TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori
2.1.2. Keharmonisan Hubungan Serikat Pekerja dan Manajemen
Suatu keadaan yang mencerminkan terciptanya suatu kondisi yang selaras,
seimbang, dan kondusif merupakan salah satu bentuk dari suatu hubungan yang
harmonis. Keharmonisan atau keselarasan hubungan antara pekerja dengan pihak
manajemen dalam suatu organisasi perusahaan akan mempengaruhi kinerja
operasionalnya baik secara langsung maupun tidak.
Dalam perjalanannya setiap pekerja berhak untuk membentuk atau tidak
membentuk, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota Serikat Pekerja atas
pilihannya sendiri. Pembentukan Serikat Pekerja dilaksanakan atas
keinginan/kehendak pekerja tanpa adanya paksaan atau intervensi. Didalam
perusahaan kebebasan Serikat Pekerja dalam operasional perusahaan harus
memperhatikan terselenggaranya keseimbangan kepentingan dan tujuan antara
perusahaan dengan pekerja untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Perlu diketahui bahwa tujuan pembentukan Serikat Pekerja antara lain
anggota, peningkatan kesejahteraan anggota, dan sebagai mediator atau penyalur
aspirasi pekerja. Dengan kata lain Serikat Pekerja berfungsi sebagai pihak dalam
pembuatan Perjanjian Kerja Bersama antara pekerja dengan perusahaan, sebagai
pihak mediator dalam hal perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan
kerja, sebagai wakil pekerja dalam kelembagaan hubungan industrial, sebagai sarana
pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, demokratis, dan
berkeadilan, serta sebagai perencana, pelaksana, dan penanggung jawab apabila
terjadinya benturan antara perusahaan dengan pekerja.
Dalam UU No.21 Tahun 2000 pada pasal 25 disebutkan bahwa hak Serikat
Pekerja antara lain sebagai berikut :
1. Membuat Perjanjian Kerja Bersama dengan pengusaha.
2. Mewakili pekerja/buruh dalam menyelesaikan hubungan industrial.
3. Mewakili pekerja/buruh dalam lembaga ketenagakerjaan.
4. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha
peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh.
5. Melakukan kegiatan lainnya dibidang ketenagakerjaan yang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan kewajiban Serikat Pekerja menurut UU No.21 Tahun 2000 pada
pasal 27 disebutkan antara lain :
1. Melindungi dan membela anggota dari pelanggaran hak-hak dan
memperjuangkan kepentingannya.
3. Mempertanggungjawabkan kegiatan organisasi kepada anggotanya sesuai
dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1602, pengusaha
berkewajiban untuk :
1. Membayar upah yang telah dijanjikan kepada pekerja tepat pada waktu yang
telah ditentukan. Upah adalah imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk
suatu pekerjaan yang telah dilakukan.
2. Memberi kesempatan kepada pekerja yang bertempat tinggal pada pengusaha,
untuk memenuhi kewajiban agamanya dan menikmati istrahat dari
pekerjaannya, baik yang ditetapkan menurut pekerjaan/ perjanjian, maupun
menurut kebiasaan setempat tanpa dipotong upahnya.
3. Mengatur dan memelihara ruangan, alat, dan perkakas dimana pekerja
melakukan pekerjaannya, serta memberi petunjuk sehingga pekerja terlindung
dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan, dan harta bendanya.
4. Apabila selama berlangsungnya hubungan kerja pekerja mengalami
kecelakaan, wajib memberikan perawatan dan pengobatan sepantasnya untuk
paling lama 6 (enam) minggu.
5. Pada waktu berakhirnya hubungan kerja, atas permintaan buruh wajib
memberikan surat keterangan yang dibubuhi tanggal dan ditandatangani
Pekerja berkewajiban untuk (pasal 1603):
1. Melakukan pekerjaan yang dijanjikannya menurut kemampuannya dengan
sebaik-baiknya.
2. Melakukan sendiri pekerjaannya dan hanya dengan seizin pengusaha pekerja
dapat menyuruh orang ketiga untuk menggantikannya.
3. Menaati peraturan dalam melakukan pekerjaan dan peraturan yang ditujukan
pada peningkatan tata tertib perusahaan, atau sesuai dengan aturan
perundang-undangan atau perjanjian atau peraturan perusahaan.
Dalam kenyataannya ketidakharmonisan hubungan antara pekerja dengan
pihak manajemen perusahaan sering terjadi disebabkan tidak terwujud atau
terlaksananya hak dan kewajiban antara masing-masing pihak, perbedaan persepsi,
harapan pekerja dan manajemen, kondisi perusahaan, serta faktor-faktor lainnya.
Untuk itu diperlukan adanya Serikat Pekerja yang merupakan organisasi
eksternal perusahaan yang unsurnya terdiri dari karyawan perusahaan itu sendiri dan
juga manajemen perusahaan sebagai pihak yang menjembatani penyelesaian benturan
kepentingan yang mungkin terjadi antara pekerja dan perusahaan.
2.1.2.1 Jam Kerja dan Hari Kerja
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, jam kerja dan hari
kerja adalah waktu kerja atau lamanya pekerja bekerja dalam sehari, seminggu dan
persetujuan dari pekerja dan pengusaha wajib membayar upah lembur bagi pekerja.
Waktu kerja dan hari kerja bagi pekerja nampak dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Jam Kerja dan Hari Kerja
Jam Kerja (Jam) Jam Lembur (maximum) Hari Kerja
per-minggu Hari Minggu Hari Minggu
5 6 8 7 40 40 3 3 14 14 Sumber: UU No. 13 Thn 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
2.1.2.2. Tempat Kerja
Menurut Caroll (1996), tempat kerja (work place) bagi seorang pekerja
merupakan bagian dari hak tenaga kerja yang tidak boleh diabaikan, karena
berhubungan dengan lingkungan kerja yang akan berpengaruh bagi pribadi, kesehatan
dan keselamatan diri pekerja. Di Indonesia hal ini lebih dikenal dengan nama
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3). Pekerja berhak mendapatkan perlindungan
ditempat kerja dan hal tersebut merupakan kewajiban perusahaan berupa
keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja, dan perlakuan yang
sesuai dengan martabat manusia dan nilai-nilai agama.
Keselamatan kerja dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan kerja beserta tindakan dan kewajiban pengusaha apabila terjadi
kecelakaan kerja. Program kesehatan dimaksudkan untuk memelihara kondisi
kesehatan pekerja dan tindakan dan kewajiban pengusaha apabila ada karyawan yang
sakit. Perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan melindungi pekerja
agar bisa mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Sesuai dengan UU No. 1
Tahun 1970 pasal 3 bahwa perusahaan wajib melakukan tindakan mencegah dan
mengurangi kecelakaan, kebakaran atau kejadian lain yang dianggap berbahaya dan
melakukan penyegaran udara. Pada pasal 12, pekerja diwajibkan mematuhi semua
persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dan berhak mengajukan keberatan
bekerja jika syarat keselamatan dan kesehatan kerja tidak layak.
2.1.2.3. Upah/ Gaji
Menurut UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan upah adalah hak
pekerja yang dinyatakan dalam bentuk uang sebagai ganti pekerjaan atau imbalan dari
pemberi kerja. Upah atau gaji diartikan sebagai imbalan terhadap tenaga dan pikiran
yang diberikan pekerja kepada pengusaha. Jika pekerja memperoleh seragam, makan
siang dan transportasi, maka tidak boleh diperhitungkan sebagai upah.
Dalam penentuan upah peran pemerintah sangat dominan, terutama dalam
menetapkan Upah Minimum Propinsi (UMP) yang harus dibayar oleh perusahaan
kepada pekerja. Penetapan UMP bertujuan menetapkan upah minimal yang harus
dibayar oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dasar pekerja. Faktor-faktor
yang mempengaruhi upah adalah kemampuan perusahaan, keadaan ekonomi daerah,
indeks harga konsumen, tingkat pengupahan di sektor industri dan standar kebutuhan
2.1.2.4. Jaminan Sosial
Jaminan sosial tenaga kerja berkaitan dengan masalah ekonomi maupun
psikologi. Masalah ekonomi berkaitan dengan pendapatan dan peningkatan
kesejahteraan pekerja serta jaminan hari tua saat pensiun atau jika terjadi kecelakaan
kerja. Masalah psikologi berkaitan dengan sikap mental pekerja dalam perusahaan.
Menurut UU No. 13 Tahun 2003, kesejahteraan pekerja adalah suatu
pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmani dan rohani, baik di
dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung
dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
Pasal 99 menjelaskan bahwa setiap pekerja berhak untuk memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja. Jadi perusahaan wajib menyediakan fasilitas kesejahteraan dengan
memperhatikan kebutuhan pekerja dan ukuran kemampuan perusahaan.
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1977 mewajibkan perusahaan yang
memiliki minimal 10 (sepuluh) tenaga kerja untuk memasukkan pekerjanya ke dalam
program Asuransi Tenaga Kerja (ASTEK). Jaminan sosial tenaga kerja ini bertujuan
untuk menanggulangi risiko sosial secara langsung, yaitu hilangnya penghasilan
pekerja. Aturan ini berlaku untuk perusahaan swasta maupun perusahaan milik
pemerintah. Program jaminan sosial tenaga kerja ini akan meliputi: asuransi
kecelakaan kerja, asuransi kematian dan tabungan hari tua (THT). Pada prinsipnya
apabila karyawan kecelakaan, meninggal atau terjadinya pemutusan hubungan kerja
Walaupun tidak tercantum dalam neraca, karyawan merupakan asset
perusahaan yang tinggi nilainya, pada masa lampau dan masa yang akan datang.
Karyawan juga merupakan aset dan media yang penting bagi perusahaan untuk
melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance. Oleh karena itu diperlukan
adanya suatu hubungan yang harmonis antara karyawan dan manajemen perusahaan
untuk pencapaian kinerja perusahaan atau dengan kata lain hak dan kepentingan
mereka perlu mendapat perhatian.