• Tidak ada hasil yang ditemukan

F. Falsafah Pemerintahan

1.2 Kehidupan Sosial Ekonomi Masa Prabarata

3.2.1 Kehidupan Sosial

Pada masyarakat Buton Utara pada Masa Prabarata memiliki kehidupan sosialnya sangat nampak baik dalam proses interaksi sesama masyarakat maupun interkasi dengan pemimpin (Sangiano). Masyarakat dalam hari-harinya Sangat mengedepankan rasa solidaritas yang tinggi ketimbang kepentingan pribadinya. Misalnya salah satu dari pemukiman yang ada pada Buton Utara pada masa Prabarata yaitu perkampungan Doule setelah panen hasil pertanian padi, maka akan mengadakan pesta panen sebagai wujud rasa sukur, maka semua masyrakat yang ada di pemukiman lain akan menghadiri pesta ini dan turun serta dalam membantu masyarakat pemukiman Doule demi untuk terselenggaranya acara tersebut. Hal ini terjadi bukan hanya satu daerah tapi seluruh pemukiman yang ada di Buton Utara pada masa Prabarata dan itu sangat nampak dalam acara apapun baik dalam rangka pembukaan lahan, acara perkawinan maupun pertujukan acara acara lain yang mencirikan kekhasan Buton Utara pada masa Prabarata, seperti alionda. Alionda ini adalah pertunjukan masyarakat Buton utara pada masa Prabarata, sebagai satu pertunjukan yang sangat menarik disetiap acara-acara

keramaian yang akan menghibur para penyelenggra acara maupun para pendatang dari pemukiman atau daerah lain.

Beberapa sumber lain menurut hasil cerita rakyat yang diperoleh menjelaskan bahwa kenampakan dari wujud rasa sosial masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata, akan sangat dirasakan ketika keluarga yang mengadakan acara perkawinan, berasal dari keluarga yang sangat tidak mampu, maka semua kalangan baik sebagai pemimpinnya pemukiman, Sangia, maupun dari kalangan rakyat akan turut membantu demi suksesnya acara. Bantuan-bantuan yang diberikan kepada keluarga tergantung dari apa yang mereka miliki, kalau tidak ada barang yang diberikan maka akan membantu dengan tenaganya.

Adapun sumber dari hasil informan peneliti juga sangat nampak ketika ada keluarga yang berduka, maka semua masyarakat akan turut mengulurkan tangan, memberikan bantuan yang dimiliki untuk keluarga yang menderita musibah. Modelnya bukan hanya keluarganya yang ditimpa musibah yang akan dibantu, akan tetapi masyarakat secara umum, pada saat seperti ini sangat nampak akan rasa solidaritasnya. Rasa solidaritas sebagai wujud rasa sosialnya masyarakat Buton Utara Pada Masa Prabarata sesuai salah satu informan mengatakan bahwa : Kehidupan sosial masyarakat Buton Utara pada masa prabarata, sangat nampak ketika masyarakat mengadakan aktivitas, baik itu pembukaan lahan pertanian, acara perkawinan, acara kedukaan, dan acara pesta panen. Pada saat itu saling memberi antara sesama, dan bekerja tanpa mengharapkan imbalan jasa. (wawanca dengan informan Waumbe tanggal 22-april 2013)

Hal yang diutamakan pada masa Buton Utara pada masa prabata hal yang paling diutamakan dalam kehidupan keseharianya dalam bermasyakat saling memberi tanpa mengenal keluarga akan tetapi secara umum sesuai atas apa yang dimilikinya. (wawancara dengan Lambeke pada tanggal 23 April 2013).

Sedangkan menurut informan lain mengatakan bahwa :

Model dari wujud rasa solidaritas dalam keseharian masyarakat Buton Utara pada masa prabarata bukan hanya kalangan Sangia (pemimpin) yang akan merasa dihargai akan tetapi semua kalangan masyarakat pada umumnya mengutamakan rasa kebersamaan. ( wawancara dengan informan Lahanu pada tanggal 4 April 2013).

4.3.2 Kehidupan Ekonomi

Adapun yang menjadi kehidupan ekonomi masyarakat pada masa prabarata belum adanya sistem pasar yang menjadi pusat perekonomian kehidupannya, akan tetapi hanya megandalkan hasil pertanian untuk menyambung kelangsungan kehidupan hari-harinya, seperti bertani padi ladang, dan berbagai macam ubi-ubian. Model proses pertukaran pada masa ini, ketika diantara pemukiman yang ada masa ini ada yang kekurangan pasokan makan karena masih menunggu tiba saatnya panen maka kebiasaan masyarakat akan datang kedaerah yang sudah panen untuk meminjam padi atau ubi-ubian, akan tetapi ketika daerahnya sudan tiba saatnya panen maka wajib untuk menggantikan sesuai dengan hasil panen yang dipinjamnya pada saat kehabisan pasokan makanan. Dalam perkembangan Buton Utara pada masa Prabarata proses perekonomiannya, dengan bertambahnya hasil pertanian, dan bertambahnya jumlah masyarakat

sehingga bertambah pula kebutuhan masyarakat akan bahan pangan dalam kelangsungan hidupnya. Atas dasar inilah maka perkembangan mengarah kepada sistem perekonomian yang disebut Sungku Dalo. Makna dari Sungkudalo saling menukar rezki yang dimiliki dan dibagikan antara sesama. Artinya ketika musim panen tiba dan datang tidak bersamaan di antara beberapa pemukiman, untuk mempertahankan kehidupan atau prinsip subsistensi, maka penduduk yang duluan panen akan meminjamkan hasil penennya pada penduduk lain yang belum panen, dan akan dikembalikan setelah musim yang meminjam sebelumnya telah menuai hasil panennya. Prinsip subsistensi ini menggambarkan keselarasan dan keharmonisan kehidupan sosial masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata. Hal ini seperti yang dikutip dari wawancara dibawah ini:

Model awal proses perekonomian masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata, dengan mekansaaru (meminjam) hasil panen pada daerah lain untuk memenuhi kebutuhannya, hal ini dilakukan untuk mempertahankan kehidupannya, sambil menunggu daerahnya tiba sasatnya panen, ketika daerahnya panen maka akan menggantinya sesuai dengan hasil pangan yang dipinjamnya misalnya padi-padian. (wawancara dengan informan Waumbe tangagal 22 april 2013).

Informan lain mengatakan bahwa:

Model perekonomian masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata, dalam prosesnya hanya mengharapkan hasil panen, dari tanaman yang masyarakat panen, ada pemukiman hanya yang berhasil dengan panen ubi-ubian dan daerah lain berhasil panen padi-padian maka maka dari kedua model ini akan saling

menukarkan barangnya . (wawancara dengan informan Lambeke tanggal 23 april 2013).

Sedangkan menurut informan lainnya mengatakan bahwa:

Model proses pertukaran pada masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata dengan saling menukarkan rezki atau hasil panen kepada sesama, seperti Ubi dengan padi atau sungkudalo (wawancara dengan Informan Lahanu tanggal 4 april 2013).

Berdasarkan model perekonomian masyarakat Buton Utara pada Prabarata menurut analisis peneliti. Belum mengenal dunia pasar akan tetapi Bahwa pada masa ini berangkat dari rasa solidaritasnya yang begitu tinggi dan sangat nampak dalam kehidupan sehari-harinya, maka mengarah juga dalam menentukan kehidupan ekonominya, saling menolong dan kerja sama untuk kelangsungan hidupnya, cukup nampak mewarnai kehidupan ekonomi masyarakat Buton Utara pada masa Prabarata. Sehingga Pada masa ini sangat ketergantung pada hasil panen untuk mempertahankan hidup, untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka yaitu dengan menggunakan model mekasansaru (simpan pinjam) hasil penen, karena pada masa ini hanya mengharapkan dukungan cuaca, berhasil dan tidaknya yang menjadi sumber penghidupannya.

Pada saat Buton Utara terintegrasi dengan kesultanan Buton daerah ini baru mengenal alat tukar yakni “ringgit” hal ini berdasarkan hasil wawancara dengan informan mengatakan bahwa masyarakat Buton Utara mengenal doi (uang) pada saat bersatunya dengan kerajan Kesultanan Buton, yang

diperkenalkan oleh bangsa Belanda di Buton (hasil wawancara dengan Waumbe tanggal 22 april 2013)

Adapun kehidupan ekonomi masyarakat Buton Utara pada masa sekarang, tidak pernah terlepas dari sejarahnya yakni, belum pernah terlepas dari keadaan geografi setempat, karena mayoritas penduduknya masih banyak menjadi petani akan tetapi modelnya sudah berubah yakni sudah mulai menanam tanaman jangka panjang seperti, kelapa, jambu mete, kopi, akan tetapi juga menam tanaman jang pendek seperti ubi-ubian padi tada hujan. (Alihadara, 2010:25) dan sudah mengenal dunia pasar, untuk menjual hasil tanaman mereka sehingga menghasilkan uang. Perkembangan ini tidak terlepas dari perjalan sejarahnya pada Buton Utara pada masa prabarata. Perbedaan mekanismenya, dimana pada masa prabarata tidak menanam tanaman jangka panjang, hanya menam tanaman jangka pendek untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan belum mengenal dunia pasar seperti halnya Buton Utara pada masa sekarang.

Dokumen terkait