• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI TENTANG PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENINGKATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH AISYIYAH KABUPATEN GOWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "STUDI TENTANG PROFESIONALISME GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TERHADAP PENINGKATAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MADRASAH ALIYAH AISYIYAH KABUPATEN GOWA"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Pada Jurusan Pendidikan Agama Islam

Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Makassar

SYAKBAN 28292074

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 1433 H/2012 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN... ..1-7 A. Latar Belakang... ..1

B. Rumusan Masalah... ..6

C. Tujuan Penelitian ... .6

D. Kegunaan Penelitian ... ..7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... ..8-39 A. Profesionalisme Guru... ..8

B. Pendidikan Agama Islam... ..24

C. Profesionalisme Guru Terhadap Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam ... ..29

BAB III METODE PENELITIAN ... 40-48 A. Jenis Penelitian ... ..40

B. Lokasi dan Objek Penelitian ... ..40

C. Variabel Penelitian... ..41

D. Defenisi Operasional Variabel ... ..41

E. Populasi dan Sampel Penellitian... ..43

(10)

DAFTAR PUSTAKA

(11)

1

Pendidikan bagi ummat manusia merupakan sistem dan peningkatan kualitas hidup dalam segala bidang sehingga dalam sepanjang sejarah manusia di muka bumi hampir tidak ada kelompok manusia yang tidak menggunakan pendidikan sebagai sarana pembudayaan dan peningkatan kualitasnya, meskipun dengan sistem dan metode yang berbeda-beda sesuai dengan taraf dan budaya hidup masyarakat masing-masing.

Demikian pula halnya dengan pendidikan agama Islam, dalam segala bentuknya mempunyai peran dan fungsi yang sangat penting dan menentukan, nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam diberikan kepada anak didik yang kelak akan menjadi pemimpin masyarakat.

Dalam Islam, Pendidikan sudah digunakan yaitu kata rabba (mendidik), sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad Saw, seperti yang terlihat dalam Q.S. al-Israa’ (17) : 24 yang berbunyi sebagai berikut :



























Terjemahnya :

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, kasihanilah mereka

(12)

Selain kata Rabba, digunakan pula kata Ta’lim, asal kata ‘allamu yang berarti pengajaran. Kata allama juga telah digunakan pada zaman Rasulullah saw yang ada dalam Q.S. Al-Baqarah (02) : 31 yang berbunyi :

































 Terjemahnya :

“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar.

Keberhasilan suatu proses pendidikan di dalam mencapai tujuan pendidikan tersebut sangat dipengaruhi berbagai faktor. Salah satu diantaranya adalah guru, pendidik sekaligus pengajar.

Sebagai pengajar atau pendidik dalam pendidikan agama Islam, guru agama menduduki posisi sentral sebagai penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan agama Islam, apalagi dalam pencapaian dasar terbentuknya insan yang seimbang dan utuh yang mengkombinasikan dan mengharmoniskan unsur Iman, ilmu dan agama. Faktor apa dan siapa sangat berperan dalam suatu proses kegiatan.

Profesionalisme guru merupakan upaya yang paling strategis dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan, namun profesi guru saat ini masih

(13)

pendidikan sampai mencemooh dan menuding guru tidak berkompeten, itu karena disebabkan berbagai faktor.

Pertama, karena pandangan rasionalisme, materialisme, pragmatisme. Pengajar sekarang hanya dipandang sebagai petugas yang mendapat gaji dari Negara atau organisasi swasta, dan mempunyai tugas tertentu yang harus dilaksanakannya. Akibatnya ialah jarak antara guru dan murid semakin jauh. Padahal pada masa lampau jarak itu tidak ada, pengajar pada masa lalu, lebih dari sekedar bertugas mengajar, guru lebih bersifat penggembala.Konsep guru yang semacam itu sayangnya telah dirusak oleh budaya modern yang didasari oleh rasionalisme dan materialisme.

Pragmatisme menambah rusaknya konsep guru yang diajarkan Islam tersebut.

Kedua, pengaruh dari masyarakat itu sendiri. Masyarakat telah menggunakan pertimbangan yang semata-mata rasional, ekonomis dan relatif. Dan pengaruh tersebut merupakan dampak negatif terhadap prestasi profesionalisme seorang guru agama. Akibat yang muncul dalam dunia pendidikan Islam ialah merosotnya mutu pendidikan agama Islam bila di ukur dengan Firman Allah dan Hadits Rasulullah, mungkin saja sains dan teknologi tidak akan dapat membawa orang Islam lebih baik.

Dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan maka diperlukan tersedianya tenaga guru dalam kualifikasi dan kompetensi yang dapat

(14)

yang profesionalisme. Sebab sampai kapan pun posisi dan peran guru tidak akan dapat digantikan sekalipun oleh mesin canggih, karena tugas guru menyangkut aspek-aspek manusiawi yang unik dalam arti berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini juga sesuai dengan Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam Bab I pasal 1 ayat (1) guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan dasar dan menengah.

Tanggung jawab dalam mengembangkan profesi pada dasarnya merupakan tuntutan kebutuhan pribadi guru, tanggung jawab mempertahankan dan mengembangkan profesi tidak dapat dilakukan oleh orang lain kecuali oleh dirinya sendiri. Hal ini disebabkan seorang guru memiliki tanggung jawab dalam menentukan arah pendidikan agama Islam.

Itulah sebabnya Islam sangat menghargai orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pendidik. Agar Pendidik berhasil, guru agama sebaiknya memiliki adab yang baik, hal ini disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh teladan. Perumpamaan guru yang membimbing terhadap murid yang dibimbing itu seperti ukiran dari tanah dan bayangan dari kayu. Maka bagaimana tanah itu akan terukir oleh sesuatu yang tidak ada ukirannya, dan kapankah bayangan itu lurus sedangkan kayu itu sendiri bengkok.

(15)

sangat jauh dari apa yang dicita-citakan. Menjamurnya sekolah-sekolah yang rendah mutunya, memberikan suatu isyarat bahwa guru profesional hanyalah sebuah wacana yang belum terealisasi secara merata. Hal ini menimbulkan suatu keprihatinan baik di kalangan akademisi maupun orang awam.

Kenyataan tersebut menggugah kalangan akademisi untuk membuat perumusan dalam meningkatkan kualifikasi guru, melalui pemberdayaan dan peningkatan profesionalisme guru dari pelatihan sampai dengan intruksi agar guru memiliki kualifikasi pendidikan minimal Strata 1 (S1). Yang menjadi permasalahan baru adalah sebagian besar guru memahami instruksi tersebut sebagai formalitas untuk memenuhi tuntutan kebutuhan yang sifatnya administratif. Sehingga kompetensi guru profesional dalam hal ini tidak menjadi prioritas utama. Dengan demikian kontribusi untuk siswa menjadi kurang diperhatikan bahkan terabaikan.

Dengan kenyataan demikian sudah saatnya kompetensi profesionalitas guru agama Islam di MA. Aliyah Aisyiyah di tingkatkan, dan guru agama harus peka dan tanggap terhadap pendidikan. Hal tersebut penting bagi setiap pendidik untuk dicermati dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam, sebab berkaitan erat dengan pembentukan moral dan arah masa depan agama dan bangsa.

Dari beberapa fenomena di atas, dan untuk kemudian penulis ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang apa dan dan bagaimana upaya untuk

(16)

terdorong untuk mengadakan penelitian mengenai “Studi Tentang Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam Terhadap Peningkatan Pendidikan Agama Islam di Madrasah Aliyah Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam di MA.

Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

2. Bagaimana gambaran peningkatan Pendidikan Agama Islam di MA.

Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

3. Bagaimana profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam terhadap peningkatan Pendidikan Agama Islam di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Untuk mengetahui profesionalitas guru Pendidikan Agama Islam di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

(17)

Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

c) Untuk mengetahui profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam terhadap peningkatan Pendidikan agama Islam di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

D. Kegunaan Penelitian

a) Memberi masukan bagi para guru dan orang tua siswa agar senantiasa lebih menciptakan hubungan yang harmonis dalam rangka meningkatkan motivasi belajar dan prestasi belajar siswa.

b) Melatih penulis dalam mengungkapkan pikiran lewat tulisan secara ilmiah, sistematis serta menambah wawasan terhadap disiplin ilmu yang digeluti.

c) Menjadi sumber informasi yang dapat menunjang tersedianya data yang berguna sebagai bahan pertimbangan, penentu-penentu kebijakan, pengambil keputusan, pembaca, guru dan orang tua siswa dalam meningkatkan proses belajar mengajar.

(18)

8 A. Profesinalisme Guru

Guru adalah figur sentral dalam dunia pendidikan dan sekaligus kunci suksesnya pendidikan agama Islam, dalam pembahasan profesionalitas guru agama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan agama Islam, relevan dengan teori yang dikemukakan oleh H. Tayar Yusuf dan. Syaiful Anwar (1997:21) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab Sebagai Berikut :

Mengajar merupakan faktor penting dalam terlaksananya proses pendidikan. untuk dapat menunaikan tugas tersebut, guru harus memiliki segala sesuatu yang diperlukan dalam mengajar. untuk itu sebelum menjadi guru seorang calon guru harus dibekali /membekali diri dengan penguasaan berbagai bidang ilmu, keterampilan dan sikap mental yang kuat dan mantap, sehingga nantinya diharapkan benar- benar dalam mengemban tugasnya kelak menjadi tenaga pendidik yang profesionalitas dan bukan tenaga guru yang amatiran.

Berbicara tentang pentingnya profesionalitas adalah suatu hal yang tak dapat diingkari, dengan mengutip pernyataan Sunawan (1996; 6) dengan judul, mendongkrak mutu pendidikan menuntut guru sadar profesi sebagai berikut :

Pekerjaan guru akan berhasil secara optimal, hanya jika didukung dengan keahlian tinggi juga dikerjakan dengan tingkat profesionalitas yang tinggi pula.

Tuntutan profesionalisme guru terus didengungkan oleh berbagai kalangan di masyarakat kita, termasuk kalangan guru sendiri melalui

(19)

berbagai organisasi guru yang ada, di samping tuntutan perbaikan taraf hidup guru. Mereka berharap, untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia, diperlukan seorang guru yang profesionalisme dan handal juga mampu untuk mendidik siswa-siswinya disekolah.

Hal ini jelas menunjukkan masih adanya perhatian masyarakat terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional. Masih rendahnya tingkat profesionalisme guru saat ini disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari internal guru itu sendiri dan faktor lainnya yang berasal dari luar. Iwan Hermawan (2003; 5) mengemukakan bahwa faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Penghasilan yang diperoleh guru belum mampu memenuhi kebutuhan hidup harian keluarga secara mencukupi. Oleh karena itu, upaya untuk menambah pengetahuan dan informasi menjadi terhambat karena dana untuk untuk membeli buku, berlangganan koran, internet tidak tersedia. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan dapur harus juga melakukan kerja sampingan lainnya.

2. Kurangnya minat guru untuk menambah wawasan sebagai upaya meningkatkan tingkat profesionalitas sebab bertambah atau tidaknya pengetahuan serta kemampuan dalam melaksanakan tugas rutin tidak berpengaruh terhadap pendapatan yang diperolehnya. Kalaupun ada, hal itu tidak seimbang dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan.

3. Meledaknya jumlah lulusan sekolah guru dari tahun ke tahun.

Seorang guru yang memiliki profesinalitas yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna professional.

(20)

Jadi tekanan utamanya terletak pada pengabdian yang harus dilaksnakan ketimbang pada keuntungan ekonomi sebagai dasar organisasi (profesi), penampilan dan pengabdian yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kelompok profesi. Bahkan sebagai interlocking ideas.

Guru sebagai pendidik atau pengajar merupakan faktor penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan, yang memikul tanggung jawab untuk memimpin. Oleh sebab itu pendidik muslim dilihat dari fungsinya, bukanlah hanya sebagai pribadi yang berwibawa terhadap peserta didik, melainkan ia juga sebagai pembawa/ pendukung norma-norma Islami yang meneruskan tugas dan misi kerasulan para rasul. Oleh karena itu pandangan lama yang menganggap guru sebagai yang maha mengetahui yang harus digugu dan ditiru dirubah menjadi partner dalam proses belajar mengajar.

Dengan uraian singkat itu jelaslah pandangan Islam tentang profesi, bahkan juga pandangan Islam tentang profesionalisme. Islam mementingkan profesionalisme, bertitik tolak dari tinjauan tersebut di atas maka pokok masalah yang kami bahas didukung oleh sejumlah teori yang terdapat dalam buku, dari pembahasan ini pula penulis dapat mengetahui perlunya untuk mengumpulkan berbagai pendapat dan mencoba menyimpulkannya.

1. Pengertian Profesionalisme

Kata profesionalisme dalam kamus setelah diberi dua arti kata yang hampir berlawanan. Satu defenisi mengatakan bahwa profesional, khususnya

(21)

dibidang olahraga dan seni kata lain buat pemain bayaran lawan pemain amatir. Jadi, kita mengenal misalnya, pemain tenis, tinju, musik profesional yaitu orang yang melakukan kegiatan olahraga dan seni dengan menerima bayangan.

Defenisi lain yang bersumber dari sosiologi, memiliki konotasi simbolik berisi nilai. profesi ialah istilah yang merupakan suatu model konsepsi pekerjaan yang diinginkan dicita-citakan. Istilah ideologis ini dipakai sebagai kerangka acuan bagi usaha suatu pekerjaan dalam meningkatkan statusnya, ganjaran dan kondisi bekerjanya.

Selain dari pengertian di atas, Mochtar Buchori(2007: 38) memberi pengertian, bahwa kata profesi masuk dalam kosa kata bahasa Indonesia melalui bahasa Inggris (profession) atau bahasa Belanda (professie). Kedua bahasa Barat ini menerima kata ini dari bahasa Latin. Dalam bahasa Latin kata profession berarti pengajuan atau pernyataan. kata kerja untuk tindak mengaku atau tindak menyatakan ialah profiteri. Dan apa yang telah dinyatakan atau yang telah diakui disebut professus.

Profession juga mengandung arti sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya.

(22)

Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus dan latihan khusus.

Jadi profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus dibidang pekerjaan yang mampu mengembangkan kekaryaannya itu secara ilmiah disamping mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. mereka itu adalah para guru profesionalis yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.

Berdasarkan pertimbangan arti-arti di atas maka pengertian guru profesional adalah guru yang melaksnakan tugas keguruan dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan. Seorang guru yang memiliki profesinalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas profesional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna profesional.

Jadi tekanan utamanya terletak pada pengabdian yang harus dilaksnakan ketimbang pada keuntungan ekonomi sebagai dasar organisasi (profesi), penampilan dan pengabdian yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kelomok profesi. Bahkan sebagai interlocking ideas.

(23)

2. Karakteristik Dan Unsur-Unsur Profesionalitas a) Karakteristik profesionalitas

Dalam literatur yang dijumpai macam-macam deskripsi tentang karakteristik profesionalisme yang harus dipenuhi agar suatu pekerjaan disebut profesi. Ornstein dan Levine (1992; 12) menyatakan bahwa profesionalisime itu adalah jabatan yang :

a) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksankan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan) b) memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar

jangkauan khalayak ramai (tidak setiap orang yang dapat melakukannya).

c) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).

d) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.

e) Terkendali berdasarkan license baku atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan isi tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).

f) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja (tidak diatur oleh orang luar)

g) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk kerja yang ditampilkan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskan)

h) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dari klien, dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan.

i) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatof bebas dari supervisi dalam jabatan.

j) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.

k) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok elit untuk mengetahui dan mengakui keberhasilan anggotanya.

l) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.

m) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan dari setiap anggotanya.

(24)

n) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).

Khusus untuk jabatan guru ini sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Pendidikan NEA Amerika Serikat misalnya, menyebutkan enam kriteria dibidang pendidikan, sebagaimana yang dikutip oleh Oteng Sutisno (1989; 360):

1. Profesi didasarkan atas sejumlah pengetahuan yang dikhususkan.

2. profesi mengejar kemajuan dalam kemampuan para anggotanya.

3. Profesi melayani kebutuhan para anggotanya (akan kesejahteraan dan pertumbuhan profesi)

4. Profesi memiliki norma-norma etis.

5. Profesi mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dibidangnya (mengenai perubahan-perubahan dalam kurikulum, struktur organisasi pendidikan, persiapan professional.

6. Profesi memiliki solidaritas kelompok profesi.

Scein dalam Made Pidarta (1997; 265), mengidentifikasikan profesi menurut ciri berikut :

1. Bekerja sepenuhnya dalam jam-jam kerja (full time) 2. Pilihan pekerjaan itu didasarkan pada motivasi yang kuat.

3. Memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh lewat pendidikan dan latihan yang lama.

4. Membuat keputusan sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan atau menangani klien.

5. Pekerjaan berorientasi kepada pelayanan bukan untuk kepentingan pribadi.

6. Pelayanan itu didasarkan kepada kebutuhan obyektif klien.

7. Memiliki otonomi untuk bertindak dalam menyelesaikan persoalan klien.

8. Menjadi anggota organisasi profesi sesudah memenuhi persyaratan atau kriteria tertentu.

9. Memiliki kekuatan dan status yang tinggi sebagai ekspersi dalam spesialisasinya.

10. Keahlian itu tidak boleh diadvertensikan untuk mencari klien

(25)

Selanjutnya Ahmad Tafsir (1994; 104) menambah bahwa suatu profesi harus memiliki teori-teori yang baku secara universal. Profesi juga harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kompetensi aplikatif.

Bila kita membandingkan beberapa kriteria yang diungkapkan oleh para ahli tersebut di sini dapat diidentifikasikan hal-hal yang dianggap penting:

1. Mempunyai pengetahuan dan keterampilan khusus.

2. Melayani klien (masyarakat)

3. Otonomi dalam membuat keputusan 4. Profesi dengan

5. Profesi memiliki solidaritas antar sesama kelompok kerja

6. Memiliki organisasi sebagai ciri khas eksistensi suatu lembaga profesi b) Unsur-unsur Profesionalisme

Formulasi-formulasi tentang profesi tersebut di atas itu walaupun dinyatakan dalam kata-kata yang berbeda, pada hakekatnya memperlihatkan persamaan yang besar dalam substensinya, kiranya dapat disimpulkan bahwa profesi ideal memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a) Teori Sistematis

Teori ialah suatu sistem asas dan proposisi abstrak yang menguraikan dalam kata-kata umum jenis-jenis fenomena yang menjadi pusat perhatian profesi. Ia tidak dapat diterapkan dengan rutin melainkan

(26)

dengan bijaksanan pada setiap kasus. Artinya, profesi itu dijalani menurut teori-teorinya.Teori itu harus baku, maksudnya teori itu bukan teori sementara. Bila orang mengatakan ia memiliki profesi yang seluruh teorinya bersifat sementara, maka kita dapat mengatakan bahwa profesi orang itu belum memenuhi syarat untuk disebut profesi.

Bagi orang profesional teori berfungsi sebagai alat maupun pedoman praktek. Keterampilan yang menandai suatu profesi diturunkan dari dan didukung oleh teori. Jadi teori dan praktek itu merupakan suatu perpaduan. Untuk menghasilkan teori yang salih, yang akan menyediakan dasar yang kuat bagi teknik-tekni profesional, diperlukan penerapan metode ilmiah kepada masalah-masalah profesi. Penggunaan metode-metode ilmiah ini dipupuk oleh dan pada gilirannya memeperkuat unsur personalitas yang menggalakkan sikap kritis terhadap teori.

Pentingnya teori bagi perbuatan profesional membawa implikasi.

pertama, pendidikan akademis yang lama dipandang perlu. Karena pemahaman teori itu begitu penting bagi kepentingan profesional, maka persiapan bagi suatu profesi mesti meliputi pengalaman intelektual maupun praktis. Kedua, hanyalah orang-orang yang paling sanggup dipandang akan memiliki kemampuan intelektual untuk menerima dan menggunakan pengetahuan serupa itu. Karenanya, pengambilan para calon harus diawasi dengan ketat melalui saringan dan proses

(27)

pendidikan yang teliti dan panjang dan menyingkirkan mereka yang kurang sanggup.

b) Kewenangan Profesional

Pendidikan yang ekstensip dalam teori sistematis dan bidang ilmunya memberi seorang profesional jenis pengetahuan yang tidak dimiliki oleh bukan ahli dalam bidang ilmu itu. Kenyataan ini menjadi dasar bagi kewenangan seorang profesional.

Unsur kewenangan ini ialah alasan mengapa orang-orang profesional menuntut otonomi dan tanggung jawab dalam pekerjaan mereka. Akan tetapi kewenangan ini tidak tanpa batas, fungsinya terbatas hanya pada bidang-bidang khusus dalam mana seorang profesionali telah dididik dan dilatih. Jadi seorang profesional tidak dapat menetapkan petunjuk-petunjuk mengenai segi-segi kehidupan klien dimana kemampuan teoritisnya tidak berlaku. Berani memberikan petunjuk serupa itu ialah mmasuki suatu wilayah dimana ia sendiri adalah seorang awam, dan karenanya melanggar kewenangan ke kelompok profesi lain.

Kewenangan pribadi orang-orang pofesional dalam berhadapan dengan klien didasarkan atas kemampuan yang tinggi dari mereka, tidak karena memangku jabatan. Kenyataan bahwa mereka telah memperoleh keterampilan-keterampilan yang lengkap dan sudah memiliki norma-

(28)

norma dan standar-standar membuat hadirnya orang-orang yang mengkhususkan dalam pengawasan tidak perlu.

c) Sanksi masyarakat

Kewenangan yang dilukiskan di atas menyarankan suatu bentuk kekuasaan monopolis kelompok profesi dalam menjalankan praktek dibidangnya. Setiap kelompok profesi berusaha agar masyarakat menguatkan kewenangannya dengan memeberikan sejumlah kekuasaan dan hak khusus tertentu. Pengakuan masyarakat akan kekuasaan dan hak-hak tertentu itu dapat formal atau informal. Pengakuan formal ialah kesepakatan yang diperkuat oleh kekuatan hukum.

Diantara kekuasaan yaitu pengawasan profesi atas pemasukan ke dalam profesi melalui pusat-pusat pendidikannya. Ini dicapai melalui proses akreditasi, yaitu pengakuan bahwa program pendidikan yang dijalankan oleh suatu pusat pendidikan yang dijalankan oleh suatu pusat pendidikan telah memenuhi standar-standar yang diminta oleh lembaga akreditasi daro organisasi profesi. Dengan memberikan atau tidak memberikan akreditasi suatu profesi (dalam teori) dapat mempengaruhi program-program pendidikannya mengenai lama studi, isi dan komposisi kurikulum dan kualitas pengajarannya diploma yang diterimakan oleh lembaga pendidikan profesional yang telah diakui itu (acredited) memberikan kewenangan untuk menjalankan praktek. Diploma ialah

(29)

bagian dari sistem lisensi. Kekuatan hukum mendukung lisensi itu, orang- orang yang melakukan praktek profesional tanpa ijin dapat dihukum d) Kode etik

Monopoli yang dinikmati oleh suatu profesi membawa resiko bagi klien dan masyarakat yang dilayaninya. Monopoli bisa disalahgunakan;

kekuasaan dan hak-hak istimewa dapat dipakai untuk melindungi kepentingan pribadi yang bertentangan dengan kesejahteraan masyarakat. Maka untuk mencegah penyalahgunaan serupa itu setiap profesi menetapkan seperangkat pedoman yang memaksa prilaku etis dipihak para anggotanya. Sudah tentu, kode yang regulatif adalah karakteristik dari semua pekerjaan yang non profesi maupun yang telah mencapai status profesional.

Walaupun perincian kode etik itu berbeda-beda diantara profesi- profesi, tapi intisarinya adalah sama. Ini mungkin dapat diuraikan dalam kata-kata hubungan seorang profesional dengan klien dan hubungan antara kawan sekerja. Terhadap klien seorang profesional harus memperlihatkan sikap dan perasaan yang tidak memihak.

Untuk memelihara profesinalisme agar berkembang dinamis konsisten diperlukan suatu kode etik, yang mengikat jabatan fungsional guru. Setiap negara mempunyai kode etik guru, misalnya di Amerika Serikat ada kode etik yang dirumuskan oleh NEA (National Education Association). Gunanya ialah untuk dijadikan pedoman dalam melakukan

(30)

tugas profesi. Kode etik itu tidak akan bermanfaat bila tidak diakui oleh pemegang profesi dan juga oleh masyarakat. Arifin (1995;114) mengemukakan bahwa kode etik yang dimaksud ialah :

1) Berbakti membimbing peserta didik 2) Melaksanakan kejujuran profesional

3) Berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik 4) Menciptakan suasana sekolah

5) Memelihara hubungan baik dengan orang tua/ masyarakat.

6) Meningkatkan mutu dan martabat profesi.

7) Memelihara hubungan profesi, semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.

8) Meningkatkan mutu organisasi sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9) Melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Kode etik tersebut merupakan norma-norma yang mengatur tingkah laku guru, Menurut Muh. Dachlan. S. (1995; 6), secara rinci kegunaannya sebagai berikut :

1. Agar guru dapat bercermin diri mengenai tingkah lakunya apakah sudahs sesuai dengan profesi pendidik yang disandangnya ataukah belum.

2. Agar guru-guru mempunyai rambu-rambu yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam bertingkah laku sehari-hari sebagai pendidik.

3. Agar guru-guru dapat menjaga, jangan sampai tingkah lakunya dapat menurunkan martabatnya sebagai seorang profesional bertugas utama sebagai pendidik.

c) Kebudayaan Profesi

Kebudayaan profesi terdiri atas nilai-nilai, norma-norma, simbol- simbol dan konsep karier. Nilai-nilai sosial dari suatu kelompok profesional ialah anggapan-anggapannya yang dasar dan

(31)

fundamental. yang paling penting diantara nilai-nilai ini ilaha nilai esensial dari jasa yang disampaikan oleh kelompok profesional kepada masyarakat. Oteng Sutisno 1989; 365) mengemukakan:

Untuk berhasil dalam profesi yang dipilihnya, orang yang baru mulai harus menyesuaikan diri dengan efektif kepada kebudayaan profesi.

Penguasaan teori dan keterampilan teknis itu sendiri belum lagi menjamin keberhasilan profesionalnya. Ia juga harus mengenal kebudayaan profesinya.

d) Persatuan Profesi

Noqbat (serikat kerja) dikenal dalam Islam. Ada beberapa serikat kerja termasuk persatuan (serikat) guru ini dengan besar berperan ikut menyusun standar kolastik dan moral bagi guru. Ikatan-ikatan guru ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap profesi.

Profesi yang sungguh memilki suatu ikatan profesi yang kuat dan berpengaruh, yang perlu untuk membantu dan menjamin terpenuhinya kriteria yang diuraikan di muka. Keharusan tindakan bersama yang teratur sering dipandang sifat status profesi yang paling menonjol. Ini muncul dari tanggung jawab kelompok terhadap masyarakat di atas kewajiban anggota secara perorangan. Tindakan efektif yang dipersatukan bagi pencapaian syarat-syarat profesi dan peningkatan status sosialnya hanya mungkin melalui usaha suatu organisasi profesi secara menyeluruh.

(32)

3. Pandangan Islam Tentang Profesionalisme

Bila kita perhatikan kriteria profesi seperti diuraikan di atas agaknya ada dua kriteria yang pokok, yaitu dedikasi dan keahlian, itulah ciri utama suatu bidang disebut profesi, maka jelas Islam mementingkan profesi.

Dengan pertimbangan di atas, kurikulum pendidikan agama Islam jelas selain mesti berorientasi kepada pembinaan dan pengembangan nilai-nilai agama dalam diri anak didik, seperti selama ini dilakukan, kini harus memberikan penekanan khusus pada penguasaan ilmu pengetahuan.

Tetapi dengan jujur kaita harus akui, pendidikan agama Islam hingga saat ini kelihatan sering terlambat merumuskan diri untuk meresponi perubahan dan kecenderungan perkembangan masyarakat kita sekarang dan masa datang. Karena itu, sudah saatnya bagi kita untuk lebih serius menangani pembaharuan dan pengembangan sistem pendidikan agama Islam. Selama ini usaha pembaharuan dan peningkatan pendidikan agama Islam sering bersifat sepotong-potong atau tidak komprehensip dan menyeluruh.

Selain itu kalau kita mau jujur, sebagian besar sistem pendidikan agama Islam belum lagi dikelola secara profesional. Tetapi, tanpa harus mengorbankan semangat keiklasan dan jiwa pengabdian, sudah waktunya sistem dan lembaga pendidikan agama Islam dikelola secara profesional, bukan hanya dalam soal pengajian, pemberian honor, tunjangan atau pengelolaan administrasi dan keuangan. Profesionalitas mutlak pula

(33)

diwujudkan dalam perencanaan, penyiapan tenaga pengajar, kurikulum dan pelaksanaan pendidikan agama Islam itu sendiri.

Akibat pengelolaan yang pada umumnya tidak profesional itu, pendidikan agama Islam harus kita akui sering kala bersaing dalam banyak segi dengan subsitem pendidikan nasional yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok masyarakat lain. Bukan rahasia, bahwa citra dan gengsi lembaga pendidikan agama Islam sering dipandang lebih rendah dibandingkan dengan sistem pendidikan yang diselenggarakan pihak-pihak lain. Dalam kaitan ini, kita tidak bisa menyalahkan orang tua muslim yang menyerahkan anak-anak mereka ke lembaga-lembaga pendidikan lain tersebut, selama semua pihak yang terlibat dalam sistim pendidikan agama Islam tidak beriktiar secara serius, sistematis, komprehensip dan programatis membenahi dan mengembangkan sistem pendidikan agama Islam tersebut.

Dalam Islam, setiap pekerjaan harus dilakukan secara profesional, dalam arti ahrus dilakukan secara benar. Itu hanya mungkin dilakukan oleh orang yang ahli.

Bila seorang guru mengajar tidak dengan keahlian maka yang akan hancur adalah muridnya. Ini adalah pengertian yang terbatas. Murid-murid kelak mempunyai murid lagi, murid-murid itu kelak berkarya, kedua-duanya dilakukan dengan tidak benar (karena dididik tidak benar), maka akan timbullah kehancuran. Yaitu kehancuran murid-murid itu dan kehancuran

(34)

sistem kebenaran karena mereka mengajarkan pengetahuan yang dapat saja tidak benar.

Daud Rasyid memberikan pengertian. Secara harfiah bisa diartikan, jika sesuatu tidak ditangani oleh ahlinya maka tunggulah masa kehancurannya. tetapi sebagian lagi menafsirkan tunggulah datangnya kiamat. Secara global hadits tersebut bisa diartikan, jika sebuah permasalahan diserahkan pada yang bukan ahlinya maka akan menimbulkan kehancuran.

Dengan uraian singkat itu jelaslah pandangan Islam tentang profesi, bahkan juga pandangan Islam tentang mementingkan profesionalitas.

B. Pendidikan Agama Islam 1. Pendidikan

Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu, dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dalam proses pendidikanyang bermutu, terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif dan psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta menciptakan suasana yang kondusif.

Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut. Antara lain mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana

(35)

pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun non akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran. Mutu dalam konteks hasil Pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir semester, akhir tahun, 2 tahun, atau 5 tahun bahkan 10 tahun).

Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis (misal : ulangan harian, ujian semester atau ujian nasional). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu.

Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan lain-lain. Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap kurun waktu lainnya. Beberapa input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai.

Dengan kata lain, tanggung jawab sekolah dlam school based quality improvent bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik(kognitif)

(36)

dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar nilai). Mutu Pendidikan Indonesia Pembangunan Pendidikan Indonesia mendapat roh baru dalam pelaksanaanya sejak disahkannya Undang-Undang No 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Selaras dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasinal maka Visi Pembangunan Pendidikan Nasional adalah Terwujudnya Manusia Indonesia Yang Cerdas, Produktif, dan Berakhlak Mulia. Beberapa indikator yang menjadi tolok ukur keberhasilan dalam pembangunan pendidikan nasional :

a) Sistem pendidikan yang efektif, efisien.

b) Pendidikan nasional yang merata dan bermutu.

c) Peran serta masyarakat dalam pendidikan.

2. Pendidikan Agama Islam

Menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu melesat maka kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas mutlak diperlukan. Oleh sebab itu pengenalan akan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi harus dilakukan sedini mungkin. Sadar akan hal itu pemerintah dengan segala daya dan upayanya berusaha untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia, mulai dari perubahan kurikulum, standarisasi ujian nasional sampai dengan perhatian yang serius terhadap kesejahteraan para pendidik.

(37)

Usaha maksimal pemerintah tersebut adalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional yaitu menciptakan manusia seutuhnya. Umar Tirta Raharja (1995; 249) mengemukakan :

Bahwa yang dimaksud dengan manusia utuh adalah manusia yang sehat jasmani dan rohani, manusia yang mempunyai hubungan vertikal ( dengan Tuhan ), horizontal (dengan lingkungan ) dan konsentris ( dengan diri sendiri ) yang berimbang antara duniawi dan ukhrawi.

Ahmad Tafsir (1995; 15) dalam bukunya Metodologi Pengajaran Agama

menyatakan bahwa :

Tujuan pendidikan nasional Indonesia menggambarkan kualitas manusia yang baik menurut bangsa Indonesia, bagi bangsa Indonesia manusia yang baik ialah manusia pembangunan yang pancasilais, sehat jasmani dan rohani, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan bertanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsa dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaksud di dalam UUD 1945.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka diupayakanlah suatu penyelenggaraan pendidikan yang bersifat formal mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Segala aktivitas yang berlangsung di dalamnya memerlukan sarana dan prasarana yang memadai, seperti pendidik yang kompeten, laboratorium dan perpustakaan yang baik, lingkungan yang kondusif serta alat peraga yang mencukupi agar proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan maksimal.

(38)

Faktor yang tak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan pendidikan adalah siswa sebagai peserta didik, karena meskipun fasilitas memadai namun jika peserta didik tidak aktif dan kreatif dalam memanfaatkannya maka hasilnyapun akan sia-sia. Oleh sebab itu diperlukan suatu formula agar peserta didik terstimulasi untuk lebih pro aktif dalam proses pembelajaran, salah satunya yaitu dengan menumbuhkan minat baca dikalangan siswa.

Dalam konsepsi Islam membaca sangat dianjurkan karena dengan membaca maka cakrawala berfikir akan terbuka dan jendela pengetahuan akan terkuak sehingga manusia akan menemukan hal-hal baru untuk memecahkan masalah hidupnya dan dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah dibumi ini dengan baik. Dalam kaitannya dengan membaca ini Allah Swt berfirman dalam QS. Al Alaq ayat 1-3:































Terjemahnya:

“(1) Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan (2) Dia menciptakan manusia dari segumpal darah (3) Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah. (Departemen Agama RI, 2002; 1074)

Ayat ini dengan tegas memerintahkan kepada manusia untuk membaca agar dapat menemukan keagungan Allah SWT sehingga dengan demikian Allah akan memberikan kemurahan-Nya. Quraish Shihab (2004;

112) ketika menjelaskan ayat ketiga dari surat Al Qalam diatas berkata:

(39)

Kemurahan Allah dapat menghantarkan manusia yang mempelajari alam raya ini untuk menemukan rahasia-rahasia alam yang baru serta berbeda dengan ilmuwan terdahulu.

Sebagai umat Islam tentu kita tidak mau dikatakan sebagai umat yang terbelakang dan jumud serta dicap sebagai umat yang anti teknologi. Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban kita umat Islam untuk membuka cakrawala berfikir kita dengan banyak membaca sehingga kita tidak akan tertinggal dengan umat lain. Melihat akan pentingnya membaca tersebut maka sudah selayaknya apabila siswa-siswa muslim di beri rangsangan agar lebih giat dalam membaca buku apapun yang bermanfaat bagi manusia sehingga prestasi belajar mereka menjadi lebih baik.

C. Profesionalisme Guru Terhadap Peningkatan Pendidikan Agama Islam

1. Pentingnya Peningkatan Kemampuan Profesional Guru

Banyak alasan yang mendasari mengapa profesionalisme guru itu perlu ditingkatkan, karena ini berhubungan langsung dengan upaya peningkatan mutu pendidikan. Apabila diinginkan suatu hasil pendidikan yang berkualitas maka semua komponen yang terkait dengan pendidikan tersebut juga harus ditingkatkan salah satunya yaitu guru.

Pentingnya peningkatan kemampuan profesional guru dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang. Pertama, ditinjau dari perkembangan ilmu

(40)

pengetahuan dan teknologi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat, berbagai metode dan media baru dalam pembelajaran telah berhasil dikembangkan. Demikian pula halnya dengan pengembangan materi dalam rangka pencapaian target kurikulum harus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu harus dikuasai oleh guru dan kepala sekolah, sehingga mampu mengembangkan pembelajaran yang dapat membawa anak didik menjadi lulusan yang berkualitas tinggi. Dalam rangka itu, peningkatan profesional guru perlu dilakukan secara kontinu seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pendidikan. Suatu contoh, disaat ini banyak guru yang menggunakan media LCD dalam kegiatan belajar mengajar, apabila guru tersebut tidak menguasai teknologi maka ia akan tertinggal oleh guru-guru yang memang menguasai IPTEK, ia hanya menulis di papan kemudian para siswa mencatat. Selain itu, di era seperti ini banyak informasi-informasi yang disajikan lewat internet. Apabila guru gagap teknologi maka ia akan ketiggalan informasi yang seharusnya wajib ia ketahui.

Kedua, ditinjau dari kepuasan dan moral kerja. Sebenarnya peningkatan kemampuan profesional guru merupakan hak setiap guru.

Artinya, setiap pegawai berhak mendapat pembinaan secara kontinu, apakah dalam bentuk supervisi, studi banding, tugas belajar, maupun dalam bentuk lainnya. Pemenuhan hak tersebut, bilamana dilakukan dengan sebaik-

(41)

baiknya, guru tidak hanya semakin mampu dan terampil dalam melaksanakan tugas-tugas profesionalnya, melainkan juga semakin puas, memiliki moral atau semangat kerja yang tinggi, dan berdisiplin.

Ketiga, ditinjau dari keselamatan kerja. Banyak aktivitas pembelajaran di sekolah yang bilamana tidak dirancang dan dilakukan secara hati-hati oleh guru mengandung risiko yang tidak kecil. Aktivitas pembelajaran yang mengandung risiko tersebut banyak ditemukan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam, khususnya pada pokok-pokok bahasan yang dalam proses pembelajarannya menuntut keaktifan siswa dan atau guru menggunakan bahan-bahan kimia. Bilamana pembelajarannya tidak dirancang dan dilaksanakan secara profesional, tidak menutup kemungkinan terjadi adanya kecelakaan-kecelakaan tertentu, seperti peledakan bahan kimia, tersentuh jaringan listrik, dan sebagainya. Dalam rangka mengurangi terjadinya berbagai kecelakaan atau menjamin keselamatan kerja, pembinaan terhadap guru perlu dilakukan secara kontinu.

Keempat, peningkatan kemampuan profesional guru sangat dipentingkan dalam rangka manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah.

Sebagaimana ditegaskan bahwa salah satu ciri implementasi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah adalah kemandirian dari seluruh stakeholder sekolah, salah satunya dari guru. Kemandirian guru akan tumbuh bilamana ada peningkatan kemampuan profesional kepada dirinya.

(42)

2. Peran dan Fungsi Guru

Secara umum guru merupakan factor penentu tinggi rendahnya kualitas hasil pendidikan. Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan professional, factor kesejahteraan.

Guru ataupun dikenali juga sebagai pengajar, pendidik, dan pengasuh merupakan tenaga pengajar dalam institusi pendidikan seperti sekolah maupun tiusyen (kelas bimbinangan) yang tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik. Guru sebagai pengajar Ialah orang yang memiliki kemampuan pedagogi sehingga mampu mengutarakan apa yang ia ketahui kepada peserta didik sehingga menjadikan kefahaman bagi peserta didik tentang materi yang ia ajarkan kepada peserta didik.

Pendidik adalah seiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat kemanusiaan yang lebih tinggi. Sehinggga sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Tugas mendidik adalah tugas yang amat mulia atas dasar panggilan yang teramat suci. Sebagai komponen sentral dalam system pendidikan, pendidik mempunyai peran utama dalam membangun fondamen-fondamen hari depan corak kemanusiaan.

(43)

Corak kemanusiaan yang dibangun dalam rangka pembangunan nasional kita adalah manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri disiplin, bermoral dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan hal itu, keteladanan dari seorang guru sebagai pendidik sangat dibutuhkan. Dapat dikatakan bahwa guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pengajar dan pendidik. Maka guru secara otomatis mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Begitu besarnya peranan guru sebagi pengajar dan pendidik, maka harus diakui bahwa kemajuan pendidikan di bidang pendidikan sebagian besar tergantung pada kewenangan dan kemampuan staff pengajar (guru).

Pendidikan Indonesia akan maju jika staff pengajar (guru) sebagai kemampuan sentral dalam system pendidikan memiliki kualitas yang baik pula. Pendidikan Indonesia memerlukan guru yang memiliki kompetensi mengajar dan mendidik yang inovatif, kreatif, manusiawi, cukup waktu untuk menekuni tugas profesionalnya, dapat menjaga wibawanya di mata peserta didik dan masyarakat (menjaga profesionalitas conscience) dan mampu meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mendapatkan guru yang demikian, dua hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pendidikan mereka (terutama pada pre-service training atau pemantapan program pendidikan guru, bukan pada in training service) dan kesejahteraan mereka

(44)

Seorang pengajar akan lebih mudah mentransfer materi yang ia ajarkan kepada peserta didik, jika guru tersebut benar menguasai materi dan memiliki ilmu atau teknik mengajar yang baik dan sesuai dengan karakteristik pengajar yang professional. Sebagai contoh pengajar yang kompeten sehingga berhasil mencetak siswa-siswa yang pandai dan menguasai materi adalah Yohanes Surya. Proses pembelajaran (learning proses) yang dilakukannya dalam membimbing tim olimpiade fisika menuju keberhasilan di tingkat internasional bias dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran bagi guru-guru lainnya. Tidak tanggung-tanggung, mesti para siswa itu hanya berpendidikan SMA dan satu diantaranya berpendidikan SMP, ilmu yang dipelajari selama masa bimbingan dalam beberapa aspek setara dengan pengetahuan pascasarjana. Sehingga dengan kefahaman dan kesiapan yang matang, para siswa tidak canggung dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dalam kompetisi olimpade.

Berbagai upaya peningkatan mutu pendidikan yang telah dilakukan pemerintah di era reformasi ini, telah banyak menghasilkan berbagai terobosan-terobosan. Berbagai terobosan yang yang telah dilakukan pemerintah antara lain; (1) Pembaharuan kurikulum dari kurikulum 1994 disempurnakan menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang telah dilauncing(dilancarkan/diadakan) pada tahun 2004, (2) Perubahan manajemen sekolah dari manajemen konvesional menjadi manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS), (3) Peningkatan

(45)

profesionalisme guru, (5) Perubahan dalam pendekatan pembelajaran, (5) adanya program ketrampilan hidup (life skill) yang kesemuanya bertujuan untuk meningkatkan mutu hasil belajar siswa.

Dari sekian program yang telah digulirkan pemerintah peningkatan profesionalisme guru akhir-akhir ini marak dibicarakan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa sebaik apapun kurikulum yang diterapkan, selengkap apapun peralatan yang digunakan, sebagus apapun manajemen yang dilakukan, ternyata semuanya akan sia-sia manakala tidak didukung oleh adanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dengan ditunjukkan adanya sikap profesional dari para guru.

Sikap professional guru harus dipupuk dan dikembangkan baik melalui studi lanjut maupun kegiatan pelatihan. Permasalahan muncul lagi manakala setelah seorang guru dikirim untuk mengikuti pelatihan dengan biaya yang tidak sedikit, namun setelah kembali di sekolah mereka enggan melakukan apa yang telah diperoleh selama penataran/pelatihan, dengan alasan tidak ada alat, murid yang belum terbiasa dan se-abrek alasan yang lainnya.

Penerapan sikap profesionalime guru dapat diketahui dari bagaimana seorang guru tersebut mampu menerapkan metode pembelajaran yang merupakan cara untuk menyajikan, menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada siswa untuk mencapai tujuan tertentu yaitu proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Banyak metode pembelajaran yang dapat dipergunakan dalam menyajikan pelajaran kepada siswa-siswa, seperti

(46)

metode ceramah, diskusi, tanya jawab, demonstrasi, penampilan, metode studi mandiri, pembelajaran terprogaram, latihan sesama teman, simulasi, karya wisata, induksi, deduksi, simulasi, studi kasus, pemecahan masalah, insiden, seminar, bermain peran, proyek, praktikum, dan lain-lain.

Seorang guru kadang-kadang merasa kaku dalam mempergunakan satu atau dua metode, dan menterjemahkan metode itu secara sempit dan menerapkan metode di kelas dengan metode yang pernah ia baca. Metode pembelajaran merupakan cara untuk menyampaikan, menyajikan, memberi latihan, dan memberi contoh pelajaran kepada siswa. Dengan demikian metode dapat dikembangkan dari pengalaman, seseorang guru yang berpengalaman dia dapat menyuguhkan materi kepada siswa, dan siswa mudah menyerapkan materi yang disampaikan oleh seorang guru secara sempurna dengan memepergunakan metode yang dikembangkan dengan dasar pengalamannya, metode-metode dapat dipergunakan secara variatif, dalam arti kata tidak monoton dalam satu metode.

Dalam proses belajar mengajar, guru dihadapkan untuk memilih metode-metode dari sekian banyak metode yang telah ditemui para ahli sebelum ia menyampaikan materi pengajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Namun dalam hal ini seorang guru tidak asal memilih metode pembelajarannya tetapi harus memenuhi pertimbangan-pertimbangan diantaranya harus memperhatikan tujuan pembelajaran, pengetahuan awal

(47)

siswa, bidang studi/pokok bahasan/aspek, alokasi waktu dan sarana penunjang, jumlah siswa serta pengalaman dan kewibawaan pengajar.

Penentuan tujuan pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru dalam memilih metode yang akan digunakan di dalam menyajikan materi pengajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sasaran yang hendak dicapai pada akhir pengajaran, serta kemampuan yang harus dimiliki siswa. Sasaran tersebut dapat terwujud dengan menggunakan metode-metode pembelajaran. Misalnya, seorang guru PAI menetapkan tujuan pembelajaran agar siswa dapat mendemonstrasikan cara beribadah dengan baik dan benar. Dalam hal ini metode yang dapat membantu siswa-siswa mencapai tujuan adalah metode ceramah, guru memberi instruksi, petunjuk, kemudian metode demonstrasi, siswa-siswa mendemonstrasikan, selanjutnya dapat digunakan metode pembagian tugas.

Pengetahuan awal siswa juga perlu diperhatikan karena dengan guru mengetahui seberapa pengetahuan siswa maka selanjutnya guru tersebut bisa menentukan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada siswa.

Pengetahuan awal dapat berasal dari pokok bahasan yang akan diajarkan, jika siswa tidak memiliki prinsip, konsep dan fakta atau memiliki pengalaman, maka kemungkinan besar mereka belum dapat dipergunakan metode yang bersifat belajar mandiri, penampilan, latihan dengan teman, sumbang saran, praktikum, bermain peran dan lain-lain. Untuk mengetahui pengetahuan awal siswa biasanya guru dapat melakukan pretes tertulis maupun tanya jawab

(48)

diawal pelajaran. Begitu juga dengan bidang studi harus diperhatikan.

Program pendidikan akademik yang bidang studinya berkaitan dengan keterampilan, maka metode yang akan digunakan lebih berorientasi pada masing-masing ranah (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang terdapat dalam pokok bahasan. Misalnya pokok bahasan psikomotorik maka metode yang pergunakan lebih cocok ke metode demonstrasi dan lain-lain.

Mengenai alokasi waktu dan sarana penunjang juga merupakan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran karena apabila guru menggunakan metode yang kurang tepat maka proses belajar mengajar akan menjadi terhambat. Selain itu hal terpenting lainnya yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu metode pengajaran adalah jumlah siswa. Jumlah siswa ini sangat menentukan efektif atau tidaknya proses pembelajaran di kelas. Apabila ukuran kelas besar dan jumlah siswa yang banyak metode ceramah yang lebih efektif, di samping metode ceramah guru dapat melaksanakan tanya jawab, dan diskusi.

Seorang guru yang profesional akan mampu menyesuaikan kondisi yang tepat pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Mereka akan mampu menerapkan metode apa yang tepat untuk diberikan kepada anak didiknya. Mereka yang profesional akan terlihat dari bagaimana cara mereka menyajikan materi kepada para siswa. Jadi, melalui implementasi metode pembelajaran ini dapat diketahui bagaimanakah guru yang profesional dalam hal penguasaan cara mengajar.

(49)

39 A. Jenis Penelitian

Jenis metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni metode penelitian yang memberikan gambaran tentang situasi dan kejadian secara sistematis dan faktual mengenai faktor-faktor, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang dimiliki untuk melakukan akumulasi dasar-dasar saja, dimana para umumnya metode ini diartikan secara luas yaitu bukan hanya memberikan gambaran terhadap fenomena , melainkan juga menerangkan hubungan-hubungan, menguji hipotesis, memperkuat prediksi, serta mendapatkan makna dan komplikasi dari permasalahan yang hendak dicapai.

Dengan demikian berdasarkan penjelasan tersebut di atas dapatlah dipahami bahwa jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian deskriptif yaitu sebuah bentuk jenis penelitian yang dilakukan dengan menghubungkan semua persoalan yang terkait dalam masalah yang dikaji dalam penelitian yang kemudian dianalisis dengan berbagai metode.

B. Lokasi dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Penunjukan lokasi ini secara langsung dasar

(50)

penetapan lokasi penelitian adalah untuk mudahnya mengakses data yang di perlukan.

Adapun yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah Guru dan siswa di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa.

C. Variabel Penelitian

Indikator terpenting yang menentukan kebrhasilan penelitian adalah kejelasan variabel yang akan diteliti., sebab variabel penelitian adalah objek penelitian, atau yag menjadi kajian dalam suatu penelitian.

Variabel penelitian ini diklasifikasikan kedalam dua bagian:

1. Profesionalisme guru Pendidikan Agama Islam sebagai pendidik sebagai variabel bebas yang diberi simbol X.

2. Peningkatan Pendidikan Agama Islam sebagai variabel terikat yang diberi symbol Y.

D. Defenisi Operasional Variabel

Sesuai dengan pembahasan proposal ini {profesionalisme guru agama dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam}, agar tidak terjadi kesimpangsiuran pemahaman sekaligus untuk memperjelas pembahasan ini penulis akan menjelaskan beberapa kata-kata yang berkaitan dengan judul sebagai berikut :

(51)

1. Profesionalisme Guru

Istilah profesionalisme aslinya adalah kata sifat dari kata profession berarti sangat mampu melakukan pekerjaannya. Sebagai kata benda, profesionalitas kurang lebih berarti jenis pekerjaan yang ditandai dengan teknik keterampilan secara intelektual.

Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Jadi, profesionalisme dapat bermakana sebagai sebuah kemampuan untuk melakasanakan sebuah tugas sesuai bidang keahlian yang dimilikinya dalam hal ini pendidikan dan pengajaran di bangku sekolah.

2. Pendidikan Agama Islam

Profesionalisme guru Agama adalah kemampuan untuk mendidik mengajar dan melatih siswa dalam bidang Agama sebagai petunjuk dan pedoman manusia.

Adapun makna dari Peningkatan Pendidikan Agama Islam adalah adanya perubahan yang lebih baik dalam segi kualitas terhadap Pendidikan Agama Islam baik secara teori maupun dalam praktek sehari-hari serta adanya peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah.

(52)

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian, senada dengan itu Nana Sudjanan dan Ibrahim (1989; 84), menyatakan bahwa:

Populasi adalah seluruh sumber. Data yang memungkinkan memberikan informasi yangf berguna bagi masalah penelitian.

Menurut Suharsimi Arikunto (2010; 173) mengatakan bahwa Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Selanjutnya, menurut Muhammad Arif Tiro (2008; 3) bahwa secara teknis populasi menurut statistikawan tidak hanya mencakup individu atau objek dalam suatu kelompok tertentu, tetapi mencakup hasil-hasil pengukuran yang diperoleh dari peubah tertentu.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa populasi merupakan keseluruhan aspek, karakteristik atau fenomena tertentu dari objek yang menjadi pusat perhatian dari peneliti kemudian ditarik kesimpulannya.

Jadi kesimpulannya bahwa yang dimaksud populasi adalah seluruh anggota obyek yang menjdai pusat penelitian sebagai sumber data dan informasi dalam suatu penelitian, dimana obyek tersebut tentulah sudah dibatas yang hendak dicapai. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa yang ada di MA. Aisiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa yang berjumlah 70 siswa.

(53)

2. Sampel

Menurut Suharsimi Arikunto (2010; 174) Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Secara ideal kita harus meneliti seluruh populasi.

Bila populasi terlampau besar kita ambil sejumlah sampel yang representatif yaitu yang mewakili keseluruhan populasi itu (S. Nasution, 1996;106).

Adapun teknik sampel yang digunakan adalah sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011; 124). Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Sampel jenuh digunakan karena jumlah sampelnya tidak terlalu banyak. Sampel dalam penelitian ini adalah semua Siswa di MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa yang berjumlah 70 siswa.

F. Instrumen Penelitian

Instrument penelitian adalah alat untuk mengukur sebagai variabel antara variabel yang satu dengan variable yang lainnya. Adapun instrumen yang penulis pergunakan untuk memperoleh data di lapangan mengenai konsep pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian siswa di MA.

Aisiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa terdiri atas:

1. Pedoman observasi digunakan untuk mengamati langsung terhadap obyek penelitian. Obsevasi ini digunakan untuk melihat secara langsung sejauh mana konsep pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian

(54)

siswa di MA. Aisiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, serta berbagai faktor yang mempengaruhinya.

2. Pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui sejauh mana konsep pendidikan Islam dalam membentuk kepribadian siswa di MA. Aisiyah Sungguminasa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa, dengan membuat sejumlah daftar pertanyaan untuk dijawab oleh responden yaitu guru-guru dan siswanya sendiri.

3. Catatan dokumentasi dengan cara mencatat secara langsung dokumen- dokumen yang dianggap berhubungan dengan penelitian.

G. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode sebagai berikut:

1. Penelitian kepustakaan (library research) yaitu metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan jalan membaca buku-buku yang erat kaitannya dengan mater-materi yang akan dibahas dengan menggunakan kutipan sebagai beriktu:

a. Kutipan langsung, yakni mengutip suatu buku sesuai dengan aslinya tanpa mengubah redaksi tanda bacanya.

b. Kutipan tidak langsung, yakni mengambil ide dari suatu buku sumber, kemudian merangkumnya ke dalam redaksi penulis tanpa terikat pada redaksi sumber sehingga berbentuk ikhtisar atau ulasan.

(55)

2. Penelitian lapangan (field research) yaitu suatu metode yang digunakan dalam pengumpulan data dengan jalan mengadakan penelitian lapangan di daerah tertentu, dalam hal ini penulis menggunakan beberapa cara sebagai berikut:

a. Interview, yakni melakukan suatu teknik pengumpulan data dengan mengadakan Tanya jawab kepada beberapa responden dari guru- guru atau siswanya sendiri.

b. Observasi, yaitu Pedoman Observasi merupakan instrumen pengumpulan data atau alat observasi tentang hal-hal yang akan diamati atau diteliti. Pedoman observasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran oleh Pendidikan Agama Islam di MA Aisyiyah.

c. Dokumentasi, yaitu suatu metode pengumpulan dan dengan jalan mencatat dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian.

H. Teknik Analiss Data

Data yang dikumpulkan kemudian di olah dan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Reduksi data, yaitu penulis merangkum beberapa data dan keterangan yang dianggap penting untuk dianalisa, kemudian dimasukkan kedalam pembahasan ini. Artinya, tidak semua data dan keterangan yang diperoleh masuk dalam kategori pembahasan ini.

(56)

2. Penyajian data, yaitu penulis memperoleh data dan keterangan dari objek yang bersangkutan, kemudian disajikan untuk dibahas guna menemukan kebenaran-kebenaran yang hakiki.

3. Verifikasi data, yaitu penulis membuktikan kebenaran data yang diperoleh dengan tujuan menghindari adanya unsur subjektifitas yang dapat mengurangi bobot kualitas skripsi ini. Artinya, data dan keterangan yang diperoleh dapat diukur melalui responden yang benar-benar sebagai pelaku atau sekurang-kurangnya memahami terhadap masalah yang diajukan.

(57)

59

A. Profesionalisme MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan MA. Aisyiyah Sungguminasa Kecamatan

Guru dalam konsep ideal adalah manusia yang ditiru, apa yang dikatakan guru merupakan sesuatu yang pantas dipercaya oleh murid, dan apa yang dilakukan oleh guru, merupakan teladan bagi murid. Begitu besarnya peranan guru khususnya dalam mengantarkan anak didik dalam mencapai keberhasilan.1

Sebagai pengendali dan pengarah proses serta pembinaan arah perkembangan dan pertumbuhan mansia didik ia adalah manusia hamba Allah yang bercita-cita Islami yang telah matang rohani dan jasmaninya dan memahami kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan manusia didik bagi kehidupannya masa depan.2

Bagi guru agama, karena tugas pokoknya mendidik dan mengajarkan pengetahuan agama dan menginternalisasikan serta mentransformasikan nilai-nilai agama ke dalam pribadi anak didik yang tekanan utamanya adalah mengubah sikap dan mental anak didik ke arah beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mampu mengamalkan ajaran agama, maka secara buil-in, ia adalah

1Sintang Silaban. et.al. Pendidikan Indonesia Dalam Pandangan Limabelas Tokoh Pendidikan Swasta (Jakarta: Dasamedia, 1993), h. 107.

2M.Arifin, Ilmu Pendidikan agama Islam, Suatu Tinjauan Teoritis Dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Inter Disipliner. (Cet. IV; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 114.

(58)

pembimbing atau counselor hidup keagamaan anak didik. Lalu guru yang bagaiman yang kita inginkan?

Dalam pembahasan ini perhatian akan dipusatkan kepada tiga bagian penting, mengenai defenisi guru, kedudukan guru serta sifat dan syarat guru.

1. Defenisi Guru

Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya mampu melaksanakan tugas sebagai hamba Allah, khalifah di muka bumi, sebagai mahluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri.

Istilah lain yang lazim dipergunakan untuk pendidik ialah guru. Kedua istilah terbsebut bersesuaian artinya, bedanya ialah, istilah guru seringkali dipakai di lingkungan formal, informal maupun nan formal.4

Dalam kamus Besar bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai pekerjaannya (mata pencahariannya) mengajar. tapi sederhana inikah arti guru?. Kata guru yang dalam bahasa Arab disebut “Muallim” dab dalam bahasa Inggris disebut “Teacher” itu memang memiliki arti sederhana, yakni “ A person whose occupation Isim Dhamir teaching others” (McLeod, 1989). Artinya, guru ialah seorang yang pekerjaaannya mengajar orang lain.

3M. Umar dan Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan (Cet. I; Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), h. 73.

4Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan agama Islam. (Cet. II; Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), h.

65.

Referensi

Dokumen terkait

Pihak Penganjur, syarikat-syarikat gabungannya, pengedar, agensi pengiklanan dan syarikat promosi jualan yang berkaitan dengan peraduan menafikan sebarang dan semua

diindentifikasi, data tersebut kemudian dianalisis sehingga memiliki maksud dan arti tertentu, serta makna tersembunyi dan mendalam. Tanda dapat dilihat dan dirasakan

Teknik budidaya green butterhead secara hidroponik sistem NFT dengan media tanam rockwool yang dilakukan yakni dimulai dari pemilihan lokasi, pembersihan instalasi

Hasil dan Kesimpulan Penelitian ini adalah sebuah Sistem pendukung keputusan distribusi tenaga medis puskesmas di Sulawesi Selatan dengan menggunakan metode Analytical

(4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Bimbingan (1) Penulisan hasil identifikasi ditulis dengan benar, sistematis dan jelas, yang menunjukkan keterampilan penulisan yang

Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Selatan melaksanakan penugasan audit sebanyak 122 PP atau 48,03% dari total realisasi penugasan dengan penugasan Audit Dukungan atas Proyek

Sehubungan dengan kegiatan pembuktian kualifikasi yang akan dilakukan oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Tim III Kegiatan APBD Pada Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Musi

[r]