• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.4. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat:

1. Sebagai wacana dan sumber informasi yang bisa menjadi bahan pertimbangan dan pemikiran bagi lembaga pemerintahan yang bersangkutan dalam rangka perencanaan pembangunan sub sektor peternakan.

2. Dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang berkaitan dengan usaha peternakan ayam di Provinsi Sumatera Utara.

3. Sebagai wacana dan sumber informasi bagi peneliti lain dalam bidang yang bersangkutan.

4. Sebagai proyeksi kebutuhan permintaan daging ayam di masa mendatang.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI,

KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler)

Menurut Rasyaf (2004), sebenarnya istilah “ayam broiler” merupakan istilah asing yang menunjukkan cara memasak ayam di negara-negara barat. Hingga kini belum ada istilah yang tepat untuk menggantikannya, namun istilah broiler sudah menjadi bahasa Indonesia yang baku. Ayam broiler yang dimaksud adalah ayam ras yang produksi utamanya daging dengan pertumbuhan berat badan yang sangat cepat dan tinggi dalam waktu yang relatif singkat, yaitu pada umur 5-6 minggu berat badannya mencapai 1,3-1,6 kg. Ciri khas daging ayam broiler adalah dagingnya empuk dan tebal, rasanya yang khas dan enak serta pengolahannya yang mudah tetapi cepat hancur dalam perebusan yang lama. Ayam broiler mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada yang lebar dengan timbunan daging yang baik dan banyak. Ayam broiler pertumbuhannya sangat fantastik sejak umur satu minggu hingga lima minggu. Pada saat berumur tiga minggu ternak sudah menunjukkan pertumbuhan bobot badan yang memuaskan, sehingga ayam broiler dapat dijual sebelum umur delapan minggu.

Rasyaf (2004) menyatakan bahwa di Indonesia ayam broiler sudah dapat dipasarkan pada usia lima sampai enam minggu dengan bobot hidup antara 1,3 sampai 1,6 kg per ekor. Namun demikian kebanyakan masyarakat di Indonesia lebih banyak menyukai daging ayam broiler yang tidak begitu besar terutama untuk konsumsi rumah makan dan pasar-pasar tradisional.

Dalam kurun waktu 6-7 minggu ayam broiler akan tumbuh 40-50 kali dari bobot awalnya dan dapat rnenghasilkan daging dalam jumlah yang banyak. Ayam broiler sekarang ini kebanyakan tidak dipasarkan dalam bentuk utuh tetapi dalam potongan-potongan komersial. Karkas yang berukuran kecil 0,8-1 kg dipasarkan utuh, akan tetapi konsumen di Indonesia lebih suka membelinya dalam bentuk irisan komersial (Amrullah, 2004).

2.1.2. Karkas Ayam

Definisi karkas ayam pedaging menurut Dewan Standardisasi Nasional (1995) ialah bagian dari ayam pedaging hidup, setelah dipotong, dibului, dikerluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya (ceker).

Broiler selalu ditawarkan dalam bentuk karkas, yakni ayam yang telah disembelih dan dicabut bulunya, tanpa kaki, leher, kepala, dan jeroan. Karena broiler termasuk ayam yang mudah loyo dan mati, ia nyaris tak pernah ditawarkan dalambentuk hidup. Penawaran karkas broiler tanpa kepala ini sebenarnya menyesuaikan dengan standar internasional. Orang Barat pada umumnya enggan makan kepalaayam, beserta jeroan dan cekernya. Penawaran karkas ayam disesuaikan dengan selera orang Indonesia yang kebanyakan gemar makan kepala dan kaki ayam (Rahmawati, 2009).

2.1.3. Permintaan Daging Ayam

Menurut Priyatno (2003), permintaan daging ayam meningkat paling pesat dibandingkan dengan daging sapi, kambing, ataupun babi. Beberapa alasan yang menyebabkan kebutuhan daging ayam mengalami peningkatan yang

cukup pesat adalah sebagai berikut : 1) daging ayam relatif lebih murah dibandingkan dengan daging lainnya, 2) daging ayam lebih baik dari segi kesehatan karena kaya protein bila dibandingkan dengan sapi, kambing dan babi, 3) tidak ada agama apapun yang melarang umatnya untuk mengkonsumsi daging ayam, dan 4) daging ayam mempunyai rasa yang dapat diterima semua golongan masyarakat dansemua umur.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Teori Permintaan

Kotler (1997) menyatakan bahwa permintaan adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan kesedian untuk membelinya.

Menurut Sukirno (2005), teori permintaan menerangkan tentang sifat permintaan para pembeli terhadap suatu barang. Sangat sukar untuk secara sekaligus menganalisis pengaruh berbagai faktor terhadap permintaan suatu barang. Oleh sebab itu, dalam membicarakan teori permintaan, ahli ekonomi membuat analisis yang lebih sederhana. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harganya. Jadi, dalam teori permintaan yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut.

Selanjutnya Sukirno (2005) menjelaskan bahwa dalam analisis tersebut diasumsikan bahwa faktor-faktor lain tidak mengalami perubahan atau ceteris paribus. Tetapi dengan asumsi yang dinyatakan ini tidaklah berarti bahwa kita mengabaikan faktor-faktor yang dianggap tetap tersebut. Setelah menganalisis hubungan antara jumlah permintaan dan tingkat harga maka kita selanjutnya boleh

mengasumsikan bahwa harga adalah tetap dan kemudian menganalisis bagaimana permintaan suatu barang dipengaruhi oleh berbagai faktor lainnya. Dengan demikian dapatlah diketahui bagaimana permintaan terhadap suatu barang akan berubah apabila faktor-faktor lainnya juga mengalami perubahan.

Kurva Permintaan

Pindyck dan Rubinfeld (2003) menyebutkan kurva permintaan (demand curve) merupakan seberapa banyak konsumen bersedia membeli karena harga per unit berubah. Hubungan antara jumlah permintaan dengan harga ini dapat digambarkan pada kurva berikut :

Grafik 1. Bentuk Umum Kurva Permintaan

Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri atas ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta, yang mempunyai sifat hubungan yang terbalik. Kalau harga turun, maka jumlah yang diminta akan naik, begitu pula sebaliknya.

0

D Harga (P)

Jumlah (Q)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan

Sudarsono (1990), mengatakan bahwa tujuan dari teori permintaan adalah mempelajari dan menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan.

Faktor-faktor yang dimaksud adalah harga barang itu sendiri, harga barang lainnya (bersifat substitusi atau komplementer), rata-rata pendapatan masyarakat, jumlah penduduk dan selera konsumen.

Harga daging ayam broiler tersebut menentukan jumlah daging ayam yang diminta oleh konsumen. Semakin rendah harga suatu barang maka permintaan terhadap barang tersebut akan semakin banyak. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut (Lipsey et al., 1995).

Lipsey et al. (1995) menyatakan bahwa selain harga barang itu sendiri, permintaan juga dipengaruhi oleh harga barang substitusi (pengganti). Saat terjadi peningkatan harga suatu barang, konsumen cenderung mengkonsumsi produk lain dengan fungsi yang sama.

Faktor lain yang mempengaruhi permintaan suatu barang yaitu tingkat pendapatan, di mana terjadi peningkatan pendapatan perkapita dengan sendirinya akan mendongkrak daya beli masyarakat. Soekartawi (2002) menyatakan bahwa perubahan tingkat pendapatan akan mempengaruhi banyaknya barang yang dikonsumsi. Bahkan seringkali dijumpai di masyarakat dengan bertambahnya pendapatan seseorang, maka barang yang dikonsumsi bukan saja bertambah jumlahnya tetapi juga kualitas barang tersebut.

Selain itu, pertambahan jumlah penduduk juga dapat mempengaruhi peningkatan permintaan suatu barang. Selanjutnya Soekartawi (2002) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah penduduk maka semakin besar pula jumlah barang yang dikonsumsi. Peningkatan jumlah penduduk biasanya diiringi dengan penambahan kesempatan lapangan pekerjaan. Penambahan lapangan kerja maka masyarakat akan memperoleh pendapatan dan daya beli akan meningkat. Daya beli yang meningkat ini akan menambah jumlah permintaan akan suatu barang atau jasa.

Fungsi Permintaan

Sudarsono (1990) mengelompokkan kerangka pemikiran Marshall bersifat parsial karena berdasarkan konsep ceteris paribus dimana permintaan dianggap sebagai kurva. Sementara itu Leon Walras lebih bersifat general karena memasukkan semua variabel yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta, dan secara matematis dapat digambarkan dalam bentuk umum sebagai berikut :

Dimana :

Qd : jumlah barang yang diminta Pd : harga barang yang diminta.

Ps : harga barang substitusi.

Pk : harga barang komplementer.

Y : pendapatan konsumen yang tersedia untuk dibelanjakan.

e : faktor lain yang tidak dibahas.

2.2.2. Konsep Elastisitas Permintaan

Elastisitas permintaan adalah ukuran besarnya tanggapan (respon) jumlah yang diminta dari suatu komoditi tertentu, terhadap perubahan harga. Elastisitas permintaan adalah persentase perubahan jumlah yang diminta dibagi dengan

Qd = ƒ(Pd, Ps, Pk, ……., Y, e)

persentase perubahan harga yang menyebabkannya. Perubahan persentase biasanya dihitung sehagai perubahan dibagi nilai rata-rata (Lipsey et al., 1995).

Selanjutnya Mankiw (2006) menyatakan bahwa permintaan suatu barang dikatakan elastis jika jumlah permintaan berubah banyak, sedangkan permintaan dikatakan inelastis apabila jumlah permintaan mengalami sedikit perubahan ketika harga berubah. Dengan demikian rumus untuk menghitung besarnya nilai elastisitas permintaan adalah :

Keterangan:

Ed : Nilai elastisitas permintaan

𝒅𝒅𝒅𝒅

𝒅𝒅𝒅𝒅𝒊𝒊 :Turunan pertama fungsi permintaan terhadap variabel ke-i Xi : Rata-rata variabel ke-i

Y : Rata-rata jumlah permintaan

Menurut Sukirno (2005), elastisitas permintaan dibedakan kepada tiga konsep yaitu elastisitas permintaan harga, elastisitas permintaan silang dan elastisitas permintaan pendapatan.

Elastisitas Permintaan Harga (Ep)

Sukirno (2005) menyebutkan elastisitas permintaan harga lebih kerap dinyatakan sebagai elastisitas permintaan. Nilai perbandingan antara persentasi perubahan jumlah diminta dengan persentase perubahan harga disebut koefisien elastisitas permintaan. Koefisien elastisitas permintaan adalah suatu angka penunjuk yang menggambarkan sampai berapa besarkah perubahan jumlah barang yang diminta apabila dibandingkan dengan perubahan harga. Koefisien elastisitas permintaan

𝑬𝑬𝒅𝒅 = 𝒅𝒅𝒅𝒅 𝒅𝒅𝒅𝒅𝒊𝒊𝒅𝒅𝑿𝑿𝒊𝒊

𝒀𝒀

dikatakan elastis apabila Ep> 1; dikatakan inelastis apabila Ep< 1; dan disebut elastisitas tunggal apabila Ep = 1. Dalam menghitung koefisien elastisitas ini, akan diperoleh nilai yang negatif. Menurut Sukirno (2005), ini merupakan keadaan yang selalu akan terjadi. Nilai yang negatif disebabkan karena harga dan jumlah barang yang diminta mengalami perubahan ke arah yang berkebalikan. Di mana penurunan harga menaikkan permintaan, dan kenaikan harga menurunkan permintaan. Namun, tanda negatif itu biasanya diabaikan.

Elastisitas Permintaan Silang (Ec)

Menurut Sukirno (2005), koefisien yang menunjukkan sampai di mana besarnya perubahan permintaan terhadap suatu barang apabila terjadi perubahan terhadap harga barang lain dinamakan elastisitas permintaan silang atau dengan ringkas elastisitas silang. Atau dengan kata lain apabila perubahan harga barang X menyebabkan permintaan barang Y berubah. Kedua barang tersebut mempunyai hubungan subtitusi apabila Ec>0; kedua hubungan tersebut komplementer apabila Ec< 0. Barang subtitusi memiliki nilai elastisitas positif. Artinya, kenaikan barang subtitusi berakibat meningkatnya jumlah yang diminta untuk barang ini (dan untuk barang subtitusinya berkurang). Barang komplementer memiliki nilai elastisitas negatif. Artinya, kenaikan harga barang komplemen berakibat turunnya jumlah yang diminta untuk barang ini (juga untuk barang komplemennya).

Elastisitas Permintaan Pendapatan (Er)

Koefisien yang menunjukkan sampai di mana besarnya perubahan permintaan terhadap suatu barang sebagai akibat dari perubahan pendapatan konsumen dinamakan elastisitas permintaan pendapatan atau secara ringkas elastisitas

untuk barang kebutuhan pokok biasanya mempunyai 0< Er<1, dan untuk barang superior Er>1. Barang inferior memiliki nilai elastisitas negatif. Artinya jumlah yang diminta menurun jika pendapatan naik. Barang normal dan superior bernilai elastisitas positif. Artinya jumlah yang diminta meningkat jika pendapatan naik (Sukirno, 2005).

2.2.3. Teori Konsumsi

Menurut Reksoprayitno (2000), teori konsumsi menjelaskan bagaimana reaksi konsumen dalam kesediaannya untuk membeli sesuatu barang akan berubah jika jumlah pendapatan konsumen dan harga barang yang bersangkutan juga berubah.

Nainggolan (2007) dalam penelitiannya mengatakan bahwa teori konsumsi merupakan teori yang mencakup perilaku konsumen dalam membelanjakan pendapatannya untuk memperoleh alat-alat pemuas kebutuhan, berupa barang ataupun jasa-jasa konsumsi. Teori konsumsi juga mengenal asumsi rasionalitas, dimana konsumen berusaha untuk menggunakan pendapatannya walaupun jumlahnya terbatas untuk memperoleh kombinasi barang atau jasa dengan kepuasan maksimum.

Selanjutnya Sukirno (2005) menyatakan bahwa analisis mengenai teori konsumsi menerangkan dua hal, yaitu : 1) alasan para konsumen untuk membeli lebih banyak barang pada harga yang lebih rendah dan mengurangi pembeliannya pada harga yang tinggi; dan 2) bagaimana seorang konsumen menentukan jumlah dan komposisi dari barang yang akan dibeli dari pendapatan yang diperolehnya.

2.3. Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Rahmawati (2009) mengenai “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan Daging Ayam di Jawa Tengah Tahun 1986-2006” menyatakan bahwa dari analisis regresi double logaritma permintaan daging ayam di Jawa Tengah, variabel harga daging ayam secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam. Koefisien regresi yang diperoleh sebesar -0,009062.

Artinya bahwa jika harga daging ayam naik 10% maka permintaan akan turun sebesar 0,09%, begitu pula sebaliknya. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai elastisitas harga daging ayam lebih < 1, maka permintaannya bersifat inelastis.

Untuk variabel harga telur ayam secara parsial berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam, dengan nilai koefisien regressi sebesar 0,028357.

Artinya jika harga telur ayam naik sebesar 10% maka permintaan daging ayam akan naik sebesar 0,28%. Nilai elastisitas yang diperoleh < 1, maka permintaan daging ayam tidak elastis terhadap harga telur.

Variabel pendapatan perkapita secara parsial berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,017327. Artinya jika pendapatan naik sebesar 10% maka permintaan daging ayam akan naik sebesar 0,17%. Nilai elastisitas yang diperoleh < 1, maka permintaan daging ayam tidak elastis terhadap pendapatan perkapita.

Selanjutnya variabel jumlah penduduk secara parsial berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam, dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,592524. Artinya jika jumlah penduduk meningkat sebesar 10% maka permintaan daging ayam akan naik sebesar 5,92 %.

2.4. Kerangka Pemikiran

Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan daging ayam broilerperlu disusun suatu skema kerangka pemikiran dengan tujuan agar dalam menyusun penelitian ini mempunyai alur yang jelas selain juga diharapkan tujuan penelitian ini dapat tercapai dengan maksimal dan efisien.

Secara teori, permintaan terhadap suatu komoditi pertanian merupakan banyaknya komoditi yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya permintaan terhadap komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, harga barang substitusi atau barang komplementernya, dan jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang semakin bertambah akan menggeser kurva permintaan ke sebelah kanan yang berarti bahwa pada harga yang sama jumlah barang yang diminta bertambah besar, ceteris paribus tetapi untuk permintaan perkapita, kurva permintaan dapat bergerak ke kanan atau kekiri atau bahkan tidak bergeser sama sekali (Soekartawi, 2002).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain analisis regresi linier berganda dan analisis respon elastisitas. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara, yaitu harga daging ayam broiler, harga telur ayam ras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk.

Lalu analisis respon elastisitas untuk mengetahui persentase kenaikan atau penurunan jumlah permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara jika terjadi perubahan harga (harga daging ayam ras dan harga telur ayam ras) dan pendapatan. Berikut skema kerangka pemikiran yang menunjukkan hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

2.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, dugaan sementara atau hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Faktor-faktor seperti harga daging ayam broiler, harga telur ayam ras, pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk berpengaruh nyata terhadap permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara.

2. Permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara terhadap harga dan pendapatan bersifat elastis.

Keterangan :

: Mempengaruhi / hubungan

: Faktor-faktor yang mempengaruhi

Permintaan Daging Ayam Broiler Harga Daging Ayam Broiler

Harga Telur Ayam Ras Pendapatan Perkapita Jumlah Penduduk

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Daerah penelitian dipilih secara purposive (sengaja) yaitu Provinsi Sumatera Utara dengan pertimbangan selain karena agar mudah dijangkau dalam memperoleh data juga karena Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu sentra produksi daging ayam broiler di Indonesia seperti yang tersaji pada tabel 3.

Dari data yang disajikan pada tabel 3, terlihat bahwa secara nasional sentra produksi daging ayam broiler di Indonesia berturut-turut berada di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Banten , DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Dan untuk Pulau Sumatera sendiri, Provinsi Sumatera Utara menempati urutan pertama.

Tabel 3. Produksi Daging Ayam Broiler Tahun 2010-2012 dalam Ton (Menurut

*) Angka Sementara / Preliminary Figures

Sumber : Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012 (http://ditjennak.deptan.go.id)

3.2. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data sekunder berupa data panel, yaitu gabungan data runtut waktu (time series) dari tahun 1998 hingga 2011. Data sekunder ini diperoleh dari instansi dan dinas terkait seperti Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara, serta literatur-literatur lain seperti jurnal dan hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

3.3. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasi kemudian dilakukan analisis. Analisis yang dilakukan adalah analisis regresi linier berganda dan analisis respon (elastisitas).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel-variabel ekonomi yang terdapat dalam persamaan model. Sebagai variabel terikat (dependent variable) adalah permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara. Sedangkan variabel bebas (independent variable) adalah harga daging ayam broiler, harga telur ayam ras (barang substitusi), pendapatan perkapita, dan jumlah penduduk.

3.3.1. Analisis Regresi Linier Berganda

Untuk menguji hipotesis pertama, dilakukan analisis Regresi Linier Berganda (multiple regresion) dengan 5 (lima) variabel, yaitu 1 (satu) variabel terikat dan 4 (empat) variabel bebas. Analisis ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dengan bantuan program SPSS 18. Pada penelitian ini digunakan dua model untuk menggambarkan permintaan daging ayam broiler di Sumatera Utara.

Model pertama adalah model linier berganda tanpa log:

Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + e

Sedangkan model kedua dalam bentuk logaritma natural dua sisi (double log) yang merupakan transformasi dari model Cobb-Douglas:

ln Y = ln β0+ β1 ln X1 + β2 ln X2 + β3 ln X3 +β4 ln X4 + e

Keteangan :

Y = Jumlah permintaan daging ayam broiler (kg/thn) β0 = Nilai konstanta (intercept)

β1s/d β4 = Koefisien regresi variabel bebas X1 = Harga daging ayam broiler (Rp/kg) X2 = Harga telur ayam ras (Rp/butir) X3 = Pendapatan Perkapita (Rp) X4 = Jumlah penduduk (jiwa) e = Kesalahan pengganggu (error)

Setelah kedua model dianalisis kemudian dipilih model yang terbaik dengan membandingkan nilai Adjusted R. Square (R2) yang terbesar. Selanjutnya dilakukan beberapa pengujian agar mendapatkan model terbaik yang dapat merepresentasikan permintaan daging ayam secara baik. Beberapa uji yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

3.3.1.1. Uji Asumsi Klasik

Agar mendapatkan model yang terbaik dalam regresi linier berganda harus memenuhi beberapa asumsi yang disebut dengan asumsi klasik. Asumsi-asumsi tersebut yaitu autokorelasi, multikolinearitas, normalitas, dan heterokedastisitas.

Autokorelasi

Gujarati (1997) menyebutkan bahwa suatu model dikatakan terdapat autokolerasi jika terdapat korelasi serial diantara variabel pengganggu, sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun besar. Autokorelasi ini sering terjadi

pada analisis yang menggunakan data time series. Salah satu metode untuk mendeteksi ada tidaknya autokolerasi adalah dengan Uji d Durbin Watson (Durbin-Watson d test).

Senjutnya Nachrowi dan Usman (2008) mengatakan bahwa uji Durbin-Watson dilakukan dengan menggunakan Tabel Durbin-Watson dengan melihat perbandingan nilai Watson hasil perhitungan (dw) dengan nilai Durbin-Watson tabel (dL dan dU).

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut : 1) Bila dw < dL→ artinya ada autokorelasi yang positif.

2) Bila dL ≤ dw ≤ dU → artinya tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa (berada pada daerah ketidakpastian).

3) Bila dU≤ dw ≤ 4 – dU → artinya tidak ada korelasi positif maupun negatif.

4) Bila 4 – dU≤ dw ≤ 4 – dL → artinya tidak dapat mengambil kesimpulan apa-apa (berada pada daerah ketidakpastian).

5) Bila dw > 4 – dL→ artinya ada autokorelasi yang negatif.

Multikolinearitas

Multikolinieritas adalah keadaan dimana antara dua variable bebas atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linier yang sempurna atau mendekati sempurna.

Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah mutikolinearitas.

Dampak adanya multikolinearitas antara lain: nilai standard error untuk masing-masing koefisien menjadi tinggi, sehingga t-hitung menjadi rendah; standard error of estimate akan semakin tinggi dengan bertambahnya variable bebas; serta pengaruh masing-masing variabel bebas sulit dideteksi (Priyatno, 2009).

Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan VIF. Dalam kebanyakan penelitian menyebutkan bahwa jika Tolerance lebih besar dari 0,1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas.

Normalitas

Menurut Gujarati (1997), model regresi linier berganda harus mengasumsikan variabel pengganggu (residual) µi terdistribusi secara normal, yang artinya nilai µ (untuk setiap nilai Xi) menyebar simetris. Karena itu, model regresi yang baik adalah yang mengikuti garis normal. Jika asumsi ini dilanggar maka model regresi dianggap tidak valid dengan jumlah sampel yang ada.

Salah satu cara untuk mengetahui apakah variabel µi berdistribusi normal atau tidak adalah dengan Uji one-sample Kolmogorov-Smirnov dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu jika signifikansi > 0,05 maka data berdistribusi normal, dan jika signifikansi < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal (Priyatno, 2009).

Heteroskedastisitas

Priyatno (2009) menyatakan bahwa heteroskedastisitas adalah keadaan dimana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah heterokedastisitas.

Heterokedastisitas menyebabkan penaksir atau estimator menjadi tidak efisien dan nilai koefisien determinasi akan menjadi sangat tinggi.

Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat pola titik-titik pada scatter plot regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang

tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi masalah heterokedastisitas pada model regresi (Priyatno, 2009).

3.3.1.2. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit)

Untuk dapat memperoleh hasil regresi yang terbaik secara statistik yang disebut BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) maka ada beberapa uji siatistik yang harus dipenuhi yaitu Analisis Koefisien Determinasi (R2), Uji-F (uji simultan), dan Uji-T (uji parsial).

Analisis Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk melihat kekuatan variabel bebas dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat. Koefisien determinasi mempunyai range antar nol sampai satu (0 ≤ R 2 ≤ 1), semakin besar R2 (mendekati satu) maka semakin baik, dan semakin mendekati nol maka variabel bebas secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan permintaan daging ayam broiler.

Koefisien Determinasi (R2) digunakan untuk melihat kekuatan variabel bebas dalam mempengaruhi kekuatan variabel terikat. Koefisien determinasi mempunyai range antar nol sampai satu (0 ≤ R 2 ≤ 1), semakin besar R2 (mendekati satu) maka semakin baik, dan semakin mendekati nol maka variabel bebas secara keseluruhan tidak bisa menjelaskan permintaan daging ayam broiler.

Dokumen terkait