• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA

DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012

TESIS

Oleh

EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF UTILIZATION OF ANTENATAL CARE SERVICE ON THE INCIDENT OF ANEMIA IN TEEN-AGE PREGNANCY

IN HINAI SUBDISTRICT LANGKAT DISTRICT IN 2012

THESIS

By

EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA

DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

EVA SARI DEWI SITEPU 107032167/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Eva Sari Dewi Sitepu

Nomor Induk Mahasiswa : 107032167

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 10 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMANFAATAN PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) TERHADAP KEJADIAN ANEMIA PADA KEHAMILAN USIA REMAJA

DI KECAMATAN HINAI KABUPATEN LANGKAT TAHUN 2012

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2012

(7)

ABSTRAK

Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang. Salah satu risiko yang dapat terjadi pada kehamilan usia remaja yaitu anemia. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja, salah satunya yaitu rendahnya atau tidak sesuainya pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC).

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional (potong lintang) yang bertujuan menjelaskan pengaruh pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan pihak luar, jumlah kunjungan, dan jenis layanan terhadap kejadian anemia pada remaja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Jumlah populasi sebanyak 193 orang dan sampel diperoleh 62 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 58,1% remaja putri (usia

≤20 tahun) yang hamil mengalami anemia. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel berpengaruh terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja adalah variabel jumlah kunjungan dengan koefisien regresi= 4,366, sig.=0,0001, dan variabel jenis layanan dengan koefisien regresi= 3,796 , sig.= 0,013. Ramalan tentang probabilitas remaja putri yang hamil mengalami anemia jika jumlah kunjungan tidak sesuai dan jenis layanan tidak lengkap, maka remaja putri yang hamil akan mengalami anemia sebesar 97,18%, dan jika jumlah kunjungan sesuai dan jenis layanan lengkap maka kemungkinan mengalami anemia hanya 0,97%.

Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk mengoptimalkan program kesehatan reproduksi dalam mencegah perilaku seks bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan pada remaja, juga menyediakan fasilitas kesehatan seperti konseling khususnya bagi remaja putri yang hamil di luar nikah.

(8)

ABSTRACT

Pregnancy in teenagers has an adequately high medical risk because during that time the reproductive organs are not yet mature enough for reproduction. One of the risks may occur during the teenagers pregnancy is anaemia. Many factors predicted to have influenced the incident of anaemia in teenagers and one of them is the low or inappropriate utilization of antenatal care service.

The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted in Hinai Subdistrict, Langkat District, was to describe the influence of education, knowledge, attitude, external support, number of visit, and kinds of services provided on the incident of anaemia in teenagers. The population of this study was 193 persons and 62 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that 58.1% of pregnant teenagers (≤ 20 years old) were suffering of anaemia. The result of multiple logistic regression tests showed that the variables influencing the incident of anaemia in the pregnant teenagers were number of visit with regression coefficient = 4.366; sig. = 0.0001, and service kindly with regression coefficient = 3.796; sig.= 0.013. The prediction about the probability of pregnant teenagers to suffering of anaemia is that if the number of visit is appropriate and the service kindly is not completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 97.18%, and if the number of visit is appropriate and the service kindly is completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 0.97%.

The management of Langkat District health Service is suggested to optimize the reproductive health program in preventing the free-sex behavior that can result in teen-age pregnancy and to provide health service facilities such as counseling service especially for the female teenagers who are pregnant due to the extramarital relation.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala

KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh

Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap Kejadian Anemia pada

Kehamilan Usia Remaja di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012.”

Penulis menyadari penulisan tesis ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan

kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis

menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan selaku Ketua Komisi

Pembimbing yang memberikan masukan dan saran-saran perbaikan.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembimbing Kedua dengan

ketelitiannya memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga selesainya

(10)

6. Seluruh Tim Pembanding yang telah bersedia menguji serta memberikan

masukan dan saran-saran yang membangun guna penyempurnaan tesis ini.

7. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti

selama penulis mengikuti pendidikan.

8. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan pendidikan ini.

9. Suami (Cornelius Sembiring, MSE) dan Anakku tersayang (Nelva Christfarine)

yang selalu memberikan motivasi tanpa henti, dukungan pada penulis dalam

penyusunan tesis ini.

10.Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan

saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik

dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis menyerahkan

semuanya kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

dunia pendidikan dan kesehatan.

Medan, Juli 2012

Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Eva Sari Dewi Sitepu dilahirkan di Selayang pada tanggal 08

September 1975 dan anak dari pasangan S. Sitepu dan R. Br. Bangun. Penulis telah

menikah pada tanggal 11 Maret 2005 dengan Cornelius Sembiring, MSE dan

dikaruniai 1 orang putri yang bernama Nelva Christfarine yang berusia 7 tahun.

Penulis saat ini tinggal di Kompleks PTPN II Kebun Tanjung Jati Kecamatan Binjai

Barat Kabupaten Langkat.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri

054874 Langkat, tamat pada tahun 1988. Pada tahun 1991 penulis menyelesaikan

pendidikan di SMP Taman Siswa Binjai. Selanjutnya penulis memasuki Sekolah

Pendidikan Keperawatan Pemda Kabanjahe, tamat tahun 1994. Pada tahun 1994,

peneliti memasuki Program Diploma I Bidan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan dan

selesai pada tahun 1995. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan

Diploma III Kebidanan Rumah Sakit St. Elisabeth Medan. Pada tahun 2002, penulis

menyelesaikan pendidikan di D-IV Bidan Pendidik Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Pada tahun 2010-2012 penulis menempuh pendidikan di Program

Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Riwayat pekerjaan penulis dimulai tahun 1995 – 1998 bekerja sebagai Bidan

PTT di Kecamatan Sipirok kabupaten Tapanuli Selatan. Tahun 2000-2005 bekerja

sebagai Dosen Tetap di Akademi Kebidanan Darmo Medan. Tahun 2005 sampai

dengan sekarang bekerja sebagai PNS di Puskesmas Bukit Lawang Kab. Langkat dan

(12)

DAFTAR ISI

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) ... 11

2.2. Konsep Remaja ... 33

2.3. Kejadian Anemia pada Kehamilan Remaja ... 35

2.4. Landasan Teori ... 48

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 56

(13)

4.2.1. Pengetahuan ... 73

4.5. Hubungan Karakteristik Remaja dengan Kejadian Anemia . 81 4.5.1. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia .... 81

4.5.2. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia ... 82

4.5.3. Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia ... 83

4.5.4. Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian Anemia ... 83

4.6. Hubungan Pemanfaatan Pelayanan ANC dengan Kejadian Anemia ... 84

4.6.1. Hubungan Jumlah Kunjungan dengan Kejadian Anemia ... 84

4.6.2. Hubungan Jenis Layanan dengan Kejadian Anemia . 84 4.7. Pengaruh Pemanfaatan ANC dengan Kejadian Anemia ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 88

5.1. Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 88

5.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 90

5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 93

5.4. Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 96

5.5. Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 98

5.6. Pengaruh Jumlah Kunjungan terhadap Kejadian Anemia pada Kehamilan Usia Remaja ... 101

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis

Kehamilan ... 17

2.2. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil ... 18

3.1. Jumlah Sampel di Setiap Desa ... 54

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Angket ... 59

3.3. Pengukuran Variabel Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Dukungan Luar ... 64

3.4. Pengukuran Variabel Pemanfaatan Pelayanan ANC ... 66

3.5. Pengukuran Variabel Kejadian Anemia ... 67

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Identitas di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 73

4.2. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 74

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 75

4.4. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Sikap di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 75

4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Sikap di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 76

4.6. Distribusi Jawaban Responden pada Variabel Dukungan Pihak Luar di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 77

(15)

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan di

Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 79

4.9. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Kunjungan di

Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 79

4.10. Distribusi Jenis Layanan 10 T pada Responden di Kabupaten

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 80

4.11. Distribusi Jenis Layanan Menurut Responden di Kabupaten

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 80

4.12. Distribusi Remaja Putri Hamil di Luar Nikah Mengalami Anemia

di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 .... 81

4.13. Distribusi Responden Berdasarkan Kejadian Anemia di Kabupaten

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 81

4.14. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia di

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 82

4.15. Tabulasi Silang Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Anemia

di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 82

4.16. Tabulasi Silang Hubungan Sikap dengan Kejadian Anemia di

Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 83

4.17. Tabulasi Silang Hubungan Dukungan Pihak Luar dengan Kejadian

Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 84

4.18. Tabulasi Silang Hubungan Jumlah Kunjungan dengan Kejadian

Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 84

4.19. Tabulasi Silang Hubungan Jenis Layanan dengan Kejadian

Anemia di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat ... 85

4.20. Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Logistik Ganda ... 86

4.21. Perhitungan Prediktor Variabel yang Signifikan ... 87

4.22. Nilai Probabilitas Remaja Putri yang Hamil Usia ≤ 20 Tahun

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Model Anderson dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan ... 21

2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan) ... 24

2.3. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE ... 26

2.4. Kerangka Konsep ... 51

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 115

2. Ujicoba Validitas Angket Tahap Pertama ... 121

3. Output Validitas dan Reliabilitas Angket (Tahap Pertama) ... 122

4. Ujicoba Validitas Angket Tahap Kedua ... 126

5. Output Validitas dan Reliabilitas Angket (Tahap Kedua) ... 127

6. Master Data ... 134

7. Output SPSS Master Data ... 136

8. Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Kunjungan Tiap Semester, Status Menikah, dan Dukungan Pihak Luar di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 149

9. Distribusi Layanan ANC 10T Menurut Responden di Kabupaten Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat Tahun 2012 ... 151

10. Distribusi Ketersediaan Peralatan Pemeriksaan Kehamilan (ANC) dan Penggunaan dalam Pemeriksaan Kehamilan pada Ibu Hamil ... 153

(18)

ABSTRAK

Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang. Salah satu risiko yang dapat terjadi pada kehamilan usia remaja yaitu anemia. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja, salah satunya yaitu rendahnya atau tidak sesuainya pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC).

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain cross sectional (potong lintang) yang bertujuan menjelaskan pengaruh pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan pihak luar, jumlah kunjungan, dan jenis layanan terhadap kejadian anemia pada remaja. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat. Jumlah populasi sebanyak 193 orang dan sampel diperoleh 62 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 58,1% remaja putri (usia

≤20 tahun) yang hamil mengalami anemia. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel berpengaruh terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia remaja adalah variabel jumlah kunjungan dengan koefisien regresi= 4,366, sig.=0,0001, dan variabel jenis layanan dengan koefisien regresi= 3,796 , sig.= 0,013. Ramalan tentang probabilitas remaja putri yang hamil mengalami anemia jika jumlah kunjungan tidak sesuai dan jenis layanan tidak lengkap, maka remaja putri yang hamil akan mengalami anemia sebesar 97,18%, dan jika jumlah kunjungan sesuai dan jenis layanan lengkap maka kemungkinan mengalami anemia hanya 0,97%.

Disarankan Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat untuk mengoptimalkan program kesehatan reproduksi dalam mencegah perilaku seks bebas yang dapat mengakibatkan kehamilan pada remaja, juga menyediakan fasilitas kesehatan seperti konseling khususnya bagi remaja putri yang hamil di luar nikah.

(19)

ABSTRACT

Pregnancy in teenagers has an adequately high medical risk because during that time the reproductive organs are not yet mature enough for reproduction. One of the risks may occur during the teenagers pregnancy is anaemia. Many factors predicted to have influenced the incident of anaemia in teenagers and one of them is the low or inappropriate utilization of antenatal care service.

The purpose of this observational study with cross-sectional design conducted in Hinai Subdistrict, Langkat District, was to describe the influence of education, knowledge, attitude, external support, number of visit, and kinds of services provided on the incident of anaemia in teenagers. The population of this study was 193 persons and 62 of them were selected to be the samples for this study. The data obtained were analyzed through univariate analysis, bivariate analysis with Chi-square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that 58.1% of pregnant teenagers (≤ 20 years old) were suffering of anaemia. The result of multiple logistic regression tests showed that the variables influencing the incident of anaemia in the pregnant teenagers were number of visit with regression coefficient = 4.366; sig. = 0.0001, and service kindly with regression coefficient = 3.796; sig.= 0.013. The prediction about the probability of pregnant teenagers to suffering of anaemia is that if the number of visit is appropriate and the service kindly is not completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 97.18%, and if the number of visit is appropriate and the service kindly is completed, the probability of pregnant teenagers to experience is 0.97%.

The management of Langkat District health Service is suggested to optimize the reproductive health program in preventing the free-sex behavior that can result in teen-age pregnancy and to provide health service facilities such as counseling service especially for the female teenagers who are pregnant due to the extramarital relation.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan bukanlah suatu nilai akhir melainkan lebih merupakan nilai

“instrumental”. Orang menghargai kesehatan karena kesehatan ikut mendasari

tercapainya tujuan yang lain yaitu kualitas hidup yang sempurna. Penyakit,

ketidakmampuan, dan ketidaknyamanan merupakan kondisi kualitas hidup yang

memperlihatkan adanya masalah pribadi, ekonomi dan sosial. Sedangkan

kebahagiaan, kepuasan dan kesejahteraan merupakan kualitas hidup yang diinginkan

pada setiap perkembangan umat manusia termasuk pada masa usia remaja (

Masa remaja adalah masa yang khusus dan penting, karena merupakan

periode pematangan organ reproduksi manusia. Masa remaja disebut juga masa

pubertas, yaitu masa transisi yang unik ditandai dengan berbagai perubahan fisik,

emosi dan psikis. Remaja sangat peka terhadap pengaruh nilai baru, terutama bagi

mereka yang tidak mempunyai daya tangkal. Masalah yang paling menonjol di

kalangan remaja khususnya remaja putri saat ini berkaitan dengan kesehatan

reproduksi, dimana masalah seksualitas, infeksi penyakit menular seksual (IMS),

HIV/AIDS, aborsi, hamil di luar nikah, kehamilan yang tidak diinginkan dan

menikah usia dini merupakan permasalahan yang sering dialami remaja (Aisyaroh,

2009).

Hamdy

(21)

Survei yang dilakukan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,

mempunyai angka kehamilan remaja yang masih tinggi yaitu remaja hamil usia

15-19 tahun sebesar 95/1000. Angka ini sangat tinggi jika dibandingkan dengan Inggris

(45/1000), Kanada (45/1000), Perancis (44/1000), Swedia (35/1000) dan Belanda

(15/1000). Tingginya angka kehamilan pada remaja mengindikasikan bahwa remaja

putri rentan mengalami gangguan kehamilan dan permasalahan lain, yang

berhubungan dengan kehamilan di usia yang masih muda (Sarwono, 2011).

Data UNICEF (2000) menyatakan angka pernikahan dini (menikah sebelum

berusia 16 tahun) hampir dijumpai di seluruh propinsi di Indonesia. Sekitar 10%

remaja putri melahirkan anak pertamanya pada usia 15-19 tahun dan lebih dari 50%

remaja putri yang hamil mengalami anemia. Kehamilan pada masa remaja akan

meningkatkan risiko kematian 2-4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan perempuan

yang hamil pada usia 20-30 tahun. Demikian juga dengan risiko kematian bayi akan

mencapai 30% lebih tinggi pada ibu yang hamil di usia remaja dibandingkan pada

ibu hamil usia 20-30 tahun atau masa reproduksi sehat (Widyastuti, 2009). Wanita

hamil yang anemia di negara berkembang penyebab dominannya adalah defisiensi

besi (Muhammad, 2006).

Laporan berbagai studi di Indonesia memperlihatkan masih tingginya

prevalensi anemia gizi pada remaja putri yang berkisar antara 20-50%. Survei yang

dilakukan oleh Gross et al (2003) di Jakarta dan Yogyakarta melaporkan prevalensi

anemia pada remaja sebesar 21,1%. Penelitian Budiman (2002) menyebutkan dari

(22)

Tangerang Propinsi Jawa Barat sebanyak 40,4% remaja yang hamil menderita

anemia. Penelitian Hamid (2003) di Padang, Sumatera Barat mendapatkan angka

prevalensi anemia pada siswi SLTA sebesar 29,2%. Penelitian Februhartanty et al.

(2003) yang dilakukan terhadap 137 siswi SLTP di Kupang Nusa Tenggara Timur

mendapatkan angka prevalensi anemia sebesar 49,6% (Fikawati, 2004). Hoo Swie

Tjiong (1998) menemukan anemia pada kehamilan trimester I adalah 3,8%, pada

Trimester II sebesar 13,6% dan 24,8% pada trimester III. Akrib Sukarman (2002)

menemukan sebesar 40,1% wanita hamil di Bogor menderita anemia (Manuaba,

2010).

Berdasarkan data BKKBN Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 rata-rata

usia kawin pertama adalah 19,8 tahun dan diharapkan pada tahun 2014 rata-rata usia

kawin pertama menjadi 20 tahun. Dengan rata-rata usia perkawinan di bawah usia 20

tahun maka akan berdampak pada kehamilan karena organ reproduksi belum matang

sehingga dapat menimbulkan risiko anemia pada kehamilan remaja (BKKBN

Propinsi Sumatera Utara, 2011).

Data Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010 menunjukkan

bahwa melalui survei di 4 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yaitu Kota Medan,

Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat, jumlah ibu hamil yang

mengalami anemia sebesar 40,50% (Dinkes Propsu, 2011).

Berdasarkan informasi dan data Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat bahwa

(23)

tahun sebanyak 1.053 orang, dan ibu hamil yang mengalami anemia sebanyak 2.944

orang (12,2%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat, 2012).

Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi,

karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan

fungsinya. Rahim (uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20

tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19

tahun, sistem hormonal belum stabil. Dengan sistem hormonal yang belum stabil

maka proses kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi anemia, perdarahan,

abortus atau kematian janin (Kusmiran, 2011).

Menurut Manuaba (2010), pengaruh anemia kehamilan khususnya pada usia

remaja dapat menyebabkan bahaya selama hamil seperti terjadi abortus, persalinan

prematuritas, hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim, mudah terjadi infeksi,

perdarahan, hiperemesis, ketuban pecah dini dan bahaya saat persalinan yaitu

gangguan his (kekuatan mengejan), kala pertama berlangsung lama, terjadi partus

terlantar, perdarahan post partum, atonia uteri. Bahaya pada masa nifas yaitu terjadi

subinvolusi uteri, menimbulkan perdarahan postpartum, memudahkan infeksi

postpartum, pengeluaran ASI berkurang. Sedangkan bahaya anemia terhadap janin

yaitu dapat terjadi abortus, kematian intrauterine, persalinan prematuritas tinggi,

BBLR, kelahiran dengan anemia, dapat terjadi cacat bawaan, intelegensia rendah.

Wanita hamil khususnya hamil di usia remaja, sangat penting melakukan

pemeriksaan kehamilan (ANC) secara dini ke petugas kesehatan untuk mendeteksi

(24)

Ante natal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk

menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya baik fisik maupun mental, serta

menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes

RI, 2009). Pentingnya pemeriksaan kehamilan melalui ANC (Antenatal Care) karena

pada umumnya kehamilan berjalan normal tetapi dengan bertambahnya usia

kehamilan cenderung berkembang menjadi komplikasi yang berisiko. Ibu hamil yang

tidak melakukan deteksi dini (ANC) rentan mengalami gangguan kehamilan seperti

anemia karena salah satu kegiatan ANC adalah pemberian tablet besi (fe) sebanyak

90 tablet yang dapat mencegah anemia dalam kehamilan (Rukiyah, 2011).

Pelayanan antenatal dapat dibedakan antara kuantitas dan kualitasnya.

Kuantitas antenatal dapat dilihat dari jumlah ibu hamil yang memeriksakan diri

dengan jumlah kunjungan pemeriksaan hamil selama satu kurun kehamilan minimal 4

kali

Kegiatan dalam ANC dikenal dengan 10 T yaitu timbang berat badan dan

ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi, ukur tinggi fundus uteri,

tentukan presentasi dan denyut jantung janin (DJJ), imunisasi tetanus toksoid,

pemberian tablet zat besi, tes laboratorium, tata laksana kasus dan temu wicara

(konseling) (Depkes RI, 2009).

yaitu satu kali kunjungan pada trimester I (<14 minggu), satu kali kunjungan

pada trimester dua (14-28 minggu) dan pada trimester III (28-36 minggu dan sesudah

minggu ke-36) dua kali kunjungan. Sedangkan kualitas antenatal merupakan mutu

atau jenis layanan yang diberikan kepada ibu hamil sesuai standar pelayanan ANC

(25)

Kajian yang telah dilakukan oleh WHO mengenai efektivitas antenatal care

telah mulai dipublikasikan tahun 1992. Pengujian percobaan secara acak model

asuhan antenatal care difokuskan pada efektivitas, jumlah kunjungan, waktu

kunjungan dan jenis layanan yang diberikan (Kusmiyati, 2009). Hal ini

mengindikasikan bahwa setiap kehamilan mempunyai risiko khususnya pada

kehamilan remaja, maka dengan pemanfaatan ANC secara teratur, akan efektif

untuk mencegah terjadinya anemia pada kehamilan remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2004) di Kabupaten Serang dan

Tangerang menunjukkan bahwa proporsi ibu hamil yang menderita anemia pada

kelompok ibu yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan lebih tinggi 2,5 kali

dibandingkan pada ibu yang pernah melakukan 1 kali, 2 kali, 3 kali atau 4 kali

pemeriksaan atau lebih.

Penelitian lainnya yang dilakukan Nell dalam Istiarti (2000) menunjukkan

adanya hubungan antara jumlah kunjungan pelayanan antenatal dengan kejadian

BBLR. Didapatkan data bahwa kejadian BBLR 1,5 hingga 5 kali lebih tinggi pada

ibu yang jarang atau tidak pernah melakukan pelayanan antenatal atau memulai

pelayanan antenatal lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang sering

melakukan, memulainya lebih awal dan dilakukan secara teratur.

Hasil Penelitian Yulfar (2003) di Puskesmas Sei Panas Kota Batam

menyatakan bahwa faktor–faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan

kesehatan yaitu keikutsertaan askes atau asuransi kesehatan lainnya, sistem birokrasi,

(26)

dengan Puskesmas, sedangkan faktor pendidikan, umur, biaya pelayanan dan ada

tidaknya pelayanan kesehatan lain selain puskesmas di Sei Panas tidak terdapat

hubungan yang bermakna dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan.

Pada kehamilan remaja, kunjungan kehamilan difokuskan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan baik pemeriksaan fisik maupun konseling. Pada

pemeriksaan fisik, pemeriksaan dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi

kehamilan seperti anemia khususnya defisiensi besi dan konseling diberikan agar

remaja baik yang hamil sebelum menikah maupun hamil setelah menikah tetapi di

usia remaja tetap memeriksakan kehamilannya dan dapat memanfaatkan pelayanan

ANC di sarana kesehatan, sehingga kemungkinan terjadi komplikasi kehamilan

akibat dari organ reproduksi yang belum matang dapat diatasi (Wiknjosastro,

2005).

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia yang telah dilakukan selama

ini ditujukan pada ibu hamil, sedangkan remaja putri yang mengalami kehamilan

secara dini belum terlalu diperhatikan. Agar anemia bisa dicegah atau diatasi maka

remaja putri harus mengkonsumsi makanan yang bergizi tinggi dan kaya zat besi.

Kebutuhan gizi pada masa remaja dan masa kehamilan merupakan fisiologi dari

pertumbuhan dan perkembangan tubuh remaja dan ibu hamil. Selain itu

penanggulangan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan pemberian tablet besi

(Fe) (Masrizal, 2007).

Pada Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2011 tercatat sebanyak 524

(27)

usia 20 tahun, perempuan sebanyak 193 orang (36,4%), sedangkan laki-laki sebanyak

28 orang (5,3%). Dari jumlah perempuan yang melakukan pernikahan muda tersebut

sebanyak 60-65% sudah hamil di luar nikah yang berpotensi untuk mengalami

anemia (BP4 Kecamatan Hinai, 2011).

Survei pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Hinai dan beberapa

Klinik Bersalin Swasta di Kecamatan Hinai bahwa remaja putri yang hamil di luar

nikah atau menikah usia dini jarang memeriksakan kehamilan mereka (Antenatal

Care / ANC). Jumlah remaja putri yang hamil pada usia ≤20 tahun diasumsikan

sebesar 36,4% berdasarkan jumlah remaja putri yang menikah di bawah usia ≤20

tahun dan angka pemanfaatan ANC hanya 28,3%. Beberapa kendala yang menjadi

penghambat remaja putri tidak memanfaatkan pelayanan ANC adalah kurangnya

pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan kehamilan, tidak mempunyai

pengalaman hamil sebelumnya, serta rasa malu karena hamil di luar nikah. Faktor

pengetahuan yang minim tentang pemeriksaan kehamilan, tidak mempunyai

pengalaman dan rasa malu menyebabkan remaja putri tersebut rentan mengalami

risiko anemia atau komplikasi lainnya selama kehamilan.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti apakah ada

pengaruh pemanfaatan pelayanan antenatal care (ANC) terhadap kejadian anemia

pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat

(28)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini bertolak dari tingginya usia perkawinan

muda (remaja putri menikah usia dini) dan hamil di luar nikah serta tidak

dimanfaatkannya pelayanan ANC, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

yaitu apakah ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap

kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai

Kabupaten Langkat tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh pemanfaatan

pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap kejadian anemia pada kehamilan usia

remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai Kabupaten Langkat tahun 2012.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pemanfaatan pelayanan Antenatal Care (ANC) terhadap

kejadian anemia pada kehamilan usia remaja (≤ 20 tahun) di Kecamatan Hinai

Kabupaten Langkat tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi pengambil kebijakan agar dapat membuat kebijakan-kebijakan

yang mendukung kesehatan reproduksi untuk meningkatkan partisipasi

dan pengetahuan remaja tentang ANC, anemia dan bahaya kehamilan

(29)

2. Dengan diketahuinya gambaran pemanfaatan pelayanan ANC dan kejadian

anemia pada remaja usia ≤20 tahun dapat dijadikan sebagai dasar perbaikan

penatalaksanaan pelayanan ANC pada kehamilan usia muda di tingkat bidan

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) 2.1.1. Antenatal Care (ANC)

Antenatal care (ANC) merupakan kegiatan pengawasan wanita hamil untuk

menyiapkan ibu hamil sebaik-baiknya baik fisik maupun mental, serta

menyelamatkan ibu dan bayi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (Depkes

RI, 2009).

Antenatal care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini

mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan

antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan

menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik

untuk mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau

komplikasi (Saifudin, 2005).

Pemeriksaan kehamilan (antenatal care) merupakan pemeriksaan ibu hamil

baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan

dan masa nifas, sehingga keadaan mereka setelah post partum menjadi sehat dan

normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Prawiroharjo, 2005).

Pelayanan asuhan antenatal pada ibu hamil dilaksanakan sesuai dengan

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan

(31)

(umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi

umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam pemeriksaan) (Depkes RI,

2009).

Kunjungan kehamilan dimaksudkan untuk mendeteksi secara dini gangguan

kehamilan. Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi

kebidanan. Deteksi dini dapat juga diartikan ibu hamil yang melakukan kunjungan ke

tenaga kesehatan. Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi tetap

mempunyai risiko untuk terjadinya komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh

tenaga kesehatan dan masyarakat terutama ibu hamil tentang adanya faktor risiko dan

komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci

keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.

Salah satu faktor risiko pada ibu hamil adalah kejadian anemia pada ibu hamil yaitu

kadar hemoglobin kurang dari 11 gr/dl (Depkes RI, 2009). Karena itu, petugas

kesehatan secara rutin mengukur kadar hemoglobin dalam darah dan melakukan

beberapa pengujian terhadap contoh darah ibu hamil. Biasanya pengujian dilakukan

pada kunjungan pertama dan pengujian berikutnya pada kehamilan kira-kira 28

minggu. Banyak tenaga kesehatan menyarankan agar semua wanita hamil minum

tablet besi sebanyak 90 tablet selama kehamilan (Jones, 2005).

Keuntungan antenatal care adalah diketahuinya secara dini keadaan

gangguan, risiko (komplikasi), pada ibu hamil dan janin, sehingga dapat melakukan

(32)

dikendalikan, melakukan rujukan untuk mendapatkan tindakan yang adekuat, segera

dilakukan terminasi kehamilan (Manuaba, 2010).

Pemanfaatan pelayanan ANC adalah penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan oleh

ibu hamil yang disediakan baik pemerintah maupun swasta dalam bentuk asuhan pelayanan

kehamilan meliputi kegiatan anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan),

pemeriksaan laboratorium rutin dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko

yang ditemukan dalam pemeriksaan) ataupun melakukan kunjungan rumah oleh petugas atau

kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut.

2.1.2. Jumlah Kunjungan Antenatal Care

Dalam penelitian ini pemanfaatan pelayanan ANC yang dimaksud adalah

penggunaan pelayanan kesehatan oleh remaja putri yang hamil di luar nikah ataupun hamil

sesudah menikah tetapi berada pada usia kurang dari 20 tahun.

Menurut Kusmiyati (2009), setiap wanita hamil memerlukan minimal 4

(empat) kali kunjungan selama periode antenatal yaitu:

1. Satu kali kunjungan selama trimester pertama (sebelum 14 minggu)

2. Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14-28)

3. Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara 28-36 dan sesudah minggu ke

36).

Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir dapat

sewaktu-waktu melakukan kunjungan.

Adanya perbedaan jumlah kunjungan di setiap semester karena semakin tua

(33)

sehingga pemeriksaan pun harus lebih sering dilakukan. Sebaliknya, waktu hamil

muda, risiko lebih sedikit dan perkembangan janin pun masih lambat. Pemeriksaan

empat minggu sekali dianggap sudah memadai. Kecuali jika ada keluhan-keluhan dari

ibu hamil sehingga petugas kesehatan akan melakukan pemeriksaan lebih sering. Ibu

hamil sangat memerlukan tenaga kesehatan, tempat ia bisa bertanya tentang segala

hal yang ingin dan harus diketahui. Sekedar bertemu dengan dokter atau bidan saja,

secara psikis sudah membantu meringankan beban pikiran ibu (Solihah, 2005).

2.1.3. Tujuan Melakukan Antenatal Care (ANC)

Untuk menegakkan kehamilan risiko tinggi pada ibu dan janin adalah dengan

cara melakukan anamnese yang intensif (baik), melakukan pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rongten,

pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan lain yang dianggap perlu. Berdasarkan

waktu, keadaan risiko ditetapkan pada menjelang kehamilan, saat hamil muda, saat

hamil pertengahan, saat in partu dan setelah persalinan (Manuaba, 2010).

Menurut Kusmiyati (2009), tujuan dilakukan ANC adalah sebagai berikut :

1. Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan

pendidikan, nutrisi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi.

2. Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah dan atau obstetri selama

kehamilan.

3. Mengembangkan persiapan persalinan serta kesiapan menghadapi komplikasi.

4. Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan nifas

(34)

Menurut Manuaba (2010), melakukan pengawasan antenatal bertujuan untuk

dapat menegakkan secara dini dan menjawab pertanyaan :

1. Apakah kehamilan berjalan dengan baik.

2. Apakah terjadi kelainan bawaan pada janin.

3. Bagaimana fungsi plasenta untuk tumbuh kembang janin.

4. Apakah terjadi penyulit pada kehamilan.

5. Apakah terdapat penyakit ibu yang membahayakan janin.

6. Bila diperlukan, terminasi kehamilan (apakah terminasi dilakukan untuk

menyelamatkan ibu, apakah janin dapat hidup di luar kandungan, bagaimana

teknik terminasi kehamilan sehingga tidak menambah penyulit ibu atau

janin).

7. Bagaimana kesanggupan memberikan pertolongan persalinan dengan

memperhitungkan tempat pertolongan itu dilakukan, persiapan alat yang

diperlukan untuk tindakan, kemampuan diri sendiri untuk melakukan

tindakan.

8. Menetapkan sikap yang akan diambil menghadapi kehamilan dengan

kehamilan risiko rendah dapat ditolong setempat, kehamilan dengan risiko

meragukan perlu pengawasan intensif, kehamilan dengan risiko tinggi

dilakukan rujukan.

(35)

Menurut Kusmiyati (2009), tipe pelayanan dalam asuhan kebidanan meliputi

layanan kebidanan primer, layanan kebidanan kolaborasi dan layanan kebidanan

rujukan.

1. Layanan kebidanan primer merupakan pelayanan bidan yang sepenuhnya menjadi

tanggungjawab bidan.

2. Layanan kebidanan kolaborasi merupakan layanan bidan sebagai anggota tim

yang kegiatannya dilakukan secara bersama atau sebagai salah satu urutan proses

kegiatan layanan.

3. layanan kebidanan rujukan adalah layanan bidan dalam rangka rujukan ke sistem

pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya bidan menerima rujukan dari dukun,

juga layanan horisontal maupun vertikal ke profesi kesehatan lain.

Dalam memberikan pelayanan kepada ibu hamil, sebagaimana hak pasien

pada umumnya, Kusmiyati (2009) menyebutkan ibu hamil juga mempunyai hak-hak

yang sama dengan hak pasien antara lain:

1. Wanita berhak mendapatkan pelayanan kesehatan komprehensif, yang diberikan

secara bermartabat dan dengan rasa hormat.

2. Asuhan harus dapat dicapai, diterima, terjangkau untuk/semua perempuan dan

keluarga.

3. Wanita berhak memilih dan memutuskan tentang kesehatannya.

(36)

1. Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.

2. Ukur tekanan darah

3. Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas)

4. Ukur tinggi fundus uteri

5. Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).

6. Skrining status imunisasi tetanus dan berikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT)

bila diperlukan.

7. Pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.

8. Tes laboratorium (rutin dan khusus)

9. Tatalaksana kasus

10.Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan

Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.

Tabel 2.1. Jenis Layanan di Setiap Trimester dan Nilai Normal Fisiologis Kehamilan

No Jenis Layanan Trimester I Trimester II Trimester III

1 Timbang badan 

Kenaikan BB 0,5-0,75 kg setiap bulan

Kenaikan 0,25 kg setiap minggu

Kenaikan 0,5 kg setiap minggu

Tinggi badan 

Tinggi badan minimal 150 cm

 Tinggi badan minimal 150 cm

 Tinggi badan minimal 150 cm 2 Tekanan darah 

(37)

5 DJJ - 

Imunisasi TT I

* Imunisasi TT II

* Periksa Hb= ≥11gr%

9 Tatalaksana Kasus

(jika terjadi kasus)

(jika terjadi kasus)

(jika terjadi kasus)

10 Konseling  persalinan dan KB Ket:  = Pelaksanaan kegiatan di setiap trimester

* = disesuaikan dengan kontak pertama ibu hamil

Sumber : Depkes RI (2009), Manuaba (2010), Saifuddin (2002). 2.1.5. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil

Menurut Kusmiyati (2009), tindakan bidan untuk setiap kali kunjungan yaitu:

Tabel 2.2. Tindakan Bidan Setiap Kali Kunjungan Ibu Hamil

Kunjungan Waktu Kegiatan / Tindakan

Trimester Pertama

Sebelum minggu ke-14

1. Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu hamil.

2. Mendeteksi masalah dan mengatasinya. 3. Memberitahukan hasil pemeriksaan dan usia

kehamilan.

4. Mengajari ibu cara mengatasi ketidak-nyamanan.

5. Mengajarkan dan mendorong perilaku yang sehat (cara hidup sehat ibu hamil, nutrisi, mengenali tanda-tanda bahaya kehamilan) 6. Memberikan imunisasi TT, tablet besi. 7. Mulai mendiskusikan mengenai persiapan

kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi kegawatdaruratan.

8. Menjadwalkan kunjungan berikutnya.

9. Mendokumentasikan pemeriksaan dan asuhan.

(38)

Trimester Kedua

Sebelum minggu ke-28

1. Sama seperti di atas, ditambah dengan: 2. Kewaspadaan khusus terhadap

preeklamp-sia (tanya ibu tentang gejala-gejala preeklampsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, periksa untuk mengetahui proteinuria).

Trimester ketiga

Antara minggu 28-36

1. Sama seperti di atas, ditambahkan

2. Palpasi abdominal untuk mengetahui apakah ada kehamilan ganda.

Setelah 36 minggu

1. Sama seperti di atas, ditambahkan

2. Deteksi letak janin dan kondisi lain kontra indikasi bersalin di luar rumah sakit.

Apabila ibu mengalami masalah/ komplikasi/kegawatdaruratan

Diberikan pertolongan awal sesuai dengan masalah yang timbul.

Sumber: Kusmiyati (2009).

2.1.6. Tipe Umum Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Selama 3 dekade yang lalu, sejumlah besar riset telah dilakukan ke dalam

faktor-faktor penentu (determinan) pemanfaatan pelayanan kesehatan. Kebanyakan

model-model adanya pemanfaatan pelayanan kesehatan dikembangkan dan

dilengkapi. Model-model pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu model demografi

(kependudukan) model struktur sosial, model psikolog sosial, model sumber

keluarga, model sumber daya masyarakat, model organisasi, model sistem kesehatan

dari Anderson, model kepercayaan kesehatan dari Lewin dan model

PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and Enabling Causes in Education Diagnosis and

Evaluation) dari Green (Notoatmodjo, 2007).

Dalam penelitian ini yang akan dibahas adalah teori model sistem kesehatan dari

Anderson, model kepercayaan kesehatan dari Lewin dan model

(39)

Evaluation) dari Green, karena ketiga teori ini yang sering digunakan dalam perilaku

pencarian pelayanan kesehatan.

2.1.6.1. Model Sistem Kesehatan (Health System Model) dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Anderson

Anderson (1974) dalam Notoatmodjo (2007) menggambarkan model sistem

kesehatan (health system model) dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam

model Anderson ini terdapat 3 kategori utama yaitu karakteristik predisposisi,

karakteristik pendukung, karakteristik kebutuhan.

1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu

mempunyai kecenderungan untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang

digolongkan ke dalam 3 kelompok yaitu :

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan

sebagainya.

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan

dapat menolong proses penyembuhan penyakit.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics)

Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk

(40)

memanfaatkan-nya, kecuali bila ia mampu memanfaatkannya. Pemanfaatan pelayanan kesehatan

yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar.

3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan

dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan.

Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk

memanfaatkan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan enabling

itu ada. Kebutuhan (need) di sini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived

(subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis). Model Anderson in

diilustrasikan pada gambar berikut ini.

Gambar 2.1. Model Anderson Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Predisposing Enabling Need Health

Service Use

Demography

Social Structure

Health beliefs

Family resources

Community Resources

Perceived

(41)

2.1.6.2. Model Kepercayaan Kesehatan (Health Belief Model) dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Lewin

Munculnya model ini didasarkan pada kenyataan bahwa problem-problem

kesehatan ditandai oleh kegagalan-kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima

usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh

provider. Kegagalan ini akhirnya memunculkan teori yang menjelaskan perilaku

pencegahan penyakit (preventive health behaviour), yang oleh Becker (1974) dikembangkan dari teori lapangan (Field Theory, Lewin, 1954) menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model).

Teori Lewin menganut konsep bahwa individu hidup pada lingkup kehidupan

sosial (masyarakat). Di dalam kehidupan ini individu akan bernilai, baik positif

maupun negatif, di suatu daerah atau wilayah tertentu. Apabila seseorang keadaannya

atau berada pada daerah positif, maka berarti ia ditolak dari daerah negatif.

Implikasinya di dalam kesehatan adalah penyakit atau sakit adalah suatu daerah

negatif sedangkan sehat adalah wilayah positif.

Apabila individu bertindak untuk melawan atau mengobati penyakitnya, ada

empat variabel kunci yang terlibat di dalam tindakan tersebut, yakni kerentanan yang

dirasakan terhadap suatu penyakit, keseriusan yang dirasakan, manfaat yang diterima

dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan penyakitnya dan hal-hal

yang memotivasi tindakan tersebut.

1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility)

Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus

(42)

lain, suatu tindakan pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila

seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap penyakit

tersebut.

2. Keseriusan yang dirasakan (perceived seriousness)

Tindakan individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan

didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut terhadap individu atau

masyarakat. Penyakit polio misalnya, akan dirasakan lebih serius bila

dibandingkan dengan flu. Oleh karena itu tindakan pencegahan polio akan lebih

banyak dilakukan bila dibandingkan dengan pencegahan (pengobatan) flu.

3. Manfaat yang diterima dan rintangan yang dialami dalam tindakannya melawan

penyakitnya (perceived benefit and barriers)

Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit yang dianggap gawat

(serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu. Tindakan ini akan tergantung

pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-rintangan yang ditemukan dalam

mengambil tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan

daripada rintangan-rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan

tindakan tersebut.

4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)

Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang kerentanan,

kegawatan dan keuntungan tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang

berupa faktor-faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut, misalnya pesan-pesan pada

(43)

si sakit dan sebagainya. Model kepercayaan kesehatan dari Lewin digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.2. Health BeliefModel (Model Kepercayaan Kesehatan)

Variabel demografis (umur, jenis kelamin, bangsa kelompok etnis)

Variabel sosial psikologis (peer dan reference groups,

kepribadian, pengalaman sebelumnya).

Variabel struktur (kelas sosial, akses ke pelayanan kesehatan dan sebagainya).

Manfaat yang dilihat dari pengambilan tindakan dikurangi biaya (rintangan) yang dilihat dari

pengambilan tindakan

Pendorong (cues) untuk bertindak (kampanye media massa, peringatan dari dokter/dokter gigi, tulisan dalam surat kabar, majalah)

(44)

2.1.6.3. Model PRECEDE dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Berdasarkan Teori Green

Pemanfaatan pelayanan ANC oleh remaja putri yang hamil merupakan bentuk

perilaku kesehatan. Menurut Green (1980) yang diterjemahkan oleh Hamdy dkk (2002)

bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan sebagai suatu perencanaan perilaku kesehatan

dalam bentuk kerangka kerja yang disebut PRECEDE (Predisposing, Reinforcing and

Enabling Causes in Education Diagnosis and Evaluation).

1.

Faktor predisposisi (predisposing) terdiri dari pengetahuan; keyakinan, sikap,

nilai-nilai dan persepsi. Faktor pemungkin (enabling) merupakan faktor kedua terdiri dari

ketersediaan fasilitas dan ketercapaian sarana kesehatan dan faktor ketiga yaitu reinforcing

adalah faktor penguat alam bentuk sikap dan perilaku kesehatan dan dukungan dari orang

lain. Adapun uraian ketiga faktor tersebut adalah sebagai berikut:

Predisposing

2.

faktor, adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku seseoarang yang

akan mendorong untuk berperilaku, misalnya, pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai

dan persepsi yang mendorong seseorang atau kelompok untuk melakukan tindakan.

Faktor-faktor sosiodemografi seperti umur, jenis kelamin, besar keluarga dan tingkat

pendidikan juga merupakan bagian dalam faktor predisposisi.

Enabling faktor adalah faktor-faktor yang memungkinkan motivasi individu atau

kelompok akan terlaksana. Hal-hal yang termasuk dalam kelompok pemungkin

atau enabling factor adalah

3.

ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, kemudahan

mencapai sarana kesehatan, waktu pelayanan, kemudahan transportasi, keterampilan

petugas dan sebagainya.

Reinforcing faktor, adalah faktor-faktor yang mendukung atau menguatkan perubahan

(45)

sosial ekonomi, manfaat fisik merupakan bentuk dari reinforcing factor termasuk di

dalamnya adalah adanya dukungan keluarga, teman, tenaga kesehatan ataupun keluarga.

Kerangka kerja PRECEDE dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3. Perilaku Kesehatan dengan Model PRECEDE

2.1.7. Faktor yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan (ANC) oleh Remaja Putri Hamil

Beberapa faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan (ANC) oleh

remaja putri hamil karena hamil di luar nikah ataupun hamil setelah menikah pada usia

kurang dari 20 tahun adalah sebagai berikut :

2.1.7.1. Pendidikan

Untuk pengembangan diri ibu hamil maka pendidikan merupakan salah satu

kebutuhan dasar, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih baik maka kehidupan diri

Faktor predisposisi: - Ketersediaan

sumber daya - Keterjangkauan

- Rujukan

- Keterampilan

Faktor penguat: Sikap dan perilaku petugas kesehatan dan petugas lain, teman sebaya, orang tua, majikan, dsb

(46)

maupun keluarganya dapat ditingkatkan. Surbakti (1988) dalam Notoatmodjo (2003)

mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan maka semakin mudah menerima serta

mengembangkan pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan.

Pendidikan formal yang dimiliki seseorang akan memberikan wawasan kepada orang

tersebut terhadap fenomena lingkungan yang terjadi, semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang akan semakin luas wawasan berfikir sehingga keputusan yang akan diambil akan

lebih realistis dan rasional. Dalam konteks kesehatan tentunya jika pendidikan seseorang

cukup baik, gejala penyakit akan lebih dini dikenali dan mendorong orang tersebut untuk

mencari upaya yang bersifat preventif (Notoatmodjo, 2007).

Hasil Penelitian Notoatmodjo (2003) memperlihatkan bahwa kelompok masyarakat

yang lebih tinggi tingkat pendidikannya akan memanfaatkan pelayanan kesehatan yang lebih

canggih. Demikian halnya penelitian tentang pemanfaatan laboratorium di RSUD Budhi Asih

yang dilakukan oleh Fachran (1998), menunjukkan bahwa tingkat pendidikan mempunyai

pengaruh terhadap pelayanan kesehatan modern.

Penelitian Gani (1980) dalam Yulfar (2003) tentang demand masyarakat terhadap

pelayanan kesehatan di Karang Anyar, Jawa Tengah mengungkapkan bahwa faktor

pendidikan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan modern.

Alisyahbana (1980) dalam Rusydi (1999), dari hasil penelitiannya di Ujung Bening,

Jawa Barat menemukan bahwa ibu muda dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih

banyak memanfaatkan pelayanan antenatal, lebih sering ke bidan dibanding ibu tua usia

dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah.

Penelitian Murniati (2007) berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan

(47)

pendidikan ibu hamil sebagian besar sudah termasuk baik (SMA) yaitu 53,3% dan perguruan

tinggi (7,5%), sedangkan pendidikan rendah (SD) yaitu 15,8% dan SMP yaitu 23,3%. Dari

hasil uji statistik bahwa pendidikan tidak mempunyai hubungan dengan pemanfaatan

pelayanan antenatal, dimana nilai p lebih besar dari 0,05 (p=0,0516).

2.1.7.2. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Beberapa pendapat yang apatis mengatakan bahwa pengetahuan tidak menghasilkan

perbedaan apa-apa, sedangkan pendapat yang terlalu optimis mengatakan bahwa pengetahuan

itu menghasilkan perubahan dalam segala hal. Perspektif yang tepat untuk diambil adalah

perspektif pertengahan yakni pengetahuan merupakan faktor yang penting namun bukan

faktor yang utama dalam perubahan perilaku kesehatan seseorang (Hamdy, 2002).

Hasil penelitian pengaruh pengetahuan terhadap pelaksanaan ANC telah dilakukan

oleh

Penelitian Murniati (2007) mendapatkan hasil bahwa pengetahuan ibu

berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan antenatal di Kabupaten Aceh

Tenggara. Ibu hamil yang memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu

yang mempunyai pengetahuan baik (97,1%), sedangkan ibu yang tidak Mariam (2006) tentang faktor-faktor penyebab belum tercapainya cakupan K4

antenatal care di Desa Sukoharjo I Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo Kabupaten

Tanggamus mendapatkan hasil bahwa tingkat pengetahuan ibu hamil sangat

(48)

memanfaatkan pelayanan antenatal lebih banyak pada ibu yang mempunyai

pengetahuan kurang (20,9%).

Hasil penelitian Muzayyaroh (2007), diperoleh hasil bahwa tingkat

pengetahuan ibu hamil tinggi dengan prosentase 46,7 % dan pencegahan anemia

selama kehamilannya baik dengan prosentase sebesar 43,3 %. Uji korelasi dengan

tingkat kepercayaan 95% diperoleh hasil 0,866 yang menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan ibu hamil dengan pencegahan

anemia selama kehamilan.

2.1.7.3. Sikap terhadap Pelayanan Kesehatan

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap

suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata

menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam

kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Newcomb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan

kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi

tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Sikap merupakan salah satu diantara kata yang paling samar namun paling sering

digunakan di dalam kamus ilmu perilaku. Untuk menjadikannya singkat dan sederhana,

Green (1980) dalam Hamdy (2002) menawarkan dua definisi yang jika digabungkan akan

(49)

kecenderungan jiwa atau perasaan yang relatif tetap terhadap kategori tertentu dari objek,

orang, atau situasi. Kirscht menyebutkan bahwa sikap menggambarkan suatu kumpulan

keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif, sehingga sikap selalu dapat diukur dalam

bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif.

Edwards (1957) sebagaimana dikutip Supriadi (1993) mengatakan bahwa sikap

merupakan suatu bentuk kecenderungan untuk bertingkah laku, dapat juga diartikan sebagai

suatu bentuk respons evaluatif, yaitu suatu respons yang sudah dalam pertimbangan individu

yang bersangkutan. Dengan demikian bila seseorang bersikap positif terhadap sesuatu hal

maka ia akan bertindak untuk mendukung keyakinannya tersebut. Adanya sikap yang positif

terhadap pelayanan yang diberikan puskesmas ataupun terhadap tenaga kesehatan yang ada

tentunya akan mendorong seseorang untuk selalu berobat ke puskesmas.

Hasil penelitian Bintang (1989) sebagaimana dikutip Herlina (2001) memperlihatkan

bahwa sikap petugas kesehatan berpengaruh terhadap pemanfaatan poliklinik Departemen

Keuangan R.I, yang mana makin baik sikap petugas kesehatan makin meningkat pemanfaatan

poliklinik oleh pegawai.

Dampak pemberian pelayanan yang dehumanis dan depersonalistis, Headler dalam

Lumenta (1989) dalam penelitiannya di Amerika Serikat berkesimpulan bahwa karena pasien

lapisan bawah tidak membayar (subsidi pemerintah) maka para tenaga pelayanan kesehatan

dan tenaga medis menganggap dapat memperlakukan pasien sesuka hati dan sebagai

akibatnya pasien cenderung akan mengurangi kunjungan dalam memperoleh pelayanan.

Penelitian Situmeang (2010) tentang pengaruh faktor predisposisi, pemungkin

(50)

terhadap pemanfaatan sarana pelayanan antenatal dan terjadinya anemia pada ibu hamil

(p=0,000). Semakin positif sikap ibu hamil terhadap sarana pelayanan antenatal maka ibu

akan memanfaatkan pelayanan antenatal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya

anemia.

Demikian juga hasil penelitian Bastary (2001) bahwa tidak ada hubungan yang

bermakna sikap ibu hamil dengan pemanfaatan ANC dan terjadinya anemia {p=0,572) berarti

kemungkinan responden yang bersikap positif untuk melakukan ANC lengkap dan

mengalami anemia sama besar dengan yang bersikap negatif.

2.1.7.4. Dukungan Pihak Luar

Pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat terwujud dengan baik apabila ada

dukungan dari pihak-pihak tertentu. Ikatan keluarga yang kuat sangat membantu

ketika anggota keluarga menghadapi masalah, karena anggota keluarga sangat

membutuhkan dukungan dari anggota keluarga lainnya. Hal itu disebabkan orang

Dukungan pihak luar adalah dukungan yang diperoleh dari orang-orang terdekat yang

disebut sebagai faktor penguat (reinforcing factors).Dukungan keluarga adalah adanya orang

lain yang diyakini mampu mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu seperti

pemeriksaan kehamilan. Dalam hal ini orang yang dianggap keluarga antara lain keluarga ibu

hamil itu sendiri seperti suami (bagi remaja yang telah bersuami), orang tua/mertua, saudara

dan kerabat dekat lainnya yang diseganinya, dapat juga dari tenaga kesehatan seperti bidan,

dokter, bahkan dapat juga dari teman, tetangga, tokoh masyarakat dan sebagainya. Adanya

dukungan pihak luar ini sebagai faktor penunjang (penguat) yang mendorong atau

menganjur-kan seseorang untuk melakukan sesuatu dalam hal ini mendorong remaja putri

(51)

yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya adalah pasangan itu sendiri.

Dukungan tersebut akan tercipta apabila hubungan interpersonal masing-masing

anggota keluarga baik (Notoatmodjo, 2007).

Hasil penelitian Rusydi (1999) diperoleh hasil dari hasil uji statistik tampak bahwa

tingkat keteraturan pemanfaatan pelayanan antenatal di puskesmas dan rendahnya kejadian

anemia pada ibu hamil yang ada dukungan pihak luar memanfaatkan pelayanan lebih sering

dan teratur dibandingkan dengan ibu hamil tanpa dukungan pihak luar (p<0,05).

2.2. Konsep Remaja

Demikian juga penelitian Wibowo pada tahun 1992 yang melakukan penelitian di

Ciawi (dalam Rusydi, 1999) juga menemukan bahwa hampir semua pemanfaatan pelayanan

antenatal oleh ibu hamil terjadi atas anjuran atau dukungan dari pihak luar sehingga tidak

mengalami anemia.

Menurut Pieter dan Lubis, (2010) kata remaja berasal dari bahasa Latin

adolescentia yang berarti remaja yang mengalami kematangan fisik, emosi, mental

dan sosial. Piaget dalam Hurlock (2003) mengatakan bahwa masa remaja ialah masa

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana individu tidak lagi merasa di

bawah tingkatan orang dewasa akan tetapi sudah dalam tingkatan yang sama.

Monks (1999) dalam Nasution (2007), menyatakan bahwa remaja adalah

individu yang berusia antara 12-20 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari

masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal,

(52)

Berdasarkan pembagian tersebut, proses remaja menuju kedewasaan disertai dengan

karakteristiknya, yaitu :

1. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang

terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan

tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada

lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini

ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan

remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

2. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan

narsistik yaitu mencintai diri sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman

yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini, remaja

berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang

mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan

sebagainya.

3. Remaja akhir (18-20 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan

pencapaian :

a. Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.

b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan

Gambar

Tabel 2.1. (Lanjutan)
Tabel 2.2. (Lanjutan)
Gambar 2.1. Model Anderson Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
Gambar 2.2. Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN MOTIVASI BIDAN DESA DENGAN KUALITAS PELAYANAN ANTENATAL CARE (ANC) DI KABUPATEN BLORA TAHUN 2011.. Disusun oleh : Yunike Isna Kusumawijayanti NIM

Skripsi denganjudul : Hubungan Antara Frekuensi Antenatal Care dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Berdasarkan Masa Kehamilan.. di RSUD

Hasil penelitian didapatkan pelayanan antenatal care sebanyak 33 (75%) dalam kategori baik, sebanyak 32 (72,7%) responden tidak mengalami anemia, dan ada hubungan yang

51 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Terhadap Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) pada Ibu Hamil di Wilayah Kerja

Hasil: Terdapat hubungan antara kepatuhan minum tablet Fe dengan anemia kehamilan usia remaja, namun kepatuhan minum tablet Fe tidak berpengaruh terhadap anemia

dengan pemanfaatan pelayanan antenatal oleh ibu hamil adalah faktor predisposisi,.. faktor pemungkin

Antenatal care adalah salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan. guna mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan Melakukan Antenatal Care Anc : Systematic Review.. Penyuluhan tentang Kartu Pantau Gerak Janin