• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sosopan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care (ANC) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sosopan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2012"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah kondisi umum dari seseorang dalam semua aspek baik

secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk

hidup produktif dan bukan hanya bebas dari penyakit dan kelemahan. Kesehatan juga

adalah hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia dalam meningkatkan

pembangunan kesehatan.

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya diarahkan untuk mempertinggi

derajat kesehatan, dengan prioritas utama pada upaya peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan. Berkaitan dengan itu perlu terus ditingkatkan berbagai upaya terutama

untuk mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan mutu yang lebih

baik serta semakin memperluas cakupan pelayanan kesehatan. Salah satu sasaran

utama pembangunan kesehatan diarahkan pada peningkatan kualitas ibu dan anak

yang dewasa ini dirasakan masih relatif rendah. Hal ini tentunya dapat berpengaruh

terhadap derajat kesehatan ibu dan anak (Depkes RI, 1999).

Meningkatkan kesehatan ibu merupakan salah satu dari delapan tujuan

Pembangunan Milenium (MDGs) yang diadopsi pada KTT Milenium 2000.

Berdasarkan data Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia pada tahun 1990 adalah

(2)

Angka tertinggi terdapat di Afrika Sub Sahara sebesar 640/100.000 KH, diikuti Asia

Selatan 290/100.000 KH, dibandingkan dengan Amerika Latin dan Karibia

85/100.000 KH, Amerika Utara 23/100.000 KH, dan di Eropa 10/100.000 KH

(Childinfo, 2011). Di Asia Tenggara AKI rata-rata 164/100.000 KH, yang tertinggi

adalah di Republik Rakyat Demokratik Laos 580/100.000 KH, Timor Leste

370/100.000 KH, dan Kamboja 290/100.000 KH, dan Negara dengan nilai yang

relatif rendah yakni singapura 9/100.000 KH, Brunai Darussalam 21/100.000 KH,

dan Malaysia 31/100.000 KH (UNFPA, 2011; UNESCAP, 2011).

Angka Kematian Bayi (AKB) dan AKI di Indonesia masih cukup tinggi

dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB

34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000

kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment

Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan Angka Kematian Ibu menurun dari

228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 Kelahiran Hidup (KH) dan Angka

Kematian Bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH.

Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Sumatera Utara AKI di Sumatera Utara

sebanyak 268 per 100.000 KH pada tahun 2010. Sedangkan menurut Profil Dinas

Kesehatan Kabupaten Padang Lawas Tahun 2011 Angka Kematian Ibu di Kabupaten

Padang Lawas Tahun 2010 sebanyak 159 per 100.000 kelahiran hidup. Angka

(3)

masih tinggi dan masih jauh dari target yang ingin dicapai oleh Depkes RI untuk

tahun 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup.

Penyebab kematian maternal dapat dibagi dalam beberapa masalah, antara

lain masalah reproduksi, komplikasi obstetrik, pelayanan kesehatan, sosial ekonomi

dan budaya dan sebagainya. Tingkat pendidikan dari ibu yang rendah dapat

menyebabkan kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan termasuk di dalamnya

tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan. Demikian juga dengan ibu hamil yang

tidak mengalami atau memperoleh pendidikan akan berakibat pada kurangnya

pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kehamilannya tersebut (Manuaba,

2002).

Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian

ibu, penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan (28%), eklampsia (24%) dan

infeksi (11%). Penyebab tidak langsung kematian antara lain kurang energi

kronis/KEK pada kehamilan (37%) dan anemia pada kehamilan (40%). Sedangkan

berdasarkan laporan PWS tahun 2007, penyebab langsung kematian ibu adalah

perdarahan (39%), eklampsia (20%), infeksi (7%) dan lain-lain (33%) (Depkes RI,

2009b). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor risiko keterlambatan (Tiga

Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam

memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di

fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya

pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di

(4)

Derajat kesehatan masyarakat di Indonesia dapat ditinjau dari AKI dan AKB.

Salah satu faktor yang memengaruhi AKB adalah tenaga penolong persalinan.

Meskipun banyak ibu hamil yang pernah memeriksakan kehamilannya ke tenaga

medis, namun masih banyak persalinan yang ditolong oleh tenaga non medis,

khususnya yang terjadi di pedesaan. Untuk dapat menekan AKB dan AKI perlu

digerakkan upaya Gerakan Sayang Ibu (GSI), kelangsungan hidup, perkembangan

serta perlindungan ibu dan anak, Gerakan Keluarga Reproduksi Sehat (GKRS), Safe

Motherhood, dan penempatan bidan di desa-desa (Depkes RI, 2009; Kusmiran,

2011).

Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar

kehamilan dan persalinan dapat dilalui dengan sehat dan aman, serta menghasilkan

bayi yang sehat. Di Indonesia, upaya Safe Motherhood diterjemahkan sebagai upaya

kesejahteraan/ keselamatan ibu. Kesejahteraan ibu menunjukkan ruang lingkup yang

luas, meliputi hal-hal di luar kesehatan, sedangkan keselamatan ibu berorientasi

khusus pada aspek kesehatan. Safe Motherhood memiliki Empat Pilar utama yaitu;

1) Keluarga berencana, 2) Pelayanan Antenatal Care (ANC), 3) Persalinan yang

aman, 4) Pelayanan obstetric essensi/emergensi. Pilar yang kedua yaitu pelayanan

antenatal care yang bertujuan utamanya mencegah komplikasi obstetri dan

memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara

memadai (Prawirohardjo, 2010).

Mengacu pada Indonesia Sehat 2010, program Making Pregnancy Safer

(5)

terpadu dalam intervensi klinis dan sistem kesehatan serta penekanan pada kemitraan.

MPS ini dilakukan dengan meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu

dan bayi baru lahir; membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas

program dan lintas sektor; mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga; dan

mendorong keterlibatan masyarakat (Bappenas, 2007).

Dalam rangka mempercepat pencapaian tujuan pembangunan kesehatan

nasional serta Millennium Development Goals (MDGs), pada tahun 2011

Kementerian Kesehatan meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan (Jampersal).

Penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan

tantangan yang lebih sulit dicapai dibandingkan target MDGs lainnya. Oleh karena

itu, upaya penurunan AKI tidak dapat lagi dilakukan dengan intervensi biasa,

diperlukan upaya-upaya terobosan serta peningkatan kerjasama lintas sektor untuk

mengejar ketertinggalan penurunan AKI agar dapat mencapai target MDGs. Salah

satu faktor yang penting adalah perlunya meningkatkan akses masyarakat terhadap

persalinan yang sehat dengan cara memberikan kemudahan pembiayaan kepada

seluruh ibu hamil yang belum memiliki jaminan persalinan. Jaminan Persalinan ini

diberikan kepada semua ibu hamil agar dapat mengakses pemeriksaan kehamilan

(ANC), pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan pelayanan KB oleh tenaga

kesehatan di fasilitas kesehatan sehingga pada gilirannya dapat menekan angka

kematian ibu dan bayi.

Mendapatkan pelayanan antenatal dengan baik dan teratur merupakan salah

(6)

merupakan salah satu tahapan penting yang harus dilakukan oleh ibu hamil menuju

kandungan ata

satu kali kunjungan pada usia kehamilan trimester pertama, satu kali kunjungan pada

trimester kedua, dan dua kali kunjungan pada kehamilan trimester ketiga, dengan

catatan kehamilan berlangsung normal. Ada baiknya pemeriksaan kehamilan

dilakukan sebulan sekali hingga usia kehamilan 28 minggu, dua minggu sekali pada

usia 28-36 minggu dan seminggu sekali pada usia kehamilan 36-40 minggu (Salmah,

dkk., 2006).

Kualitas pelayanan antenatal adalah pelayanan yang diberikan selama hamil

secara berkala sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang telah ditentukan

untuk memelihara serta meningkatkan kesehatan ibu selama hamil sesuai dengan

kebutuhan sehingga dapat menyelesaikan kehamilan dengan baik dan melahirkan

bayi sehat (Depkes RI, 1998). Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan

dari program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), pelayanan ini bisa dilaksanakan oleh

bidan di poliklinik KIA di puskesmas. Pelayanan antenatal dapat diperoleh pada

waktu pelaksanaan posyandu oleh bidan, ditempat dokter atau bidan praktek swasta,

di rumah bersalin dan di poliklinik KIA rumah sakit.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization = WHO)

Antenatal care adalah salah satu upaya pencegahan awal dari faktor risiko kehamilan

guna mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan dan

(7)

bila tiap wanita hamil mau memeriksakan kehamilannya, bertujuan untuk mendeteksi

kelainan-kelainan yang mungkin ada atau akan timbul pada kehamilan tersebut lekas

diketahui, dan segera dapat diatasi sebelum berpengaruh tidak baik terhadap

kehamilan tersebut dengan melakukan pemeriksaan antenatal care (Wiknjosastro,

2005).

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) diharapkan dapat berperan besar

dalam menurunkan AKI. Berdasarkan data WHO, ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya minimal empat kali selama periode 2000-2010 sebanyak 53%, untuk

negara berkembang ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya satu kali kunjungan

mengalami peningkatan dari sekitar 64% pada tahun 1990 menjadi sekitar 81% pada

tahun 2009, sedangkan untuk negara miskin hanya 39% ibu hamil yang

memeriksakan kehamilannya empat kali atau lebih sebelum melahirkan selama tahun

2000-2010 (WHO, 2012).

Hasil Riskesdas 2010 menyatakan bahwa di Indonesia ibu hamil yang

memeriksakan kesehatannya ke tenaga kesehatan trimester I (KI) adalah 72,3% dan

K4 adalah 61,4%. Selanjutnya menurut Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2011, cakupan kunjungan ibu hamil K1 di Sumatera Utara adalah

90,76% dan K4 adalah 83,31%.

Berdasarkan Laporan Pelayanan Kesehatan Dinas kesehatan Kabupaten

Padang Lawas Tahun 2011, jumlah sasaran ibu hamil sebanyak 6003 dan yang

memeriksakan kehamilannya ke sarana pelayanan kesehatan yaitu K1 sebanyak 5122

(8)

menunjukkan bahwa pencapaian Kabupaten belum sesuai dengan target nasional.

Puskesmas Sosopan terletak di Kecamatan Sosopan terdiri atas 22 desa dengan

jumlah bidan desa sebanyak 16 orang dimana terdapat 6 desa yang tidak memiliki

bidan desa. Berdasarkan laporan KIA-KB puskesmas Sosopan ibu hamil sasaran ibu

hamil yang tercatat pada tahun 2011 sebanyak 441 dan yang memeriksakan

kehamilannya ke sarana pelayanan kesehatan yaitu K1 sebanyak 214 orang (48,52%)

dan K4 sebanyak 49 orang (22,89%). Angka ini masih rendah bila dibandingkan

dengan target pencapaian kegiatan ANC menurut Depkes RI (2008) K1 sebesar

92,9% dan tahun 2010 K1 dan K4 sebesar 95%.

Menurut Wibowo (1992), pada tahun 1945 organisasi kesehatan sedunia

(WHO) mencetuskan bahwa pemeriksaan kehamilan merupakan faktor terpenting

didalam pelayanan kesehatan ibu dan direkomendasikan untuk masuk sebagai

komponen penting pada program kesehatan masyarakat, khususnya program

kesehatan ibu dan anak di berbagai Negara. WHO juga menyatakan bahwa

pemeriksaan kehamilan mempunyai peranan penting dalam upaya pencegahan karena

merupakan momentum paling tepat untuk mendeteksi secara dini kelainan atau

penyakit oleh ibu hamil ataupun janinnya sehingga intervensi berupa tindakan

pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan seawal mungkin.

Pemeriksaan kehamilan terbukti mempunyai kedudukan yang sangat penting

dalam upaya meningkatkan kesehatan mental dan fisik selama kehamilan, untuk

menghadapi persalinan. Dengan pemeriksaan kehamilan dapat diketahui berbagai

(9)

diatasi. Keadaan yang tidak dapat diatasi segera dirujuk ketempat yang lebih lengkap

peralatannya sehingga mendapat perawatan yang optimal. Dengan dilakukannya

pemeriksaan kehamilan angka kematian ibu dan bayi dapat diturunkan (Manuaba,

2009)

Ibu hamil sebaiknya dianjurkan mengunjungi bidan atau dokter sedini

mungkin setelah dirinya hamil, untuk mendapatkan pelayanan asuhan antenatal yang

lebih lengkap. Pemeriksaan kehamilan adalah suatu cara untuk menjamin setiap

kehamilan berpuncak pada upaya untuk melahirkan bayi yang sehat tanpa menganggu

kesehatan ibunya (Bahri, 2000., dalam Dewi, 2010).

Beberapa kemungkinan penyebab ibu tidak memeriksakan kesehatan

kehamilannya : (1) ibu sering tidak berhak memutuskan sesuatu, karena hal itu hak

suami atau mertua, sementara mereka tidak mengetahui perlunya memeriksakan

kehamilan dan hanya mengandalkan cara-cara tradisional, (2) fasilitas untuk

pelayanan antenatal tidak memadai, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tidak

memungkinkan kerahasiaan, harus menunggu lama atau perlakuan petugas yang

kurang memuaskan, (3) beberapa ibu tidak mengetahui mereka harus memeriksakan

kehamilannya, sehingga ibu tidak melakukannya, (4) transportasi yang sulit, baik

bagi ibu untuk memeriksakan kehamilan maupun bagi bidan untuk mendatangi

mereka, (5) kurangnya dukungan tradisi dan keluarga yang tidak mengizinkan

seorang wanita meninggalkan rumah untuk memeriksakan kehamilannya, (6)

takhayul dan keraguan untuk memeriksa kehamilan kepada petugas kesehatan

(10)

tenaga kesehatan secara umum, beberapa anggota masyarakat tidak mempercayai

semua petugas kesehatan pemerintah, (8) ibu dan/atau anggota keluarga tidak mampu

membayar atau tidak mempunyai waktu untuk memeriksakan kehamilan (Depkes RI,

2005b).

Banyak sebenarnya faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan

antenatal care oleh ibu hamil, seperti hasil penelitian Khairati (2000), menyatakan

bahwa pendidikan, pekerjaan, penghasilan, pengetahuan dan umur ibu memengaruhi

pemanfaatan pelayanan antenatal. Hasil penelitian Ulina (2004) menunjukkan

variabel pendidikan, pengetahuan, pendapatan dan paritas mempunyai pengaruh

terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal, sedangkan variabel pekerjaan dan riwayat

persalinan tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal. Penelitian

Agnes (2005) juga menyatakan bahwa variabel pengetahuan, pendapatan keluarga,

pekerjaan mempunyai pengaruh terhadap peningkatan kunjungan pelayanan

antenatal.

Berdasarkan hasil survei pendahuluan di 3 desa di Kecamatan Sosopan

dengan melalui wawancara terhadap 10 ibu hamil diperoleh 60% ibu mengatakan

tidak memanfaatkan pelayanan antenatal disebabkan karena tidak mengalami

gangguan selama kehamilannya (60%). Karakteristik ibu hamil yang tidak

memanfaatkan pelayanan tersebut separuhnya (50%) berpendidikan tinggi, tidak

bekerja, memiliki pendapatan keluarga lebih dari Rp.1.000.000, serta paritas > 2

orang, dimana ibu yang mempunyai paritas > 2 orang tersebut berusia 20-35 tahun

(11)

dukungan (90 %) untuk memeriksakan kehamilan tetapi masih banyak ibu yang tetap

tidak memanfaatkan pelayanan antenatal tersebut. Ibu memiliki sikap yang baik

tentang pentingnya memeriksakan kehamilan (60 %), walaupun sikap ibu baik tidak

di dukung dengan tindakan yang baik pula dalam hal ini ibu tidak memeriksakan

kehamilan sesuai dengan standar minimal kunjungan ANC.

Mengingat banyaknya faktor yang memengaruhi pemanfaatan pelayanan

antenatal care maka penelitian ini hanya melihat pada pengaruh faktor predisposisi

(umur ibu, paritas, pendidikan, pengetahuan, dan sikap), faktor pemungkin (dukungan

suami, ekonomi keluarga, dan jarak) dan faktor kebutuhan (persepsi sehat/sakit dan

diagnosa klinis) terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal care di wilayah kerja

Puskesmas Sosopan Kabupaten Padang Lawas tahun 2012.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah

rendahnya pemanfaatan pelayanan antenatal care (K1 dan K4) di wilayah kerja

Puskesmas Sosopan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang

memengaruhi pemanfaatan pelayanan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas

(12)

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (umur ibu, paritas, pendidikan, pengetahuan,

dan sikap), faktor pemungkin (dukungan suami, ekonomi keluarga, dan jarak) dan

faktor kebutuhan (persepsi sehat/sakit dan diagnosa klinis) terhadap pemanfaatan

pelayanan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Sosopan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Lawas dan khususnya Puskesmas

Sosopan sebagai informasi dalam evaluasi pelayanan ANC sehingga dapat

dilakukan perbaikan untuk meningkatkan pelayanan ANC guna mewujudkan

penurunan AKI

2. Bagi tenaga kesehatan sebagai masukan untuk mendapatkan informasi tentang

faktor-faktor yang memengaruhi terhadap pemanfaatan ANC. Dengan

diketahuinya faktor-faktor tersebut sehingga dapat digunakan dalam upaya

meningkatkan cakupan ANC serta kampanye kesehatan masyarakat agar dapat

Referensi

Dokumen terkait

Diagaram Alir Data merupakan alat yang dapat menggambarkan arus data didalam sistem dengan terstruktur dan jelas, lebih lanjut data flow diagram juga

Kondisi ini sejalan dengan pembelajaran IPS, yaitu membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik agar (1) menjadi warga negara dan warga dunia yang baik, (2)

Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) untuk menemukan tipe dari tindak ilokusi yang digunakan oleh tokoh-tokoh utama dalam naskah film The Help , (b) untuk menemukan

Restoran atau Rumah Makan merupakan salah satu usaha di bidang jasa, dimana bisnis ini kini membanjiri pasar, baik dalam jumlah maupun jenis makanan dan minuman serta

Penggunaan t epung bul u ayam pada t er nak r umi nansi a unt uk memenuhi sel ur uh pr ot ei n supl emen pada r ansum anak domba yang sedang t umbuh dan pada per i ode

Perkawinan outbreeding antara induk lokal dengan pejantan introduksi dari luar populasi (jauh) yang tidak memiliki hubungan kekerabatan akan menghasilkan ternak

Uji tekan dilakukan setelah silinder beton berumur 28 hari Hasil kuat tekan beton ringan tanpa pelapisan batu apung mengalami kenaikan nilai kuat tekan dengan penambahan serat

Gambar 4.25 Graphic Standard Manual Identitas Visual Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2019 Lembar 4 Identitas Visual Menggunakan font comforta dengan ukuran Headline 24 pt dan isi