• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kawasan Konservasi Resort Kamojang SKW V Garut, Jawa Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

D. Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kawasan Konservasi Resort Kamojang SKW V Garut, Jawa Barat

Langkah pertama untuk melaksanakan pencegahan kebakaran hutan yang baik adalah suatu rencana pencegahan kebakaran hutan yang menyeluruh agar operasi pencegahan dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Terkait dengan rencana pencegahan kebakaran hutan tersebut, data tentang sejarah dan faktor penyebab kebakaran hutan perlu diketahui sehingga dapat diidentifikasi semua faktor yang diperlukan untuk penyusunan rencana pengendalian kebakaran hutan. Data tersebut akan menentukan sasaran dari suatu rencana pencegahan kebakaran.

1. Sejarah dan Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan

Kawasan CA dan TWA Kamojang berbatasan langsung dengan lahan pertanian masyarakat dan lahan Perhutani sehingga menimbulkan kerawanan terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau. Sebenarnya masyarakat sekitar kawasan Resort Kamojang menyadari timbulnya bahaya kebakaran karena aktifitas mereka seperti membakar semak belukar untuk pembersihan lahan pertanian serta pembakaran ranting dan dedaunan setelah pekerjaan bercocok tanam selesai. Namun hal ini kurang mendapat perhatian dari masyarakat karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang mendesak dan mereka pun belum mendapatkan cara/alternatif pembersihan lahan lain yang lebih baik, efektif dan efisien selain dengan pembakaran. Program PHBM dari Perhutani pun menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan di kawasan konservasi Kamojang, karena masyarakat membuka dan membersihkan lahan dengan cara membakar sehingga terjadi api loncat yang berasal dari lahan Perhutani dan menyebar ke kawasan konservasi Kamojang.

Faktor alam juga merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya peristiwa kebakaran di kawasan konservasi Kamojang. Jika terjadi peristiwa kebakaran di sekitar puncak Gunung Guntur dengan mengeluarkan panas dan asap, akan memicu dan menyebabkan penjalaran api

lebih cepat. Keadaan demikian apalagi di musim kemarau mengakibatkan rerumputan, serasah dan tegakan menjadi semakin kering sehingga potensi bahan bakar semakin banyak. Hal ini sangat berbahaya karena pada musim kemarau serasah sangat kering dan angin bertiup kencang sehingga mudah terjadinya api dan penjalaran api cepat.

Tercatat pada musim kemarau tahun 1997 lahan terbakar di kawasan CA/TWA Kamojang merupakan kebakaran terbesar seluas 1.149 Ha. Pada tahun 1999 seluas ± 100 Ha, tahun 2000 kebakaran hutan tercatat hanya 2,5 Ha dan pada bulan September 2001 terjadi lagi seluas 75 Ha serta pada bulan Desember 2001 seluas 46 Ha. Salah satu daerah kawasan CA/ TWA Kawah Kamojang yang sangat rawan terjadinya kebakaran di antaranya yaitu komplek Gunung Guntur. Hal ini disebabkan ulah masyarakat berupa pengarangan liar di sekitar kawasan, kelalaian pengunjung/pencuri kayu dan diduga sengaja dibakar, faktor alam seperti panas bumi, kondisi vegetasi serta adanya kepercayaan masyarakat Kabupaten Garut bahwa apabila Gunung Guntur telah terbakar di musim kemarau maka akan segera tiba musim hujan.

Dengan kondisi tersebut, kawasan konservasi Kamojang telah mengalami beberapa kali kebakaran. Berdasarkan data lima tahun terakhir dan wawancara dengan pihak Satgas Polhut kebakaran terhebat selain pada tahun 1997 terjadi pula pada tahun 2006 dengan beberapa kali peristiwa kebakaran yang terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan konservasi Kamojang menjalar keseluruh kawasan lainnya yang disebabkan ulah manusia yang tidak bertanggung jawab dan saat itu didukung kondisi iklim yang cukup kering akibat perubahan cuaca.

Peristiwa kebakaran di kawasan konservasi Kamojang yang disebabkan ulah manusia itu diantaranya adalah perambahan, pembukaan lahan oleh masyarakat dengan cara membakar untuk pembersihan lahan yang dijadikan lahan untuk bertani dan berkebun. Selain itu di beberapa kawasan perluasan juga terjadi peristiwa kebakaran yang disebabkan adanya akitivitas pembakaran dilahan pertanian milik masyarakat. Ketidakdisiplinan dan kecerobohan seperti ini menyebabkan bencana yang sangat merugikan.

Selama kurun waktu lima tahun (2003-2007), terjadi peningkatan luas kawasan hutan yang terbakar. Pada tahun 2006 peristiwa kebakaran terjadi di areal unit kerja Kamojang barat dan timur dengan luas areal yang terbakar seluas 919,5 Ha. Lokasi yang mengalami kerusakan akibat kebakaran pun cukup beragam mulai dari yang berada di kawasan konservasi,

kawasan PHBM, perbatasan kawasan konservasi, perkebunan, pertanian hingga kawasan perluasan. Seperti yang tersaji dalam Tabel 1:

Tabel 1 Peristiwa Kebakaran di kawasan konservasi Kamojang Garut

No Unit Kerja Status Kawasan Luas Kebakaran

(Ha) Tahun

1 Kamojang Timur Taman wisata Alam 30 2004

2 Kamojang Barat Cagar Alam 125 2004

Sub Total 155 2004

1 Kamojang Timur Cagar Alam 42 2006

2 Kamojang Barat Cagar Alam 877,5 2006

Sub Total 919,5 2006

1 Kamojang Barat Cagar Alam 313 2007

Sub Total 313 2007

(Sumber: Dokumentasi BKSDA Resort Kamojang SKW V Garut Jawa Barat 2007)

Gambar 6. Peristiwa kebakaran di kawasan konservasi Kamojang pada tahun 2003 - 2007

Jenis ekosistem yang mengalami kerusakan cukup beragam baik di kawasan konservasi, Perum Perhutani, perkebunan dan pertanian. Kebakaran juga mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi BKSDA Resort Kamojang. Disamping itu, kebakaran mengganggu aktifitas manusia, fungsi-fungsi hutan serta hilangnya keanekaragaman hayati. Nilai nominal kerugian yang dialami oleh BKSDA Resort Kamojang tidak dapat ditentukan, karena kawasan konservasi Kamojang ini merupakan suatu kawasan dimana tanaman tumbuh tanpa proses penanaman sehingga tidak dapat ditentukan jumlah bibit yang ditanam, jumlah pupuk yang digunakan, biaya operasional, biaya maintenance, dll. Peristiwa kebakaran hutan sering

0 200 400 600 800 1000 Tahun Kebakaran 0 155 0 919.5 313 L u as T er b ak ar 2003 2004 2005 2006 2007

mengancam kawasan konservasi Kamojang yang berbatasan langsung dengan lahan pertanian milik masyarakat karena adanya api loncat dari aktifitas mereka seperti membakar semak belukar untuk pembersihan lahan pertanian dan pembakaran ranting dan dedaunan setelah pekerjaan bercocok tanam selesai.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 7. Berbagai bentuk pelanggaran terhadap kawasan konservasi

(Sumber: Dokumentasi pribadi 2008) Keterangan gambar:

(a) Pembersihan lahan dengan cara membakar

(b) Lahan bekas terbakar yang ditanami umbi-umbian oleh masyarakat (c) Lahan bekas terbakar pada tahun 2006

(d) Pemanfaatan lahan konservasi oleh masyarakat sekitar hutan

Menurut Purbowaseso (2004), angin dapat menerbangkan bara api, sehingga menimbulkan api loncat menyebabkan terjadinya lokasi kebakaran baru. Hal ini menyebabkan semakin banyaknya titik lokasi kawasan konservasi yang memliki sensitivitas tinggi untuk terbakar. Dengan melihat peristiwa kebakaran pada tahun 1997 serta dalam kurun waktu 5

tahun (2003-2007) di dalam kawasan konservasi maupun kawasan yang berbatasan langsung dengan lahan pertanian dapat mengancam keberadaan dan keutuhan pengelolaan kawasan konservasi Kamojang.

Padahal kawasan konservasi sebagai kawasan pelestarian plasma nutfah, keterwakilan ekosistem yang merupakan benteng terakhir bagi pelestarian alam, sehingga kawasan konservasi Kamojang harus diselamatkan dari bahaya kerusakan salah satunya kebakaran hutan. Penyebab kebakaran hutan dan lahan di Indonesia hampir 99 % disebabkan manusia baik disengaja maupun tidak/unsur kelalaian, kegiatan konversi lahan menyumbang 34 %, peladangan liar 25 %, pertanian 17 %, kecemburuan sosial 14 %, proyek transmigrasi 8 % dan hanya 1 % yang disebabkan oleh alam. Pemicunya diantaranya hamparan serasah, singkapan batubara dan iklim ekstrim/el nino (Nagawana dan Sumantri 2003).

Dalam pengelolaan kawasan, pengelola dihadapkan pada berbagai masalah baik dalam hal gangguan hutan maupun masalah lainnya. Krisis ekonomi yang berkepanjangan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang memprihatinkan menyebabkan terjadinya perambahan hutan, oleh masyarakat disekitar hutan. pencurian kayu, kebakaran hutan dan munculnya masalah lahan sengketa.

E. Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Kawasan Konservasi Kamojang SKW

Dokumen terkait