• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

G. Sifat Fisik

1. Kekerasan Sabun

Kekerasan sabun adalah parameter ketahanan sabun terhadap tekanan fisik. Apabila sabun yang dihasilkan memiliki kekerasan yang kurang baik atau terlalu lunak, akan lebih susah melihat berapa kekerasannya karena tidak terjadi kerusakan yang berarti. Kekerasan sabun dapat dilihat dengan menggunakan hardness tester (Barrel et al, 2001). 2. Kemampuan Membentuk Busa dan Mempertahankan Busa

Busa merupakan aspek yang berpengaruh bagi konsumen dalam memilih sabun. Sabun yang banyak disukai biasanya sabun yang mampu menghasilkan busa yang banyak dan bertahan lama pada saat digunakan (Spitz, 1996).

3. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasamaan sabun mandi berdasarkan BSNI (1994) tidak ditetapkan standarnya. Menurut ASTM (2001), kriteria mutu nilai pH sabun pada umumnya berkisar 9 – 11, sedangkan untuk sabun transparan pH berkisar 9,53 – 10,24.

4. Transparansi Sabun

Sabun dapat dikatakan transparan apabila sabun dapat digunakan untuk membaca tulisan dengan font tipe 14 dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm. Sabun transparan dibuat dengan melarutkan base soap dalam etanol (20%-50%), gliserin (5%-25%) dan sirup (10%– 25%) (Jongko, 2014).

H. Landasan Teori

Sabun batang transparan adalah sabun batang yang memiliki penampilan menarik pada tingkat transparansinya (Hambali et al., 2006). Tingkat transparansi sabun transparan dipengaruhi oleh beberapa komponen salah satunya adalah gula. Glukosa dalam pembuatan sabun transparan sering digunakan sebagai transparent agent yang membuat sabun menjadi lebih menarik. Selain glukosa, gula yang digunakan sebagai transparent agent adalah gula sukrosa. Sukrosa memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, karena tidak hanya digunakan dalam bahan makanan saja, namun sukrosa dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan sukrosa tidak menimbulkan toksik dan iritasi pada kulit (Mitzui, 1997). Dalam pembuatan sabun transparan, sukrosa akan mengurangi pembentukan kristal berserat pada sabun, sehingga dapat dihasilkan sabun yang transparan. Produk sabun transparan yang dihasilkan harus dilakukan pengujian transparansi untuk memastikan tingkat transparansi yang dihasilkan. Dalam pembuatan sabun transparan dibutuhkan bahan – bahan pendukung untuk membentuk sabun batang transparan yang bagus.

I. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini:

Hi1 : Formulasi sabun transparan dengan variasi sukrosa dan glukosa dalam penelitian ini menghasilkan sabun transparan yang baik.

Hi2 : Variasi sukrosa dan glukosa memberikan perbedaan terhadap sifat fisik sabun transparan.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jahe dengan Variasi Sukrosa dan Glukosa sebagai Transparent Agent ini merupakan jenis penelitian eksperimental pola acak lengkap searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah sukrosa dan glukosa.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sabun transparan yang meliputi kekerasan, kemampuan membentuk busa, kemampuan mempertahankan busa, pH sabun dan transparansi sabun. c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

waterbath, kecepatan putar mixer, lama pendiaman, lama pengadukan, komposisi sabun batang transparan selain sukrosa dan glukosa.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan suhu dan perubahan kelembaban selama masa aging sabun. 2. Definisi Operasional

a. Minyak Jahe adalah minyak atsiri jahe yang digunakan dalam penelitian ini sebagai fragrance.

b. Sabun adalah sabun batang transparan minyak jahe dengan variasi sukrosa dan glukosa sesuai dengan formula seperti yang dirancang dalam penelitian ini.

c. Sabun sukrosa adalah sabun yang dibuat dengan penggunaan gula sukrosa sesuai dengan formula yang dirancang.

d. Sabun glukosa adalah sabun yang dibuat dengan penggunaan gula glukosa sesuai dengan formula yang dirancang.

e. Sabun “L” adalah sabun yang sudah beredar di pasaran yang tidak menggunakan bahan alam dan digunakan sebagai sabun pembanding dalam penelitian ini.

f. Sabun “ M” adalah adalah sabun yang sudah beredar di pasaran yang menggunakan bahan alam dan digunakan sebagai sabun pembanding dalam penelitian ini.

g. Kekerasan sabun menunjukkan ketahanan sabun terhadap tekanan mekanik secara vertikal dengan pengujian menggunakan Hardness tester dan dinyatakan dalam satuan Kg.

h. Kemampuan membentuk busa adalah kemampuan sabun untuk menghasilkan busa pada saat awal penggunaan, larutan sabun dihomogenkan menggunakan homogenizer selama 1 menit dan dinyatakan dalam satuan mm.

i. Kemampuan mempertahankan busa adalah kemampuan sabun untuk mempertahankan jumlah busa setelah larutan sabun dihomogenkan menggunakan homogenizer selama 1 menit. Kemampuan

mempertahankan busa dilihat dengan menghitung selisih ketinggian busa yang terbentuk setelah 20 menit dan dinyatakan dalam satuan mm.

j. Sifat fisik sabun adalah parameter untuk evaluasi sabun transparan yang meliputi kekerasan, kemampuan membentuk busa, kemampuan mempertahankan busa, pH sabun dan transparansi sabun.

k. Subjective assessment adalah gambaran penerimaan konsumen terkait sabun yang dihasilkan.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah minyak jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor, minyak jarak yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika Yogyakarta, asam stearat (kualitas farmasetis, Bratachem), asam sitrat (kualitas farmasetis), NaOH, etanol (teknis), gliserin (kualitas farmasetis, Bratachem), betain (kualitas farmasetis, Bratachem), sukrosa, glukosa (Bratachem), BHT, aquades.

D. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat – alat gelas (Pyrex), cawan porselen, mixer (HR 1530/ HR 1538 Ser. 0936, Philips, Holland), waterbath (1984 – 0045 [172], Dijkstra), termometer, stopwatch, cetakan sabun, freezer (Toshiba, Jepang), hardness tester (174886, Hardness Tester, Jepang), homogenizer (Funkentstort, Jerman) dan indikator pH universal.

E. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi Minyak Jahe dan Minyak Jarak

Minyak Jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor dan Minyak jarak yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika Yogyakarta telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan Certificate of Analysis. 2. Formula Sabun Batang Transparan Minyak Jahe

Pembuatan sabun batang transparan menggunakan formula acuan yang digunakan sebagai landasan untuk menentukan formula yang akan digunakan dalam penelitian ini. Modifikasi formula yang digunakan yaitu penambahan BHT, minyak jahe dan penggunaan sukrosa dan glukosa sebagai variasi gula.

Pada penelitian ini menggunakan 2 formula yaitu dengan penggunaan gula sukrosa dan gula glukosa, namun komposisi formula rendah, tengah dan tinggi pada gula sukrosa dan gula glukosa sama.

Tabel II. Formula yang dipilih sebagai acuan sabun transparan menurut Hambali et al (2006)

Bahan Komposisi (gram)

Asam stearat 7 NaOH 30% 18 Minyak jarak 10 Etanol 96% 15 Gliserin 13 Asam sitrat 3 Gula 7,5 Betaine 5 Aquades 4,5

Tabel III. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula sukrosa Bahan

Komposisi (gram)

Formula Rendah Formula Tengah Formula Tinggi

Asam stearat 8,4 8,4 8,4 NaOH 30% 21,6 21,6 21,6 Minyak jarak 12 12 12 Etanol 96% 17,1 17,1 17,1 Gliserin 14,5 14,5 14,5 Asam sitrat 3,6 3,6 3,6 Sukrosa 4,65 9,3 13,95 Betaine 6 6 6 BHT 0,1 0,1 0,1 Minyak jahe 2 2 2 Aquades 10,05 5,4 0,75

Tabel IV. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula glukosa Bahan

Komposisi (gram)

Formula Rendah Formula Tengah Formula Tinggi

Asam stearat 8,4 8,4 8,4 NaOH 30% 21,6 21,6 21,6 Minyak jarak 12 12 12 Etanol 96% 17,1 17,1 17,1 Gliserin 14,5 14,5 14,5 Asam sitrat 3,6 3,6 3,6 Glukosa 4,65 9,3 13,95 Betaine 6 6 6 BHT 0,1 0,1 0,1 Minyak jahe 2 2 2 Aquades 10,05 5,4 0,75

3. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe

Asam stearat dilelehkan pada suhu 70 – 80 oC. Minyak jarak dicampur pada cairan asam stearat sampai homogen dan ditambahkan BHT. Pada suhu yang sama ditambahkan NaOH untuk proses penyabunan. Setelah itu ditambahkan dengan etanol 96%, asam sitrat, betain, gliserin serta larutan gula pada suhu yang sama. Campuran dihomogenkan selama 1 menit menggunakan mixer dengan kecepatan putar skala 1. Campuran didinginkan pada suhu ± 40 oC dan ditambah minyak jahe. Setelah ditambahkan minyak jahe, maka dihomogenkan kembali selama 1 menit menggunakan mixer dengan kecepatan putar skala 1. Sabun dimasukkan dalam cetakan dan disimpan pada suhu kamar selama ± 24 jam, setelah itu dipindahkan ke dalam freezer pada suhu – 20 oC selama ± 48 jam. Penyimpanan akhir setelah dimasukkan ke dalam freezer yaitu pada suhu kamar selama 1 - 4 minggu.

4. Sifat Fisik Sabun

a. Penyusutan Bobot Sabun

Pengamatan penyusutan bobot dilakukan pada minggu 1 ke minggu 2, minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke minggu 4. Sabun yang dihasilkan pada minggu 1 dipotong dengan ukuran 7 cm x 1 cm untuk digunakan pengujian sifat fisik, setelah dipotong untuk pengujian sifat fisik sabun ditimbang dan didiamkan selama seminggu. Pada minggu 2 awal dilakukan penimbangan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pengujian sifat fisik, hasil selisih minggu 2 awal dan minggu 1 akhir

menunjukkan penyusutan bobot minggu 1 ke minggu 2. Pengujian penyusutan bobot minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke minggu 4 sama dengan cara pengujian minggu 1 ke minggu 2.

b. Kekerasan Sabun

Pengamatan kekerasan dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm, kemudian diletakkan pada hardness tester secara vertikal. Hardness tester ditekan sampai menembus bagian bawah sabun, skala kekerasan yang tertera dicatat. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata kekerasan sabun.

c. Kemampuan Membentuk Busa

Pengamatan kemampuan mempertahankan busa dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Sebanyak 25 mL larutan sabun dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL dan dihomogenkan selama 1 menit menggunakan homogenizer dengan kecepatan putar skala 4. Pengukuran tinggi busa menggunakan millimeter block dan dihitung busa awal yang terbentuk. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busanya.

d. Kemampuan Mempertahankan Busa

Pengamatan kemampuan mempertahankan busa dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3

gram dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Sebanyak 25 mL larutan sabun dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL dan dihomogenkan selama 1 menit menggunakan homogenizer dengan kecepatan putar skala 4. Didiamkan selama 20 menit untuk dihitung selisih penurunan busa yang terbentuk menggunakan millimeter block. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busanya.

e. Derajat Keasaman (pH)

Pengamatan pH dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 10 mL aquades. Indikator pH universal dicelupkan ke dalam larutan. pH yang diperoleh diamati dan dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH).

f. Transparansi Sabun

Transparansi sabun dapat diuji dengan membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm.

5. Subjective Assessment

Subjective assessment ini dilakukan dengan membagikan kuesioner untuk melihat penerimaan konsumen terhadap sabun transparan minyak jahe ini. Penentuan jumlah responden ini diperoleh dari pengambilan sampel sebanyak 20% untuk populasi dengan jumlah kecil

(Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte, 1993). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sampel yang digunakan sebanyak 30 responden. Pemilihan 30 responden didukung oleh pernyataan Spiegel and Stephens (2007) yang menyatakan bahwa pengambilan sampel dalam jumlah besar sebanyak ≥ 30 sampel.

F. Analisis Hasil

Hasil yang diperoleh dari masing – masing pengujian sifat fisik berdasarkan tiap minggu dan tiap formula dibandingkan. Data yang diperoleh yaitu dari sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang sudah berada dipasaran. Masing – masing data diuji normalitasnya dengan uji Shapiro-Wilk untuk data yang memiliki nilai p - value > 0,05 maka data tersebut dikatakan terdistribusi normal, sedangkan nilai p - value < 0,05 maka data tersebut dikatakan terdistribusi tidak normal. Data yang terdistribusi normal diuji statistik menggunakan Parametric Test yaitu one-way ANOVA (Analysis of Variance) untuk sifat fisik sabun sukrosa dan sabun glukosa yang dibandingkan dengan sabun yang sudah beredar di pasaran, unpaired t – test (2 – tailed) untuk sifat fisik sabun sabun sukrosa dibandingkan sabun glukosa dan paired t – test (2 – tailed) untuk penyusutan bobot, sedangkan data yang terdistribusi tidak normal diuji statistik menggunakan Non Parametric Test yaitu Kruskal Wallis. Apabila hasil uji ANOVA memiliki nilai p - value > 0,05 dikatakan berbeda tidak bermakna, sedangkan nilai p - value < 0,05 maka dikatakan berbeda bermakna. Apabila hasil ANOVA menunjukkan nilai p value < 0,05 perlu dilakukan uji lanjut Post Hoc

TukeyHSD untuk melihat secara spesifik interaksi masing – masing formula yang diuji statistika. Hasil pengujian paired t – Test yang memiliki p – value > 0,025 maka dikatakan bobot sudah konstan, sedangkan apabila nilai p – value < 0,025 maka dikatakan bobot belum konstan. Penarikan kesimpulan menggunakan taraf kepercayaan 95 %. Data yang diperoleh dari pengujian sifat fisik dianalisis dengan program statistik R i386 3.0.2.

Penerimaan konsumen mengenai produk yang dihasilkan dapat dilihat dari hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden perlu dilakukan validasi terlebih dahulu. Persentase penerimaan responden digambarkan dengan diagram batang.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi

Pemilihan formula sabun transparan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan formula acuan Hambali et al (2006). Pada penelitian ini yang dimodifikasi adalah adanya penambahan BHT sebagai pengawet, minyak jahe sebagai fragrance dan penggunaan gula sukrosa dan glukosa sebagai variasi yang diamati dalam sabun transparan.

Dalam pembuatan sabun batang transparan minyak jahe ini, hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pencampuran bahan, lama pengadukan dan kecepatan mixer. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah dan pencampuran terlalu lama, maka sabun transparan yang dihasilkan akan lebih cepat memadat. Pengadukan harus dilakukan terus menerus agar bahan – bahan dapat tercampur sempurna. Pengadukan yang dilakukan tidak boleh terlalu cepat karena semakin cepat pengadukan, maka busa yang terbentuk saat proses pembuatan semakin banyak dan akan berpengaruh pada penampilan sabun. Apabila masa sabun dalam suhu tinggi langsung dipindahkan pada suhu yang rendah akan menghasilkan sabun opaque dan memiliki tampilan yang kurang baik.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun transparan ini ada beberapa jenis. Asam stearat berfungsi sebagai asam lemak yang akan membentuk konsistensi kepadatan sabun. Asam stearat ini dilelehkan terlebih dahulu pada

suhu 78 oC. Minyak jarak ditambahkan setelah asam stearat meleleh, minyak jarak berfungsi sebagai fase minyak dan pembentukan sabun. Komponen terbanyak dalam minyak jarak adalah asam oleat, dengan adanya asam oleat akan memberikan sensasi lembut pada kulit dengan mencegah terjadinya dehidrasi pada kulit. Penambahan BHT sebagai pengawet dan sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi dari fase minyak yang mungkin tidak bereaksi sempurna dengan NaOH pada proses saponifikasi.

NaOH berperan sebagai basa yang bereaksi dengan fase minyak dan membentuk reaksi saponifikasi, sehingga dihasilkan sabun. Reaksi saponifikasi terbentuk karena terjadinya proses interaksi antara asam lemak atau fase minyak dengan garam alkali dan produk yang dihasilkan dari proses saponifikasi adalah sabun dan gliserol. Penggunaan NaOH yang terlalu pekat dapat mengiritasi kulit. Pencampuran NaOH harus dilakukan hingga homogen sampai terbentuk masa yang sedikit padat. Etanol ditambahkan untuk melarutkan masa sabun yang sedikit padat dan ditunggu hingga campuran menjadi jernih dan masa sabun yang sedikit padat mencair. Etanol digunakan sebagai pelarut karena memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan minyak. Asam sitrat ditambahkan sebagai penstabil pH sabun. Surfaktan yang digunakan dalam pembuatan sabun ini adalah betain, karena betain membentuk busa yang baik dan mengurangi sifat iritasi. Bahan yang ditambahkan selanjutnya adalah gliserin, gliserin digunakan sebagai humektan yang dapat melembabkan kulit.

Gula yang digunakan dalam penelitian ini adalah sukrosa dan glukosa. Gula berperan dalam transparansi sabun transparan. Gula dapat membantu

mengurangi pembentukan kristal berserat, sehingga dapat meningkatkan transparansi sabun. Dalam penggunaan gula yang berbeda akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap sifat fisik sabun yang dihasilkan. Tahap terakhir yang dilakukan adalah penambahan minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai fragrance yang memberikan bau yang segar dan khas.

Masa sabun yang sudah terbentuk, didiamkan dahulu pada suhu 27 oC selama 24 jam, apabila sabun didiamkan terlalu lama akan menghasilkan fiber putih pada sabun sehingga dapat mengurangi tingkat transparansi. Sabun transparan yang sudah mengeras disimpan pada suhu kamar selama dua atau tiga minggu dan lama penyimpanan ini disebut dengan masa aging. Masa aging merupakan waktu yang digunakan untuk menurunkan jumlah kadar air dalam sabun dan digunakan untuk menyempurnakan reaksi kimia dalam sabun (Hambali et al, 2006).

B. Penyusutan Bobot

Pengujian penyusutan bobot bertujuan melihat waktu yang dibutuhkan sabun untuk memiliki bobot yang konstan. Penyusutan bobot secara konstan dapat dijadikan sebagai dasar untuk dilakukan pengujian untuk sifat fisik sabun, hal ini juga didukung oleh masa aging sabun selama tiga minggu. Bobot tetap awal sabun diperoleh setelah sabun didiamkan pada suhu ruangan selama tujuh hari setelah pembuatan. Proses pendiaman ini digunakan untuk menguapkan etanol dan air yang digunakan. Perhitungan penyusutan bobot selama 4 minggu dan dilakukan pengecekan tiap minggu. Penyusutan bobot dilihat dari minggu 1 ke minggu 2, minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke minggu 4.

Penyusutan sabun sukrosa mengalami penyusutan yang paling tinggi pada minggu 1 ke 2 baik untuk formula rendah, formula tengah maupun formula tinggi dengan urutan sebagai berikut : 2,47 %, 1,51 % dan 6,98 %. Penyusutan paling tinggi untuk sabun glukosa sama yaitu pada minggu 1 ke 2 baik pada formula rendah, tengah, maupun tinggi dengan urutan 2,11 %, 2,21 % dan 2,68 %. Penyusutan paling tinggi pada minggu 1 ke 2 ( Lampiran 4), dikarenakan sabun yang baru terbentuk mengandung banyak bahan yang dapat menguap dan penguapan ini akan terjadi pada pendiaman diminggu awal. Hal ini juga yang menyebabkan pada minggu awal belum terjadi penyusutan bobot secara konstan, karena masih ada kemungkinan – kemungkinan bahan yang digunakan dapat menguap.

Tabel V. Nilai p value pada pengujian paired t test sabun minggu 3 ke minggu 4 Jenis Sabun p - value Formula Rendah Formula Tengah Formula Tinggi Sabun sukrosa 0,2254 0,4226 0,4226 Sabun glukosa 0,1835 0,2254 0,1835

Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji paired t – test karena semua data penyusutan bobot terdistribusi normal. Berdasarkan tabel V dapat diketahui bahwa minggu 3 ke 4 sabun sukrosa maupun sabun glukosa pada semua formula sudah memiliki bobot yang konstan, hal ini dikarenakan pada minggu 3 ke minggu 4 memiliki nilai p - value > 0.05. Penentuan minggu 3 ke minggu 4 sesuai dengan Hambali et al (2006) yang menyatakan bahwa sabun yang sudah mengeras disimpan selama dua atau tiga minggu sebagai masa aging.

C. Pengujian pH Sabun Transparan

Pengujian pH sabun dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman sabun yang dihasilkan. Hasil pH sabun diketahui dengan menggunakan pH indikator universal. pH sabun sebaiknya tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah karena dapat meningkatkan daya absorbsi kulit dan akhirnya dapat menyebabkan iritasi pada kulit. pH sabun yang dihasilkan akan ditentukan dari jumlah NaOH yang digunakan.

Tabel VI. Nilai pH sabun pada masing – masing formula pH

Formula

Jenis Rendah Tengah Tinggi

Sabun Sukrosa 8 – 9 8 – 9 8 – 9 Sabun Glukosa 8 – 9 8 – 9 8 – 9 Sabun “ L” 9 – 10 Sabun “ M” 9 – 10

Tabel VI menunjukkan bahwa nilai pH yang dihasilkan pada sabun sukrosa dan sabun glukosa tidak memiliki perbedaan pH untuk masing – masing formula. Nilai pH sabun sukrosa maupun sabun glukosa dengan berbagai konsentrasi memberikan nilai pH yang sama yaitu 8 – 9. Kriteria pH yang ditetapkan berdasarkan pada pH kulit netral yaitu 4,5 – 6 (Dayan dan Wertz, 2011).

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai pH sabun yang dihasilkan tidak masuk dalam kriteria yang telah ditetapkan dan berbeda dengan pH sabun yang sudah beredar di pasaran, namun pH sabun sukrosa dan

sabun glukosa sudah mendekati dengan pH kulit netral, sehingga diyakini tidak mengiritasi kulit.

D. Pengujian Transparansi Sabun

Transparansi sabun berperan penting dalam produk sabun transparan, karena apabila sabun yang dihasilkan tidak transparan akan berpengaruh pada ketertarikan konsumen terhadap sabun. Transparent agent yang digunakan adalah gula sukrosa dan gula glukosa, penggunaan kedua gula ini berpengaruh untuk mengurangi pembentukan kristal berserat pada sabun. Transparansi sabun diuji dengan cara meletakkan sabun di atas tulisan font 14 dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm dan apabila tulisan dapat terbaca, maka dapat dikatakan transparan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik sabun sukrosa maupun sabun glukosa pada semua formula dapat membaca tulisan tersebut, sehingga sabun yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai sabun transparan. Sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada lampiran 13.

Transparansi sabun yang dihasilkan diurutkan berdasarkan tingkat transparansinya, sehingga dapat diketahui sabun sukrosa atau sabun glukosa yang memiliki tingkat transparansi yang lebih tinggi. Berdasarkan pengujian ini dapat diketahui tingkatan transparansi seperti pada tabel VII.

Berdasarkan hasil tingkatan transparansi sabun dapat diketahui bahwa penggunaan gula glukosa memiliki transparansi yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan gula sukrosa untuk perbandingan masing – masing formula. Hal ini diduga karena adanya pengaruh komponen fruktosa pada sukrosa yang

akan mengurangi transparansi sabun, sehingga akan menyebabkan sabun relatif lebih rendah transparansinya dibandingkan glukosa.

Tabel VII. Tingkatan transparansi sabun yang dihasilkan

Jenis Sabun Tingkat transparansi

Glukosa formula tinggi 1

Sukrosa formula tinggi 2

Glukosa formula tengah 3

Sukrosa formula tengah 4

Glukosa formula rendah 5

Sukrosa formula rendah 6

E. Pengujian Sifat Fisik

Pengujian sifat fisik dilakukan dengan melihat perbandingan antara sabun yang dihasilkan dengan sabun yang sudah beredar di pasaran. Sifat fisik juga dapat berpengaruh terhadap penerimaan kepada konsumen, hal ini menjadi penting karena sabun yang dihasilkan pada akhirnya juga akan digunakan oleh konsumen.

Sifat fisik sabun yang dihasilkan akan dibandingkan dengan sabun yang sudah beredar dipasaran. Sabun yang sudah beredar dipasaran dan digunakan oleh masyarakat adalah sabun “L” dan sabun “M”. Komposisi sabun yang sudah beredar di pasaran (lampiran 1 dan lampiran 2) memiliki komposisi yang hampir sama dengan komposisi sabun dalam penelitian ini. Komponen yang digunakan hanya berbeda macam bahannya saja, namun fungsi dari masing – masing bahan tersebut sama dengan komponen sabun yang digunakan dalam penelitian ini.

Dokumen terkait