• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang terkait dengan penanggulangan perdagangan perempuan dan anak.

2. Dari segi praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat tentang peran Dinas Sosialdalam Penanggulangan perdagangan perempuan dan anak. Terkhusus bagi pemerintah, khususnya Pemerintah kota Makassar, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam perumusan kebijakan dalam rangka penanggulangan perdagangan perempuan dan anak.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Peran Dinas Sosial

1. Peran

Peran yang berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama. Peran atau role juga diartikan sebagai suatu kelakuan yang diharapkan dari oknum dalam antar hubungan sosial tertentu yang berhubungan dengan status sosial tertentu. Melihat pengertian ini, jika dikaitkan dengan pengertian peran dalam Dinas Sosial adalah tugas dan wewenang Dinas Sosial sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itu supaya Dinas Sosial dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan maka harus menjalankan peranannya. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan olehSoekanto (2002 : 243) Peran adalah aspek dinamis dari kedudukan tertentu (status) apabila seseorang melaksanakan hak-hak tertentu serta kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia dikatakan menjalankan peranannya.

Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soekanto, sebagai berikut:Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

Sering kurang dipahami bahwa dalam arti yang sesungguhnya, setiap pejabat pimpinan dalam suatu organisasi merupakan manajer sumber daya

7

manusia. Artinya, para manajer ikut dan harus terlibat dalam mengambil berbagai dan langkah kegiatan manajemen sumber daya manusia, mulai dari perencanaan ketenagakerjaan hingga pensiunan pegawai.

Akan tetapi biasanya dalam suatu organisasi dibentuk suatu kerja yang melakukan kegiatan pengelolaan sumber daya manusia dan satuan kerja tersebutlah yang secara fungsional bertanggung jawab dalam melakukan berbagai kegiatan dan mengambil berbagai langkah dalam manajemen sumber daya manusia. Terdapat dua alasan kuat mengapa satuan kerja fungsional demikian perlu dibentuk. Pertama, meskipun bahwa setiap manajer yang bersangkutan deserahi tugas dan tanggung jawab melaksanakan kegiatan-kegiatan lain, baik yan g sifatnya tugas pokok maupun tugas penunjang, sehingga perhatian utamanya ditujukan kepada tanggung jawab fungsional itu, kedua, dewasa ini manajemen sumber daya manusia mutlak perlu ditangani secara professional oleh tenaga-tenaga spesial karena hanya dengan demikianlah manajemen sumber daya manusia yang sangat kompleks itu dapat ditangani dengan baik.( Sondang, 2001 :31).

Dari beberapa uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa peranan merupakan perilaku, tugas yang besar pengaruhnya pada suatu peristiwa. Oleh karena itu, dalam konteks pembahasan ini maka peranan dimaksudkan sebagai keterlibatan atau keikutsertaan secara aktif dalam suatu pencapaian yang dilakukan oleh individu atau kelompok terhadap Penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di kota makassar dalam rangka terwujudnya sebagai kota yang aman dan damai.

2. Dinas Sosial

Dinas Sosial adalah pelaksana Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan sosial. Dinas Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang beradadi bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah.

Organisasi dan Tata kerja Dinas Sosial. Guna peningkatan dan pengembangan pelaksanaan tugas dalam rangka perwujudan menuju ke arah Otonomi nyata dan bertanggung jawab maka perlu disusun Organisasi dan Tata kerja Dinas Sosial di suatu Daerah, berdasarkan pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah pasal 49 ayat (2) Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 363 Tahun 1977 tentang Pedoman Pembentukan Susunan 0rganisasi dan Tata kerja Dinas Daerah.

Dinas Sosial mempunyai tugas pokok :

a. Melaksanakan urusan rumah tangga Daerah dalam bidang kesejahteraan sosial.

b. Melaksanakan tugas pembantuan yang diserahkan oleh Kepala Daerah.

c. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diserahkan oleh Kepala Daerah.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, Dinas Sosial mempunyai fungsi :

a. perumusan kebijaksanaan tehnis, pemberian bimbingan dan pembinaan, pemberian perizinan sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. pelaksanaan tugas pokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

c. pengamanan dan pengendalian tehnis atas pelaksanaan tugas pokoknya berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial, Dinas Sosial mempunyai Seksi Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial Anak dan Keluarga mempunyai peran sebagai berikut:

1. Pelayanan dan Rehabilitasi Kesejahteraan Sosial

Pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah Melakukan penanganan psikososial bagi korban perdagangan orang seperti komersial seksual, eksploitasi anak. Peningkatan kualitas pelayanan sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial(PMKS).

Penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi social bagi PMKS. Penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut tanggap cepat darurat dan kejadian luar biasas.

2. Pemberdayaan

Pemberdayaan adalah Peningkatan Kemampuan (Capacity Building) petugas dan pendamping sosial pemberdayaan fakir miskin. Pelatihan ketrampilan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosal dan Fasilitasi manajemen usaha bagi keluarga miskin. Pengadaan sarana dan Prasarana pendukung usaha.

Meningkatkan profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial guna pemenuhan hak dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.

3. Pembinaan

Pembinaan adalah sMelaksanakan pembinaan dan pengembangan usaha-usaha rehabilitasi dan pelayanan sosial kepada bayi terlantar, anak yatim piatu, anak terlantar dan remaja yang mengalami kemerosotan fungsi sosialnya.

B. KonsepPerdagangan Perempuan dan Anak

Perdagangan perempuan dan anak adalah persoalan kemanusiaan yang amat mendasar. Dalam protokol untuk mencegah perdagangan manusia khususnya perempuan dan anak, konvensi PBB mengenai kejahatan transnasional mendefinisikan: rekrutmen, transportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan lain, penculikan, pemalsuan, penipuan atau pencurangan atau penyalahgunaan kekuasan atau posisi rentan, ataupun penerimaan/pemberian bayaran, atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut untuk dieksploitasi, yang secara minimal termasuk eksploitasi melalui prostitusi atau bentuk –bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik-praktik yang menyerupainya, adopsi ilegal atau pengambilan organ-organ tubuh”.

Pengertian Perdagangan Anak menurut Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Anak Indonesia dapat diuraikan bahwa Perdagangan anak adalahsegala tindakan pelaku (trafiker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara

atau di tempat tujuan – orang (manusia) – dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, di mana orang (manusia) digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentuk-bentuk eksploitasi lainnya.

Perdagangan orang khususnya anak dan perempuan merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan yang melanggar hak asasi manusia, menghancurkan kehormatan manusia serta harapan korban untuk dapat hidup layak. Pada beberapa kasus, terindikasi modus operandi melalui jeratan hutang (debt bondage),dan kejahatan ini melibatkan organisasi kejahatan transnasional. Dan yang menjadi korban Perdagangan orang yang terbanyak adalah perempuan dan anak. Para korban mengalami kekerasan fisik, psikis, dan seksual, sehinggaberakibat terganggunya kesejahteraan mereka. Untuk mencegah itu maka dibutuhkan perlindungan terhadap anak.

Terdapat beberapa definisi yang digunakan dalam melihat perlindungan anak: Menurut Gosita, (1989) adalah: “Suatu usaha yang mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya”Dapat disimpulkan bahwa perlindungan anak merupakan suatu kondisi untuk menciptakan kesejahteraan anak, yaitu terpenuhinya kebutuhan anak.

Menurut Soeaidy dan Zulkahir (2001), mengatakan: “Segala upaya yang ditujukan untuk mencegah, merehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah, eksploitasi, dan penelantaran agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, maupun sosial”Dari pengertian ini, perlindungan anak ditekankan pada tujuannya untuk melindungi anak dari perlakuan yang salah, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.

Menurut Pasal 1 ayat 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyatakan: “Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang; dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”Pada intinya hakekat perlindungan adalah memberikan rasa aman kepada seseorang dari kemungkinan terjadinya tindakan melawan hukum. Perlindungan merupakan bagian yang tidak terpisahkan, yang juga merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum. Dalam kaitannya dengan anak, karena kedudukannya yang lemah dan tidak mampu bertindak seperti orang dewasa, kedudukan anak memiliki risiko penganiayaan, kekerasan juga diskriminasiyang jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Karena itulah lembaga pemerintah dan swasta harus membuat sebuah sistem yang dapat mengakomodasi segala kepentingan anak yang dimulai dari pemberian hak dan kewajiban yang dijamin oleh hukum, sampai dengan jaminan penyelesaian setiap pelanggaran terhadap

haknya tersebut. Tujuannya agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik fisik, mental, maupun sosial.

Melindungi anak adalah melindungi dan membangun manusia seutuhnya.

Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya.

Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional, sehingga akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial yang dapat mengganggu ketertiban, keamanan, dan pembangunan nasional. Menurut Zaini (2002) mengabaikan dan tidak memantapkan perlindungan anak adalah sesuatu yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, kurang perhatian, dan tidak diselenggarakannya perlindungan anak akan membawa akibat yang sangat merugikan diri kita sendiri di masa depan.

Adapun Bentuk-bentuk dan Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Perempuan dan Anak(Farhana, 2012 :32-50) antara lain:

1. Bentuk-bentuk perdagangan perempuan dan anak

Bentuk-bentuk perdagangan perempuan dan anak yang terjadi di suatu negara dengan negara lain memiliki karakteristik yang berbeda, tetapi secara umum bentuk-bentuknya meliputi pekerja migran, kerja paksa,perbudakan dalam rumah tangga,adopsi anak antar negara secara ilegal, penjeratan, pengantin pesanan melalui e-mail ( mail-order bride), . . Kerja paksa meliputi pengikatan kerja, kewajiban bekerja bagi anak-anak, dan kerja paksa.

a. Pekerja Migran

Pekerja migran adalah orang yang bermigrasi dari wilayah kelahirannya ke tempat lain dan kemudian bekerja di tempat yang baru tersebut dalam jangka

waktu relatif menetap. Migrasi yang dilakukan banyak orang dilihat sebagai fenomena demografis. Keputusan berpindah tempat tinggal dari satu wilayah ke wilayah lain adalah merupakan konsekuensi dari perbedaan dalam nilai kefaedahan antara daerah asal dan daerah tujuan. Perpindahan terjadi jika ada faktor pendorong dari tempat asal dan faktor penarik dari tempat tujuan. Faktor pendorong dari daerah asal seperti tekanan ekonomi di mana tidak terpenuhi kebutuhan, lapangan kerja kurang, sedangkan faktor penarik, yaitu adanya pekerja yang sukses berhasil memenuhi kebutuhan keluarga di daerah asal, walaupun ada juga pekerja yang gagal, tetapi daerah tujuan tetap merupakan penarik bagi banyak orang.

Pekerja migran mencakup dua tipe, yaitu pekerja migran internal dan pekerja migran intenasional. Pekerja migran internal berkaitan dengan urbanisasi, sedangkan pekerja migran internasional tidak dapat dipisahkan dari globalisasi.

Pekerja migran internal (dalam negeri) adalah orang yang bermigrasi dari tempat asalnya untuk bekerja di tempat lain yang masih termasuk dalam wilayah indonesia. Karena perpindahan penduduk umumnya dari desa ke kota (rural-to-urban migration), maka pekerja migran internal seringkali diidentikan dengan “ orang desa yang bekerja di kota.” Pekerja migran internasional (luar negeri) adalah mereka yang meninggalkan tanah airnya untuk mengisi pekerjaan di negara lain. Di Indonesia, pengertian ini menunjuk pada orang indonesia yang bekerja di luar negeri atau yang dikenal dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia(TKI). Karena persoalan TKI ini seringkali menyentuh pada buruh wanita yang menjadi pekerja kasar di luar negeri, yang biasanya disebut dengan

Tenaga Kerja Wanita (TKW atau Nakerwan), sedangkan pekerja laki-laki di luar negeri disebut dengan TKI. Baik pekerja migran internal maupun pekerja migran internasioanl berpeluang terjadinya perdagangan manusia.

1. Pekerja Migran Internal

Pertumbuhan penduduk yang besar, persebaran penduduk yang tidak merata antar daerah, dan rendahnya daya serap industri di perkotaan, menyebabkan urbanisasi. Fenomena ini menunjuk pada keadaan di mana pertumbuhan kota berjalan cepat namun tanpa diimbangi dengan kesempatan kerja yang memadai, khususnya di sektor industri dan jasa. Akibatnya, para migran yang ingin memperbaiki nasib meninggalkan desanya tanpa bakal keahlian yang memadai tidak mampu terserap oleh sektor industri dan jasa diperkotaan.

Mereka kemudian bekerja di sektor informal perkotaan yang umumnya ditandai oleh produktivitas rendah, upah rendah,kondisi kerja buruk, dan tanpa jaminan sosial.

Kebijakan pemerintah tentang penempatan tenaga kerja dalam negeri adalah Kepmenkertrans RI Kep-203/MEN/1999 tentang Penempatan Tenaga Kerja di Dalam Negeri, mengatur mengenai mekanisme Antar Kerja Lokal (AKL) dan Antar Kerja Antar Daerah (AKAD). Pengaturan tersebut ditujukan untuk menjamin perlindungan bagi tenaga kerja yang ditempatkan melalui penetapan prosedur dan mekanisme penempatan tenaga kerja serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan tersebut, sehingga tidak terjadi perdagangan orang.

2. Pekerja Migran Internasional

Menurut Organisasi Buruh Internasional (ILO), ada kira-kira delapan puluh satu juta buruh migran di seluruh dunia dan dari semua ini, dua puluh juta bekerja di Asia. Perempuan merupakan setengah dari jumlah seluruh dari migran di dunia untuk beberapa dasawarsa.

Kebanyakan terjadi eksploitasi adalah menjadi pembantu rumah tangga.

Hal ini terjadi karena tenaga kerja untuk sektor rumah tangga di luar negeri, permintaan terbesar jatuh pada pilihan pekerja migran perempuan Indonesia untuk menjadi pekerja rumah tangga, karena tidak memerlukan banyak keterampilan.

Profesi pekerja rumah tangga tidak diatur oleh pemerintah dan berada di luar jangkauan Undang-Undang Ketenagakerjaan nasional setempat karena dianggap masuk dalam sektor informal, sehingga berpeluang untuk terjadi perdagangan orang. Sehubungan dengan sifat pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga yang bekerja di rumah pribadi, sehingga tertutup dari sorotan masyarakat umum atau akses untuk memperoleh bantuan.

b. Pekerja Anak

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak sebagai titik awal perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah anak. Terbitnya undang-undang tersebut diikuti dengan berbagai program Tahun 1990 Pemeritanh Indonesia meratifikasi Konvensi Hak Anak oleh PBB pada tahun 1989. Hal ini dinilai sebagai tanda adanya perhatian terhadap masalah buruh anak.

Batasan usia minimun anak diperbolehkan bekerja dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 138 mengenai usia minimun untuk diperbolehkan bekerja, kemudian ditindaklanjuti dengan Undang-Undang No 1 Tahun 200 tentang pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak.

Dalam implementasinya diharuskan dan tidak membedakan siapa pun negara yang bersedia meratifikasi konvensi ILO Nomor 182, baik negara maju maupun negara berkembang harus mengambil tindakan segera upaya penghapusan bentuk pekerjaan terburuk yang dilakukan anak dengan batas usia 18 tahun ke bawah. Tindak lanjut dari konvensi tersebut adalah disahkannya Keputusan Presiden RI Nomor 59 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak. Pengertian pekerjaan terburuk untuk anak menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tersebut di Indonesia secara umum meliputi anak-anak dieksploitasi secara fisik maupun ekenomi yang antara lain dalam bentuk berikut.

a. Anak-anak dilacurkan.

b. Anak-anak yang dipertambangan.

c. Anak-anak yang bekerja sebagai penyelam mutiara.

d. Anak-anak yang bekerja disektor konstruksi.

e. Anak-anak yang bekerja di jermal.

f. Anak-anak yang bekerja sebagai pemulung sampah.

g. Anak-anak yang dilibatkan dalam produksi dan kegiatan yang menggunakan bahan-bahan peledak.

h. Anak-anak yang bekerja di jalan .

i. Anak-anak bekerja sebagai pembantu rumah tangga.

j. Anak-anak yang bekerja di industri rumah tangga.

k. Anak-anak yang bekerja di perkebunan.

l. Anak-anak yang bekerja pada penebangan, pengolahan, dan pengangkutan kayu.

m. Anak-anak yang bekerja pada industri dan jenis kegiatan yang menggunakan bahan kimia yang berbahaya.

c. Perbudakan Dalam Rumah Tangga

Umumnya para korban dijanjikan oleh pelaku pekerjaan yang mudah dan prospektif dengan gaji yang tinggi, tetapi mereka tidak dipekerjakan sebagaimana yang dijanjikan itu. Malahan, sebagian dari mereka dipaksa menjadi budak di rumah seseorang. Orang itu bettiak untuk melakukan apa saja terhadap mereka, seperti kekerasan seksual, pemukulan, penyekapan, atau menyuruh bekerja tanpa gaji dan dengan jam kerja yang melewati batas.

Pebudakan dalam rumah tangga pada dasarnya merupakan imbas lanjutan dari kerja paksa dan korbannya pun tidak hanya perempuan dan anak-anak, tetapi juga laki-laki. Umumnya mereka berasal dari negara-negara berkembang (developing countries), seperti negara-negara di Afrika, Thailand, Kamboja, dan Indonesia. Dengan keterbatasan pengetahuan yang dimiliki, mereka dengan mudah terpengaruh oleh bujuk rayu pelaku dan dijadikan objek perbudakan dalam

rumah tangga. Seperti yang terjadi pada kerja paksa, modus operandi pelaku untuk membuat korban tidak memiliki kekuatan untuk melawari adalah dengan mengirim mereka ke negara di mana bahasa yang digunakan tidak sama dengan bahasa itu korban.

Terjadi pada orang-orang Indonesia yang menjadi korban perdagangan orang . Sebagian dari mereka dijadikan sebagai objek perbudakan dalam rumah tangga. Mereka dipaksa bekerja melebihi batas waktu yang ditentukan, tanpa istrahat, dan dengan jatah makan yang jauh dari cukup. Mereka juga tidak mendapatkan gaji setelah selesai bekerja, mereka dilarang keluar ke tempat-tempat umum dan terlibat dalam berbagai aktivitas sosial kemasyarakatan.

Bahkan, tidak jarang dari mereka yang disekap dalam suatu ruangan tertutup dengan kondisi yang sangat jauh dari layak. Waktu untuk istrahat pun dibatasi.

Demikian juga dengan kondisi fisik dan kesehatan mereka yang dibiarkan oleh para majikan. Yang lebih mengenaskan, pada saat sakit pun mereka dipaksa untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan pada saat sehat.

d. Penjeratan Utang

Penjeratan utang dalam bentuk apa pun secara nyata bertentangan dengan hukum internasioanl. Penjeratan utang diartikan sebagai : “pledging the personal services or labor a person indefinitely as security for debt, when the length and nature of the services is not clearly devined”.Jadi, penjeratan berkaitan dengan pelayanan dan kerja oleh korban kepada pelaku yang tidak ditentukan jenis dan lamanya kerja.

Sedangkan di dalam pasal 1 angka 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, penjeratan utang adalah :

“Perbuatan menempatkan orang dalam status atau keadaan menjaminkan

atau terpaksa menjaminkan dirinya atau keluarganya atau orng-orang yang menjadi tanggung jawabnya, atau jasa pribadinya sebagai bentuk pelunasan utang.”

Utang ini terdiri atas sejumlah uang yang harus dibayar kepada keluarga korban dan pelaku, ongkos transpor, uang “tutup ulut” yang diberikan kepada pejabat atau aparat penegak hukum, dan biaya hidup korban yang ditanggung pelaku. Yang lebih parah lagi adalah jumlah uang yang harus dibayar kepada keluarga dan pelaku itu ternyata diduakalilipatkan dan disertai bunga untuk masing-masingnya.

Untuk mencegah korban melarikan diri sebelum mereka melunasi utangnya, pelaku biasanya menempatkan mereka di apartemen yang dijaga oleh satu orang penjaga atau lebih, pabrik, rumah pelaku, atau rumah pelacuran.

Apabila korban mencoba melarikan diri, cara yang dilakukan pelaku adalah dengan mendeportasi mereka ke suatu negara yang tidak kenal oleh korban.

Negara yang dituju adalah negara yang jauh dari negara asal korban dan menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa ibu korban. Kesulitan bahasa inilah yang menyebabkan korban tidak memiliki kemampuan untuk melarikan diri. Pelaku juga tidak jarang menyekap atau menahan korban di suatu tempat yang tidak diketahui oleh mereka.

e. Pengantin Pesanan

Pengantin pesanan (mail-order brides) juga merupakan salah satu bentuk perdagangan orang. Mail-order brides merupakan suatu terminologi yang merujuk pada pembelian barang atau pelayanan melalui fasiptas e-mail. Pembeli memesan produk (perempuan) yang diinginkan kepada kepada penjual melalui beberapa metode, seperti melalui telepon atau website. Kemudian, produk yang dipesan itu dikrimkan kepada pembeli sesuai dengan alamat yang diberikan. Akan tetapi, pada umumnya, produk yang dipesan tersebut diambil sendiri oleh pembeli.

Pesanan pengantin sering kali dianggap sebagai produk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti internet. Kehadiran internet yang merupakan imbas dari perkembangan teknologi informasi memberikan andil terhadap eksistensi pesanan pengantin. Pesanan pengantin telah muncul dan

Pesanan pengantin sering kali dianggap sebagai produk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti internet. Kehadiran internet yang merupakan imbas dari perkembangan teknologi informasi memberikan andil terhadap eksistensi pesanan pengantin. Pesanan pengantin telah muncul dan

Dokumen terkait