• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi bagi petani cabai merah dalam pengembangan usahataninya, umumnya petani cabai merah di Provinsi Sumatera Utara dan khususnya petani cabai merah di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Batu Bara.

2. Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah sebagai badan pengambil keputusan dan kebijakan, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan petani cabai merah.

3. Sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan informasi dalam penelitian lanjutan.

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Cabai Merah

Menurut Alif (2017), tanaman cabai termasuk dalam famili solanaceae, dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionita (tumbuhan berpembuluh) Super divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil) Sub kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae (suku terong-terongan) Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum annum L.

Genus Capsicum terdiri atas 30 spesies lima di antaranya telah dibudidayakan, yaitu C. annuum, C. frutescens, C. pubescence, C. baccatum, dan C. chinense. Di antara lima spesies tersebut, yang paling banyak diusahakan di Indonesia adalah C. annuum (cabai merah besar dan keriting), kemudian diikuti oleh C. frutescens (cabai rawit) (Badan Litbang Pertanian, 2011).

8

Tanaman cabai merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan batang berkayu dan cabang berjumlah banyak. Ketinggiannya bisa sampai 120 cm dengan lebar tajuk tanaman sampai 90 cm (Wiryanta, 2002).

Daun cabai umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap, tergantung pada varietasnya. Daun cabai yang ditopang oleh tangkai daun yang mempunyai tulang menyirip. Umumnya berbentuk bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing tergantung pada jenis dan varietasnya (Wiryanta, 2002).

Bunga cabai umumnya merupakan bunga tunggal (kecuali pada spesies tertentu berbunga ganda), terletak pada hampir setiap ruas (nodus). Capsicum annum mempunyai satu bunga/ruas, Capsicum frutescens mempunyai 1-3 bunga ruas, Capsicum pubescens mempunyai 1-5 bunga/ruas (Syukur, 2012).

Berdasarkan karakter buahnya, terutama bentuk dan ukuran buah, spesies Capsicum annum L. dapat digolongkan menjadi empat tipe, yaitu cabai besar, keriting, rawit dan paprika. Cabai besar permukaan buah cabai besar atau rata atau licin, diameter buah tebal, daging buah tebal, umur panen genjah, relatif kurang tahan simpan, dan relatif kurang pedas. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi. Cabai keriting mempunyai permukaan buah bergelombang atau keriting, ramping, daging buah tipis, umur panen lebih lama, lebih tahan simpan dan relatif pedas. Cabai keriting ini sangat khas untuk Indonesia. Tipe ini banyak diusahakan di Jawa Barat dan Sumatera (Syukur, 2012).

Perkembangan perakaran tanaman cabai lebih bagus jika tanah bertekstur lempur, lempung berpasir, atau lempung berdebu. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah-kurang dari 5 % harus ditambahkan pupuk bokasi atau pupuk kandang lebih banyak dari jumlah rekomendasi (Wahyudi, 2011).

Curah hujan sekitar 600-1.200 mm/tahun merupakan curah hujan yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman cabai. Agar dapat berproduksi secara optimal, tanaman cabai juga memerlukan dukungan intesitas cahaya matahari yang mencukupi (Syukur, 2016).

Ketika sedang berbunga, tanaman cabai sangat memerlukan intensitas cahaya atau penyinaran cahaya yang cukup banyak. Walaupun tanaman cabai mendapatkan cahaya secara cukup, tetapi lama penyinarannya hanya sebentar juga kurang baik bagi tanaman. Meskipun demikian, cabai termasuk tanaman yang bisa tumbuh dan berbunga baik pada daerah yang berhari pendek (lama penyinaran pendek) maupun berhari panjang (Setiadi, 2011).

Tanaman cabai besar dan cabai keriting membutuhkan kisaran pH tanah 5,5-6,5. Jika pH tanah kurang dari 5,5 (misalkan 4,0 sampai 5,0) dianjurkan untuk melakukan pengapuran pada saat pengolahan tanah (Wahyudi, 2011).

Ketinggian tempat memiliki pengaruh terhadap kecocokan varietas cabai yang akan dibudidayakan. Apalagi ada perbedaan suhu udara pada siang dan malam hari di dataran rendah dan tinggi. Secara umum, suhu udara optimal untuk pertumbuhan

10

pertumbuhan cabai adalah 160C pada malam hari dan sekitar 230C pada siang hari (Syukur, 2016).

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Teori Usahatani

Ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen (Shinta, 2011).

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif mungkin dan seefesien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2015).

2.2.2 Biaya

Menurut Sugianto (2007), biaya produksi sebenarnya cerminan dari produksi. Bila produksi merujuk kepada jumlah input yang dipakai dan jumlah fisik output yang dihasilkan, biaya produksi merujuk pada biaya perolehan input tersebut (nilai uangnya). Secara sederhana biaya produksi dapat dicerminkan oleh jumlah uang yang dikeluarkan untuk mendapat sejumlah input, yaitu secara akuntansi sama dengan

jumlah uang keluar yang tercatat. Biaya total atau biaya produksi sama dengan biaya tetap (FC) ditambah dengan biaya tidak tetap (VC).

Keterangan :

TC : Total Cost/Biaya Total FC : Fixed Cost/Biaya Tetap VC : Variabel Cost/Biaya Variabel

Total Fixed Cost (TFC) adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan atau petani yang tidak mempengaruhi hasil output/produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian, iuran irigasi.

Sedangkan Total Variable Cost (TVC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan (Shinta, 2011).

2.2.3 Teori Pendapatan Usahatani

Menurut Shinta (2011), keuntungan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.

Keterangan:

Pd : Pendapatan

TR : Total Revenue (Total penerimaan) TC : Total Cost (Total Biaya)

Pd = TR -TC TC =FC + VC

12

Pendapatan tenaga kerja dibandingkan dengan UMK (Upah Minimum Kabupaten) Batu Bara yang berlaku pada tahun 2017 sebesar Rp 2.504.499,06/bulan. Apabila pendapatan petani cabai merah lebih kecil dari UMK (Upah Minimum Kabupaten) maka pendapatan petani cabai merah di daerah penelitian rendah, dan begitu sebaliknya.

2.2.4 Kelayakan

Analisis kelayakan usahatani adalah studi kelayakan suatu usaha ditinjau dari sudut ekonomi yang meliputi analisis biaya produksi, analisis modal usaha tani, analisis biaya dan pendapatan, analisis titik impas, analisis tingkat kelayakan usaha tani, dan analisis tingkat efisiensi penggunaan modal (Cahyono, 2008).

Suatu usahatani dapat dikatakan layak atau tidak dapat dilihat dari efisiensi penggunaan biaya dan besarnya perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya. Menganalisis usahatani dapat dilakukan dengan analisis BEP (Break Even Point) dan analisis R/C Ratio (Maulida, 2012).

Break Even Point (BEP) adalah suatu keadaan dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan juga tidak menderita kerugian atau dengan kata lain total biaya sama dengan total penjualan sehingga tidak ada laba dan tidak ada rugi. Hal ini bisa terjadi apabila perusahaan di dalam operasinya menggunakan biaya tetap dan biaya variabel, dan volume penjualannya hanya cukup menutupi biaya tetap dan biaya variabel. Apabila penjualan hanya cukup menutupi biaya variabel dan sebagian biaya tetap, maka perusahaan menderita kerugian. Sebaliknya, perusahaan akan memperoleh

keuntungan, apabila penjualan melebihi biaya variabel dan biaya tetap yang harus dikeluarkan (Maulida, 2012).

Return Cost Ratio (R/C) adalah perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Jika R/C < 1, usahatani tersebut tidak layak untuk diusahakan sedangkan jika R/C >1, usahatani tersebut layak untuk diusahakan.

2.3 Penelitian Terdahulu

Dely Yanti (2014) melakukan penelitian “Studi Kelayakan Usahatani Cabai Besar (Capsicum annum L.)” di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda. Metode penentuan sampel diambil dari 15% jumlah populasi. Metode analisis data adalah analisis usahatani. Penelitian menyimpulkan bahwa pendapatan usahatani cabai keriting di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda dalam satu musim tanam pada tahun 2012 secara keseluruhan sebesar Rp. 73.902,149 atau Rp. 7.390,215/responden/ha. Biaya Produksi berpengaruh terhadap pendapatan usahatani cabai keriting di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara Kota Samarinda. Berdasarkan hasil penelitian, usahatani cabai keriting di Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara sudah efesien dengan nilai R/C ratio rata rata 2,39 artinya untuk setiap pengeluaran sebesar Rp. 15.000,-maka akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 35.850/kg.

Agri Mandasari Damanik (2015) melakukan penelitian “Analisis Perbandingan Kelayakan Usahatani Cabai Merah (Capsicum annum L.) dengan Cabai Rawit (Capsicum frustescens L.)” di Desa Hinalang, Kecamatan Purba, Kabupaten

14

Simalungun. Metode penentuan sampel menggunakan simple random sampling.

Metode analisis data dengan analisis deskriptif dan uji U Mann Whitney, analisis regresi linear berganda, dan analisis usahatani. Penelitian menyimpulkan bahwa kelayakan usahatani cabai merah dan cabai rawit berbeda dimana nilai R/C dan B/C usahatani cabai merah berturut-turut sebesar 3,24 dan 2,25. Sedangkan nilai R/C dan B/C usahatani cabai rawit berturut-turut sebesar 1,96 dan 1,01. Dengan demikian usahatani cabai merah lebih layak diusahakan dan dikembangkan secara ekonomi dibandingkan dengan usahatani cabai rawit.

Rusmanto (2017) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kelayakan Usahatani Jagung” di Desa Lantasan Baru, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Serdang Bedagai.

Metode penentuan sampel yang digunakan adalah metode accidental sampling.

Metode analisis data menggunakan rumus pendapatan dan analisis kelayakan usahatani. Penelitian menyimpulkan bahwa usahatani jagung di Desa Lantasan Baru dikategorikan layak diusahakan secara ekonomi dilihat dari BEP harga, BEP produksi, R/C. Pendapatan juga dikategorikan pendapatan tinggi atau lebih besar jika dibandingkan dengan Upah Minimum Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2016.

2.4 Kerangka Pemikiran

Petani adalah individu yang mata pencahariannya berasal dari sektor pertanian dan sebagian besar penghasilannya berasal dari sektor pertanian. Petani cabai adalah seorang petani yang berbudidaya tanaman cabai. Cabai merah merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani.

Cabai merah merupakan komoditas hortikultura penting di Indonesia, cabai ini dikonsumsi sebagian besar penduduk tanpa memperhatikan tingkat status sosial.

Usahatani cabai merah merupakan usahatani yang dilakukan oleh petani cabai merah yang mengelola input produksi yang dibutuhkan dalam melakukan proses produksi untuk menghasilkan cabai merah.

Untuk mendapatkan output yang tinggi sesuai dengan yang diharapkan petani diperlukan faktor-faktor produksi. Faktor produksi seperti input produksi yang meliputi benih, pupuk, pestisida dan modal akan menjadi biaya produksi dalam usahatani cabai merah. Pada dasarnya pengelolaan input yang baik akan menghasilkan output yang besar pula.

Harga jual juga dapat mempengaruhi penerimaan petani. Penerimaan yang besar belum tentu mencerminkan keberhasilan dalam usahatani, karena penerimaan ini masih pendapatan kotor. Besar kecilnya penerimaan dalam usahatani diperoleh dari hasil penjualannya.

Pendapatan diperoleh dari selisih antara total nilai penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.Kriteria pendapatan petani cabai merah dikatakan tinggi atau rendah apabila dapat dibandingkan dengan UMK (Upah Minimum Kabupaten) Batu Bara sebesar Rp 2.504.499,06/bulan.

Selanjutnya akan dilakukan analisis kelayakan ekonomis yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan usahatani cabai merah. Kriteria yang dipakai adalah BEP

16

Harga, BEP Produksi, BEP Penerimaan, dan R/C. Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari Gambar 1.

Usahatani Cabai Merah Petani Cabai

Merah

Output (Produksi)

Penerimaan

Pendapatan Input Produksi

Ketersediaan Input Produksi :

 Benih

 Pupuk

 Pestisida

 Modal

Harga

Analisis Kelayakan Usahatani:

BEP Produksi BEP Harga BEP Penerimaan

R/C

Layak Tidak Layak

Menyatakan hubungan Menyatakan pengaruh Keterangan

:

Biaya

2.5 Hipotesis

1. Pendapatan petani cabai merah lebih tinggi dari Upah Minimum Kabupaten Batu Bara.

2. Usahatani cabai merah layak diusahakan.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh Kabupaten Batu Bara. Daerah penelitian ditentukan secara purposive atau sengaja, dengan pertimbangan Kecamatan Limapuluh merupakan daerah penghasil cabai merah terbesar di Batu Bara, seperti terlihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Luas Panen dan Produksi Cabai Merah di Kabupaten Batu Bara Tahun 2017

Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton) Lima Puluh 496 18.601

Air Putih 463 625,7

Sei Suka 119 6.473,1

Medang Deras 1 46,1

Jumlah 1.079 25.745,9 Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara, 2018

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa Kecamatan Limapuluh merupakan kecamatan dengan produksi cabai merah tertinggi di Kabupaten Batu Bara yaitu sebesar 18.601 ton dengan luas panen 496 Ha.

Lubuk Cuik merupakan salah satu desa di Kecamatan Limapuluh yang menjadi desa binaan Lumbung Cabai Sumatera Utara. Julukan desa ini diberikan sebagai tanda bahwa Desa Lubuk Cuik merupakan sentra cabai merah.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu secara Simple Random Sampling. Simple Random Sampling adalah proses pengambilan sampel dilakukan dengan memberi kesempatan yang sama pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel.

Dari hasil wawancara dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Desa Lubuk Cuik, populasi petani yang mengusahakan cabai merah di Desa Lubuk Cuik sebanyak 220 petani. Besar sampel yang diambil adalah sebanyak 37 Sampel, yang diperoleh dari rumus Slovin yaitu :

Dimana:

n : Ukuran sampel N : Ukuran Populasi

e2 : Kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir (15%)

( ( ) )

20

3.3 Metode Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder.

Data primer diperoleh melalui wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada petani sampel dengan menggunakan daftar kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik Kabupaten Batu Bara, Dinas Pertanian Kabupaten Batu Bara, Kantor Camat Limapuluh, Kantor Kepala Desa Lubuk Cuik serta instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Identifikasi masalah yang pertama, dianalisis dengan metode deskriptif yaitu dengan mengumpulkan informasi/data tentang ketersediaan input produksi (benih, pupuk, pestisida, modal) di daerah penelitian.

Identifikasi masalah yang kedua, dianalisis dengan menggunakan rumus pendapatan, dengan rumus:

Keterangan :

Pd : Pendapatan Usahatani

TR : Total Revenue ( Total Penerimaan) TC : Total Cost ( Total Biaya)

Pendapatan tenaga kerja dibandingkan dengan UMK (Upah Minimum Kabupaten) di Batu Bara yang berlaku pada tahun 2017 sebesar Rp 2.504.499,06/bulan. Apabila

Pd = TR - TC

pendapatan petani cabai merah lebih kecil dari UMK (Upah Minimum Kabupaten) maka pendapatan petani cabai merah di daerah penelitian rendah, dan begitu sebaliknya. Dengan hipotesis dibawah ini :

Jika pendapatan usahatani cabai merah UMK maka H0 diterima dan H1ditolak Jika Pendapatan usahatani cabai merah UMK maka H0 ditolak dan H1 diterima

Identifikasi masalah yang ketiga, diuji dengan menggunakan analisis Break Event Point (BEP) dan Return Cost Ratio (R/C).

Break Event Point (BEP) merupakan suatu keadaan impas atau keadaan kembali modal sehingga usaha tidak untung dan tidak rugi atau hasil penjualan sama dengan biaya yang dikeluarkan. Ada tiga perhitungan yaitu produksi, harga dan penerimaan yang dapat dirumuskan sebagai berikut :

a. BEP Produksi

Keterangan :

BEP : Break Event Point TC : Total Cost

P :Price b. BEP Harga

22

Keterangan :

BEP : Break Event Point TC : Total Cost

Y : Produksi c. BEP Penerimaan

Keterangan :

BEP :Break Event Point TC :Total Cost

Return Cost Ratio (R/C) adalah perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara sistematika dapat ditulis :

Keterangan : a : R/C R : Py.Y C : FC + VC

R/C < 1, usahatani tidak layak diusahakan R/C >1, usahatani layak diusahakan

*

}

3.5 Definisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Usahatani cabai merah adalah usaha yang mengusahakan tanaman cabai merah mulai dari penyediaan lahan, tenaga kerja, input produksi sampai menghasilkan output produksi.

2. Petani cabai merah adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai merah sebagai penyewa ataupun pemilik lahan.

3. Input produksi adalah semua korbanan yang digunakan dalam usahatani cabai merah sehingga menghasilkan suatu keluaran (output).

4. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan petani untuk menghasilkan output (Rp).

5. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak dipengaruhi besarnya produksi (y).

Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan atau petani tidak mempengaruhi hasil output / produksi. Berapapun jumlah output yang dihasilkan biaya tetap itu sama saja. Contoh: sewa tanah, pajak, alat pertanian, iuran irigasi (Rp).

6. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya dipengaruhi besarnya produksi (y) (Rp).

7. Produksi usahatani cabai merah adalah hasil yang diperoleh dari usahatani cabai merah dan siap untuk dijual (Kg).

24

9. Penerimaan usahatani cabai merah adalah hasil produksi dikali dengan harga jual cabai merah (Rp/Kg).

10. Pendapatan usahatani cabai merah adalah selisih antara total penerimaan dengan total biaya (Rp).

11. Kelayakan usahatani adalah suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui apakah usahatani layak atau tidak layak untuk diusahakan.

3.5.2 Batasan Operasional

1. Penelitian dilakukan di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Batu Bara.

2. Sampel penelitian adalah petani yang menanam cabai merah di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh, Kabupaten Batu Bara.

3. Penelitian dilakukan pada tahun 2018.

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis

Kecamatan Limapuluh adalah satu kecamatan dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Batu Bara. Kecamatan Limapuluh memiliki luas wilayah 239.55 Km2 atau 23.955 Ha yang terdiri dari 35 desa dan 224 dusun terletak antara 3o 17ˈ- 06 3ˈ LU dan 99o 41ˈ - 87o 2ˈ BT dengan ketinggian 0-15 m dpl, rata-rata curah hujan 78,91 mm dan suhu udara 25-34oC. Kecamatan Limapuluh berbatasan langsung dengan Kecamatan Air Putih dan Sei Suka di sebelah Utara, Kabupaten Simalungun di sebelah Barat, Kecamatan Talawi di sebelah Selatan, dan Selat Malaka di sebelah Timur.

Secara umum keadaan geografis Desa Lubuk Cuik memiliki luas sebesar 362 Ha dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

- Sebelah Utara :Berbatasan dengan Desa Gambus Laut;

- Sebelah Timur :Berbatasan dengan Desa Gambus Laut/Desa Bulan Bulan ;

- Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Desa Tanah Itam Ulu;

- Sebelah Barat :Berbatasan dengan Desa Tanah Itam Ilir.

Dari 35 desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Limapuluh, Kelurahan Limapuluh Kota memiliki jarak terdekat yakni tidak sampai 1 km ke kantor Bupati atau 0 km,

26

jarak terjauh adalah kantor Desa Gambus Laut yang secara geografis berbatasan dengan Kecamatan Sei Suka, jarak desa ini ke Kecamatan Limapuluh sekitar 27 km.

Adapun 35 desa yang ada di Kecamatan Limapuluh, seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Wilayah Menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Limapuluh Tahun 2017

No Desa/Kelurahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Mangkai Baru 230 0,96

33 Gunung Bandung 294 1,23

34 Titi Merah 210 0,88

35 Pematang Tengah 238 0,99

Jumlah 23.955 100

Sumber : Lima Puluh Dalam Angka, 2018

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa, luas desa terbesar di Kecamatan Limapuluh adalah Desa Perk Tanah Gambus yaitu 4.108 Ha atau sebesar 17,15 % dari seluruh luas desa di Kecamatan Limapuluh. Sedangkan desa yang memiliki luas paling sedikit adalah Kelurahan Limapuluh kota yaitu 110 Ha atau sebesar 0,46 % dari total luas Kecamatan Limapuluh.

Kecamatan Limapuluh memiliki jumlah penduduk sebesar 90.667 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 45.073 jiwa dan perempuan sebesar 45.594 jiwa. Kecamatan Limapuluh memiliki luas wilayah 23.995 Ha yang terdiri dari 35 desa. Kantor Kecamatan Limapuluh sendiri berjarak sekitar 1 km dari kantor bupati Kabupaten Batu Bara. Untuk lebih jelasnya tentang keadaan Kecamatan Limapuluh dapat dilihat pada Gambar 2.

28

Gambar 2 . Peta Kecamatan Limapuluh 4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk Desa Lubuk Cuik sampai akhir bulan Desember tahun 2017 tercatat sebanyak 3.876 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 1.958 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 1.918 jiwa. Desa Lubuk Cuik memiliki jumlah kepala keluarga sebesar 1.095 KK dengan kepadatan penduduk per/km 60,5 jiwa. Jumlah penduduk Desa Lubuk Cuik menurut umur dan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2017

Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Cuik, 2018

Selanjutnya untuk jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 2017 No Mata Pencaharian Laki-Laki

(Jiwa)

30

4.1.3 Sarana dan Prasarana

Kebutuhan masyarakat di Desa Lubuk Cuik cukup terpenuhi. Untuk mencapai desa ini ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dua atau roda empat. Sarana prasarana di desa ini terdiri dari sarana pemerintahan desa, sarana pendidikan umum, sarana pendidikan islam, sarana ibadah, sarana kesehatan, sarana perekonomian/perdagangan, dan lain-lain. Berikut dijelaskan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Sarana dan Prasarana Tahun 2017

No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit) 1 Sarana pemerintahan Desa

 Kantor Kepala Desa 1

 Balai Pertemuan/Aula 1

 Pos Kamling 2

2 Sarana Pendidikan Umum

 PAUD 3

 SD 2

3 Sarana Pendidikan Islam

 Madrasah Iftidaiyah 1

Sambungan Tabel 7. Sarana dan Prasarana Tahun 2017 No Sarana dan Prasarana Jumlah (unit)

4 Sarana Ibadah

 Masjid 2

 Musholla 5

 Gereja 2

5 Sarana Kesehatan

 Posyandu 3

6 Fasilitas Perdagangan

 Kios/Toko/Warung 10

 Material/Toko

Bahan Bangunan 1

7 Lain-Lain

 Lapangan

Sepakbola/futsal 1

 Lapangan

Badminton 2

 Lapangan Bola

Volly 2

Jumlah 38

Sumber : Kantor Kepala Desa Lubuk Cuik, 2018

4.2 Karakteristik Sampel Penelitian

Sampel yang diteliti dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan tanaman cabai merah di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh.

a. Umur

Pada penelitian, jumlah petani yang menjadi sampel adalah 37 sampel. Petani sampel berdomisili di Desa Lubuk Cuik, Kecamatan Limapuluh. Petani yang dijadikan sampel merupakan petani yang menanam cabai merah di Lubuk Cuik. Umur petani tanaman cabai merah dalam penelitian ini berkisar 26-66 tahun. Untuk selengkapnya klasifikasi umur petani cabai merah di Desa Lubuk Cuik dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 . Distribusi Petani Sampel Berdasarkan Umur No. Kelompok Umur

Sumber: Analisis Data Primer

32

Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa kelompok umur petani sampel dengan jumlah terbanyak dalam usahatani cabai merah adalah kelompok umur 40-46 yaitu 10 jiwa dengan persentase 27,02 %. Sedangkan kelompok petani sampel dengan jumlah paling sedikit dalam usahatani cabai merah adalah kelompok umur 54-60 dan 61-66 yaitu 3 jiwa dengan persentase 8,10 %.

b. Pendidikan Terakhir

Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sebagian besar ditentukan oleh

Kemampuan petani dalam mengelola usahataninya sebagian besar ditentukan oleh

Dokumen terkait