsi meningkat sejalan dengan pendapatan dan sebaliknya (Mankiw, 2013).

Menurut Friedman (2007), mengembangkan teori konsumsi yang disebut.

Permanent Income Hyphotesis yang membedakan pembahasan konsusmsi antara Measured Income dengan Permanent Income. Measured Income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu, sedangkan Permanent Income adalah suatu pendapatan yang diramalkan oleh konsumen akan dapat diterima di masa mendatang. Friedman mengatakan bahwa Permanent Income lebih besar pengaruhnya kepada tingkat konsumsi dibandingkan dengan Measured Income.

Menurut A. Anda dan Franco Modigilani dalam Life Cycle Hypothesis. Dalam teori ini sumber daya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh karena itu, faktor penentu tingkat konsumsi agregarif adalah :

1. Sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen

2. Tingkat pengembalian modal dan umur si konsumen. Apapun sumber daya yang dimiliki oleh konsumen diwakili oleh jumlah kekayaan ditambah dengan nilai sekarang dari seluruhpenerimaan upah yang akan diterima selama hidupnya. Dalam teori ini dianggap bahwa konsumen dalam menentukan konsumsinya memperhitungkan seluruh sumber daya yang dimilikinya sehingga tingkat kepuasan maksimum dapat diperolehnya. Dengan demikian tingkat konsumsi agregatif bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu waktu, tetapi oleh nilai kekayaan yang dimilikinya juga

Definisi konsumsi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Definisi konsumsi berdasarkan pengurangan nilai guna dan b. Definisi konsumsi untuk mencapai tingkat kepuasan.

Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Definisi konsumsi berdasarkan nilai guna, yaitu:

1. Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen atau konsumsi juga berarti segala tindakan menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang dan jasa. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen.

2. Konsumsi juga berarti setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup (Arif, 2010).

b. Definisi konsumsi berdasarkan pencapaian tingkat kepuasan, yaitu:

1. Konsumsi juga diartikan setiap penggunaan atau pemakaian barang-barang danjasa-jasayangsecaralangsungdapat memuaskan kebutuhan seseorang.

2. Konsumsi menurut IDKF Bogor, adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang danjasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuanuntukmemperolehkepuasanyangberakibatmengurangataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa.

3. Adapun menurut Oxlay (2014), “Konsumen dan Pengertian Konsumsi”, konsumsi merupakan kegiatan seseorang atau kelompok dalam menggunakan, memakai, atau menghabiskan barang dan jasa dengan maksud memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Pengertian konsumsi menurut Rosyidi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the satisfaction of human want). Konsumsi haruslah dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial dari produksi (Rosyidi, 2013).

Dilihat dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi konsumsi secara umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam memanfaatkan, menggunakan dan menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

Pada umumnya dengan kenaikan pendapatan (yang didekati dengan pengeluaran pendapatan), konsumsi pangan sumber karbohidrat akan menurun. Sebaliknya kenaikan pendapata rumah tangga akan meningkatkan konsumsi pangan sumber protein dan vitamin. Perubahan dalam jumlah besar dan konsisten pada makanan atau minuman jadi, sementara untuk jenis pangan lain tidak demikian.

Terbuktisesuai hukum Beneth yang mengatakan bahwa dengan perubahan pendapatan akan merubah gaya hidup dan gaya makan. Dengan pendapatan yang cukup, keluarga akan sering makan di luar rumah atau membeli makanan atrau minuman jadi untuk dimakan di rumah. Makanan siap dimasak dirumah (home made) lama-kelamaan akan berkurang dan ditinggalkan oleh anggota rumah tangga terutama yang bekerja di rumah (Kementrian Dalam Negeri,2013).

2.2.5 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana seorang konsumenmemutuskan berapa jumlah kombinasi barang atau jasa yang akan dibeli dalam berbagai kondisi yang dihadapi. Bersama-sama konsumen individu akan membentuk permintaan di pasar. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai dan memutuskan produk, jasa, dan gagasan.

(Schiffman dkk, 2012).

Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana didapati dalam hukum permintaan, yang menyatakan bahwa “bila harga sesuatu barang naik maka ceteris paribus jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun”. Ceteris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah.

(Boediono, 2014).

Berdasarkan teori ekonomi, permintaan timbul karena konsumen memerlukan manfaat dari komoditas yang dibeli. Manfaat tersebut dikenal dengan istilah utilitas (utility). Permintaan suatu komoditas menggambarkan permintaan akan utilitas dari komoditas tersebut. Dengan kata lain, permintaan suatu komoditas merupakan derivasi (penurunan) dari utilitas yang diberikan oleh komoditas tersebut. Dalam teori tingkah laku konsumen diterangkan dua hal berikut:

a. Alasan para konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembelian pada harga yang tinggi.

b. .Bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.

Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk menjelaskan tingkah laku konsumen, yaitu:

a. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach).

Menurut pendekatan ini, utilitas dapat diukur dengan satuan uang, dan tinggi rendahnya nilai utilitas tergantung pada subjek yang menilai.

Pendekatan ini juga mengandung anggapan bahwa semakin berguna suatu barang bagi seseorang, maka akan semakin diminati. Asumsi dari pendekatan ini adalah:

1. Konsumen rasional, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.

2. Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.

3. Pendapatan konsumen tetap

4. Uang memiliki nilai subjektif yang tetap.

5. Total utilitas adalah additivedan independent. Additiveartinya utilitas dari sekumpulan barang adalah fungsi dari kuantitas masing-masing barang yang dikonsumsi. Sedangkan independent berarti bahwa utilitas X1 tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsumsi barang X2, X3, ....Xn.

dan sebaliknya, dalam artian manfaat dari sekumpulan barang yang dikonsumsi adalah fungsi dari kuantitas masing-masing barang tersebut dan manfaat dari satu barang tertentu tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsusmsi barang yang lain.

b. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach).

Pendekatan ini utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Pendekatan yang dipakai dalam teori ordinal adalah inddiference curve, yaitu kurva yang menunjukkan kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan sama. Asumsi dari pendekatan ini adalah:

1. Konsumen rasional.

2. Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.

3. Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu.

4. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum.

5. Konsumen konsisten, artinya bila barang A lebih dipilih daripada barang B karena A lebih disukai daripada B, tidak berlaku sebaliknya.

6. Berlaku hukum transitif, artinya bila A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai daripada C, maka A lebih disukai daripada C. Artinya barang yang paling disukai oleh konsumen adalah barang yang paling banyak memberikan manfaat.

c. Preferensi Nyata (Revealed Preference).

Kurva permintaan dapat disusun secara langsung berdasarkan perilaku konsumen di pasar. Asumsi yang menjadi dasar berlakunya teori ini antara lain adalah:

1. Rasionalisasi, yaitu konsumen adalah rasional, juga mengandung pengertian bahwa jumlah barang banyak lebih disukai daripada barang sedikit.

2. Konsisten artinya seperti biasanya apabila konsumen telah menetukan A lebih disukai daripada B maka dia tidak sekalikali mengatakan B lebih disukai daripada A.

3. Asas transitif, artinya bila konsumen menyatakan A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai daripada C, maka ia akan menyatakan juga bahwa A lebih disukai daripada C.

4. Konsumen akan menyisihkan sejumlah uang untuk pengeluarannya.

Jumlah ini merupakan anggaran yang dapat dipergunakannya.

Kombinasi barang X dan Y yang sesungguhnya dibeli di pasar merupakan preferensi atas kombinasi barang tersebut. Kombinasi yang dibeli ini akan memberikan daya guna yang tinggi. Anggaran yang digunakan untuk konsumsi akan memberikan daya guna tertinggi apabila konsumen dapat mengkobinasikan barang yang akan dikonsumsi dengan benar.

d. PendekatanAtribut.

Pendekatan ini mempunyai pandangan bahwa konsumen dalam membeli produk tidak hanya karena utilitas dari produk tersebut, tetapi karena karakteristik atau atribut-atribut yang disediakan oleh produk tersebut.

Ada beberapa keunggulan pendekatan atribut antara lain:

1. Terlepas dari diskusi mengenai bagaimana mengukur daya guna suatu barang, yang merupakan asumsi dari pendekatan sebelumnya.

2. Pendekatan ini memandang suatu barang diminta konsumen bukan karena jumlahnya, melainkan atribut yang melekat pada barang tersebut, sehingga lebih dapat dijelaskan tentang pilihan konsumen terhadap produk.

3. Dapat digunakan untuk banyak barang, sehingga bersifat praktis dan lebih mendekati kenyataan, serta operasionalnya lebih mudah. Keluarga mempunyai pengaruh penting dalam keputusan pembelian untuk konsumsi, dalam hal ini sikap orang tua memiliki hubungan kuat dengan sikap anak dalam pengambilan keputusan konsumsi.

Seperti yang dikatakan Bennett dan Kassarjian yang dikutip oleh Assael (2001) bahwa sikap terhadap kesehatan pribadi, pilihan item-item produk, sikap terhadap sayuran yang direbus atau makanan kering, dan kepercayaan mengenai nilai medis dari sop ayam semuanya diperoleh dari orang tua.

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidupyang didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapatan) (Henry, 2010).

2.2.6 Biaya Konsumsi

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2016).

Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya konsumsi adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang untuk mencapai tujuan konsumsi suatu individu atau kelompok. Dalam teori Engel menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi pangan akan mengalami penurunan, artinya keluarga dapat dikatakan sejahtera apabila persentase pengeluaran untuk konsumsi non pangan jauh lebih tinggi daripada pengeluaran pangan (Salvatore, 2014).

2.3 Penelitian Terdahulu

Menurut Azhar (2018) dengan judul penelitian “Pola Konsumsi Tahu dan Tempe Pada Keluarga Prasejahtera (Studi Kasus : Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Sampel penelitian berjumlah 60 keluarga di mana yang menjadi respondenadalah ibu rumah tangga. Pengambilandata dilakukan pada bulan Agustus -September tahun 2017. Data dianalisis menggunakan metode kuantitatif (regresi linier berganda) dan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah konsumsi tahu keluarga prasejahtera adalah sebesar 2.017,50 gram/minggu atau 288,21 gram/hari, sedangkan tempe sebesar 1.296,50 gram/minggu atau 185,21 gram/hari dengan frekuensi konsumsi sangat sering.

Tujuan konsumsi tahu dan tempe adalah kesukaan dan kebiasaan dengan jenis

tempe dengan cara membeli sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi tahu adalah harga tahu, harga telur ayam dan jumlah anggota keluarga, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi tempe adalah harga ikan asin, harga telur ayam, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga.

Menurut Apridar (2008) dengan judul penelitian “Analisis Tentang Permintaan Tempe di Kota Lhokseumawe” . penelitian dengan menggunakan survei. Sampel penelitian berjumlah 40 sampel. Hasil penelitian menunjukkan dari aspek kuantitas, selama ini tidak terjadi penolakan tempe oleh konsumen atau tempe tidak terjual. Hal ini merupakan indikator bahwa tempe yang dihasilkan masih dibawah daya serap pasar. Daya beli pasar akan meningkat lagi jika memperhitungkan penggunaan untuk kebutuhan pengolahan produk lanjutan seperti keripik tempe dan bantuk camilan lainnya. Variabel yang berpengaruh

Menurut Apridar (2008) dengan judul penelitian “Analisis Tentang Permintaan Tempe di Kota Lhokseumawe” . penelitian dengan menggunakan survei. Sampel penelitian berjumlah 40 sampel. Hasil penelitian menunjukkan dari aspek kuantitas, selama ini tidak terjadi penolakan tempe oleh konsumen atau tempe tidak terjual. Hal ini merupakan indikator bahwa tempe yang dihasilkan masih dibawah daya serap pasar. Daya beli pasar akan meningkat lagi jika memperhitungkan penggunaan untuk kebutuhan pengolahan produk lanjutan seperti keripik tempe dan bantuk camilan lainnya. Variabel yang berpengaruh

Dokumen terkait