• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KONSUMSI TEMPE RUMAH TANGGA DI KECAMATAN MEDAN KOTA, KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KONSUMSI TEMPE RUMAH TANGGA DI KECAMATAN MEDAN KOTA, KOTA MEDAN"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH :

FADILLAH HAFNI 150304069 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

SKRIPSI

OLEH :

FADILLAH HAFNI 150304069 AGRIBISNIS

SkripsiSebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KONSUMSI TEMPE RUMAH TANGGA DI KECAMATAN MEDAN KOTA, KOTA MEDAN. Skripsi ini dibimbing oleh ibu Dr. Ir.

Tavi Supriana, MS dan ibu Emalisa SP, M.Si. Penelitian ini didasari oleh teori yang menyebutkan bahwa semakin tinggi pendapatan maka jumlah konsumsi pangannya akan semakin rendah, namun pada kenyataannya pendapatan rumah tangga yang tinggi tidak menurunkan jumlah konsumsi pangan khususnya tempe. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga di daerah penelitian; untuk mengetahui jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian; untuk mengetahui biaya konsumsi tempe rumah tangga di daerah penelitian; untuk megetahui jenis tempe manakah yang paling diminati oleh masyarakat di daerah penelitian; untuk menganalisis pengaruh jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan biaya konsumsi tempe rumah tangga terhadap jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian. Metode survei merupakan tekhnik riset dimana informasi dikumpulkan denganmenyebarkan kuisioner. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 391 rumah tangga.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata jumlah pendapatan rumah tangga sampel adalah sebesar Rp. 6.133.458/bulan; rata-rata jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian sebanyak 4,19 kg/rumah tangga/bulan; rata-rata biaya konsumsi tempe sebesar Rp.56.641/rumah tangga/bulan; jenis tempe yang paling banyak di konsumsi adalah jenis tempe 1 yaitu tempe dengan daun besar dan tebal yang memiliki berat 400gr/bungkus dengan harga Rp 5000/bungkus; jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan biaya konsumsi tempe berpengaruh nyata secara serempak terhadap jumlah konsumsi tempe, secara parsial jumlah pendapatan keluarga dan biaya konsumsi tempe berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi tempe, jumlah pendapatan keluarga berpengaruh negatif terhadap jumlah konsumsi tempe, sedangkan jumlah anggota keluarga berpengaruh positif terhadap jumlah konsumsi tempe dan biaya konsumsi tempe berpengaruh positif terhadap jumlah konsumsi tempe.

Kata Kunci : Keluarga, Konsumsi,Tempe, Pendapatan, Biaya

(6)

INFLUENCE THE HOUSEHOLD CONSUMPTION AMOUNT OF TEMPE IN MEDAN KOTA REGENCY, MEDAN. This research is guided by Dr. Ir. Tavi Supriana, MS and Ms Emalisa SP, M.Si. This research is based on theory says if the household income increases the consumption for food will decrease. But the fact is more household earns their income, it does not reduce the number of food consumption especially tempe. This research aims to find out the number of the household income in the research area; To find out household consumption amount of tempe in the research area; To find out household consumption cost of tempe in the research area; To find out which kind of tempe that households interest the most; To alanyze the effect of household income, the number of family member and the number of consumption cost toward the number of tempe consumption in the research area.

Survey method is research technique which informationcollected by spreading questionnaire.

The number of respondent in this research is 391 household.

Resluts of the research are the average number of household income in Rp.6.133.458/month,; the average number of tempe consumption in the research area is 4,19kg/household/month; the average number of consumption cost isRp.56.641/month/household. The kind of tempe that households interest the most is the number 1 which covered with leaf, big and thick. The weight is about 400gr and the price is Rp 5.000/pcs ; the number of household income, tempe consumption and consumption cost real effect simultaneously on the number of consumption. The number of household income, family member and consumption cost partially have significant effect on tempeh consumption. Household income effects negatively on the consumption amount while the number of family member anda consumption cost effect positively on tempe consumption.

Keywords: Family,Consumption, Tempe, Income, Consumption cost

(7)

FADILLAH HAFNI, dilahirkan di Medan tanggal 26 September 1997. Penulis merupakan anak dari Bapak Dr. Tagor Muda Lubis, MA dan Bapak N. Sidabutar.

Serta anak dari Ibu Mariati Sarmanil dan Ibu Rahmawati Sarmanil, BA.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh penulis hingga saat ini adalah :

1. Tahun 2004 masuk Sekolah Dasar Negeri (SDN) 064955 Medan Amplas dan tamat pada tahun 2009.

2. Tahun 2009 masuk Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 6 Medan dan tamat pada tahun 2012.

3. Tahun 2012 masuk Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 5 Medan dan tamat pada tahun 2015

4. Tahun 2015 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan (SNMPTN)

Kegiatan yang pernah diikuti penulis selama kuliah adalah :

1. Pada awal bulan Juli 2018, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Mekar Mulio, Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batubara.

2. Pada bulan Februari 2019, melakukan penelitian skripsi di Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

(8)

karunia yang telah dilimpahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH KONSUMSI TEMPE RUMAH TANGGA DI KECAMATAN MEDAN KOTA, KOTA MEDAN” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada orangtua penulis Ibunda Mariati Sarmanil, Ibunda Rahmawati Sarmanil, BA dan Ayahanda Dr.Tagor Muda Lubis, MA, Ayahanda N. Sidabutar atas kasih sayang yang selalu dilimpahkan kepada penulis dan telah memberi dukungan, doa dan motivasi selama menjalani oerkuliahan hingga sampai sekarang penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selakuketua komisi penmbimbing dan ibu Emalisa SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, yang telah berkenan meluangkan waktu dan banyak memberikan arahan, masukan, bimbingan dan motivasi selama prosses penyusunan skripsi ini.

Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku sekertaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Program Studi Agribisnis, KakTasya yang telahmembimbingdalamhalpengolahan data,serta Kak Eva dan Kak Nita yang memberikan kelancaran dalam hal administrasi.

3. Seluruh masyarakat Kecamatan Medan Kota dan Instansi terkait dengan penelitian ini dan turut serta membantu penulis dalam memperoleh data yang diperlukan.

4. Abangda Said Ahmad Sarhan Lubis S,Hi,M,Hi, AbangdaTaufik Rahman Lubis, Kakak Siti Chairunnisa Lubis, SE dan Adik M. Abdul Razak Lubis yang memberikan semangat kepada penulis.

5. Fandhy Achmad Lumban Toruan, SP yang telah menemani dan membantu dalam hal apapun dan memberikan semangat serta sukacita yang luar biasa dari awal perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

6. Ira Ariska, Gita Elvionita, Dini Khairina, Purnama Saragi Napitu, Ilham Ramadhan, Dwi Riski, Nelva Meyriani, Fitri Ayu , Wulan Annisa,Dwiki Tiarif, Ilham Johari, Farhan Tariz, dan teman-teman stambuk 015 lainnya yang tidak dapat di sebutkan satu persatu yang telah menemani penulis selama masa perkuliahan sampai penulisan skripsi ini.

(9)

Penulis menyadari skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih terimakasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2019

Penulis

(10)

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka ... 9

2.2. Landasan Teori ... 10

2.2.1 Pendapatan ... 10

2.2.2 Jumlah Anggota Keluarga ... 11

2.2.3 Konsumsi ... 12

2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi ... 12

2.2.5 Perilaku Konsumen ... 19

2.2.6 Biaya Konsumsi ... 24

2.3. Penelitian Terdahulu ... 24

2.4. Kerangka Pemikiran ... 27

2.5. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian... 30

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 30

3.3. Pengolahan Data ... 32

3.4. Metode Analisis Data ... 32

3.5. Definisi ... 37

3.6. Batasan Operasional ... 37

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 38

4.1.1 Luas dan Letak Geografis ... 38

4.1.2 Demografi... 40

4.2. Karakteristik Sampel ... 43

4.2.1 Rumah Tangga ... 43

4.2.2 Jumlah Anggota Keluarga ... 44

4.2.3 Jenis Tempe yang Dikonsumsi ... 44

(11)

5.3. Pengaruh Tingkat Pendapatan Keluarga dan Biaya Konsumsi Tempe Terhadap Jumlah Konsumsi Tempe di Kecamatan Medan Kota. ... 52 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 59 6.2 .Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

No Judul Halaman 1 Komposisi Zat-Zat Gizi yang Terkandung Dalam 100

gram Kedelai

2 2 Rata-rata dan Pengeluaran Per Kapita Per Bulan

(Rupiah) Untuk Jenis Makanan Kacang-kacangan di Sumatera Utara

3

3 Rata- rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Komoditas dan Kelompok Pengeluaran (Rupiah) Tahun 2018

5

4 Kategori Pendapatan Sampel Penelitian 32

5 Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Kota 38 6 Jumlah Penduduk per Kelurahan di Kecamatan Medan

Kota

40 7 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan

Medan Kota Tahun 2018

41 8 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di

Kecamatan Medan Kota Tahun 2018

42 9 Jumlah Rumah Tangga per Kelurahan di Medan Kota

Tahun 2018

43

10 Kategori pendapatan rumah tangga 44

11 Jenis Tempe Berdasarkan Berat, Harga dan Tempat Pembeliannya

45 12 Pendapatan Rumah Tangga Kecamatan Medan Kota 46 13 Jumlah dan Biaya Konsumsi Tempe berdasarkan jenis

tempe.

48 14 Persentase Jumlah Tempe berdasarkan Jenis Tempe dan

Tingkat Pendapatan

49

(13)

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, hampir seluruh komoditas hasil pertanian dapat diolah, salah satunya adalah kedelai. Tanaman kedelai (Glysine max (L) Merril) merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Kedelai jenis liar Glycine unuriencis merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang kita kenal sekarang yang berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara) (Suhartono,dkk. 2008).

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan dan merupakan sumber utama protein dan minyak nabati utama dunia. Kedelai merupakan tanaman pangan utama strategis terpenting setelah padi dan jagung. Begitu besarnya kontribusi kedelai dalam hal penyediaan bahan pangan bergizi bagi manusia sehingga kedelai biasa dijuluki sebagai Gold from the Soil, atau sebagai World’s Miracle mengingat kualitas asam amino proteinnya yang tinggi, seimbang dan lengkap (Aldillah, 2015).

Kedelai adalah salah satu tanaman pangan yang penting di Indonesia dan merupakan satu dari lima komoditas utama di Indonesia dengan target swasembada. Kedelai mengandung gizi yang tinggi karena mengandung protein nabati dan anti-oksidan. Olahan biji kedelai dapat dibuat menjadi berbagai bentuk seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tepung kedelai, minyak kedelai, serta taosi atau tauco. Kedelai memiliki dua jenis yaitu kedelai biji hitam dan kedelai biji kuning. Komposisi zat-zat gizi yang terkandung dalam kedelai dapat dilihat pada Tabel 1.

(14)

Tabel 1. Komposisi Zat-Zat Gizi yang Terkandung Dalam 100 gram Kedelai Bahan Energi

(Kal)

Kadar Air (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Serat Kasar (%)

Karbohidrat (%)

Kedelai (B.Hitam)

385 12,3 33,3 15,6 4,3 35,4

Kedelai (B.Kuning)

400 10,2 35,1 17,7 4,2 32,0

Sumber : Departemen Kesehatan, 2016

Indonesia merupakan salah satu negara yang produksi kedelainya cukup tinggi, tetapi produksinya belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Sehingga Indonesia masih perlu untuk mengimpor kedelai dari luar negeri untuk dapat memenuhi kebutuhuan akan kedelai di Indonesia. Menurut Kementerian Pertanian, produksi kedelai di Indonesia tahun 2018 mencapai 2,2 juta ton dengan kebutuhan sebesar 2,9 juta ton. Ini berarti jumlah kebutuhan akan kedelai lebih besar dari jumlah produksi kedelai Indonesia (BPS, 2018).

Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai Indonesia dijadikan untuk memproduksi tempe, 40% tahu, dan 10% dalam bentuk produk lain (seperti tauco, kecap, dan lain lain). Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diperikirakan mencapai sekitar 6,45 kg (BSN, 2012)

Umumnya, masyarakat Indonesia mengkonsumsi tempe sebagai panganan pendamping nasi. Dalam perkembangannya tempe diolah dan disajikan sebagai aneka panganan siap saji yang di proses dan dijual dalam kemasan. Keripik tempe, misalnya, adalah salah satu contoh panganan populer dari tempe yang banyak dijual di pasar (BSN, 2012)

(15)

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) dari Badan Pusat Statsitik pada periode 2002 hingga 2016 tercatat pengeluaran per kapita dalam setahun untuk konsumsi tempe terus meningkat, dari Rp 22.056,43 pada tahun 2002 terus naik hingga menjadi Rp 61.632,86 pada tahun 2016. Berbanding terbalik dengan banyaknya tempe yang dikonsumsi per orang dalam setahun pada periode 2002 hingga 2016 menurun, dari 8,29 kg di tahun 2002 turun menjadi 7,35 kg pada tahun 2016 (BPS, 2017).

Tabel 2. Rata-rata dan Pengeluaran Per Kapita Per Bulan (Rupiah) Untuk Jenis Makanan Kacang-kacangan di Sumatera Utara

No Jenis Makanan Satuan Banyaknya Nilai Rupiah

1 Kacang tanah tanpa kulit Kg 0,02 490

2 Kacang tanah dengan kulit Kg 0,01 153

3 Kacang kedelai Kg 0,00 23

4 Kacang hijau Kg 0,03 481

5 Kacang mede Kg 0,00 3

6 Kacang lainnya Kg 0,00 8

7 Tahu Kg 0,41 3.222

8 Tempe Kg 0,37 3.214

9 Tauco Ons 0,12 188

10 Oncom Ons 0,00 6

11 Hasil lain dari kacang- kacangan

Ons 0,00 7

Sumber : BPS Sumatera Utara 2017

Dari Tabel 1 diperoleh data dari Badan Pusat Statistik 2017 bahwa rata-rata dan pengeluaran per kapita per bulan tempe adalah sebesar 0,37 kg dengan nilai rupiah sebesar Rp. 3.214. Dapat dilihat juga bahwa rata-rata dan pengeluaran per kapita per bulan konsumsi tempe lebih tinggi dibandingkan dengan kacang kedelai, sehingga dapat disimpulkan bahwa masyarakat Sumatera Utara lebih banyak mengkonsumsi tempe daripada kacang kedelai itu sendiri.

Secara garis besar, pengeluaran rumah tangga terbagi ke dalam konsumsi pangan dan non-pangan. Semakin tinggi pengeluaran rumah tangga menandakan semakin

(16)

tinggi tingkat daya belinya dan secara umum kesejahteraannya juga semakin membaik. Tingkat kesejahteraan rumah tangga juga dapat dilihat berdasarkan pergeseran struktur pengeluarannya, bahwa semakin rendah proporsi pengeluaran pangan dapat mengindikasikan adanya perbaikan tingkat kesejahteraan

(Subarna, 2012).

Pergeseran struktur pengeluaran tersebut terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sehingga proporsi pengeluaran konsumsi pangan yang semakin kecil menandakan tingkat kesejahteraan yang semakin membaik (Trisnowati dkk, 2013).

Menurut teori konsumsi secara umum dikatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin tinggi pula konsumsinya, namun hal tersebut tidak sesuai untuk teori konsumsi pangan. Pada hukum Beneth yang menganalisis hubungan pendapatan dengan kualitas konsumsi pangan. Beneth menemukan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya dengan harga yang lebih mahal per unit gizinya bukan terhadap jumlahnya. Apabila pendapatan meningkat, pola konsumsi pangan beralih menjadi mengkonsumsi pangan yang lebih bernilai gizi tinggi (Ariyani, 2014).

Sama halnya dengan daerah lain, masyarakat di kota Medan juga melakukan kegiatan konsumsinya. Mulai dari konsumsi bidang sandang, pangan maupun papan. Alokasi biaya konsumsi yang dikeluarkan pun cukup variatif sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing rumah tangga. Umumnya masyarakat dengan pendapatan rendah akan memprioritaskan pengeluarannya ke sektor

(17)

pangan sedangkan masyarakat dengan pendapatan yang lebih tinggi akan mengalokasikan pengeluarannya lebih besar di sektor non pangan dibandingkan dengan sektor pangan.

Tabel 3. Rata- rata Pengeluaran (Rupiah) per Kapita per Bulan Menurut Kelompok Komoditas Tahun 2018

No Kelompok Komoditas

Kelompok Pengeluaran 40 Persen

Terbawah

40 Persen Tengah

20 Persen Teratas

1 Padi – padian 57.363 72.616 71.084

2 Umbi – umbian 4.544 7.647 9.648

3 Ikan/udang/cumi/kerang 56.353 99.273 143.691

4 Daging 14.205 30.348 60.323

5 Telur dan susu 26.693 49.754 70.296

6 Sayur – sayuran 41.856 59.370 69.323

7 Kacang–kacangan 8.376 9.625 11.651

8 Buah – buahan 15.431 33.681 65.616

9 Minyak dan kelapa 12.965 18.634 21.297

10 Bahan minuman 13.010 16.791 21.175

11 Bumbu – bumbuan 8.805 12.980 17.117

12 Konsumsi lainnya 5.939 8.610 12.289

13 Makanan dan minuman jadi 133.228 248.126 452.909

14 Rokok dan tembakau 42.306 63.406 76.464

Jumlah Makanan 440.354 730.861 1.102.883 15 Rumah dan fasilitas rumah tangga 153.241 370.124 818.454 16 Aneka barang dan jasa 80.556 190.667 495.412

17 Pakaian 20.882 43.283 87.972

18 Barang tahan lama 5.859 28.637 89.850

19 Pajak, pungutan dan asuransi 13.419 32.073 142.351 20 Kebutuhan pesta dan upacara 3.457 7.616 42.924 Jumlah Bahan Makanan 277.416 672.400 1.677.013 Jumlah Pengeluaran 717.770 1.403.261 2.779.896 Sumber : BPS Kota Medan 2018.

Berdasarkan tabel di atas dapat kita lihat bahwa masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalokasikan lebih banyak pengeluarannya ke sektor pangan dibandingkan dengan sektor nonpangan. Berbanding terbalik dengan masyarakat yang tingkat ekonominya lebih tinggi akan mengalokasikan

(18)

lebih banyak pengeluarannya ke sektor non pangan dibandingkan dengan sektor pangan.

Seperti yang kita tahu bahwa tempe merupakan salah satu jenis makanan olahan dari kacang-kacangan. Dari Tabel 3. kita lihat bahwa pengeluaran per kapita masyarakat kota Medan 40 % terendah sebesar Rp 8.376/orang, kemudian 40 % tengah sebesar Rp. 9.625/orang dan 20% teratas sebesar Rp. 11.651/orang. Dari data tersebut terlihat ada kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat ekonominya maka pengeluaran yang dialokasikan untuk mengkonsumsi kacang- kacangan akan lebih besar. Namun menurut Meiler dan Meineres (1997) penelitian Engel melahirkan empat butir kesimpulan yang kemudian dikenal dengan hukum Engle. Keempat butir kesimpulan yang dirumuskan adalah : (1) jika pendapatan meningkat, maka persetasi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil; (2) persentasi untuk konsumsi pangan relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan; (3) pengeluaran untuk konsumsi rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan dan (4) jika pendapatan meningkat maka persentase pengeluaran untuk pendidikan, kesehatan, rekreasi dan tabungan semakin meningkat. Berdasarkan penjelasan di atas terdapat perbedaan antara teori dengan kenyataan di lapangan dimana semakin tinggi tingkat pendapatan maka konsumsi untuk sektor pangan khususnya tempe akan semakin meningkat. Hal ini lah yang membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi tempe rumah tangga di Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

(19)

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat di rumuskan berdasarkan latar belakang : 1. Bagaimana jumlah pendapatan keluarga di daerah penelitian.

2. Bagaimana jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian.

3. Bagaimana biaya konsumsi tempe rumah tangga di daerah penelitian.

4. Jenis tempe manakah yang paling diminati oleh masyarakat di daerah penelitian.

5. Bagaimana pengaruh jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan biaya konsumsi tempe rumah tangga terhadap jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui jumlah pendapatan keluarga di daerah penelitian.

2. Untuk mengetahui jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian.

3. Untuk mengetahui biaya konsumsi tempe rumah tangga di daerah penelitian.

4. Untuk mengetahui jenis tempe manakah yang paling diminati oleh masyarakat di daerah penelitian.

5. Untuk menganalisis pengaruh jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluuarga dan biaya konsumsi tempe rumah tangga terhadap jumlah konsumsi tempe di daerah penelitian

(20)

1.4 Kegunaan Penelitian

1. Untuk menentukan program yang tepat dalam upaya meningkatkan ketahanan pangan.

2. Untuk membantu pelaku usaha tempe dalam meningatkan kualitas produknya.

3. Sebagai bahan referensi dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan tempe

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tempe adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus, seperti Rhizopus oligosporus, Rh. oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. arrhizus.

Fermentasi ini secara umum dikenal sebagai ”ragi tempe”. Kapang yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia. Tempe kaya akan serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbagai macam kandungan dalam tempe mempunyai nilai obat, seperti antibiotika dan antioksidan. Secara umum, tempeberwarna putih karena pertumbuhan miselia kapang yang merekatkan biji- biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang memadat (Hanafie, 2018).

Menurut Hariyoko (2009) dalam Dewi dan Azis (2011) secara umum, tempe berwarna putih, dikarenakan pertumbuhan misilia kapang yang merekatkan biji- biji kedelai sehingga terbentuk tekstrur yang memadat. Tempe memiliki aroma yang khas karena adanya degradasi dari komponen-komponen dari kedelai itu sendiri.

Tempe adalah makanan yang terbuat dari biji kedelai atau beberapa bahan lain yang diproses melalui fermentasi atau dikenal secara umum sebagai ragi tempe lewat proses fermentasi, biji kedelai menjadi senyawa sederhana sehingga mudah dicerna (BSN, 2012).

(22)

Menurut Astawan (2008) dalam Azhar (2018) di dalam tempe kandungan nilai gizinya lebih baik dibandingkandengan kedelai dan produk turunan lainnya.

Kandungan tersebut diantaranyaialah Vitamin B2, Vitamin B12, Niasin, dan juga asam pantorenat. Bahkanhasil analisis, gizi tempe menunjukan kandungan niasin sebesar 1.13 mg/100gram berat tempe yang dimakan. Kandungan ini meningkat 2 kali lipat setelahkedelai difermentasikan menjadi tempe. Karena kadar niasin pada kedelaihanya berkisar 0,58 mg/100 gram. Menurut LIPI kandungan gizi tempe sepertiprotein, karbohidrat, dan lemak tidak banyak berubah. Akan tetapidikarenakan adanya kapang tempe, maka kandungan protein, karbohidrat, danlemak menjadi lebih mudah untuk dicerna oleh tubuh.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pendapatan

Pendapatan adalah suatu hasil yang diterima oleh seseorang atau rumah tangga dari berusaha atau bekerja. Jenis pekerjaan masyarakat bermacam – macam seperti bertani, nelayan, beternak, buruh, serta berdagang dan bekerja pada sektor pemerintahan ataupun swasta (Prima, 2015).

Pada hakikatnya pendapatan yang diterima tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti tingkat pendidikan, dan pengalaman seseorang, semakin tinggi tingkat pendidikannya dan pengalamnya maka makin tinggi pula tingkat pendapatannya, kemudian juga tingkst pendapatan sangat dipengaruhi oleh modal kerja, jam kerja, akses kredit, jumlah tenaga kerja, tanggungan keluarga, jenis barang dagangan dan produk lainnya. Pada umumnya masyarakat selalu mencari tingkat pendapatan tinggi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya, akan

(23)

2.2.2 Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga sangat menentukan jumlah kebutuhan keluarga.

Semakin banyak anggota keluarga berarti semakin banyak pula jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Begitu pula sebaliknya. Semakin sedikit anggota keluarga berarti semakin sedikit pula jumlah kebutuhan yang harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga adalah jumlah anggota keluarga rumah tangga yang tinggal dan makan dari satu dapur dengankelompok penduduk yang sudah termasuk dalam kelompok tenaga kerja. Kelompok yang dimaksud makan dari satu dapur yaitu bila pengurus kebutuhan sehari –hari dikelola bersama sama menjadi satu. Jadi disimpulkan dalam hal ini jumlah anggota keluarga merupakan yang belum bisa memenuhi kebutuhan sehari – hari karena belum bekerja (umur dalam non produktif) sehingga membutuhkan bantuan orang lain (dalam hal ini orang tua). Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga. Banyaknya anggota keluarga, maka pola konsumsi semakin bervariasi karena setiap anggota rumah tangga belum tentu mempunyai selera yang sama. Jumlah anggota keluarga keluarga berkaitan dengan pendapatan rumah tangga yang akhirnya akan mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga tersebut.

Menurut Soeditama (1985) dalam Ananda (2015), kebutuhan sehari-hari dalam suatu rumah tangga tidak merata atara anggota rumah tangga, karena kebutuhan rumah tangga bergantung pada struktur umur mereka. Artinya, setiap anggota rumah tangga memerlukan porsi makan yang berbeda antara yang satu dengan lainya.

(24)

2.2.3 Konsumsi

Konsumsi secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Konsumsi sebagai pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang dan jasa-jasa akhir dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani. Dengan demikian, pola konsumsi dapat diartikan sebagai suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan konsumsi.

Konsumsi mempunyai arti sebagai pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga. Arti dari barang disini mencakup perbelanjaan rumah tangga untuk barang yang bertahan lama, seperti kenderaan dan perlengkapan rumah tangga dan barang yang tidak tahan lama contohnya seperti makanan dan pakaian. Sedangkan untuk arti dari jasa disini mencakup barang yang tidak berwujud konkert, misalnya seperti potong rambut dan perawatan kesehatan. Selain itu pembelanjaan rumah tangga untuk pendidikan juga termasuk ke dalam konsumsi jasa (Mankiw, 2013).

2.2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Tingkat konsumsi seseorang individu dipengaruhi oleh berbagai hal. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi seseorangindividu untuk melakukan tindakan konsumsi.

a. Faktor Ekonomi 1. Pendapatan

Untuk membeli barang konsumsi individu menggunakan uang dari penghasilan atau pendapatan. Tingkat pendapatan berpengaruh terhadap besarnya pengeluaran konsumsi yang dilakukan. Pada umumnya semakin tinggi pendapatan

(25)

individu/rumah tangga maka pengeluaran konsumsinya juga akan mengalami kenaikan.

2. Tingkat Harga

Apabila harga barang/jasa kebutuhan hidup meningkat maka konsumen harus mengeluarkan tambahan uang untuk bisa mendapatkan barang/jasa tersebut. Atau, konsumen dapat mengatasi dengan mengurangi jumlah barang/jasa yang dikonsumsi, karena kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil masyarakat berkurang.

3. Ketersediaan Barang dan Jasa

Meskipun konsumen memiliki uang untuk membeli barang konsumsi, ia tidak dapat mengkonsumsi barang/jasa yang dibutuhkan apabila barang/jasa tersebut tidak tersedia. Semakin banyak barang/jasa tersedia, maka pengeluaran konsumsi masyarakat/individu akancenderung semakin besar.

4. Tingkat Bunga

Bunga bank yang tinggi akan mengurangi tingkat konsumsi karena orang lebih tertarik menabung di bank dengan bunga tetap tabungan atau deposito yang tinggi dibanding dengan membelanjakan banyak uang.

5. Perkiraan Masa Depan

Orang yang was-was tentang nasibnya di masa yang akan datang akan menekan konsumsi. Biasanya seperti orang yang mau pensiun, punya anak yang butuh biaya sekolah, ada yang sakit butuh banyak biaya perobatan, dan lain sebagainya.

(26)

b. Faktor Demografi

1. Komposisi Penduduk

Suatu wilayah jika jumlah orang yang usia kerja produktif banyak maka konsumsinya akan tinggi. Bila yang tinggal di kota ada banyak maka konsumsi suatu daerah akan tinggi juga. Bila tingkat pendidikan sumber daya manusia di wilayah itu tinggi maka biasanya pengeluaran wilayah tersebut menjadi tinggi.

2. Jumlah Penduduk

Daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak maka tingkat konsumsi masyarakatnya juga tinggi. Begitu pula sebaliknya, suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk sedikit tingkat konsumsinya tergolong rendah.

3. Letak Demografi

Masyarakat di pedesaan dalam hal konsumsi akan lebih rendah dibandingkan dengan masyarakat di perkotaan. Masyarakat di pedesaan hanya mengeluarkan sebagian pendapatan untuk mengkonsumsi makanan saja, untuk nonmakanan masih rendah. Sedangkan masyarakat di perkotaan antara konsumsi makanan dan nonmakanan bisa dikatakan hampir sama.

c. Penyebab Lain

1. Kebiasaan Adat Sosial Budaya

Kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Di daerah yang memegang teguh adat istiadat untuk hidup sederhana biasanya masyarakatnya akan memiliki tingkat konsumsi yang kecil. Sedangkan daerah yang memiliki kebiasaan gemar pesta adat biasanya masyarakatnya memiliki pengeluaran konsumsi yang besar.

(27)

2. Gaya Hidup

Seseorang yang memiliki memiliki gaya hidup tinggi maka akan memiliki pengeluran konsumsi yang tinggi pula. Gaya hidup antara mahasiswa perempuan dengan mahasiswa laki-laki berbeda, hal ini yang menjadi sebab kenapa pengeluaran konsumsi mereka berbeda. Latar belakang keluarga dan adat istiadat yang berbeda membuat pengeluaran konsumsi mahasiswa yang tinggal di kos dengan mahasiswa yang tinggal di rumah bersama orang tua berbeda. Kebiasaan di rumah biasanya akan diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari mahasiswa.

Mahasiswa yang menerima beasiswa memiliki pendapatan (uang saku) yang lebih banyak atau mengalami peningkatan daripada mahasiswa yang tidak menerima beasiswa. Ketika pendapatan meningkat, secara langsung tingkat konsumsi juga mengalani peningkatan yang biasanya digunakan untuk konsumsi bukan makanan. Mahasiswa yang berada di kelas swadana lebih banyak berasal dari keluarga yang lebih kaya dibandingkan dengan mahasiswa yang berada dikelas subsidi

Konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang digunakan untuk membeli barang- barang konsumsi, dengan demikian semakin besar pendapatan maka relatif jumlah konsumsi cenderung semakin besar, atau dapat dinyatakan dengan :

Dimana : C = Nilai konsumsi agregatif

Y = Pendapatan Disposable

Berdasarkan fungsi konsumsi tersebut dapat dibuat beberapa kemungkinan hubungan antara besarnya konsumsi dengan besarnya pendapatan. Demikian pula

(28)

beberapa bagian dari pendapatan tertentu yang dapat digunakan untuk konsumsi, hal ini disebut dengan hasrat untuk berkonsumsi (propensity to consume).

Teori konsumsi ini mula-mula dikembangkan oleh John Maynard Keynes dalam bukunya the general theory of employment, interest and Money pada tahun 1936.

Teori konsumsi Keynes ini dikenal dengan Absolut Income Hypothesis yang berarti bahwa besar kecilnya konsumsi pada suatu waktu ditentukan oleh nilai absolut dari pendapatan masyarakat yang siap untuk dibelanjakan pada waktu yang bersangkutan. Dalam hal ini, pola tingkah lakunya adalah nilai konsumsi meningkat sejalan dengan pendapatan dan sebaliknya (Mankiw, 2013).

Menurut Friedman (2007), mengembangkan teori konsumsi yang disebut.

Permanent Income Hyphotesis yang membedakan pembahasan konsusmsi antara Measured Income dengan Permanent Income. Measured Income adalah pendapatan yang diterima pada suatu waktu tertentu, sedangkan Permanent Income adalah suatu pendapatan yang diramalkan oleh konsumen akan dapat diterima di masa mendatang. Friedman mengatakan bahwa Permanent Income lebih besar pengaruhnya kepada tingkat konsumsi dibandingkan dengan Measured Income.

Menurut A. Anda dan Franco Modigilani dalam Life Cycle Hypothesis. Dalam teori ini sumber daya yang dimiliki oleh konsumen dalam hidupnya dipandang sebagai faktor yang sangat penting. Oleh karena itu, faktor penentu tingkat konsumsi agregarif adalah :

1. Sumberdaya yang dimiliki oleh konsumen

(29)

2. Tingkat pengembalian modal dan umur si konsumen. Apapun sumber daya yang dimiliki oleh konsumen diwakili oleh jumlah kekayaan ditambah dengan nilai sekarang dari seluruhpenerimaan upah yang akan diterima selama hidupnya. Dalam teori ini dianggap bahwa konsumen dalam menentukan konsumsinya memperhitungkan seluruh sumber daya yang dimilikinya sehingga tingkat kepuasan maksimum dapat diperolehnya. Dengan demikian tingkat konsumsi agregatif bukan hanya ditentukan oleh jumlah pendapatan yang diterima pada suatu waktu, tetapi oleh nilai kekayaan yang dimilikinya juga

Definisi konsumsi juga dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu : a. Definisi konsumsi berdasarkan pengurangan nilai guna dan b. Definisi konsumsi untuk mencapai tingkat kepuasan.

Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Definisi konsumsi berdasarkan nilai guna, yaitu:

1. Konsumsi adalah suatu aktifitas memakai atau menggunakan suatu produk barang atau jasa yang dihasilkan oleh para produsen atau konsumsi juga berarti segala tindakan menghabiskan atau mengurangi nilai guna suatu barang dan jasa. Perusahaan atau perseorangan yang melakukan kegiatan konsumsi disebut konsumen.

2. Konsumsi juga berarti setiap kegiatan memanfaatkan, menghabiskan kegunaan barang maupun jasa untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup (Arif, 2010).

b. Definisi konsumsi berdasarkan pencapaian tingkat kepuasan, yaitu:

(30)

1. Konsumsi juga diartikan setiap penggunaan atau pemakaian barang-barang danjasa-jasayangsecaralangsungdapat memuaskan kebutuhan seseorang.

2. Konsumsi menurut IDKF Bogor, adalah suatu kegiatan manusia yang secara langsung menggunakan barang danjasa untuk memenuhi kebutuhannya dengan tujuanuntukmemperolehkepuasanyangberakibatmengurangataupun menghabiskan nilai guna suatu barang/jasa.

3. Adapun menurut Oxlay (2014), “Konsumen dan Pengertian Konsumsi”, konsumsi merupakan kegiatan seseorang atau kelompok dalam menggunakan, memakai, atau menghabiskan barang dan jasa dengan maksud memenuhi kebutuhan hidupnya.

4. Pengertian konsumsi menurut Rosyidi adalah penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the satisfaction of human want). Konsumsi haruslah dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial dari produksi (Rosyidi, 2013).

Dilihat dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi konsumsi secara umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok dalam memanfaatkan, menggunakan dan menghabiskan nilai guna suatu barang atau jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan demi menjaga kelangsungan hidup.

Pada umumnya dengan kenaikan pendapatan (yang didekati dengan pengeluaran pendapatan), konsumsi pangan sumber karbohidrat akan menurun. Sebaliknya kenaikan pendapata rumah tangga akan meningkatkan konsumsi pangan sumber protein dan vitamin. Perubahan dalam jumlah besar dan konsisten pada makanan atau minuman jadi, sementara untuk jenis pangan lain tidak demikian.

(31)

Terbuktisesuai hukum Beneth yang mengatakan bahwa dengan perubahan pendapatan akan merubah gaya hidup dan gaya makan. Dengan pendapatan yang cukup, keluarga akan sering makan di luar rumah atau membeli makanan atrau minuman jadi untuk dimakan di rumah. Makanan siap dimasak dirumah (home made) lama-kelamaan akan berkurang dan ditinggalkan oleh anggota rumah tangga terutama yang bekerja di rumah (Kementrian Dalam Negeri,2013).

2.2.5 Perilaku Konsumen

Perilaku konsumen menggambarkan bagaimana seorang konsumenmemutuskan berapa jumlah kombinasi barang atau jasa yang akan dibeli dalam berbagai kondisi yang dihadapi. Bersama-sama konsumen individu akan membentuk permintaan di pasar. Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan tersebut. Perilaku konsumen merupakan perilaku yang ditunjukkan dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai dan memutuskan produk, jasa, dan gagasan.

(Schiffman dkk, 2012).

Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana didapati dalam hukum permintaan, yang menyatakan bahwa “bila harga sesuatu barang naik maka ceteris paribus jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun”. Ceteris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah yang diminta dianggap tidak berubah.

(Boediono, 2014).

(32)

Berdasarkan teori ekonomi, permintaan timbul karena konsumen memerlukan manfaat dari komoditas yang dibeli. Manfaat tersebut dikenal dengan istilah utilitas (utility). Permintaan suatu komoditas menggambarkan permintaan akan utilitas dari komoditas tersebut. Dengan kata lain, permintaan suatu komoditas merupakan derivasi (penurunan) dari utilitas yang diberikan oleh komoditas tersebut. Dalam teori tingkah laku konsumen diterangkan dua hal berikut:

a. Alasan para konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembelian pada harga yang tinggi.

b. .Bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.

Ada beberapa pendekatan yang sering digunakan untuk menjelaskan tingkah laku konsumen, yaitu:

a. Pendekatan Kardinal (Cardinal Approach).

Menurut pendekatan ini, utilitas dapat diukur dengan satuan uang, dan tinggi rendahnya nilai utilitas tergantung pada subjek yang menilai.

Pendekatan ini juga mengandung anggapan bahwa semakin berguna suatu barang bagi seseorang, maka akan semakin diminati. Asumsi dari pendekatan ini adalah:

1. Konsumen rasional, artinya konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan batasan pendapatannya.

2. Diminishing marginal utility, artinya tambahan utilitas yang diperoleh konsumen makin menurun dengan bertambahnya konsumsi dari komoditas tersebut.

(33)

3. Pendapatan konsumen tetap

4. Uang memiliki nilai subjektif yang tetap.

5. Total utilitas adalah additivedan independent. Additiveartinya utilitas dari sekumpulan barang adalah fungsi dari kuantitas masing-masing barang yang dikonsumsi. Sedangkan independent berarti bahwa utilitas X1 tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsumsi barang X2, X3, ....Xn.

dan sebaliknya, dalam artian manfaat dari sekumpulan barang yang dikonsumsi adalah fungsi dari kuantitas masing-masing barang tersebut dan manfaat dari satu barang tertentu tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsusmsi barang yang lain.

b. Pendekatan Ordinal (Ordinal Approach).

Pendekatan ini utilitas suatu barang tidak perlu diukur, cukup untuk diketahui dan konsumen mampu membuat urutan tinggi rendahnya utilitas yang diperoleh dari mengkonsumsi sekelompok barang. Pendekatan yang dipakai dalam teori ordinal adalah inddiference curve, yaitu kurva yang menunjukkan kombinasi 2 (dua) macam barang konsumsi yang memberikan tingkat kepuasan sama. Asumsi dari pendekatan ini adalah:

1. Konsumen rasional.

2. Konsumen mempunyai pola preferensi terhadap barang yang disusun berdasarkan urutan besar kecilnya daya guna.

3. Konsumen mempunyai sejumlah uang tertentu.

4. Konsumen selalu berusaha mencapai kepuasan maksimum.

5. Konsumen konsisten, artinya bila barang A lebih dipilih daripada barang B karena A lebih disukai daripada B, tidak berlaku sebaliknya.

(34)

6. Berlaku hukum transitif, artinya bila A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai daripada C, maka A lebih disukai daripada C. Artinya barang yang paling disukai oleh konsumen adalah barang yang paling banyak memberikan manfaat.

c. Preferensi Nyata (Revealed Preference).

Kurva permintaan dapat disusun secara langsung berdasarkan perilaku konsumen di pasar. Asumsi yang menjadi dasar berlakunya teori ini antara lain adalah:

1. Rasionalisasi, yaitu konsumen adalah rasional, juga mengandung pengertian bahwa jumlah barang banyak lebih disukai daripada barang sedikit.

2. Konsisten artinya seperti biasanya apabila konsumen telah menetukan A lebih disukai daripada B maka dia tidak sekalikali mengatakan B lebih disukai daripada A.

3. Asas transitif, artinya bila konsumen menyatakan A lebih disukai daripada B dan B lebih disukai daripada C, maka ia akan menyatakan juga bahwa A lebih disukai daripada C.

4. Konsumen akan menyisihkan sejumlah uang untuk pengeluarannya.

Jumlah ini merupakan anggaran yang dapat dipergunakannya.

Kombinasi barang X dan Y yang sesungguhnya dibeli di pasar merupakan preferensi atas kombinasi barang tersebut. Kombinasi yang dibeli ini akan memberikan daya guna yang tinggi. Anggaran yang digunakan untuk konsumsi akan memberikan daya guna tertinggi apabila konsumen dapat mengkobinasikan barang yang akan dikonsumsi dengan benar.

(35)

d. PendekatanAtribut.

Pendekatan ini mempunyai pandangan bahwa konsumen dalam membeli produk tidak hanya karena utilitas dari produk tersebut, tetapi karena karakteristik atau atribut-atribut yang disediakan oleh produk tersebut.

Ada beberapa keunggulan pendekatan atribut antara lain:

1. Terlepas dari diskusi mengenai bagaimana mengukur daya guna suatu barang, yang merupakan asumsi dari pendekatan sebelumnya.

2. Pendekatan ini memandang suatu barang diminta konsumen bukan karena jumlahnya, melainkan atribut yang melekat pada barang tersebut, sehingga lebih dapat dijelaskan tentang pilihan konsumen terhadap produk.

3. Dapat digunakan untuk banyak barang, sehingga bersifat praktis dan lebih mendekati kenyataan, serta operasionalnya lebih mudah. Keluarga mempunyai pengaruh penting dalam keputusan pembelian untuk konsumsi, dalam hal ini sikap orang tua memiliki hubungan kuat dengan sikap anak dalam pengambilan keputusan konsumsi.

Seperti yang dikatakan Bennett dan Kassarjian yang dikutip oleh Assael (2001) bahwa sikap terhadap kesehatan pribadi, pilihan item-item produk, sikap terhadap sayuran yang direbus atau makanan kering, dan kepercayaan mengenai nilai medis dari sop ayam semuanya diperoleh dari orang tua.

Gaya hidup secara luas didefinisikan sebagai cara hidupyang didefinisikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapatan) (Henry, 2010).

(36)

2.2.6 Biaya Konsumsi

Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyadi, 2016).

Jadi dapat disimpulkan bahwa biaya konsumsi adalah pengorbanan yang diukur dalam satuan uang untuk mencapai tujuan konsumsi suatu individu atau kelompok. Dalam teori Engel menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan maka persentase pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi pangan akan mengalami penurunan, artinya keluarga dapat dikatakan sejahtera apabila persentase pengeluaran untuk konsumsi non pangan jauh lebih tinggi daripada pengeluaran pangan (Salvatore, 2014).

2.3 Penelitian Terdahulu

Menurut Azhar (2018) dengan judul penelitian “Pola Konsumsi Tahu dan Tempe Pada Keluarga Prasejahtera (Studi Kasus : Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Sampel penelitian berjumlah 60 keluarga di mana yang menjadi respondenadalah ibu rumah tangga. Pengambilandata dilakukan pada bulan Agustus -September tahun 2017. Data dianalisis menggunakan metode kuantitatif (regresi linier berganda) dan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata jumlah konsumsi tahu keluarga prasejahtera adalah sebesar 2.017,50 gram/minggu atau 288,21 gram/hari, sedangkan tempe sebesar 1.296,50 gram/minggu atau 185,21 gram/hari dengan frekuensi konsumsi sangat sering.

Tujuan konsumsi tahu dan tempe adalah kesukaan dan kebiasaan dengan jenis

(37)

tempe dengan cara membeli sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi tahu adalah harga tahu, harga telur ayam dan jumlah anggota keluarga, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi tempe adalah harga ikan asin, harga telur ayam, pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga.

Menurut Apridar (2008) dengan judul penelitian “Analisis Tentang Permintaan Tempe di Kota Lhokseumawe” . penelitian dengan menggunakan survei. Sampel penelitian berjumlah 40 sampel. Hasil penelitian menunjukkan dari aspek kuantitas, selama ini tidak terjadi penolakan tempe oleh konsumen atau tempe tidak terjual. Hal ini merupakan indikator bahwa tempe yang dihasilkan masih dibawah daya serap pasar. Daya beli pasar akan meningkat lagi jika memperhitungkan penggunaan untuk kebutuhan pengolahan produk lanjutan seperti keripik tempe dan bantuk camilan lainnya. Variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan tempe adalah pendidikan ibu rumah tangga, sedangkan variabel-variabel yang berpengaruh sangat nyata terhadap permintaan tempe ada- lah harga tempe dan harga ikan. Keterkaitan permintaan tempe dengan pendi- dikan ibu rumah tangga menunjukkan tingginya kesadaran ibu rumah tangga akan nilai gizi yang terkandung dalam tempe, sehingga tempe tetap dikonsumsi baik sebagai pengganti lauk maupun makanan camilan.

Menurut Hanafi (2014) dalam penelitian berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Tempe di Keluraha Jurangmangu Timur, Pondok Aren, Tanggerang Selatan”. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik masyarakat yang mengkonsumsi tempe di Kelurahan Jurangmangu Timur,

(38)

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tempe di Kelurahan Jurangmangu Timur, mengukur besarnya respon masyarakat terhadap perubahan harga tempe di Kelurahan Jurangmangu Timur. Jenis dan sumber data yang digunakan peneliti adalah data primer yang diperoleh dari penyebaran kuisioner kepada masyarakat setempat, dan data sekunder diperoleh dari pemerintah daerah setempat dan literatur-literatur seperti; jurnal, buku-buku yang relevan dan artikel yang berhubungan dengan penelitian. Dalam pengambilan sampel peneliti menggunakan metode purposive random. Metode analisis yang digunakan peneliti adalah analisis regresi linier berganda dengan bantuan SPSS. Kesimpulan dari faktor-faktor tersebut secara bersama-sama dapat dikatakan berpengaruh terhadap permintaan tempe di kelurahan Jurangmangu Timur. Hasil perhitungan elastisitas harga tempe di dapat sebesar 0.970, artinya tempe bersifat inelastis. Dalam jangka pendek Permintaan tempe bersifat inelastis terhadap semua faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan tempe dan pendapatan keluarga tidak berpengaruh besar terhadap perubahan permintaan. Saran yang dapat di tarik dari hasil perhitungan regresi yang menyatakan bahwa harga tempe sangatberpengaruh nyata terhadap permintaan tempe di kelurahan Jurangmangu Timur, sehinggaprodusen tempe yang ada dapat meningkatkan kapasitas produksi tempe untuk memenuhi kebutuhan tempa masyarakat di kelurahan Jurangmangu Timur.

Penelitian ini membahas mengenai elastisitas permintaan jangka pendek, diharapkan ada penelitian lanjutan mengenai elastisitas permintaan jangka panjang terhadap faktor-faktor harga tempe, tahu, telur, dan jumlah anggota keluarga, serta pendapatan keluarga.

(39)

2.4 Kerangka Pemikiran

Rumah tangga merupakan salah satu bentuk organisasi terkecil di dalam masyarakat. Setiap rumah tangga umunya memiliki kebutuhan yang berbeda beda baik itu kebutuhan sandang, pangan, maupun papan. Untuk memenuhi kebutuhannya suatu rumah tangga bergantung terhadap jumlah pendapatan yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut.

Setiap rumah tangga memiliki pendapatan yang berbeda-beda. Pendapatan tersebut dipengaruhi oleh proporsi anggota keluarga di dalam rumah tangga tersebut. Jika semakin banyak anggota kelurga yang memiliki pendapatan maka pendapatan rumah tangga tersebut secara kumulatif akan semakin besar, dan sebaliknya semakin sedikit anggota keluarganya yang memiliki pendapatan maka semakin sedikit pula pendapatan rumah tangga tersebut.

Pendapatan keseluruhan tersebut kemudian akan mempengaruhi bagaimana suatu rumah tangga akan melakukan konsumsinya. Konsumsi yang dilakukan akan didasari dari jumlah pendapatan yang dimiliki dan jumlah anggota kelurga yang ada di dalam rumah tangga tersebut. Kemudian biaya yang dialokasikan pun beragam sesuai keinginan masing-masing rumah tangga.

Kebutuhan pangan merupakan salah satu kebutuhan yang paling esensial bagi masyarakat. Salah satu komoditi pangan yang dikonsumsi seluruh lapisan masyarakat adalah tempe. Tempe menjadi salah satu makanan yang dapat dijangkau seluruh lapisan masyarakat. Walaupun begitu harga atau biaya yang dikeluarkan setiap rumah tangga untuk mengkonsumsi tempe berbeda antara yang satu dan lainnya, tergantung dari jenis tempe, pembungkus tempe dan tempat

(40)

penjualan tempenya, walaupun dengan berat yang sama. Jumlah konsumsi tempe setiap rumah tangga tentunya akan berbeda-beda tergantung bagaimana pendapatan yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut. Umumnya jika pendapatan suatu rumah tangga tinggi maka tingkat konsumsinya akan tinggi, dan sebaliknya jika pendapatannya rendah makan konsumsinya juga rendah. Namun hal ini tidak sepenuhnya berlaku pada komoditi pangan khususnya tempe karena, meskipun harganya murah tempe memiliki sumber gizi dan protein yang cukup tinggi.

Untuk itulah diperlukan penelusuran untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan biaya konsumsi tempe terhadap konsumsi tempe.

(41)

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan maka akan dipaparkan di dalam kerangka pemikiran mengenai penelitian ini diperlihatkan pada gambar :

=

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir dan teori yang telah diuraikan sebelumnya, sebagai jawaban sementara dirumuskan hipotesis bahwa terdapat pengaruh yang nyata secara serempak maupun parsial antara jumlah pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga dan biaya konsumsi tempe terhadap konsumsi tempe rumah

: Menyatakan Pengaruh : Menyatakan Alur

Rumah Tangga

Tingkat Pendapatan

Biaya Konsumsi Tempe Keluarga Jumlah Anggota

Keluarga

Jumlah Konsumsi Tempe

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive). Pemilihan Kecamatan Medan Kota sebagai daerah penelitian disebabkan Kecamatan Medan Kota merupakan salah satu kecamatan yang memiliki jumlah pasar paling banyak jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kota Medan.

Berdasarkan hal tersebut dapat kita asumsikan bahwa di Kecamatan Medan Kota banyak terjadi kegiatan jual beli bahan pangan. Dengan banyaknya jumlah pasar yang tersedia di Kecamatan Medan Kota kemungkinan untuk menemukan konsumen tempe di wilayah tersebut pun cukup besar. Kemudian pasar-pasar di Kecamatan Medan Kota juga diklasifikasikan berdasarkan tingkatan-tingkatan yang terdiri dari tingkatan IA, I, II, III dan IV. Semakin banyak tingkatan pasarnya maka semakin beragam pula jenis bahan pangan yang diperjual belikan di pasar tersebut dan harga yang diperjual belikan juga akan berbeda pula, hal ini membuat variasi konsumsi tempe di daerah tersebut juga akan sangat beragam karena pada umumnya tingkat ekonomi keluarga akan mempengaruh dimana ia akan membeli kebutuhan pangannya.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan unsur-unsur yang dimiliki satu atau beberapa ciri atau karakteristik yang sama. Dalam penelitian ini populasi terdiri dari seluruh keluarga yang bertempat tinggal di Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

Berdasarkan BPS Kota Medan, Kecamatan Medan Kota memliki jumlah

(43)

penduduk sebesar 74.461 jiwa dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 17.827 rumah tangga.

Jumlah sampel ditetapkan dengan menggunakan metode Slovin, metode ini mengasumsikan populasi besar, dan sampel berasal dari populasi yang heterogen, maka dilakukan pengelompokan atau statifikasi terlebih dahulu dengan rumus :

Dimana : n : besarnya sampel N : jumlah populasi

D : tingkat ketetapan yang diinginkan 0,05 (5%) (Supriana,2016).

Objek yang akan diteliti adalah tingkat konsumsinya, maka peneliti menentukan sampel dari jumlah rumah tangga yang ada di Kecamatan Medan Kota, Kota Medan yaitu sebesar 17.827 rumah tangga yang tersebar di 12 kelurahan. Maka dapat diperoleh sampel dengan cara :

sampel

Jumlah sampel yang telah diperoleh dari rumus slovin tersebut kemudian dikelompokkan berdasarkan pendapatan. Maka penentuan sampel akan seperti berikut :

(44)

Tabel 4. Kategori Pendapatan Sampel Penelitian

No Pendapatan Parameter Jumlah

(Rumah Tangga)

1 Sangat Tinggi 10.000.000 78

2 Tinggi Rp7.500.000 - < Rp. 10.000.000 78

3 Sedang Rp. 5.000.000 - < Rp. 7.500.000 79 4 Rendah Rp. 2.500.000 - < Rp. 5.000.000 78

5 Sangat Rendah < Rp. 2.500.000 78

Jumlah 391

Kemudian untuk menentukan sampel yang akan diteliti digunakan metode Accidental Sampling. Metode Accidental Sampling yaitu menentukan sampel berdasarkan orang yang ditemui secara kebetulan atau siapapun yang dipandang oleh peneliti cocok sebagai sumber data (Supriana, 2016).

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer.

Data sekunder diperoleh melalui Instansi dan Dinas terkait seperti Badan Pusat Statistika (BPS), dan Kantor Camat. Adapun data sekunder yang diperlukan yaitu tingkat pendapatan di daerah penelitian. Sedangkan data primer diperoleh melalui hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian melalui daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu.

3.4 Metode Analisis Data

Program yang digunakan oleh penulis untuk mengolah data adalah program komputer spss. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif disajikan dengan mengintrepetasikan dan mendeskripsikan data yang diperoleh. Sedangkan data kuantitatif yang diperoleh akan ditabulasikan berdasarkan aktivitas-aktivitas. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis deskriptif, dan analisis linear regresi berganda.

(45)

Regresi linier berganda adalah model regresi yang digunakan untuk menganalisis pengaruh antara beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat. Untuk menganalisis pengaruh tingkat pendapatan, biaya konsumsi yang dikeluarkan dan jumlah anggota keluarga terhadap Jumlah konsumsi tempe dianalisis menggunakan metode analisis regresi linier berganda. Secara sistematis dapat ditulis sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e Dimana:

Y = Jumlah konsumsi tempe keluarga a = Nilai konstanta

b1-b4 = Koefisien regresi e = Variabel kesalahan

X1 = Tingkat Pendapatan Keluarga (Rp/bulan) X2 = Jumlah Anggota Keluarga (jiwa)

X3 = Biaya Konsumsi Tempe (Rp/bulan)

Uji Kesesuaian Model (Test of Goodness of Fit)

1. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi R2 merupakan suatu nilai statistik yang dihitung dari data sampel. Koefisien ini menunjukkan persentase variasi seluruh variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh perubahan variabel bebas (explanatory variables).

Koefisien ini merupakan suatu ukuran sejauh mana variabel bebas dapat merubah variabel terikat dalam suatu hubungan (Supriana, 2013).

(46)

Nilai koefisien determinasi (R2) berkisar antara 0 < R2 < 1, dengan kriteria pengujiannya adalah R2 yang semakin tinggi (mendekati 1) menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel terikat, demikian pula sebaliknya.

2. Uji Serempak (Uji F - Statistik)

Uji F adalah uji secara serempak (simultan) signifikansi pengaruh perubahan variabel independen terhadap variabel dependen. Artinya parameter X1, X2 dan X3 secara bersamaan diuji apakah memiliki signifikansi atau tidak.

Kriteria pengujian:

Jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak H1 diterima Jika F hitung < F tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Kriteria pengujian lainnya yaitu dengan :

Jika sig. F ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Jika sig. F > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika H0 diterima artinya X1, X2 dan X3 secara serempak tidak berpengaruh nyata terhadap Y (Jumlah konsumsi tempe keluarga).

Jika H1 diterima artinya X1, X2 dan X3 secara serempak berpengaruh nyata terhadap Y (Jumlah konsumsi tempe keluarga).

3. Uji Parsial (Uji t Statistik)

Uji t adalah uji secara parsial pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas secara parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel terikat. Taraf signifikansi (α) yang digunakan dalam ilmu sosial adalah 5% (Supriana, 2013).

(47)

Kriteria Pengujian:

Jika sig. t ≤ 0,05 maka H0 ditolak dan H1 diterima.

Jika sig. t > 0,05 maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Jika H0 diterima artinya X1, X2 dan X3 secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap Y (Jumlah konsumsi tempe keluarga).

Jika H1 diterima artinya X1, X2 dan X3 secara parsial berpengaruh nyata terhadap Y (Jumlah konsumsi tempe keluarga).

4. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis Ordinary Least Square (OLS). Pada prinsipnya model regresi linier yang dibangun sebaiknya tidak boleh menyimpang dari asumsi BLUE (Best, Linier, Unbiased, dan Estimator). Ada tiga uji asumsi klasik yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain uji normalitas, heterokedastisitas, dan multikolinieritas.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah distribusi data mendekati distribusi normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov, dengan melihat nilai signifikansi.

Sig.KS > 0,05 = Data berdistribusi normal Sig.KS ≤ 0,05 = Data tidak berdistribusi normal

Uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk menguji null hipotesis suatu sampel atas suatu distribusi tertentu.

(48)

2. Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah di dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain dalam model regresi. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas.

Penelitian ini menggunakan uji Park sebagai penguji heterokedastisitas, dengan melihat nilai signifikansi.

Sig > 0,05 = Homokedastisitas (tidak terjadi masalah heterokedastisitas) Sig. < 0,05 = Heterokedastisitas

3. Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah adanya hubungan linier (korelasi) yang sempurna atau pasti diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan model regresi. Data yang digunakan adalah penggunaan faktor yang dilogaritmakan. Model regresi yang baik harusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independent.

Ada atau tidaknya multikolinieritas pada model regresi terlihat dari tolerance dan VIF (Variance Inlaction Factor).

Kriteria nilai uji yang digunakan yakni:

1. Jika nilai VIF < 10, maka model tidak mengalami multikolinieritas 2. Jika nilai VIF > 10, maka model mengalami multikolinieritas

(49)

3.5 Definisi

Untuk menyatukan persepsi tentang pengertian variabel-variabel yang diteliti dan analisis dalam penelitian ini, maka dikemukakan batasan-batasan defenisi pada setiap variabel tersebut. Penelitian ini menggunakan skala ordinal. Adapun definisi variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendapatan keluarga adalah jumlah penghasilan rill dari seluruh anggota rumah tangga yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga.

2. Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga sampel (jiwa).

3. Konsumsi tempe adalah banyaknya jumlah tempe yg dikonsumsi perbulan (gr/bulan)

4. Biaya Konsumsi Tempe adalah harga atau dana yang dikeluarkan untuk alokasi konsumsi tempe.

3.6 Batasan Oprasional

1. Daerah penelitian adalah Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

2. Sampel penelitian adalah rumah tangga di Kecamatan Medan Kota, Kota Medan.

3. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2019.

(50)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Luas dan Letak Geografis

Secara Geografis letak kecamatan Medan Kota berada pada - Lintang Utara dan 44o-98o Bujur Timur.

Kecamatan Medan Kota berbatasan dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Perjuangan

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Amplas

 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Maimun

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Area

Tabel 5. Luas Wilayah per Kelurahan di Kecamatan Medan Kota Tahun 2018

No Kelurahan Luas ( ) Persentase Terhadap Luas Kecamatan (%)

1 Siti Rejo I 0,45 7,53

2 Sudi Rejo II 0,72 12,04

3 Sudi Rejo I 0,90 15,05

4 Teladan Timur 0,70 11,71

5 Teladan Barat 0,98 16,39

6 Pasar Merah Barat 0,32 5,35

7 Mesjid 0,28 4,68

8 Kota Matsum III 0,31 5,18

9 Sei Renggas I 0,29 4,85

10 Pasar Baru 0,22 3,68

11 Pusat Pasar 0,46 7,69

12 Pandau Hulu 0,35 5,85

Jumlah 5,98 100,00

Sumber : Kecamatan Medan Kota Dalam Angka 2018

Kecamatan Medan Kota memiliki luas wilayah sekitar 5,98 yang terdiri dari 12 Kelurahan. Kelurahan Teladan Barat adalah kelurahan yang memiliki luas wilayah paling besar yaitu 0,98 dengan persentase terhadap luas kecamatan

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Tabel 11. Jenis Tempe Berdasarkan Berat, Harga dan Tempat Pembeliannya  No  Jenis Tempe  Berat/ Batang  Harga/ Batang  Tempat  pembelian   1

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian berjudul Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Di Desa Petung Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember ini bertujuan untuk

Hakim Muttaqim pada tahun 2014 melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Pendapatan Kepala Keluarga terhadap Konsumsi Rumah Tangga di Kecamatan Bandar Sakti Kota

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tingkat konsumsi beras rumah tangga Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan di Kota Medan dan

Secara serempak jumlah anggota keluarga, pendapatan, pendidikan, dan pengeluaran non-pangan berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat konsumsi beras rumah tangga..

Data Konsumsi Beras Rumah Tangga Kelurahan Namo Gajah Kecamatan Medan Tuntungan Di Kota Medan. Uruta Umur Jumlah Pendapata Pendidika Pengeluara Jenis

Rata-ratapengeluaran rumah tangga nelayan untuk memenuhi kebutuhan pangan per bulan berkisar antara Rp 1.214.500 sampai dengan Rp 6.815.000 per rumah tangga.Tingkat

Berapa besarnya konsumsi beras seluruh anggota rumah tangga selama satu

Konsumsi pangan pada konsumsi beras menurut karakteristik sosio- demograf meliputi rata-rata umur rumah tangga tani, jumlah anggota rumah tangga tani, dan pendidikan,