BAB II TINJAUAN TEORITIS
F. Kehidupan Pemulung dan Anak Jalanan
1. Pemulung
Pemulung adalah pemungut sampah (barang bekas, sisa) yang
bekerja mandiri tanpa anak buah serta menjualnya kepada penampung.
Modal mereka biasanya didapat dari penampung tetapi banyak di antara
mereka yang bekerja tanpa modal. Biasanya pemulung tinggal dimana
saja, atau di tempat penampung, dan mereka memuat sampahnya ke dalam
keranjang yang digendong di dalam gerobak dan didorong sendiri.35
Jika berbicara tentang pemulung maka lekat sekali dengan
penampung karena penampung adalah orang yang menampung semua
hasil sampah pemulung yang dapat bekerja sendiri atau dibantu oleh istri,
suami anak atau pembantu. Penampung mempunyai modal, bertempat
tinggal tetap dan mempunyai kendaraan motor, truk atau jip. Kata lain
yang populer di Jakarta untuk penampung ini adalah “lapak” dan orang
seperti itu dipanggil akrab oleh anak buahnya dengan kata “boss”36
.
Penampung kecil biasanyanya mengkoordinir beberapa pemulung
dan menyerahkan hasil barang bekas perolehannya pada penampung besar.
Sedangkan penampung besar biasanya memiliki tanah yang luas serta
34Sai’d al-Qahtani, Menjadi Da’i yang Sukses, …., h.86-87
35
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya di Jakarta Timur, (Jakarta: Universitas Tarumanegara, 1990), h. 2
36
mengkoordinir pemulung dan penampung kecil dan menyerahkan
barangnya ke agen atau langsung ke pabrik.37
a. Area Pemukiman Pemulung
Areal pemukiman pemulung umumnya disediakan oleh para
penampung dengan cara kontrak atau tanah milik penampung
pribadi.38 Namun demikian, secara rinci tipe pemukiman pemulung
dapat dibagi dalam dua jenis, yaitu:
1) Pemukiman terbuka, pemukiman tanpa lindungan tertutup atau
shelter seperti di emper toko, kolong jembatan, dan fasilitas umum
lainnya39.
2) Pemukiman tertutup, pemukiman dengan lindungan tertutup atau
shelter, yang masih terdiri dari dua macam, yaitu: 1) pemukiman di
lokasi sampa, dalam gubuk seng atau kardus bekas, dan 2)
pemukiman di lokasi penampung, dalam tempat bersama yang liar
di pinggir sungai, di bawah jembatan, di sepanjang rel kereta api,
tempat adanya air dan penerangan40.
b. Ruang Gerak Kerja Pemulung
Ruang gerak kerja pemulung biasanya tergantung pada daerah
operasi mereka yang pada akhirnya juga tergantung dari permintaan
pemulung tempat pasaran dan situasi kegiatan ekonomi yang paling
menentukan.41
37
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 2
38
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 2
39
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 9
40
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya ..., h. 9
41
Misalnya, stock kertas bekas di luar bulan-bulan perbelanjaan
ramai seperti tahun baru atau lebaran sedang berkurang sehingga
import diaktifkan, maka penampung merasa harga jual terlampau
rendah dan otomatis mereka berpindah kejenis barang lainnya untuk
sementara waktu.42
2. Anak Jalanan
Mereka yang disebut anak jalanan sejati adalah anak yang
menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan untuk bekerja dan
bersosialisasi dengan orang lain, usia mereka bervariasi.43
Survei yang dilakukan oleh Sanusi tahun 1995 di DKI Jakarta dan
Surabaya terhadap 300 responden, mengungungkapkan bahwa 2.3% atau
sebgian kecil dari mereka berusia di bawah 6 tahun dan lebih dari 70%
berusia 6-15 tahun. Sebanyak 19%-24% berusia 16-18 tahun.44
Anak jalanan seringkali diasosiasikan dengan anak jalanan laki-laki.
Informasi mengenai anak jalanan perempuan masih sangat minim di
Indonesia. Survei berskala kecil dengan responden sebanyak 300 anak atau
kurang, mengungkapkan bahwa 90% dari anak jalanan adalah laki-laki.
Dalam kebanyakan kasus, anak jalanan dipersepsikan berkaitan dengan
industri seks komersial anak-anak.45
Pendapat umum mengemukakan bahwa anak jalanan dipersepsikan
sebagai pembuat masalah atau anak nakal. Orang yang tinggal di
42
Chaidir Anwar Makarim, Pola Sebaran Pemulung dan Kegiatnnya di Jakarta Timur, Op. cit h. 9
43
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di Indonesia: Analaisis Situasi, (Jakarta: PKPM Unika Atma Jaya Jakarta, Departemen Sosial, UNICEF, 1999), h. 100
44
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …, h. 100
45
komunitas pinggiran seringkali harus melakukan perilaku yang tidak dapat
diterima masyarakat untuk mengisi perut dan hiduo sebagai manusia.
Perilaku mereka dapat dikatakan sebagai konsekuensi logis dan stigma
sosila dan pengucilan yang mereka alami.46
Persepsi orang mengenai anak jalanan ini sebenarnya berhubungan
dengan bagaimana masyarakat memerlakukan mereka (menolak dan
merendahkan), dan situasi ini memaksa mereka untuk berperilaku sesuai
dengan persepsi masyarakat terhadap mereka.47
a. Faktor Penyebab
Banyak yang berpendapat bahwa kemiskinan adalah faktor utama
yang menyebabkan anak untuk bekerja dan hidup di jalanan. Namun
kemiskinan bukanlah faktor utama anak-anak hidup dan mencari
nafkah di jalanan. Faktor-faktor lain adalah sebagai berikut:
1) Faktor sosio-ekonomik makro, kegagalan kebijakan ekonomi
makro dalam menempatkan kebutuhan keluarga dan anak-anak
sebagai prioritas. Ditinggalkannya sektor pertanian berskla kecil,
pemilihan industri dan kebun di area pinggiran, secara umum tidak
memerhitungkan mengenai keluarga dan anak-anak sebagai subjek
pembangunan nasional.48
2) Berkurangnya modal sosial dalam masyarakat, pentingnya modal
sosial sebagai indikator ekonomi keluarga terkadang tidak digubris
46
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 102
47
Irwanto dkk, Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus di …,h. 102
48
oleh orang tua khususnya ayah. Dan ini menyebabkan anak harus
rela hidup di jalan untuk mencari nafkah.49
3) Kejadian traumatik, sejumlah anak jalanan berasal dari keluarga yang mengalami trauma akibat bencana.50
4) Sektor ekonomi informal di daerah perkotaan, sektor informal di perkotaan merupakan magnet kuat yang menarik anak-anak miskin untuk membantu keuarga mencari nafkah.51
5) Keberadaan subkultur jalanan, bagi anak-anak yang ditinggalkan orang tua atau melarikan diri dari keluarga, komunitas jalanan menyediakan subkultur alternatif bagi mereka sendiri. Dalam subkultur ini, seorang anak dapat menjadituan atas dirinya sendiri. Mereka mempunyai kelompok kecil tersendiri yang tidak terlalu terikat, dengan budaya yang memadukan kebebasan dan kesetiaan.52