• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Nilon Termoplastik yang Tidak Terpapar dan Terpapar

HASIL PENELITIAN

5.1 Nilai Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas dan Nilon Termoplastik yang Tidak Terpapar dan Terpapar

Asap Rokok

Tabel 5 menunjukkan bahwa kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas terbesar pada kelompok A1 adalah 0,139 µm dan nilai terkecil adalah 0,110 µm, nilai terbesar kekasaran permukaan pada kelompok A2 adalah 0,170 µm dan nilai terkecil adalah 0,129 µm, nilai kekasaran permukaan terbesar pada kelompok A3 adalah 0,225 µm dan nilai terkecil adalah 0,173 µm. Hasil tersebut didapatkan nilai kekasaran permukaan yang bervariasi pada setiap sampel dalam satu kelompok, walaupun masih dalam cakupan data yang homogen berdasarkan uji homogenitasnya (Uji Levene).

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan salah satunya adalah pada waktu proses pembuatannya yaitu pencampuran antara monomer dan polimer bahan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas tidak dilakukan secara bersamaan untuk semua sampel dan teknik pengadukan yang dilakukan secara manual menyebabkan kecepatan pengadukannya tidak dapat dikendalikan dengan sempurna.

Pengadukan antara bubuk dan cairan kurang homogen serta tekanan saat proses pengepresan yang kurang dapat menyebabkan porositas eksternal.4 Adanya porositas pada basis gigi tiruan dapat mempengaruhi kekasaran permukaan. Selain itu, perbedaan tekanan yang diberikan pada setiap sampel saat dilakukan pemolesan pada alat rotary grinder. Adanya tekanan yang diberikan tidak dapat terkontrol sehingga mengakibatkan perbedaan tinggi puncak alur yang terbentuk. Apabila tekanan sedikit diberikan, maka akan mengakibatkan pengikisan pada permukaan bahan tidak terjadi secara menyeluruh, akan tetapi apabila tekanan yang diberikan terlalu besar, maka semakin banyak bagian dari puncak dan lembah alur yang terbuang sehingga rata-rata kekasaran permukaan yang dihasilkan akan semakin kecil bahkan dapat menyebabkan pengikisan yang terlalu berlebihan pada permukaan bahan.

Pengukuran kekasaran permukaan dilakukan sebanyak tiga kali dan diperoleh hasil dari pengukuran pertama, kedua dan ketiga pada sampel yang sama dapat menunjukkan nilai yang berbeda. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya perbedaan garis yang dilewati stylus pada setiap pengukuran. Setiap pengukuran, stylus melewati garis yang berbeda dengan kedalaman alur yang berbeda juga, dimana semakin dalam alur yang terbentuk yang dilewati stylus setelah pemolesan maka nilai kekasaran permukaan yang dihasilkan akan semakin besar. Menurut ISO 1302 - 1978 yang dimaksud dengan kekasaran permukaan adalah penyimpangan rata-rata aritmetik dari garis rata-rata profil, sehingga semakin dalam alur yang terbentuk pada profil maka akan semakin besar nilai rata-rata penyimpangan yang dihasilkan. Nilai rerata kekasaran permukaan dan standar deviasi resin akrilik polimerisasi panas kelompok A1 adalah 0,121 ± 0,008, kelompok A2 adalah 0,144 ± 0,012, dan kelompok A3 adalah 0,199 ± 0,014. Hasil yang diperoleh dari kelompok A1 didapatkan nilai rerata kekasaran permukaan yang tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahross H dkk (2015) dengan nilai rerata kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas setelah dipoles adalah 0,135 ± 0,026 µm.33 Selain itu, Abuzar dkk (2010) dengan nilai rerata kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas setelah dilakukan pemolesan adalah 0,046 ± 0,007 µm.11

Perbedaan nilai kekasaran permukaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan teknik pemolesan dan merk resin akrilik yang digunakan.

Nilai rerata kekasaran permukaan resin akrilik polimerisasi panas pada tabel 5 menunjukkan perbedaan dari masing-masing kelompok, pada kelompok A2 dan A3 yang diberi perlakuan asap rokok memiliki nilai rerata kekasaran yang lebih tinggi dibandingkan kelompok A1, sehigga semakin banyak terpapar asap rokok maka kekasaran permukaan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahross H dkk (2015) menunjukkan nilai rerata kekasaran permukaan untuk kelompok resin akrilik polimerisasi panas yang terpapar asap rokok lebih tinggi daripada kelompok resin akrilik polimerisasi panas yang tidak terpapar asap rokok.

Pada tabel 6 menunjukkan bahwa kekasaran permukaan nilon termoplastik terbesar pada kelompok B1 adalah adalah 0,153 µm dan nilai terkecil adalah 0,107 µm, nilai terbesar kekasaran permukaan pada kelompok B2 adalah 0,192 µm dan nilai terkecil adalah 0,163 µm dan nilai kekasaran permukaan terbesar pada kelompok B3 adalah 0,247 µm dan nilai terkecil adalah 0,222 µm. Berdasarkan hasil tersebut didapatkan kekasaran permukaan yang bervariasi pada setiap sampel, sama dengan kelompok A, kelompok B juga dilakukan pengukuran kekasaran permukaan dan pemolesan manual oleh operator, sehingga tekanan pemolesan menghasilkan nilai yang berbeda-beda tiap sampel dalam satu kelompok.

Nilon temoplastik merupakan salah satu bahan yang sulit pada proses manipulasinya dan pemolesannya karena memiliki titik leleh yang rendah sehingga nilon memiliki permukaan yang lebih kasar. Hasil dari penelitian ini, nilai rerata kekasaran permukaan dan standar deviasi nilon termoplastik kelompok B1 adalah 0,136 ± 0,013µm. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Abuzar MA dkk (2010) dengan nilai rerata kekasaran permukaan nilon termoplastik setelah dilakukan pemolesan adalah 0,146 µm ± 0,018.11 Selain itu, Mekkawy dkk (2015) melakukan pengukuran kekasaran permukaan pada poliamida setelah dilakukan pemolesan dan hasil yang didapatkan adalah 0,119 µm ± 0,017. Perbedaan nilai kekasaran permukaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan teknik pemolesan dan merk bahan nilon termoplastik yang digunakan.14

Nilai rerata kekasaran permukaan dan standar deviasi nilon termoplastik kelompok B1 adalah 0,136 ± 0,013, kelompok B2 adalah 0,174 ± 0,008, dan kelompok B3 adalah 0,222 ± 0,010. Pada kelompok B2 dan B3 nilai rerata kekasaran permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan B1. Hal ini dikarenakan pada kelompok B2 dan B3 diberi perlakuan asap rokok sedangkan B1 tidak diberi perlakuan asap rokok. Efek merokok yang timbul dipengaruhi oleh banyaknya jumlah rokok yang diisap, lamanya merokok, dan jenis rokok yang diisap. Berdasarkan hal tersebut, semakin banyak jumlah rokok yang diisap maka semakin lama waktu merokok sehingga substansi berupa tar semakin banyak mengendap maka kekasaran permukaan semakin besar.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian in vitro bahwa jika suatu bahan basis gigi tiruan dengan kekasaran permukaan yang melebihi 0,2 µm dapat meningkatkan level perlekatan kolonisasi bakteri. Radford dkk (1998) dan Taylor dkk (1998) menyatakan perlekatan bakteri lebih banyak terdapat permukaan yang kasar. Perlekatan bakteri pada basis gigi tiruan dapat mengakibatkan bau mulut, denture

stomatitis, dan berbagai penyakit yang berhubungan dengan pemakaian gigi tiruan.

Selain itu, permukaan yang kasar dari suatu restorasi juga dapat mengakibatkan perubahan warna pada basis gigi tiruan, ketidaknyamanan pada pasien dan kesulitan menjaga oral hygiene.11,13,14

5.2 Pengaruh Asap Rokok terhadap Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Resin Akrilik Polimerisasi Panas.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 7, nilai kekasaran permukaan pada kelompok A1 yaitu sebesar (0,121 ± 0,008 µm), kelompok A2 (0,144 ± 0,012 µm), kelompok A3 ( 0,199 ± 0,014 µm). Berdasarkan hasil uji ANOVA satu arah diperoleh signifikansi p = 0,0001 (p>0,05), hal ini berarti ada pengaruh asap rokok terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahross H dkk (2015) menemukan bahwa terdapat pengaruh asap rokok terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi

panas. Sewaktu rokok dibakar, asap rokok dipecah menjadi dua komponen yaitu komponen gas dan komponen padat atau partikel. Komponen gas terdiri dari karbonmonoksida, karbondioksida hidrogen sianida, amoniak dan lain sebagainya. Sedangkan komponen partikel terdiri dari tar, nikotin, benzopiren, fenol, cadmium, dan lain sebagainya. Komponen asap rokok yang paling berpengaruh terhadap kekasaran permukaan adalah komponen partikel yang berupa zat tar. Tar merupakan sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel. Adanya pigmen berwarna sebanyak 0,2% pada setiap batang rokok dan dilakukan pengasapan secara terus menerus diduga semakin banyak pula pengendapan yang terjadi. Endapan yang dihasilkan secara terus menerus akan menebal dan membuat basis gigi tiruan akan meningkatkan kekasaran.10,18

Menurut Mathias P dkk (2010) tar pada rokok mengandung hidrokarbon aromatik yang dapat melarutkan permukaan bahan polimer. Bahan polimer tidak dapat larut dalam cairan rongga mulut tetapi larut dalam beberapa tingkatan aromatik hidrokarbon.10,19 Jenis rokok dapat mempengaruhi kekasaran permukaan, karena setiap jenis rokok memiliki kadar tar yang berbeda-beda. Rokok yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis rokok kretek yang memiliki kadar tar yang lebih tinggi dibandingkan dengan rokok putih. Penelitian ini menggunakan rokok kretek dengan kandungan tar sekitar 31 mg dan menunjukkan nilai kekasaran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian sebelumnya dengan nilai kekasaran permukaan basis gigi tiruan RAPP yang terpapar sebanyak 20 batang adalah 0,199 µm sedangkan penelitian Mahross H dkk (2015) menunjukkan nilai kekasaran permukaan basis gigi tiruan resin akrilik polimerisasi panas yang terpapar asap rokok putih sebanyak 20 batang adalah 0,168 µm. Rokok kretek merupakan rokok khas Indonesia dan sekitar 85-90% beredar di Indonesia.17,43

5.3 Pengaruh Asap Rokok terhadap Kekasaran Permukaan Basis Gigi Tiruan Nilon Termoplastik.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tabel 8, nilai kekasaran permukaan pada kelompok B1 yaitu sebesar (0,136 ± 0,013 µm), kelompok B2 (0,174 ± 0,008 µm), kelompok B3 (0,222 ± 0,010). Berdasarkan hasil uji ANOVA satu arah diperoleh signifikansi p = 0,0001 (p>0,05), hal ini berarti ada pengaruh asap rokok terhadap kekasaran permukaan basis gigi tiruan nilon termoplastik.

Penelitian ini menunjukkan bahwa paparan asap rokok terhadap permukaan basis gigi tiruan nilon termoplastik meningkatkan nilai kekasaran permukaan basis gigi tiruan, hal ini mungkin disebabkan karena pengendapan zat rokok pada permukaan basis gigi tiruan nilon termoplastik. Sebagaimana sewaktu rokok dibakar, asap yang dihasilkan mengandung beberapa komponen, seperti karbon monoksida, karbondioksida, nikotin, ammonia, nikel, arsenik, tar dan logam berat seperti

cadmium. Menurut Mathias P dkk (2010) tar pada rokok mengandung hidrokarbon

aromatik sehingga dapat melarutkan permukaan bahan polimer.

Penjelasan lain bahwa tar merupakan sejenis cairan kental berwarna coklat tua atau hitam yang merupakan substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel.10,18 Zat tar ini, melekat pada permukaan basis gigi tiruan, yang secara terus-menerus terakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan nilai kekasaran permukaan. Nilon termoplastik memiliki permukaan yang lebih kasar daripada resin akrilik polimerisasi panas sehingga kemungkinan asap rokok yang dipaparkan pada permukaan sampel nilon termoplastik akan lebih mudah melekatkan komponen partikel berupa tar. Bila terpapar secara terus menerus maka dapat meningkatkan nilai kekasaran permukaan basis gigi tiruan. Selain itu, asap rokok yang bercampur dengan saliva akan menghasilkan larutan dengan pH asam yang dapat merusak keutuhan permukaan bahan serta dapat juga karena efek suhu dari merokok.10

Kelemahan penelitian ini perbedaan tekanan yang tidak bisa dikendalikan selama proses pemolesan saat menggunakan polishing motor. Hal ini dapat mempengaruhi nilai kekasaran permukaan setiap sampel pada kelompok yang sama

oleh karena perbedaan jumlah pengikisan yang terjadi pada permukaan bahan. Kelemahan lain dari penelitian ini adalah pengukuran kekasaran permukaan menggunakan profilometer dengan ujung stylus yang berkontak langsung dengan sampel saat dilakukan pengukuran. Pemakaian yang secara terus menerus akan membuat ujung stylus menjadi datar dan aus. Jika ujung stylus membulat maka stylus tidak bisa menelusuri bentuknya dengan benar karena lebar alur goresan lebih sempit dari ujung stylus. Bentuk stylus yang berbeda ini akan mempengaruhi hasil pengukuran karena akan menghasilkan profil gelombang yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu penggunaan mikroskop elektron (scanning electron microscope) untuk memberikan perbandingan secara visual. Selain itu, penelitian in vitro mungkin tidak dapat menyerupai kondisi mulut sebagaimana keadaan asap rokok di rongga mulut seperti yang bisa dilakukan dalam sebuah penelitian in vivo (seperti kehadiran saliva yang memiliki efek buffering dan membersihkan zat asap yang mungkin dapat mengurangi efek termal asap pada bahan basis gigi tiruan.

BAB 6

Dokumen terkait