• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kejadian Anemia pada Kehamilan Remaja

Anemia adalah suatu keadaan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal, berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan kehamilan (Masrizal, 2007). Anemia ialah suatu kondisi tubuh dimana jumlah hemoglobin darah kurang dari normal. Salah satu sebabnya adalah kurangnya suplemen zat gizi, yakni kadar hemoglobin kurang dari 12 gr/100 ml. Karena itulah anemia sering disebut sebagai kurang darah. Selama hamil, kebutuhan sel darah merah meningkat. Oleh sebab itu, biasanya ketika hamil banyak wanita menderita anemia ringan, yakni hanya mempunyai kadar hemoglobin 9-11 g/100 ml (Indiarti, 2009).

Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit dan jumlah eritrosit di bawah nilai normal (< 11gr/dl). Penyebabnya karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12, tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah, 2011).

Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi dan merupakan jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai

kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut potential danger to mother and child (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan (Manuaba, 2010).

Hasil penelitian kejadian anemia pada ibu hamil di beberapa Puskesmas yaitu penelitian yang dilakukan Bakta (2005) menemukan di Puskesmas Kota Denpasar 50,7% wanita hamil mengalami anemia sedangkan Sindhu (2008) di Puskesmas Ngawi menemukan sebesar 33,4% wanita hamil menderita anemia. Simanjuntak (2009) mengemukakan bahwa sekitar 70% ibu hamil di Indonesia mengalami anemia akibat kekurangan gizi (Manuaba, 2010).

2.3.2. Etiologi Anemia

Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia defisiensi besi pada ibu hamil, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorpsi di usus, perdarahan akut maupun kronis dan meningkatnya kebutuhan zat besi (Rukiyah, 2011).

Pada pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang diderita masyarakat terutama ibu hamil adalah karena kekurangan zat besi yang dapat diatasi melalui pemberian zat besi secara teratur dan peningkatan gizi. Selain itu di daerah pedesaan banyak dijumpai ibu hamil dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan dengan jarak berdekatan, ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat sosial ekonomi rendah (Rukiyah, 2011).

Secara umum ada tiga penyebab anemia pada ibu hamil yaitu: 1. Kehilangan banyak darah baik akut maupun kronis

Banyaknya darah yang keluar berperan pada kejadian anemia karena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorbsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Perdarahan patologis akibat penyakit/infeksi parasit dan saluran pencernaan berhubungan positif terhadap terjadinya anemia (Manuaba, 2002).

2. Asupan Fe yang tidak memadai

Hanya sekitar 25% WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai angka kecukupan gizi yaitu 26 milligram/hari. Secara rata-rata wanita mengonsumsi 6,5 μg per hari melalui diet makanan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari konsumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh dan tipe Fe yang dikonsumsi. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting dari pada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan lebih mudah dicerna. Non heme iron yang membentuk 90% Fe dari makanan non daging tidak mudah diserap oleh tubuh (Manuaba, 2002).

3. Peningkatan kebutuhan fisiologi akan zat besi

Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui (Arisman, 2004). Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk

memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trimester II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan BBLR dan usia kehamilan (Manuaba, 2002).

2.3.3. Gejala Anemia

Manifestasi klinis dari anemia defisiensi besi sangat bervariasi, bisa hampir tanpa gejala, bisa juga gejala-gejala penyakit dasarnya yang menonjol, ataupun bisa ditemukan gejala anemia bersama-sama dengan gejala penyakit dasarnya. Gejala- gejalanya dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan sistem neuromuscular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limpa. Bila kadar Hb <7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda- tanda anemia akan jelas (Rukiyah, 2011).

Gejala dan tanda ibu hamil mengalami anemia yaitu gampang lelah, lesu dan sesak nafas saat beraktivitas atau berolahraga, permukaan kulit dan wajah pucat, mudah pusing dan dapat pingsan. Kerja jantung meningkat sehingga denyutnya jadi cepat, bahkan dapat berakibat gagal jantung jika kondisi jantung memang buruk (Solihah, 2005).

2.3.4. Diagnosis dan Klasifikasi Anemia

Untuk menegakkan diagnosis anemia kehamilan dapat dilakukan dengan anamnesa. Pada anamnesa akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata

berkunang-kunang dan keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda. Pemeriksaan dan pengawasan hemoglobin (Hb) dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli dan cyanmethemoglobin.

Hasil pemeriksaan Hb dengan metode Sahli dapat digolongkan sebagai berikut : Hb ≥11 gr% : Tidak anemia Hb 9 – 10 gr% : Anemia ringan Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang Hb <7 gr% : Anemia berat (Manuaba, 2010)

Menurut Manuaba (2010), pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu hamil mengalami anemia, maka dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90 tablet selama kehamilan. Faktor-faktor yang memengaruhi pembentukan darah adalah sebagai berikut:

1. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan terdiri dari : a. Protein, glukosa dan lemak

b. Vitamin B12, B6

c. Elemen dasar: Fe, ion Cu dan zink.

, asam folat dan vitamin C.

2. Sumber pembentukan darah adalah sumsum tulang.

4. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah yang baru.

5. Terjadinya perdarahan kronis (gangguan menstruasi, penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip serviks, penyakit darah, parasit dalam usus: askariasis, ankilostomiosis, taenia).

2.3.5. Metode Pemeriksaan Darah pada Ibu Hamil

Diantara metode yang paling sering digunakan di laboratorium dan yang paling sederhana adalah metode sahli dan yang lebih canggih adalah metode cyanmethemoglobin.

1. Prosedur pemeriksaan dengan metode Sahli

Prosedur pemeriksaan dengan Sahli adalah sebagai berikut :

a. Bahan yang dibutuhkan adalah HCl (0,1N), aquades, pipet hemoglobin, alat sahli, pipet pastur, pengaduk. Dengan prosedur kerja pertama masukan HCl 0,1 N ke dalam tabung sahli sampai angka 2.

b. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alkohol 70%, betadin dan sebagainya), kemudian tusuk dengan lanset atau alat lain, isap dengan pipet Hb sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring / kertas tisu.

c. Masukkan pipet yang berisi darah ke dalam tabung hemoglobin sampai ujung pipet menempel pada dasar tabung, kemudian tiup pelan-pelan. Selanjutnya campurkan sampai rata dan diamkan selama kurang lebih 10 menit. Dan terakhir masukan ke dalam alat pembanding, encerkan dengan cairan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan (setelah diaduk sampai homogen) sama dengan warga gelas dari alat pembanding. Bila sudah sama, baca kadar Hb pada skala tabung (Gandasoebrata, 2003).

2. Prosedur pemeriksaan dengan metode cyanmethemoglobin

Pada metode cyanmethemoglobin, hemoglobin dioksidasi oleh kalium ferrosianida menjadi methemoglobin yang kemudian bereaksi dengan ion sianida membentuk cyanmethemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.

Prosedur pemeriksaan dengan metode cyanmethemoglobin adalah sebagai berikut :

a. Reagnesia :

1) Larutan kalium ferrosianida (K3Fe(CN)6 0.6 mmol/l 2) Larutan kalium sianida (KCN) 1.0 mmol/l

b. Alat/sarana : 1) Pipet darah 2) Tabung cuvet 3) Kolorimeter c. Prosedur kerja :

1) Masukkan campuran reagen sebanyak 5 ml ke dalam cuvet

2) Ambil darah kapiler seperti pada metode sahli sebanyak 0,02 ml dan masukkan ke dalam cuvet diatas, kocok dan diamkan selama 3 menit

3) Baca dengan kolorimeter pada lambda 546 d. Perhitungan :

1) Kadar Hb = absorbs x 36,8 gr/dl/100 ml 2) Kadar Hb = absorbs x 22,8 mmol/l

2.3.6. Penanganan Anemia pada Kehamilan

Pemberian suplemen tablet tambah darah atau zat besi secara rutin adalah untuk membangun cadangan besi, sintesa sel darah merah dan sintesa darah otot. Setiap tablet besi mengandung FeSO4 mg (zat besi 30 mg), minimal 90 tablet selama

kehamilan. Dasar pemberian zat besi adalah adanya perubahan volume darah atau hydraemia (peningkatan sel darah merah 20-30% sedangkan peningkatan plasma darah 50%). Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi karena mengandung tannin atau pitat yang menghambat penyerapan zat besi (Kusmiyati, 2009).

2.3.7. Pengaruh Anemia pada Kehamilan dan Janin

Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia pada kehamilan dan janin adalah sebagai berikut :

a. Bahaya selama kehamilan. Dapat terjadi abortus, persalinan prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi, ancaman dekompensasi kordis (Hb <6 gr%), molahidatidosa, hiperemesis gravidarum, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini (KPD).

b. Bahaya saat persalinan. Gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri.

c. Pada kala nifas: terjadi subinvolusi uteri menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi kordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae pada payudara.

2. Pengaruh anemia terhadap janin. Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan anemia akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk: abortus, kematian intrapartum, persalinan prematuritas tinggi, berat badan lahir rendah, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, bayi mudah mendapatkan infeksi sampai kematian perinatal dan inteligensia rendah.

Kehamilan remaja adalah kehamilan yang terjadi pada perempuan berusia remaja. Kehamilan tersebut dapat disebabkan karena pernikahan dini, pemerkosaan, hubungan seksual (hubungan intim) dengan pacar, maupun faktor-faktor lain yang menyebabkan sperma membuahi telurnya dalam rahim perempuan tersebut (Masland, 2004).

Salah satu akibat kehamilan remaja adalah kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) merupakan suatu kondisi dimana pasangan tidak menghendaki adanya proses kelahiran dari suatu kehamilan. Kehamilan ini bisa merupakan akibat dari suatu perilaku seksual/hubungan seksual baik yang disengaja misalnya dengan pacar maupun yang tidak disengaja (akibat perkosaan) (Widyastuti, 2009).

Remaja yang hamil di luar nikah menghadapi berbagai masalah psikologis yaitu rasa takut, kecewa, menyesal dan rendah diri terhadap kehamilannya sehingga terjadi usaha untuk menghilangkan dengan gugur kandung (aborsi). Dalam persepsi mereka, aborsi mempunyai kerugian yang paling kecil bila dibandingkan dengan melanjutkan kehamilan. Keadaan akan semakin rumit bila lelaki yang menghamili tidak bertanggungjawab sehingga penderitaan hanya ditanggung sendiri oleh wanita dan keluarganya. Keluarga pun menghadapi masalah yang sulit di tengah masyarakat seolah-olah tidak mampu memberikan pendidikan moral kepada anak gadisnya (Manuaba, 2010).

Menurut Manuaba (2010), penyulit pada kehamilan remaja lebih tinggi dibandingkan “kurun waktu reproduksi sehat” antara usia 20-30 tahun. Keadaan ini disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan

kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin. Keadaan tersebut akan semakin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologis, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya:

1. Keguguran (aborsi), sebagian dilakukan dengan sengaja untuk menghilangkan kehamilan remaja yang tidak dikehendaki. Keguguran sengaja yang dilakukan oleh tenaga non profesional dapat menimbulkan akibat samping yang serius seperti tingginya angka kematian dan infeksi alat reproduksi yang pada akhirnya dapat menimbulkan kemandulan.

2. Persalinan prematur, berat badan lahir rendah (BBLR) dan kelainan bawaan. Kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dapat mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur, berat badan lahir rendah dan cacat bawaan. 3. Mudah terjadi infeksi. Keadaan gizi yang buruk, tingkat sosial ekonomi rendah

dan stres memudahkan terjadi infeksi saat hamil, terlebih pada kala nifas.

4. Anemia kehamilan. Anemia pada kehamilan adalah anemia karena kekurangan zat besi. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia.

5. Keracunan kehamilan. Kombinasi keadaan alat reproduksi yang belum siap hamil dan anemia makin meningkatkan terjadinya keracunan kehamilan, dalam bentuk preeklampsia atau eklampsia. Preeklampsia dan eklampsia memerlukan perhatian yang serius karena dapat menyebabkan kematian.

6. Kematian ibu yang tinggi. Remaja putri yang stres akibat kehamilannya sering mengambil jalan pintas untuk melakukan gugur kandung oleh tenaga dukun. Angka kematian karena gugur kandung yang dilakukan dukun cukup tinggi, tetapi angka pasti tidak diketahui. Kematian ibu terutama karena perdarahan dan infeksi.

2.3.9. Pengaruh Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan terhadap Kejadian Anemia

Remaja putri termasuk kelompok yang rawan terhadap anemia, hal ini disebabkan karena kebutuhan Fe pada wanita 3 kali lebih besar dari kebutuhan pria. Wanita mengalami menstruasi setiap bulannya yang berarti kehilangan darah secara rutin dalam jumlah banyak, juga kebutuhan Fe meningkat karena untuk pertumbuhan fisik, mental dan intelektual dan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani yang merupakan sumber Fe yang mudah diserap. Kelompok remaja putri mempunyai risiko paling tinggi untuk menderita anemia karena pada masa itu terjadi peningkatan kebutuhan Fe. Peningkatan kebutuhan ini terutama disebabkan karena pertumbuhan pesat yang sedang dialami dan terjadinya kehilangan darah akibat menstruasi. Kelompok ini juga memiliki kebiasaan makan tidak teratur, mengkonsumsi makanan berisiko seperti fast food, snack dan soft drink (Fikawati, 2004).

Terjadinya anemia pada remaja putri yang hamil karena dalam kehamilan keperluan akan zat makanan bertambah dan terjadi perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang. Volume darah bertambah banyak dalam kehamilan, akan tetapi pertambahan sel-sel darah merah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah dengan perbandingan plasma 30%, sel darah

merah 18% dan hemoglobin 19%. Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian fisiologis dalam kehamilan dan bermanfaat bagi wanita, karena pertama pengenceran meringankan beban jantung yang harus bekerja lebih berat selama kehamilan. Kedua, pada waktu perdarahan dalam persalinan unsur besi yang hilang lebih sedikit dibanding apabila darah itu tetap kental (Wiknjosastro, 2005). Selain faktor fisiologis kehamilan terjadinya anemia, faktor perilaku juga memicu terjadinya anemia pada kehamilan. Remaja putri yang hamil di luar nikah mempunyai rasa malu untuk memeriksakan kehamilannya pada tenaga kesehatan, sehingga tidak mendapatkan tablet zat besi akan menyebabkan terjadinya anemia.

Penelitian yang dilakukan Susilowati (1993) dalam Syarief (1994) bahwa dari 777 ibu hamil yang anemia, masih ditemukan sebanyak 21,1% ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, 14,2% ibu hamil pernah memeriksakan kehamilannya sebanyak 1 kali dan sisanya (64,8%) ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan 2 kali atau lebih.

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Dinan (1983) dalam Syarief (1994) tentang karakteristik ibu hamil dengan anemia bahwa sekalipun pemeriksaan kehamilan lebih sering dilakukan oleh ibu hamil, namun prevalensi anemia masih tetap tinggi. Pengaruh pemeriksaan kehamilan dalam menurunkan prevalensi anemia tampak nyata hanya pada ibu-ibu yang melahirkan di Rumah Sakit Hasan Sadikin, akan tetapi penurunan tidak begitu nyata pada ibu-ibu yang melahirkan di rumah sakit di luar Kabupaten Bandung. Dari gambaran tersebut dapat diartikan bahwa bukan hanya seringnya melakukan pemeriksaan kehamilan saja, akan tetapi kemampuan ibu

dalam memperbaiki keadaan kesehatan sendiri ikut menentukan turunnya prevalensi anemia pada ibu hamil.

Hasil penelitian Susilowati (1993) dalam Syarief (2003) dilaporkan bahwa dari 777 ibu hamil yang anemia, masih ditemukan sebanyak 21,1% ibu hamil yang tidak memeriksakan kehamilannya, 14,2% ibu hamil tidak pernah memeriksakan kehamilannya sebanyak 1 kali dan sisanya (64,8%) ibu hamil pernah memeriksakan kehamilan 2 kali atau lebih. Namun dalam penelitian ini tidak dijelaskan bagaimana hubungannya dengan anemia gizi pada ibu hamil.

Dokumen terkait