PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA
DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
TESIS
Oleh
EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF UTILIZATION OF ANTENATAL CARE SERVICE ON THE INCIDENT OF ANEMIA IN TEEN-AGE PREGNANCY
IN HINAI SUBDISTRICT LANGKAT DISTRICT IN 2012
THESIS
By
EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA
DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Eva Sari Dewi Sitepu
Nomor Induk Mahasiswa : 107032167
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 10 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA
DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2012
ABSTRAK
Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang. Salah satu risiko yang dapat terjadi pada kehamilan usia remaja yaitu anemia. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja, salah satunya yaitu rendahnya atau tidak sesuainya pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC).
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional (potong lintang) yang bertujuan menjelaskan pengaruh pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan pihak luar, jumlah kunjungan, dan jenis layanan terhadap kejadian anemia pada remaja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Jumlah populasi sebanyak 193 orang dan sampel diperoleh 62 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 58,1% remaja putri (usia
≤20 tahun) yang hamil mengalami anemia. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel berpengaruh terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja adalah variabel jumlah kunjungan dengan koefisien regresi= 4,366, sig.=0,0001, dan variabel jenis layanan dengan koefisien regresi= 3,796 , sig.= 0,013. Ramalan tentang probabilitas remaja putri yang hamil mengalami anemia jika jumlah kunjungan tidak sesuai dan jenis layanan tidak lengkap, maka remaja putri yang hamil akan mengalami anemia sebesar 97,18%, dan jika jumlah kunjungan sesuai dan jenis layanan lengkap maka kemungkinan mengalami anemia hanya 0,97%.
Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk mengoptimalkan program kesehatan reproduksi dalam mencegah perilaku seks bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan pada remaja, juga menyediakan fasilitas kesehatan seperti konseling khususnya bagi remaja putri yang hamil di luar nikah.
ABSTRACT
Pregnancy in teenagers has an adequately high medical risk because during that time the reproductive organs are not yet mature enough for reproduction. One of the risks may occur during the teenagers pregnancy is anaemia. Many factors predicted to have influenced the incident of anaemia in teenagers and one of them is the low or inappropriate utilization of antenatal care service.
The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted in Hinai Subdistrict, Langkat District, was to describe the influence of education, knowledge, attitude, external support, number of visit, and kinds of services provided on the incident of anaemia in teenagers. The population of this study was 193 persons and 62 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that 58.1% of pregnant teenagers (≤ 20 years old) were suffering of anaemia. The result of multiple logistic regression tests showed that the variables influencing the incident of anaemia in the pregnant teenagers were number of visit with regression coefficient = 4.366; sig. = 0.0001, and service kindly with regression coefficient = 3.796; sig.= 0.013. The prediction about the probability of pregnant teenagers to suffering of anaemia is that if the number of visit is appropriate and the service kindly is not completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 97.18%, and if the number of visit is appropriate and the service kindly is completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 0.97%.
The management of Langkat District health Service is suggested to optimize the reproductive health program in preventing the free-sex behavior that can result in teen-age pregnancy and to provide health service facilities such as counseling service especially for the female teenagers who are pregnant due to the extramarital relation.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh
Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap Kejadian Anemia pada
Kehamilan Usia Remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012.”
Penulis menyadari penulisan tesis ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan
kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi
Pembimbing yang memberikan masukan dan saran-saran perbaikan.
5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua dengan
ketelitiannya memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya
6. Seluruh Tim Pembanding yang telah bersedia menguji serta memberikan
masukan dan saran-saran yang membangun guna penyempurnaan tesis ini.
7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
8. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan pendidikan ini.
9. Suami (Cornelius Sembiring, MSE) dan Anakku tersayang (Nelva Christfarine)
yang selalu memberikan motivasi tanpa henti, dukungan pada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
10.Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan
saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan
semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
dunia pendidikan dan kesehatan.
Medan, Juli 2012
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Eva Sari Dewi Sitepu dilahirkan di Selayang pada tanggal 08
September 1975 dan anak dari pasangan S. Sitepu dan R. Br. Bangun. Penulis telah
menikah pada tanggal 11 Maret 2005 dengan Cornelius Sembiring, MSE dan
dikaruniai 1 orang putri yang bernama Nelva Christfarine yang berusia 7 tahun.
Penulis saat ini tinggal di Kompleks PTPN II Kebun Tanjung Jati Kecamatan Binjai
Barat Kabupaten Langkat.
Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
054874 Langkat, tamat pada tahun 1988. Pada tahun 1991 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMP Taman Siswa Binjai. Selanjutnya penulis memasuki Sekolah
Pendidikan Keperawatan Pemda Kabanjahe, tamat tahun 1994. Pada tahun 1994,
peneliti memasuki Program Diploma I Bidan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dan
selesai pada tahun 1995. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan
Diploma III Kebidanan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Pada tahun 2002, penulis
menyelesaikan pendidikan di D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Pada tahun 2010-2012 penulis menempuh pendidikan di Program
Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Riwayat pekerjaan penulis dimulai tahun 1995 – 1998 bekerja sebagai Bidan
PTT di Kecamatan Sipirok kabupaten Tapanuli Selatan. Tahun 2000-2005 bekerja
sebagai Dosen Tetap di Akademi Kebidanan Darmo Medan. Tahun 2005 sampai
dengan sekarang bekerja sebagai PNS di Puskesmas Bukit Lawang Kab. Langkat dan
DAFTAR ISI
2.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) ... 11
2.2. Konsep Remaja ... 33
2.3. Kejadian Anemia pada Kehamilan Remaja ... 35
2.4. Landasan Teori ... 48
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 56
4.2.1. Pengetahuan ... 73
4.5. Hubungan Karakteristik Remaja dengan Kejadian Anemia . 81 4.5.1. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia .... 81
4.5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia ... 82
4.5.3. Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia ... 83
4.5.4. Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian Anemia ... 83
4.6. Hubungan Pemanfaatan Pelayanan ANC dengan Kejadian Anemia ... 84
4.6.1. Hubungan Jumlah Kunjungan dengan Kejadian Anemia ... 84
4.6.2. Hubungan Jenis Layanan dengan Kejadian Anemia . 84 4.7. Pengaruh Pemanfaatan ANC dengan Kejadian Anemia ... 85
BAB 5. PEMBAHASAN ... 88
5.1. Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 88
5.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 90
5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 93
5.4. Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 96
5.5. Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 98
5.6. Pengaruh Jumlah Kunjungan terhadap Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 101
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis
Kehamilan ... 17
2.2. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil ... 18
3.1. Jumlah Sampel di Setiap Desa ... 54
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ... 59
3.3. Pengukuran Variabel Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Dukungan Luar ... 64
3.4. Pengukuran Variabel Pemanfaatan Pelayanan ANC ... 66
3.5. Pengukuran Variabel Kejadian Anemia ... 67
4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Identitas di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 73
4.2. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 74
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 75
4.4. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Sikap di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 75
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 76
4.6. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Dukungan Pihak Luar di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 77
4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan di
Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 79
4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan di
Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 79
4.10. Distribusi Jenis Layanan 10 T pada Responden di Kabupaten
Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 80
4.11. Distribusi Jenis Layanan Menurut Responden di Kabupaten
Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 80
4.12. Distribusi Remaja Putri Hamil di Luar Nikah Mengalami Anemia
di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 .... 81
4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia di Kabupaten
Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 81
4.14. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia di
Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 82
4.15. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia
di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 82
4.16. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia di
Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 83
4.17. Tabulasi Silang Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian
Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 84
4.18. Tabulasi Silang Hubungan Jumlah Kunjungan dengan Kejadian
Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 84
4.19. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Layanan dengan Kejadian
Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 85
4.20. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 86
4.21. Perhitungan Prediktor Variabel yang Signifikan ... 87
4.22. Nilai Probabilitas Remaja Putri yang Hamil Usia ≤ 20 Tahun
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Model Anderson dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 21
2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan) ... 24
2.3. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE ... 26
2.4. Kerangka Konsep ... 51
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 115
2. Ujicoba Validitas Angket Tahap Pertama ... 121
3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket (Tahap Pertama) ... 122
4. Ujicoba Validitas Angket Tahap Kedua ... 126
5. Output Validitas dan Reliabilitas Angket (Tahap Kedua) ... 127
6. Master Data ... 134
7. Output SPSS Master Data ... 136
8. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Tiap Semester, Status Menikah, dan Dukungan Pihak Luar di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 149
9. Distribusi Layanan ANC 10T Menurut Responden di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 151
10. Distribusi Ketersediaan Peralatan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Penggunaan dalam Pemeriksaan Kehamilan pada Ibu Hamil ... 153
ABSTRAK
Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang. Salah satu risiko yang dapat terjadi pada kehamilan usia remaja yaitu anemia. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja, salah satunya yaitu rendahnya atau tidak sesuainya pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC).
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional (potong lintang) yang bertujuan menjelaskan pengaruh pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan pihak luar, jumlah kunjungan, dan jenis layanan terhadap kejadian anemia pada remaja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Jumlah populasi sebanyak 193 orang dan sampel diperoleh 62 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 58,1% remaja putri (usia
≤20 tahun) yang hamil mengalami anemia. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel berpengaruh terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja adalah variabel jumlah kunjungan dengan koefisien regresi= 4,366, sig.=0,0001, dan variabel jenis layanan dengan koefisien regresi= 3,796 , sig.= 0,013. Ramalan tentang probabilitas remaja putri yang hamil mengalami anemia jika jumlah kunjungan tidak sesuai dan jenis layanan tidak lengkap, maka remaja putri yang hamil akan mengalami anemia sebesar 97,18%, dan jika jumlah kunjungan sesuai dan jenis layanan lengkap maka kemungkinan mengalami anemia hanya 0,97%.
Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk mengoptimalkan program kesehatan reproduksi dalam mencegah perilaku seks bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan pada remaja, juga menyediakan fasilitas kesehatan seperti konseling khususnya bagi remaja putri yang hamil di luar nikah.
ABSTRACT
Pregnancy in teenagers has an adequately high medical risk because during that time the reproductive organs are not yet mature enough for reproduction. One of the risks may occur during the teenagers pregnancy is anaemia. Many factors predicted to have influenced the incident of anaemia in teenagers and one of them is the low or inappropriate utilization of antenatal care service.
The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted in Hinai Subdistrict, Langkat District, was to describe the influence of education, knowledge, attitude, external support, number of visit, and kinds of services provided on the incident of anaemia in teenagers. The population of this study was 193 persons and 62 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that 58.1% of pregnant teenagers (≤ 20 years old) were suffering of anaemia. The result of multiple logistic regression tests showed that the variables influencing the incident of anaemia in the pregnant teenagers were number of visit with regression coefficient = 4.366; sig. = 0.0001, and service kindly with regression coefficient = 3.796; sig.= 0.013. The prediction about the probability of pregnant teenagers to suffering of anaemia is that if the number of visit is appropriate and the service kindly is not completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 97.18%, and if the number of visit is appropriate and the service kindly is completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 0.97%.
The management of Langkat District health Service is suggested to optimize the reproductive health program in preventing the free-sex behavior that can result in teen-age pregnancy and to provide health service facilities such as counseling service especially for the female teenagers who are pregnant due to the extramarital relation.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai
“instrumental”. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari
tercapainya tujuan yang lain yaitu kualitas hidup yang sempurna. Penyakit,
ketidakmampuan, dan ketidaknyamanan merupakan kondisi kualitas hidup yang
memperlihatkan adanya masalah pribadi, ekonomi dan sosial. Sedangkan
kebahagiaan, kepuasan dan kesejahteraan merupakan kualitas hidup yang diinginkan
pada setiap perkembangan umat manusia termasuk pada masa usia remaja (
Masa remaja adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan
periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa
pubertas, yaitu masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik,
emosi dan psikis. Remaja sangat peka terhadap pengaruh nilai baru, terutama bagi
mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Masalah yang paling menonjol di
kalangan remaja khususnya remaja putri saat ini berkaitan dengan kesehatan
reproduksi, dimana masalah seksualitas, infeksi penyakit menular seksual (IMS),
HIV/AIDS, aborsi, hamil di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan dan
menikah usia dini merupakan permasalahan yang sering dialami remaja (Aisyaroh,
2009).
Hamdy
Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia
15-19 tahun sebesar 95/1000. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan Inggris
(45/1000), Kanada (45/1000), Perancis (44/1000), Swedia (35/1000) dan Belanda
(15/1000). Tingginya angka kehamilan pada remaja mengindikasikan bahwa remaja
putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang
berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Sarwono, 2011).
Data UNICEF (2000) menyatakan angka pernikahan dini (menikah sebelum
berusia 16 tahun) hampir dijumpai di seluruh propinsi di Indonesia. Sekitar 10%
remaja putri melahirkan anak pertamanya pada usia 15-19 tahun dan lebih dari 50%
remaja putri yang hamil mengalami anemia. Kehamilan pada masa remaja akan
meningkatkan risiko kematian 2-4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perempuan
yang hamil pada usia 20-30 tahun. Demikian juga dengan risiko kematian bayi akan
mencapai 30% lebih tinggi pada ibu yang hamil di usia remaja dibandingkan pada
ibu hamil usia 20-30 tahun atau masa reproduksi sehat (Widyastuti, 2009). Wanita
hamil yang anemia di negara berkembang penyebab dominannya adalah defisiensi
besi (Muhammad, 2006).
Laporan berbagai studi di Indonesia memperlihatkan masih tingginya
prevalensi anemia gizi pada remaja putri yang berkisar antara 20-50%. Survei yang
dilakukan oleh Gross et al (2003) di Jakarta dan Yogyakarta melaporkan prevalensi
anemia pada remaja sebesar 21,1%. Penelitian Budiman (2002) menyebutkan dari
Tangerang Propinsi Jawa Barat sebanyak 40,4% remaja yang hamil menderita
anemia. Penelitian Hamid (2003) di Padang, Sumatera Barat mendapatkan angka
prevalensi anemia pada siswi SLTA sebesar 29,2%. Penelitian Februhartanty et al.
(2003) yang dilakukan terhadap 137 siswi SLTP di Kupang Nusa Tenggara Timur
mendapatkan angka prevalensi anemia sebesar 49,6% (Fikawati, 2004). Hoo Swie
Tjiong (1998) menemukan anemia pada kehamilan trimester I adalah 3,8%, pada
Trimester II sebesar 13,6% dan 24,8% pada trimester III. Akrib Sukarman (2002)
menemukan sebesar 40,1% wanita hamil di Bogor menderita anemia (Manuaba,
2010).
Berdasarkan data BKKBN Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 rata-rata
usia kawin pertama adalah 19,8 tahun dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia
kawin pertama menjadi 20 tahun. Dengan rata-rata usia perkawinan di bawah usia 20
tahun maka akan berdampak pada kehamilan karena organ reproduksi belum matang
sehingga dapat menimbulkan risiko anemia pada kehamilan remaja (BKKBN
Propinsi Sumatera Utara, 2011).
Data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 menunjukkan
bahwa melalui survei di 4 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yaitu Kota Medan,
Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, jumlah ibu hamil yang
mengalami anemia sebesar 40,50% (Dinkes Propsu, 2011).
Berdasarkan informasi dan data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat bahwa
tahun sebanyak 1.053 orang, dan ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 2.944
orang (12,2%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2012).
Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi,
karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan
fungsinya. Rahim (uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20
tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19
tahun, sistem hormonal belum stabil. Dengan sistem hormonal yang belum stabil
maka proses kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi anemia, perdarahan,
abortus atau kematian janin (Kusmiran, 2011).
Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia kehamilan khususnya pada usia
remaja dapat menyebabkan bahaya selama hamil seperti terjadi abortus, persalinan
prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,
perdarahan, hiperemesis, ketuban pecah dini dan bahaya saat persalinan yaitu
gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama berlangsung lama, terjadi partus
terlantar, perdarahan post partum, atonia uteri. Bahaya pada masa nifas yaitu terjadi
subinvolusi uteri, menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi
postpartum, pengeluaran ASI berkurang. Sedangkan bahaya anemia terhadap janin
yaitu dapat terjadi abortus, kematian intrauterine, persalinan prematuritas tinggi,
BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, intelegensia rendah.
Wanita hamil khususnya hamil di usia remaja, sangat penting melakukan
pemeriksaan kehamilan (ANC) secara dini ke petugas kesehatan untuk mendeteksi
Ante natal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk
menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya baik fisik maupun mental, serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes
RI, 2009). Pentingnya pemeriksaan kehamilan melalui ANC (Antenatal Care) karena
pada umumnya kehamilan berjalan normal tetapi dengan bertambahnya usia
kehamilan cenderung berkembang menjadi komplikasi yang berisiko. Ibu hamil yang
tidak melakukan deteksi dini (ANC) rentan mengalami gangguan kehamilan seperti
anemia karena salah satu kegiatan ANC adalah pemberian tablet besi (fe) sebanyak
90 tablet yang dapat mencegah anemia dalam kehamilan (Rukiyah, 2011).
Pelayanan antenatal dapat dibedakan antara kuantitas dan kualitasnya.
Kuantitas antenatal dapat dilihat dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri
dengan jumlah kunjungan pemeriksaan hamil selama satu kurun kehamilan minimal 4
kali
Kegiatan dalam ANC dikenal dengan 10 T yaitu timbang berat badan dan
ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur tinggi fundus uteri,
tentukan presentasi dan denyut jantung janin (DJJ), imunisasi tetanus toksoid,
pemberian tablet zat besi, tes laboratorium, tata laksana kasus dan temu wicara
(konseling) (Depkes RI, 2009).
yaitu satu kali kunjungan pada trimester I (<14 minggu), satu kali kunjungan
pada trimester dua (14-28 minggu) dan pada trimester III (28-36 minggu dan sesudah
minggu ke-36) dua kali kunjungan. Sedangkan kualitas antenatal merupakan mutu
atau jenis layanan yang diberikan kepada ibu hamil sesuai standar pelayanan ANC
Kajian yang telah dilakukan oleh WHO mengenai efektivitas antenatal care
telah mulai dipublikasikan tahun 1992. Pengujian percobaan secara acak model
asuhan antenatal care difokuskan pada efektivitas, jumlah kunjungan, waktu
kunjungan dan jenis layanan yang diberikan (Kusmiyati, 2009). Hal ini
mengindikasikan bahwa setiap kehamilan mempunyai risiko khususnya pada
kehamilan remaja, maka dengan pemanfaatan ANC secara teratur, akan efektif
untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2004) di Kabupaten Serang dan
Tangerang menunjukkan bahwa proporsi ibu hamil yang menderita anemia pada
kelompok ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lebih tinggi 2,5 kali
dibandingkan pada ibu yang pernah melakukan 1 kali, 2 kali, 3 kali atau 4 kali
pemeriksaan atau lebih.
Penelitian lainnya yang dilakukan Nell dalam Istiarti (2000) menunjukkan
adanya hubungan antara jumlah kunjungan pelayanan antenatal dengan kejadian
BBLR. Didapatkan data bahwa kejadian BBLR 1,5 hingga 5 kali lebih tinggi pada
ibu yang jarang atau tidak pernah melakukan pelayanan antenatal atau memulai
pelayanan antenatal lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang sering
melakukan, memulainya lebih awal dan dilakukan secara teratur.
Hasil Penelitian Yulfar (2003) di Puskesmas Sei Panas Kota Batam
menyatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan yaitu keikutsertaan askes atau asuransi kesehatan lainnya, sistem birokrasi,
dengan Puskesmas, sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada
tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas di Sei Panas tidak terdapat
hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Pada kehamilan remaja, kunjungan kehamilan difokuskan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan baik pemeriksaan fisik maupun konseling. Pada
pemeriksaan fisik, pemeriksaan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi
kehamilan seperti anemia khususnya defisiensi besi dan konseling diberikan agar
remaja baik yang hamil sebelum menikah maupun hamil setelah menikah tetapi di
usia remaja tetap memeriksakan kehamilannya dan dapat memanfaatkan pelayanan
ANC di sarana kesehatan, sehingga kemungkinan terjadi komplikasi kehamilan
akibat dari organ reproduksi yang belum matang dapat diatasi (Wiknjosastro,
2005).
Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama
ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri yang mengalami kehamilan
secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka
remaja putri harus mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan kaya zat besi.
Kebutuhan gizi pada masa remaja dan masa kehamilan merupakan fisiologi dari
pertumbuhan dan perkembangan tubuh remaja dan ibu hamil. Selain itu
penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pemberian tablet besi
(Fe) (Masrizal, 2007).
Pada Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2011 tercatat sebanyak 524
usia 20 tahun, perempuan sebanyak 193 orang (36,4%), sedangkan laki-laki sebanyak
28 orang (5,3%). Dari jumlah perempuan yang melakukan pernikahan muda tersebut
sebanyak 60-65% sudah hamil di luar nikah yang berpotensi untuk mengalami
anemia (BP4 Kecamatan Hinai, 2011).
Survei pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Hinai dan beberapa
Klinik Bersalin Swasta di Kecamatan Hinai bahwa remaja putri yang hamil di luar
nikah atau menikah usia dini jarang memeriksakan kehamilan mereka (Antenatal
Care / ANC). Jumlah remaja putri yang hamil pada usia ≤20 tahun diasumsikan
sebesar 36,4% berdasarkan jumlah remaja putri yang menikah di bawah usia ≤20
tahun dan angka pemanfaatan ANC hanya 28,3%. Beberapa kendala yang menjadi
penghambat remaja putri tidak memanfaatkan pelayanan ANC adalah kurangnya
pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan, tidak mempunyai
pengalaman hamil sebelumnya, serta rasa malu karena hamil di luar nikah. Faktor
pengetahuan yang minim tentang pemeriksaan kehamilan, tidak mempunyai
pengalaman dan rasa malu menyebabkan remaja putri tersebut rentan mengalami
risiko anemia atau komplikasi lainnya selama kehamilan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada
pengaruh pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) terhadap kejadian anemia
pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat
1.2. Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini bertolak dari tingginya usia perkawinan
muda (remaja putri menikah usia dini) dan hamil di luar nikah serta tidak
dimanfaatkannya pelayanan ANC, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
yaitu apakah ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap
kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai
Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan
pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia
remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap
kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai
Kabupaten Langkat tahun 2012.
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi pengambil kebijakan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan
yang mendukung kesehatan reproduksi untuk meningkatkan partisipasi
dan pengetahuan remaja tentang ANC, anemia dan bahaya kehamilan
2. Dengan diketahuinya gambaran pemanfaatan pelayanan ANC dan kejadian
anemia pada remaja usia ≤20 tahun dapat dijadikan sebagai dasar perbaikan
penatalaksanaan pelayanan ANC pada kehamilan usia muda di tingkat bidan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) 2.1.1. Antenatal Care (ANC)
Antenatal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk
menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya baik fisik maupun mental, serta
menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes
RI, 2009).
Antenatal care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini
mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik
untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau
komplikasi (Saifudin, 2005).
Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) merupakan pemeriksaan ibu hamil
baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan
dan masa nifas, sehingga keadaan mereka setelah post partum menjadi sehat dan
normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 2005).
Pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan
(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi
umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) (Depkes RI,
2009).
Kunjungan kehamilan dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini gangguan
kehamilan. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi
kebidanan. Deteksi dini dapat juga diartikan ibu hamil yang melakukan kunjungan ke
tenaga kesehatan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap
mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh
tenaga kesehatan dan masyarakat terutama ibu hamil tentang adanya faktor risiko dan
komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Salah satu faktor risiko pada ibu hamil adalah kejadian anemia pada ibu hamil yaitu
kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl (Depkes RI, 2009). Karena itu, petugas
kesehatan secara rutin mengukur kadar hemoglobin dalam darah dan melakukan
beberapa pengujian terhadap contoh darah ibu hamil. Biasanya pengujian dilakukan
pada kunjungan pertama dan pengujian berikutnya pada kehamilan kira-kira 28
minggu. Banyak tenaga kesehatan menyarankan agar semua wanita hamil minum
tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan (Jones, 2005).
Keuntungan antenatal care adalah diketahuinya secara dini keadaan
gangguan, risiko (komplikasi), pada ibu hamil dan janin, sehingga dapat melakukan
dikendalikan, melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat, segera
dilakukan terminasi kehamilan (Manuaba, 2010).
Pemanfaatan pelayanan ANC adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
ibu hamil yang disediakan baik pemerintah maupun swasta dalam bentuk asuhan pelayanan
kehamilan meliputi kegiatan anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),
pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko
yang ditemukan dalam pemeriksaan) ataupun melakukan kunjungan rumah oleh petugas atau
kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut.
2.1.2. Jumlah Kunjungan Antenatal Care
Dalam penelitian ini pemanfaatan pelayanan ANC yang dimaksud adalah
penggunaan pelayanan kesehatan oleh remaja putri yang hamil di luar nikah ataupun hamil
sesudah menikah tetapi berada pada usia kurang dari 20 tahun.
Menurut Kusmiyati (2009), setiap wanita hamil memerlukan minimal 4
(empat) kali kunjungan selama periode antenatal yaitu:
1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)
2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)
3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan sesudah minggu ke
36).
Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir dapat
sewaktu-waktu melakukan kunjungan.
Adanya perbedaan jumlah kunjungan di setiap semester karena semakin tua
sehingga pemeriksaan pun harus lebih sering dilakukan. Sebaliknya, waktu hamil
muda, risiko lebih sedikit dan perkembangan janin pun masih lambat. Pemeriksaan
empat minggu sekali dianggap sudah memadai. Kecuali jika ada keluhan-keluhan dari
ibu hamil sehingga petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih sering. Ibu
hamil sangat memerlukan tenaga kesehatan, tempat ia bisa bertanya tentang segala
hal yang ingin dan harus diketahui. Sekedar bertemu dengan dokter atau bidan saja,
secara psikis sudah membantu meringankan beban pikiran ibu (Solihah, 2005).
2.1.3. Tujuan Melakukan Antenatal Care (ANC)
Untuk menegakkan kehamilan risiko tinggi pada ibu dan janin adalah dengan
cara melakukan anamnese yang intensif (baik), melakukan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rongten,
pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Berdasarkan
waktu, keadaan risiko ditetapkan pada menjelang kehamilan, saat hamil muda, saat
hamil pertengahan, saat in partu dan setelah persalinan (Manuaba, 2010).
Menurut Kusmiyati (2009), tujuan dilakukan ANC adalah sebagai berikut :
1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan
pendidikan, nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.
2. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah dan atau obstetri selama
kehamilan.
3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi.
4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas
Menurut Manuaba (2010), melakukan pengawasan antenatal bertujuan untuk
dapat menegakkan secara dini dan menjawab pertanyaan :
1. Apakah kehamilan berjalan dengan baik.
2. Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin.
3. Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin.
4. Apakah terjadi penyulit pada kehamilan.
5. Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin.
6. Bila diperlukan, terminasi kehamilan (apakah terminasi dilakukan untuk
menyelamatkan ibu, apakah janin dapat hidup di luar kandungan, bagaimana
teknik terminasi kehamilan sehingga tidak menambah penyulit ibu atau
janin).
7. Bagaimana kesanggupan memberikan pertolongan persalinan dengan
memperhitungkan tempat pertolongan itu dilakukan, persiapan alat yang
diperlukan untuk tindakan, kemampuan diri sendiri untuk melakukan
tindakan.
8. Menetapkan sikap yang akan diambil menghadapi kehamilan dengan
kehamilan risiko rendah dapat ditolong setempat, kehamilan dengan risiko
meragukan perlu pengawasan intensif, kehamilan dengan risiko tinggi
dilakukan rujukan.
Menurut Kusmiyati (2009), tipe pelayanan dalam asuhan kebidanan meliputi
layanan kebidanan primer, layanan kebidanan kolaborasi dan layanan kebidanan
rujukan.
1. Layanan kebidanan primer merupakan pelayanan bidan yang sepenuhnya menjadi
tanggungjawab bidan.
2. Layanan kebidanan kolaborasi merupakan layanan bidan sebagai anggota tim
yang kegiatannya dilakukan secara bersama atau sebagai salah satu urutan proses
kegiatan layanan.
3. layanan kebidanan rujukan adalah layanan bidan dalam rangka rujukan ke sistem
pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya bidan menerima rujukan dari dukun,
juga layanan horisontal maupun vertikal ke profesi kesehatan lain.
Dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil, sebagaimana hak pasien
pada umumnya, Kusmiyati (2009) menyebutkan ibu hamil juga mempunyai hak-hak
yang sama dengan hak pasien antara lain:
1. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan
secara bermartabat dan dengan rasa hormat.
2. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk/semua perempuan dan
keluarga.
3. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya.
1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2. Ukur tekanan darah
3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)
4. Ukur tinggi fundus uteri
5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
bila diperlukan.
7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)
9. Tatalaksana kasus
10.Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan
Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Tabel 2.1. Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis Kehamilan
No Jenis Layanan Trimester I Trimester II Trimester III
1 Timbang badan
Kenaikan BB 0,5-0,75 kg setiap bulan
Kenaikan 0,25 kg setiap minggu
Kenaikan 0,5 kg setiap minggu
Tinggi badan
Tinggi badan minimal 150 cm
Tinggi badan minimal 150 cm
Tinggi badan minimal 150 cm 2 Tekanan darah
5 DJJ -
Imunisasi TT I
* Imunisasi TT II
* Periksa Hb= ≥11gr%
9 Tatalaksana Kasus
(jika terjadi kasus)
(jika terjadi kasus)
(jika terjadi kasus)
10 Konseling persalinan dan KB Ket: = Pelaksanaan kegiatan di setiap trimester
* = disesuaikan dengan kontak pertama ibu hamil
Sumber : Depkes RI (2009), Manuaba (2010), Saifuddin (2002). 2.1.5. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil
Menurut Kusmiyati (2009), tindakan bidan untuk setiap kali kunjungan yaitu:
Tabel 2.2. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil
Kunjungan Waktu Kegiatan / Tindakan
Trimester Pertama
Sebelum minggu ke-14
1. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu hamil.
2. Mendeteksi masalah dan mengatasinya. 3. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia
kehamilan.
4. Mengajari ibu cara mengatasi ketidak-nyamanan.
5. Mengajarkan dan mendorong perilaku yang sehat (cara hidup sehat ibu hamil, nutrisi, mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan) 6. Memberikan imunisasi TT, tablet besi. 7. Mulai mendiskusikan mengenai persiapan
kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan.
8. Menjadwalkan kunjungan berikutnya.
9. Mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan.
Trimester Kedua
Sebelum minggu ke-28
1. Sama seperti di atas, ditambah dengan: 2. Kewaspadaan khusus terhadap
preeklamp-sia (tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).
Trimester ketiga
Antara minggu 28-36
1. Sama seperti di atas, ditambahkan
2. Palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda.
Setelah 36 minggu
1. Sama seperti di atas, ditambahkan
2. Deteksi letak janin dan kondisi lain kontra indikasi bersalin di luar rumah sakit.
Apabila ibu mengalami masalah/ komplikasi/kegawatdaruratan
Diberikan pertolongan awal sesuai dengan masalah yang timbul.
Sumber: Kusmiyati (2009).
2.1.6. Tipe Umum Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah besar riset telah dilakukan ke dalam
faktor-faktor penentu (determinan) pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebanyakan
model-model adanya pemanfaatan pelayanan kesehatan dikembangkan dan
dilengkapi. Model-model pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu model demografi
(kependudukan) model struktur sosial, model psikolog sosial, model sumber
keluarga, model sumber daya masyarakat, model organisasi, model sistem kesehatan
dari Anderson, model kepercayaan kesehatan dari Lewin dan model
PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and
Evaluation) dari Green (Notoatmodjo, 2007).
Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah teori model sistem kesehatan dari
Anderson, model kepercayaan kesehatan dari Lewin dan model
Evaluation) dari Green, karena ketiga teori ini yang sering digunakan dalam perilaku
pencarian pelayanan kesehatan.
2.1.6.1. Model Sistem Kesehatan (Health System Model) dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Anderson
Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan model sistem
kesehatan (health system model) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam
model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi,
karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan.
1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu
mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang
digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu :
a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.
b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan
sebagainya.
c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan penyakit.
2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics)
Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk
memanfaatkan-nya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan
yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.
3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics)
Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan
dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.
Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling
itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived
(subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Model Anderson in
diilustrasikan pada gambar berikut ini.
Gambar 2.1. Model Anderson Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Predisposing Enabling Need Health
Service Use
Demography
Social Structure
Health beliefs
Family resources
Community Resources
Perceived
2.1.6.2. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Lewin
Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem
kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima
usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh
provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku
pencegahan penyakit (preventive health behaviour), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Field Theory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).
Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan
sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif
maupun negatif, di suatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya
atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif.
Implikasinya di dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah
negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.
Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada
empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang
dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima
dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya dan hal-hal
yang memotivasi tindakan tersebut.
1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus
lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila
seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit
tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)
Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan
didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau
masyarakat. Penyakit polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila
dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu tindakan pencegahan polio akan lebih
banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.
3. Manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan
penyakitnya (perceived benefit and barriers)
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat
(serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung
pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam
mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan
daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan
tindakan tersebut.
4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan,
kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang
berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada
si sakit dan sebagainya. Model kepercayaan kesehatan dari Lewin digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.2. Health BeliefModel (Model Kepercayaan Kesehatan)
Variabel demografis (umur, jenis kelamin, bangsa kelompok etnis)
Variabel sosial psikologis (peer dan reference groups,
kepribadian, pengalaman sebelumnya).
Variabel struktur (kelas sosial, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya).
Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari
pengambilan tindakan
Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter/dokter gigi, tulisan dalam surat kabar, majalah)
2.1.6.3. Model PRECEDE dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Green
Pemanfaatan pelayanan ANC oleh remaja putri yang hamil merupakan bentuk
perilaku kesehatan. Menurut Green (1980) yang diterjemahkan oleh Hamdy dkk (2002)
bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai suatu perencanaan perilaku kesehatan
dalam bentuk kerangka kerja yang disebut PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and
Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation).
1.
Faktor predisposisi (predisposing) terdiri dari pengetahuan; keyakinan, sikap,
nilai-nilai dan persepsi. Faktor pemungkin (enabling) merupakan faktor kedua terdiri dari
ketersediaan fasilitas dan ketercapaian sarana kesehatan dan faktor ketiga yaitu reinforcing
adalah faktor penguat alam bentuk sikap dan perilaku kesehatan dan dukungan dari orang
lain. Adapun uraian ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut:
Predisposing
2.
faktor, adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku seseoarang yang
akan mendorong untuk berperilaku, misalnya, pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai
dan persepsi yang mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan.
Faktor-faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga dan tingkat
pendidikan juga merupakan bagian dalam faktor predisposisi.
Enabling faktor adalah faktor-faktor yang memungkinkan motivasi individu atau
kelompok akan terlaksana. Hal-hal yang termasuk dalam kelompok pemungkin
atau enabling factor adalah
3.
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan
mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, kemudahan transportasi, keterampilan
petugas dan sebagainya.
Reinforcing faktor, adalah faktor-faktor yang mendukung atau menguatkan perubahan
sosial ekonomi, manfaat fisik merupakan bentuk dari reinforcing factor termasuk di
dalamnya adalah adanya dukungan keluarga, teman, tenaga kesehatan ataupun keluarga.
Kerangka kerja PRECEDE dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE
2.1.7. Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (ANC) oleh Remaja Putri Hamil
Beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan (ANC) oleh
remaja putri hamil karena hamil di luar nikah ataupun hamil setelah menikah pada usia
kurang dari 20 tahun adalah sebagai berikut :
2.1.7.1. Pendidikan
Untuk pengembangan diri ibu hamil maka pendidikan merupakan salah satu
kebutuhan dasar, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih baik maka kehidupan diri
Faktor predisposisi: - Ketersediaan
sumber daya - Keterjangkauan
- Rujukan
- Keterampilan
Faktor penguat: Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain, teman sebaya, orang tua, majikan, dsb
maupun keluarganya dapat ditingkatkan. Surbakti (1988) dalam Notoatmodjo (2003)
mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan kepada orang
tersebut terhadap fenomena lingkungan yang terjadi, semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang akan semakin luas wawasan berfikir sehingga keputusan yang akan diambil akan
lebih realistis dan rasional. Dalam konteks kesehatan tentunya jika pendidikan seseorang
cukup baik, gejala penyakit akan lebih dini dikenali dan mendorong orang tersebut untuk
mencari upaya yang bersifat preventif (Notoatmodjo, 2007).
Hasil Penelitian Notoatmodjo (2003) memperlihatkan bahwa kelompok masyarakat
yang lebih tinggi tingkat pendidikannya akan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang lebih
canggih. Demikian halnya penelitian tentang pemanfaatan laboratorium di RSUD Budhi Asih
yang dilakukan oleh Fachran (1998), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai
pengaruh terhadap pelayanan kesehatan modern.
Penelitian Gani (1980) dalam Yulfar (2003) tentang demand masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan di Karang Anyar, Jawa Tengah mengungkapkan bahwa faktor
pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan modern.
Alisyahbana (1980) dalam Rusydi (1999), dari hasil penelitiannya di Ujung Bening,
Jawa Barat menemukan bahwa ibu muda dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih
banyak memanfaatkan pelayanan antenatal, lebih sering ke bidan dibanding ibu tua usia
dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.
Penelitian Murniati (2007) berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan
pendidikan ibu hamil sebagian besar sudah termasuk baik (SMA) yaitu 53,3% dan perguruan
tinggi (7,5%), sedangkan pendidikan rendah (SD) yaitu 15,8% dan SMP yaitu 23,3%. Dari
hasil uji statistik bahwa pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan
pelayanan antenatal, dimana nilai p lebih besar dari 0,05 (p=0,0516).
2.1.7.2. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).
Beberapa pendapat yang apatis mengatakan bahwa pengetahuan tidak menghasilkan
perbedaan apa-apa, sedangkan pendapat yang terlalu optimis mengatakan bahwa pengetahuan
itu menghasilkan perubahan dalam segala hal. Perspektif yang tepat untuk diambil adalah
perspektif pertengahan yakni pengetahuan merupakan faktor yang penting namun bukan
faktor yang utama dalam perubahan perilaku kesehatan seseorang (Hamdy, 2002).
Hasil penelitian pengaruh pengetahuan terhadap pelaksanaan ANC telah dilakukan
oleh
Penelitian Murniati (2007) mendapatkan hasil bahwa pengetahuan ibu
berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal di Kabupaten Aceh
Tenggara. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu
yang mempunyai pengetahuan baik (97,1%), sedangkan ibu yang tidak Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum tercapainya cakupan K4
antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten
Tanggamus mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sangat
memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu yang mempunyai
pengetahuan kurang (20,9%).
Hasil penelitian Muzayyaroh (2007), diperoleh hasil bahwa tingkat
pengetahuan ibu hamil tinggi dengan prosentase 46,7 % dan pencegahan anemia
selama kehamilannya baik dengan prosentase sebesar 43,3 %. Uji korelasi dengan
tingkat kepercayaan 95% diperoleh hasil 0,866 yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan pencegahan
anemia selama kehamilan.
2.1.7.3. Sikap terhadap Pelayanan Kesehatan
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya
dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).
Sikap merupakan salah satu diantara kata yang paling samar namun paling sering
digunakan di dalam kamus ilmu perilaku. Untuk menjadikannya singkat dan sederhana,
Green (1980) dalam Hamdy (2002) menawarkan dua definisi yang jika digabungkan akan
kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek,
orang, atau situasi. Kirscht menyebutkan bahwa sikap menggambarkan suatu kumpulan
keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, sehingga sikap selalu dapat diukur dalam
bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif.
Edwards (1957) sebagaimana dikutip Supriadi (1993) mengatakan bahwa sikap
merupakan suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai
suatu bentuk respons evaluatif, yaitu suatu respons yang sudah dalam pertimbangan individu
yang bersangkutan. Dengan demikian bila seseorang bersikap positif terhadap sesuatu hal
maka ia akan bertindak untuk mendukung keyakinannya tersebut. Adanya sikap yang positif
terhadap pelayanan yang diberikan puskesmas ataupun terhadap tenaga kesehatan yang ada
tentunya akan mendorong seseorang untuk selalu berobat ke puskesmas.
Hasil penelitian Bintang (1989) sebagaimana dikutip Herlina (2001) memperlihatkan
bahwa sikap petugas kesehatan berpengaruh terhadap pemanfaatan poliklinik Departemen
Keuangan R.I, yang mana makin baik sikap petugas kesehatan makin meningkat pemanfaatan
poliklinik oleh pegawai.
Dampak pemberian pelayanan yang dehumanis dan depersonalistis, Headler dalam
Lumenta (1989) dalam penelitiannya di Amerika Serikat berkesimpulan bahwa karena pasien
lapisan bawah tidak membayar (subsidi pemerintah) maka para tenaga pelayanan kesehatan
dan tenaga medis menganggap dapat memperlakukan pasien sesuka hati dan sebagai
akibatnya pasien cenderung akan mengurangi kunjungan dalam memperoleh pelayanan.
Penelitian Situmeang (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pemungkin
terhadap pemanfaatan sarana pelayanan antenatal dan terjadinya anemia pada ibu hamil
(p=0,000). Semakin positif sikap ibu hamil terhadap sarana pelayanan antenatal maka ibu
akan memanfaatkan pelayanan antenatal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya
anemia.
Demikian juga hasil penelitian Bastary (2001) bahwa tidak ada hubungan yang
bermakna sikap ibu hamil dengan pemanfaatan ANC dan terjadinya anemia {p=0,572) berarti
kemungkinan responden yang bersikap positif untuk melakukan ANC lengkap dan
mengalami anemia sama besar dengan yang bersikap negatif.
2.1.7.4. Dukungan Pihak Luar
Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat terwujud dengan baik apabila ada
dukungan dari pihak-pihak tertentu. Ikatan keluarga yang kuat sangat membantu
ketika anggota keluarga menghadapi masalah, karena anggota keluarga sangat
membutuhkan dukungan dari anggota keluarga lainnya. Hal itu disebabkan orang
Dukungan pihak luar adalah dukungan yang diperoleh dari orang-orang terdekat yang
disebut sebagai faktor penguat (reinforcing factors).Dukungan keluarga adalah adanya orang
lain yang diyakini mampu mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu seperti
pemeriksaan kehamilan. Dalam hal ini orang yang dianggap keluarga antara lain keluarga ibu
hamil itu sendiri seperti suami (bagi remaja yang telah bersuami), orang tua/mertua, saudara
dan kerabat dekat lainnya yang diseganinya, dapat juga dari tenaga kesehatan seperti bidan,
dokter, bahkan dapat juga dari teman, tetangga, tokoh masyarakat dan sebagainya. Adanya
dukungan pihak luar ini sebagai faktor penunjang (penguat) yang mendorong atau
menganjur-kan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam hal ini mendorong remaja putri
yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri.
Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal masing-masing
anggota keluarga baik (Notoatmodjo, 2007).
Hasil penelitian Rusydi (1999) diperoleh hasil dari hasil uji statistik tampak bahwa
tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di puskesmas dan rendahnya kejadian
anemia pada ibu hamil yang ada dukungan pihak luar memanfaatkan pelayanan lebih sering
dan teratur dibandingkan dengan ibu hamil tanpa dukungan pihak luar (p<0,05).
2.2. Konsep Remaja
Demikian juga penelitian Wibowo pada tahun 1992 yang melakukan penelitian di
Ciawi (dalam Rusydi, 1999) juga menemukan bahwa hampir semua pemanfaatan pelayanan
antenatal oleh ibu hamil terjadi atas anjuran atau dukungan dari pihak luar sehingga tidak
mengalami anemia.
Menurut Pieter dan Lubis, (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin
adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental
dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2003) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa
berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di
bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama.
Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah
individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari
masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal,
Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan
karakteristiknya, yaitu :
1. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan
tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada
lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini
ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan
remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
2. Remaja madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan
narsistik yaitu mencintai diri sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman
yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja
berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang
mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan
sebagainya.
3. Remaja akhir (18-20 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan
pencapaian :
a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan