• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... ..1-7

D. Kegunaan Penelitian

a) Memberi masukan bagi para guru dan orang tua siswa agar senantiasa lebih menciptakan hubungan yang harmonis dalam rangka meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.

b) Melatih penulis dalam mengungkapkan pikiran lewat tulisan secara ilmiah, sistematis serta menambah wawasan terhadap disiplin ilmu yang digeluti.

c) Menjadi sumber informasi yang dapat menunjang tersedianya data yang berguna sebagai bahan pertimbangan, penentu-penentu kebijakan, pengambil keputusan, pembaca, guru dan orang tua siswa dalam meningkatkan proses belajar mengajar.

8 A. Profesinalisme Guru

Guru adalah figur sentral dalam dunia pendidikan dan sekaligus kunci suksesnya pendidikan agama Islam, dalam pembahasan profesionalitas guru agama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan agama Islam, relevan dengan teori yang dikemukakan oleh H. Tayar Yusuf dan. Syaiful Anwar (1997:21) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab Sebagai Berikut :

Mengajar merupakan faktor penting dalam terlaksananya proses pendidikan. untuk dapat menunaikan tugas tersebut, guru harus memiliki segala sesuatu yang diperlukan dalam mengajar. untuk itu sebelum menjadi guru seorang calon guru harus dibekali /membekali diri dengan penguasaan berbagai bidang ilmu, keterampilan dan sikap mental yang kuat dan mantap, sehingga nantinya diharapkan benar-benar dalam mengemban tugasnya kelak menjadi tenaga pendidik yang profesionalitas dan bukan tenaga guru yang amatiran.

Berbicara tentang pentingnya profesionalitas adalah suatu hal yang tak dapat diingkari, dengan mengutip pernyataan Sunawan (1996; 6) dengan judul, mendongkrak mutu pendidikan menuntut guru sadar profesi sebagai berikut :

Pekerjaan guru akan berhasil secara optimal, hanya jika didukung dengan keahlian tinggi juga dikerjakan dengan tingkat profesionalitas yang tinggi pula.

Tuntutan profesionalisme guru terus didengungkan oleh berbagai kalangan di masyarakat kita, termasuk kalangan guru sendiri melalui

berbagai organisasi guru yang ada, di samping tuntutan perbaikan taraf hidup guru. Mereka berharap, untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, diperlukan seorang guru yang profesionalisme dan handal juga mampu untuk mendidik siswa-siswinya disekolah.

Hal ini jelas menunjukkan masih adanya perhatian masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Iwan Hermawan (2003; 5) mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Penghasilan yang diperoleh guru belum mampu memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh karena itu, upaya untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhambat karena dana untuk untuk membeli buku, berlangganan koran, internet tidak tersedia. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dapur harus juga melakukan kerja sampingan lainnya.

2. Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya meningkatkan tingkat profesionalitas sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.

3. Meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun.

Seorang guru yang memiliki profesinalitas yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna professional.

Jadi tekanan utamanya terletak pada pengabdian yang harus dilaksnakan ketimbang pada keuntungan ekonomi sebagai dasar organisasi (profesi), penampilan dan pengabdian yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kelompok profesi. Bahkan sebagai interlocking ideas.

Guru sebagai pendidik atau pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan, yang memikul tanggung jawab untuk memimpin. Oleh sebab itu pendidik muslim dilihat dari fungsinya, bukanlah hanya sebagai pribadi yang berwibawa terhadap peserta didik, melainkan ia juga sebagai pembawa/ pendukung norma-norma Islami yang meneruskan tugas dan misi kerasulan para rasul. Oleh karena itu pandangan lama yang menganggap guru sebagai yang maha mengetahui yang harus digugu dan ditiru dirubah menjadi partner dalam proses belajar mengajar.

Dengan uraian singkat itu jelaslah pandangan Islam tentang profesi, bahkan juga pandangan Islam tentang profesionalisme. Islam mementingkan profesionalisme, bertitik tolak dari tinjauan tersebut di atas maka pokok masalah yang kami bahas didukung oleh sejumlah teori yang terdapat dalam buku, dari pembahasan ini pula penulis dapat mengetahui perlunya untuk mengumpulkan berbagai pendapat dan mencoba menyimpulkannya.

1. Pengertian Profesionalisme

Kata profesionalisme dalam kamus setelah diberi dua arti kata yang hampir berlawanan. Satu defenisi mengatakan bahwa profesional, khususnya

dibidang olahraga dan seni kata lain buat pemain bayaran lawan pemain amatir. Jadi, kita mengenal misalnya, pemain tenis, tinju, musik profesional yaitu orang yang melakukan kegiatan olahraga dan seni dengan menerima bayangan.

Defenisi lain yang bersumber dari sosiologi, memiliki konotasi simbolik berisi nilai. profesi ialah istilah yang merupakan suatu model konsepsi pekerjaan yang diinginkan dicita-citakan. Istilah ideologis ini dipakai sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan statusnya, ganjaran dan kondisi bekerjanya.

Selain dari pengertian di atas, Mochtar Buchori(2007: 38) memberi pengertian, bahwa kata profesi masuk dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (profession) atau bahasa Belanda (professie). Kedua bahasa Barat ini menerima kata ini dari bahasa Latin. Dalam bahasa Latin kata profession berarti pengajuan atau pernyataan. kata kerja untuk tindak mengaku atau tindak menyatakan ialah profiteri. Dan apa yang telah dinyatakan atau yang telah diakui disebut professus.

Profession juga mengandung arti sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya.

Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus dan latihan khusus.

Jadi profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus dibidang pekerjaan yang mampu mengembangkan kekaryaannya itu secara ilmiah disamping mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. mereka itu adalah para guru profesionalis yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan pertimbangan arti-arti di atas maka pengertian guru profesional adalah guru yang melaksnakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Seorang guru yang memiliki profesinalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.

Jadi tekanan utamanya terletak pada pengabdian yang harus dilaksnakan ketimbang pada keuntungan ekonomi sebagai dasar organisasi (profesi), penampilan dan pengabdian yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kelomok profesi. Bahkan sebagai interlocking ideas.

2. Karakteristik Dan Unsur-Unsur Profesionalitas a) Karakteristik profesionalitas

Dalam literatur yang dijumpai macam-macam deskripsi tentang karakteristik profesionalisme yang harus dipenuhi agar suatu pekerjaan disebut profesi. Ornstein dan Levine (1992; 12) menyatakan bahwa profesionalisime itu adalah jabatan yang :

a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksankan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan) b) memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar

jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang yang dapat melakukannya).

c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

e) Terkendali berdasarkan license baku atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan isi tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).

f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja (tidak diatur oleh orang luar)

g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan)

h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dari klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatof bebas dari supervisi dalam jabatan.

j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.

l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan dari setiap anggotanya.

n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).

Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Pendidikan NEA Amerika Serikat misalnya, menyebutkan enam kriteria dibidang pendidikan, sebagaimana yang dikutip oleh Oteng Sutisno (1989; 360):

1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan.

2. profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya.

3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesi)

4. Profesi memiliki norma-norma etis.

5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dibidangnya (mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan professional.

6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi.

Scein dalam Made Pidarta (1997; 265), mengidentifikasikan profesi menurut ciri berikut :

1. Bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time) 2. Pilihan pekerjaan itu didasarkan pada motivasi yang kuat.

3. Memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama.

4. Membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien.

5. Pekerjaan berorientasi kepada pelayanan bukan untuk kepentingan pribadi.

6. Pelayanan itu didasarkan kepada kebutuhan obyektif klien.

7. Memiliki otonomi untuk bertindak dalam menyelesaikan persoalan klien.

8. Menjadi anggota organisasi profesi sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu.

9. Memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai ekspersi dalam spesialisasinya.

10. Keahlian itu tidak boleh diadvertensikan untuk mencari klien

Selanjutnya Ahmad Tafsir (1994; 104) menambah bahwa suatu profesi harus memiliki teori-teori yang baku secara universal. Profesi juga harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.

Bila kita membandingkan beberapa kriteria yang diungkapkan oleh para ahli tersebut di sini dapat diidentifikasikan hal-hal yang dianggap penting:

1. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan khusus.

2. Melayani klien (masyarakat)

3. Otonomi dalam membuat keputusan 4. Profesi dengan

5. Profesi memiliki solidaritas antar sesama kelompok kerja

6. Memiliki organisasi sebagai ciri khas eksistensi suatu lembaga profesi b) Unsur-unsur Profesionalisme

Formulasi-formulasi tentang profesi tersebut di atas itu walaupun dinyatakan dalam kata-kata yang berbeda, pada hakekatnya memperlihatkan persamaan yang besar dalam substensinya, kiranya dapat disimpulkan bahwa profesi ideal memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a) Teori Sistematis

Teori ialah suatu sistem asas dan proposisi abstrak yang menguraikan dalam kata-kata umum jenis-jenis fenomena yang menjadi pusat perhatian profesi. Ia tidak dapat diterapkan dengan rutin melainkan

dengan bijaksanan pada setiap kasus. Artinya, profesi itu dijalani menurut teori-teorinya.Teori itu harus baku, maksudnya teori itu bukan teori sementara. Bila orang mengatakan ia memiliki profesi yang seluruh teorinya bersifat sementara, maka kita dapat mengatakan bahwa profesi orang itu belum memenuhi syarat untuk disebut profesi.

Bagi orang profesional teori berfungsi sebagai alat maupun pedoman praktek. Keterampilan yang menandai suatu profesi diturunkan dari dan didukung oleh teori. Jadi teori dan praktek itu merupakan suatu perpaduan. Untuk menghasilkan teori yang salih, yang akan menyediakan dasar yang kuat bagi teknik-tekni profesional, diperlukan penerapan metode ilmiah kepada masalah-masalah profesi. Penggunaan metode-metode ilmiah ini dipupuk oleh dan pada gilirannya memeperkuat unsur personalitas yang menggalakkan sikap kritis terhadap teori.

Pentingnya teori bagi perbuatan profesional membawa implikasi.

pertama, pendidikan akademis yang lama dipandang perlu. Karena pemahaman teori itu begitu penting bagi kepentingan profesional, maka persiapan bagi suatu profesi mesti meliputi pengalaman intelektual maupun praktis. Kedua, hanyalah orang-orang yang paling sanggup dipandang akan memiliki kemampuan intelektual untuk menerima dan menggunakan pengetahuan serupa itu. Karenanya, pengambilan para calon harus diawasi dengan ketat melalui saringan dan proses

pendidikan yang teliti dan panjang dan menyingkirkan mereka yang kurang sanggup.

b) Kewenangan Profesional

Pendidikan yang ekstensip dalam teori sistematis dan bidang ilmunya memberi seorang profesional jenis pengetahuan yang tidak dimiliki oleh bukan ahli dalam bidang ilmu itu. Kenyataan ini menjadi dasar bagi kewenangan seorang profesional.

Unsur kewenangan ini ialah alasan mengapa orang-orang profesional menuntut otonomi dan tanggung jawab dalam pekerjaan mereka. Akan tetapi kewenangan ini tidak tanpa batas, fungsinya terbatas hanya pada bidang-bidang khusus dalam mana seorang profesionali telah dididik dan dilatih. Jadi seorang profesional tidak dapat menetapkan petunjuk-petunjuk mengenai segi-segi kehidupan klien dimana kemampuan teoritisnya tidak berlaku. Berani memberikan petunjuk serupa itu ialah mmasuki suatu wilayah dimana ia sendiri adalah seorang awam, dan karenanya melanggar kewenangan ke kelompok profesi lain.

Kewenangan pribadi orang-orang pofesional dalam berhadapan dengan klien didasarkan atas kemampuan yang tinggi dari mereka, tidak karena memangku jabatan. Kenyataan bahwa mereka telah memperoleh keterampilan-keterampilan yang lengkap dan sudah memiliki

norma-norma dan standar-standar membuat hadirnya orang-orang yang mengkhususkan dalam pengawasan tidak perlu.

c) Sanksi masyarakat

Kewenangan yang dilukiskan di atas menyarankan suatu bentuk kekuasaan monopolis kelompok profesi dalam menjalankan praktek dibidangnya. Setiap kelompok profesi berusaha agar masyarakat menguatkan kewenangannya dengan memeberikan sejumlah kekuasaan dan hak khusus tertentu. Pengakuan masyarakat akan kekuasaan dan hak-hak tertentu itu dapat formal atau informal. Pengakuan formal ialah kesepakatan yang diperkuat oleh kekuatan hukum.

Diantara kekuasaan yaitu pengawasan profesi atas pemasukan ke dalam profesi melalui pusat-pusat pendidikannya. Ini dicapai melalui proses akreditasi, yaitu pengakuan bahwa program pendidikan yang dijalankan oleh suatu pusat pendidikan yang dijalankan oleh suatu pusat pendidikan telah memenuhi standar-standar yang diminta oleh lembaga akreditasi daro organisasi profesi. Dengan memberikan atau tidak memberikan akreditasi suatu profesi (dalam teori) dapat mempengaruhi program-program pendidikannya mengenai lama studi, isi dan komposisi kurikulum dan kualitas pengajarannya diploma yang diterimakan oleh lembaga pendidikan profesional yang telah diakui itu (acredited) memberikan kewenangan untuk menjalankan praktek. Diploma ialah

bagian dari sistem lisensi. Kekuatan hukum mendukung lisensi itu, orang-orang yang melakukan praktek profesional tanpa ijin dapat dihukum d) Kode etik

Monopoli yang dinikmati oleh suatu profesi membawa resiko bagi klien dan masyarakat yang dilayaninya. Monopoli bisa disalahgunakan;

kekuasaan dan hak-hak istimewa dapat dipakai untuk melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Maka untuk mencegah penyalahgunaan serupa itu setiap profesi menetapkan seperangkat pedoman yang memaksa prilaku etis dipihak para anggotanya. Sudah tentu, kode yang regulatif adalah karakteristik dari semua pekerjaan yang non profesi maupun yang telah mencapai status profesional.

Walaupun perincian kode etik itu berbeda-beda diantara profesi-profesi, tapi intisarinya adalah sama. Ini mungkin dapat diuraikan dalam kata-kata hubungan seorang profesional dengan klien dan hubungan antara kawan sekerja. Terhadap klien seorang profesional harus memperlihatkan sikap dan perasaan yang tidak memihak.

Untuk memelihara profesinalisme agar berkembang dinamis konsisten diperlukan suatu kode etik, yang mengikat jabatan fungsional guru. Setiap negara mempunyai kode etik guru, misalnya di Amerika Serikat ada kode etik yang dirumuskan oleh NEA (National Education Association). Gunanya ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan

tugas profesi. Kode etik itu tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan juga oleh masyarakat. Arifin (1995;114) mengemukakan bahwa kode etik yang dimaksud ialah :

1) Berbakti membimbing peserta didik 2) Melaksanakan kejujuran profesional

3) Berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik 4) Menciptakan suasana sekolah

5) Memelihara hubungan baik dengan orang tua/ masyarakat.

6) Meningkatkan mutu dan martabat profesi.

7) Memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

8) Meningkatkan mutu organisasi sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9) Melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kode etik tersebut merupakan norma-norma yang mengatur tingkah laku guru, Menurut Muh. Dachlan. S. (1995; 6), secara rinci kegunaannya sebagai berikut :

1. Agar guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya apakah sudahs sesuai dengan profesi pendidik yang disandangnya ataukah belum.

2. Agar guru-guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.

3. Agar guru-guru dapat menjaga, jangan sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang profesional bertugas utama sebagai pendidik.

c) Kebudayaan Profesi

Kebudayaan profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol-simbol dan konsep karier. Nilai-nilai sosial dari suatu kelompok profesional ialah anggapan-anggapannya yang dasar dan

fundamental. yang paling penting diantara nilai-nilai ini ilaha nilai esensial dari jasa yang disampaikan oleh kelompok profesional kepada masyarakat. Oteng Sutisno 1989; 365) mengemukakan:

Untuk berhasil dalam profesi yang dipilihnya, orang yang baru mulai harus menyesuaikan diri dengan efektif kepada kebudayaan profesi.

Penguasaan teori dan keterampilan teknis itu sendiri belum lagi menjamin keberhasilan profesionalnya. Ia juga harus mengenal kebudayaan profesinya.

d) Persatuan Profesi

Noqbat (serikat kerja) dikenal dalam Islam. Ada beberapa serikat kerja termasuk persatuan (serikat) guru ini dengan besar berperan ikut menyusun standar kolastik dan moral bagi guru. Ikatan-ikatan guru ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap profesi.

Profesi yang sungguh memilki suatu ikatan profesi yang kuat dan berpengaruh, yang perlu untuk membantu dan menjamin terpenuhinya kriteria yang diuraikan di muka. Keharusan tindakan bersama yang teratur sering dipandang sifat status profesi yang paling menonjol. Ini muncul dari tanggung jawab kelompok terhadap masyarakat di atas kewajiban anggota secara perorangan. Tindakan efektif yang dipersatukan bagi pencapaian syarat-syarat profesi dan peningkatan status sosialnya hanya mungkin melalui usaha suatu organisasi profesi secara menyeluruh.

3. Pandangan Islam Tentang Profesionalisme

Bila kita perhatikan kriteria profesi seperti diuraikan di atas agaknya ada dua kriteria yang pokok, yaitu dedikasi dan keahlian, itulah ciri utama suatu bidang disebut profesi, maka jelas Islam mementingkan profesi.

Dengan pertimbangan di atas, kurikulum pendidikan agama Islam jelas selain mesti berorientasi kepada pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama dalam diri anak didik, seperti selama ini dilakukan, kini harus memberikan penekanan khusus pada penguasaan ilmu pengetahuan.

Tetapi dengan jujur kaita harus akui, pendidikan agama Islam hingga saat ini kelihatan sering terlambat merumuskan diri untuk meresponi perubahan dan kecenderungan perkembangan masyarakat kita sekarang dan masa datang. Karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk lebih serius menangani pembaharuan dan pengembangan sistem pendidikan agama Islam. Selama ini usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan agama Islam sering bersifat sepotong-potong atau tidak komprehensip dan menyeluruh.

Selain itu kalau kita mau jujur, sebagian besar sistem pendidikan agama Islam belum lagi dikelola secara profesional. Tetapi, tanpa harus mengorbankan semangat keiklasan dan jiwa pengabdian, sudah waktunya sistem dan lembaga pendidikan agama Islam dikelola secara profesional, bukan hanya dalam soal pengajian, pemberian honor, tunjangan atau pengelolaan administrasi dan keuangan. Profesionalitas mutlak pula

diwujudkan dalam perencanaan, penyiapan tenaga pengajar, kurikulum dan pelaksanaan pendidikan agama Islam itu sendiri.

Akibat pengelolaan yang pada umumnya tidak profesional itu, pendidikan agama Islam harus kita akui sering kala bersaing dalam banyak segi dengan subsitem pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat lain. Bukan rahasia, bahwa citra dan gengsi lembaga pendidikan agama Islam sering dipandang lebih rendah dibandingkan dengan sistem pendidikan yang diselenggarakan pihak-pihak lain. Dalam kaitan ini, kita tidak bisa menyalahkan orang tua muslim yang menyerahkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan lain tersebut, selama semua pihak yang terlibat dalam sistim pendidikan agama Islam tidak beriktiar secara serius, sistematis, komprehensip dan programatis membenahi dan mengembangkan sistem pendidikan agama Islam tersebut.

Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti ahrus dilakukan secara benar. Itu hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahli.

Bila seorang guru mengajar tidak dengan keahlian maka yang akan hancur adalah muridnya. Ini adalah pengertian yang terbatas. Murid-murid kelak mempunyai murid lagi, murid-murid itu kelak berkarya, kedua-duanya dilakukan dengan tidak benar (karena dididik tidak benar), maka akan timbullah kehancuran. Yaitu kehancuran murid-murid itu dan kehancuran

sistem kebenaran karena mereka mengajarkan pengetahuan yang dapat saja tidak benar.

Daud Rasyid memberikan pengertian. Secara harfiah bisa diartikan, jika sesuatu tidak ditangani oleh ahlinya maka tunggulah masa kehancurannya. tetapi sebagian lagi menafsirkan tunggulah datangnya kiamat. Secara global hadits tersebut bisa diartikan, jika sebuah permasalahan diserahkan pada yang bukan ahlinya maka akan menimbulkan kehancuran.

Dengan uraian singkat itu jelaslah pandangan Islam tentang profesi, bahkan juga pandangan Islam tentang mementingkan profesionalitas.

Dengan uraian singkat itu jelaslah pandangan Islam tentang profesi, bahkan juga pandangan Islam tentang mementingkan profesionalitas.

Dokumen terkait