• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi dan evaluasi sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe dengan variasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Formulasi dan evaluasi sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe dengan variasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent - USD Repository"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN EVALUASI SIFAT FISIK

SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE DENGAN VARIASI SUKROSA DAN GLUKOSA SEBAGAI TRANSPARENT AGENT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Go Yoanita Gunawan

NIM : 108114106

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

FORMULASI DAN EVALUASI SIFAT FISIK

SABUN BATANG TRANSPARAN MINYAK JAHE DENGAN VARIASI SUKROSA DAN GLUKOSA SEBAGAI TRANSPARENT AGENT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Go Yoanita Gunawan

NIM : 108114106

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan penyertaanNya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul “Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jahe dengan Variasi Sukrosa dan Glukosa Sebagai Transparent Agent” dengan baik. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S. Farm.)

Selama menyelesaikan laporan ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun, dengan adanya bantuan dan dukungan dari banyak pihak, maka penulis mampu menyelesaikan laporan akhir ini. Oleh karena itu, dengan keredahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus atas penyertaan, bimbingan dan pertolongan selama penelitian ini berjalan.

2. Kedua orang tua yang telah membimbing, mendidik, menyayangi dan membiayai selama penulis menempuh pendidikan.

3. Bapak Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Christofori Maria Ratna Rini Nastiti, M. Pharm., Apt., selaku pembimbing, atas perhatian, bimbingan, arahan, semangat, dan dukungan yang diberikan selama penyusunan proposal, penelitian, dan penyusunan laporan akhir.

5. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan menguji.

6. Ibu Melania Perwitasari, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan menguji.

7. Pak Musrifin, Pak Agung, Pak Parlan dan laboran-laboran lain atas bantuan yang diberikan selama penelitian dan menempuh perkuliahan. 8. Maria, Stephanie dan Niken sebagai tim atas kerja sama, semangat,

(8)

9. Keluarga besar yang telah memberikan dukungan, semangat, motivasi kepada penulis hingga penyusunan laporan ini selesai.

10.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari adanya kekurangan selama penyusunan laporan akhir ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

Penulis menyadari ada kekurangan selama penyusunan laporan akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan akhir ini bermanfaat bagi pembaca.

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... .i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN SKRIPSI JUDUL... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v

PRAKATA ... vi

E. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

A. Minyak Jahe ... 6

(10)

C. Sabun Transparan ... 10

D. Formula Sabun ... 11

1. Minyak jarak ... 11

2. Natrium Hidroksida (NaOH) ... 12

3. Asam stearat ... 12

2. Kemampuan Membentuk Busa dan Mempertahankan Busa ... 17

3. Derajat Keasaman (pH) ... 17

4. Transparansi Sabun ... 18

H. Landasan Teori ... 18

I. Hipotesis ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 20

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 20

(11)

C. Bahan penelitian ... 22

D. Alat penelitian ... 22

E. Tata Cara Penelitian ... 23

1. Identifikasi Minyak Jahe dan Minyak Jarak ... 23

2. Formula Sabun Batang Transparan Minyak Jahe ... 23

3. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe ... 25

4. Sifat Fisik Sabun ... 25

a. Penyusutan Bobot Sabun ... 25

b. Kekerasan Sabun ... 26

c. Kemampuan Membentuk Busa ... 26

d. Kemampuan Mempertahankan Busa ... 26

e. Derajat Keasaman (pH) ... 27

f. Transparansi Sabun ... 27

5. Subjective Assessment ... 27

F. Analisis Hasil ... 28

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Formulasi ... 30

B. Penyusutan Bobot ... 32

C. Pengujian pH Sabun Transparan ... 34

D. Pengujian Transparansi Sabun... 35

E. Pengujian Sifat Fisik ... 36

1. Kekerasan Sabun ... 37

(12)

3. Kemampuan Mempertahankan Busa ... 41

F. Subjective Assessment ... 43

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 50

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Komposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak jarak .... .12

Tabel II. Formula yang dipilih sebagai acuan sabun transparan ... 23

Tabel III. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula sukrosa ... 24

Tabel IV. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula glukosa ... 24

Tabel V. Nilai p – value pada pengujian paired t – test sabun minggu 3 ke minggu 4 ... 33

Tabel VI. Nilai pH sabun pada masing – masing formula ... 34

Tabel VII. Tingkatan transparansi sabun yang dihasilkan. ... 36

Tabel VIII. Hasil pengujian kekerasan sabun minggu 4 (X ± SD)... 38

Tabel IX. Hasil uji Post Hoc TukeyHSD kekerasan sabun minggu 4 dan sabun yang beredar di pasaran ... 39

Tabel X. Hasil pengujian kemampuan membentuk busa minggu 4 (X ± SD) ... 39

Tabel XI. Hasil uji ANOVA dan Post Hoc TukeyHSD kemampuan membentuk busa sabun minggu 4 dan sabun yang beredar di pasaran ... 40

Tabel XII. Hasil pengujian persentase penurunan busa minggu 4 (X ± SD) ... 41

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun ... 8

Gambar 2. Mekanisme asam lemak sabun ... 8

Gambar 3. Struktur glukosa ... 15

Gambar 4. Struktur sukrosa ... 16

Gambar 5. Diagram hasil penerimaan responden terhadap kesukaan sabun yang diberikan ... 44

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi sabun “L” sebagai pembanding ... 51

Lampiran 2. Komposisi sabun “M” sebagai pembanding ... 52

Lampiran 3. Certificate of Analysis ... 53

Lampiran 4. Hasil penyusutan bobot ... 55

Lampiran 5. Hasil pengujian kekerasan, kemampuan membentuk busa dan persentase penurunan busa ... 57

Lampiran 6. Hasil uji Normalitas ... 61

Lampiran 7. Hasil uji Paired t – Test ... 69

Lampiran 8. Hasil uji Unpaired t – Test ... 72

Lampiran 9. Hasil uji Levene Test ... 75

Lampiran 10. Hasil uji ANOVA ... 77

Lampiran 11. Hasil uji lanjut Post Hoc TukeyHSD ... 79

Lampiran 12. Kuesioner Subjective Assessment ... 81

(16)

INTISARI

Minyak jahe digunakan untuk bahan baku industri farmasi baik sebagai kosmetik yang berfungsi sebagai aromaterapi. Telah dilakukan penelitian tentang sabun transparan minyak jahe dengan variasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sifat fisik sabun transparan minyak jahe dengan penggunaan sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent dan untuk mengetahui apakah dapat dihasilkan sabun transparan minyak jahe yang baik dengan variasi dua bahan tersebut.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pola acak searah menggunakan 3 formula yaitu formula rendah, formula tengah dan formula tinggi. Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini meliputi transparansi sabun, kekerasan, kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa. Data dianalisis menggunakan program R i386 3.0.2 dengan uji ANOVA dan uji T berpasangan. Analisis statistik dilakukan dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil analisis data menunjukkan bahwa pengunaan variasi sukrosa dan glukosa tidak memberikan perbedaan terhadap pH, kekerasan dan kemampuan mempertahankan busa, namun memberikan perbedaan terhadap transparansi dan kemampuan membentuk busa. Sabun yang dihasilkan memiliki kualitas yang sama dengan sabun merek dagang yang sudah beredar di pasaran. Sabun yang dihasilkan diterima oleh konsumen berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada responden.

(17)

ABSTRACT

Ginger oil was used for raw material in cosmetic pharmaceutical industry as aromatherapy. The study about ginger oil transparent soap bar with variation of sucrose and glucose as transparent agent had been done. The purpose of this study were to observe the differences of ginger oil transparent soap bar physical properties used of sucrose and glucose as a transparent agent and to investigate whether the variation of both subtances could be made well ginger oil transparent soap bar.

This experiment studied used of three formulas are low, middle and high levels. The physical properties observed in this study were soaps transparency, hardness, lathering and ability to retain the foam. Data were analyzed used the R i386 3.0.2 program with ANOVA test and paired T - test. Statistical analysis performed at 95% confidence interval.

The result showed that variation of sucrose and glucose did not differed to pH, hardness and retain the foam formed, but resulted in differences in the ability of lathering and transparency. The result transparent soap showed similar quality compared to the brand name transparent soap which had already been in the market. The soap was well accepted by the customers based on the results of a questionnaire distributed to respondents.

(18)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Kulit merupakan bagian penting dari tubuh yang digunakan untuk melindungi tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan dari luar seperti infeksi, sinar matahari dan bahan kimia. Kesehatan kulit harus dijaga sebagai cermin dari kesehatan tubuh dan penampilan seseorang (Wasitaatmadja, 1997).

Sabun merupakan salah satu produk kecantikan yang digunakan sebagai pembersih. Penggunaan sabun biasanya untuk mengangkat kotoran yang menempel pada kulit, baik berupa kotoran keringat, lemak ataupun debu, mengangkat sel-sel kulit mati dan sisa-sisa kosmetik. Sabun penting karena berhubungan langsung dengan kulit tubuh, sehingga sangat mempengaruhi kesehatan kulit. Kotoran yang menempel di kulit harus dibersihkan supaya kulit tetap sehat dan dapat bekerja dengan baik.

Sabun transparan merupakan salah satu produk inovasi sabun yang menarik. Sabun transparan memiliki tampilan yang mewah dan berkelas, terlihat lebih berkilau dan dapat menghasilkan busa yang lebih lembut. Pembuatan sabun batang transparan ini diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah estetika dan nilai ekonomis (Hambali, Suryani, Rivai, 2005).

(19)

rasa dan digunakan sebagai jamu. Selain kegunaan tersebut, jahe juga dapat digunakan sebagai fragrance dalam suatu produk, hal ini didukung dengan aroma jahe yang khas, membuat rileks dan banyak disenangi oleh masyarakat.

Penggunaan transparent agent dengan komposisi dan jenis yang baik akan mempengaruhi dalam segi estetika sabun batang transparan yang dihasilkan. Transparent agent yang dapat digunakan dalam sabun transparan misalnya sukrosa dan glukosa. Gula akan meningkatkan transparansi dari sabun yang dihasilkan karena menghasilkan larutan yang jernih dan saat sabun memadat akan mengkristal, sehingga sabun yang dihasilkan dapat memiliki transparansi yang kuat dan gula dapat menghindari serat kristal sabun besar yang akan menghambat transmisi cahaya. Glukosa merupakan monosakarida yang memiliki 6 atom C, sedangkan sukrosa merupakan penggabungan glukosa dan fruktosa. Struktur yang berbeda dari glukosa dan sukrosa dapat memberikan pengaruh pada sifat fisik sabun transparan.

B. Permasalahan

1. Apakah dapat dihasilkan sabun batang transparan minyak jahe yang memiliki sifat fisik yang baik dengan variasi sukrosa dan glukosa dibandingkan sabun yang sudah beredar dipasaran?

(20)

C. Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Retmana (2009) adalah formulasi dan membandingkan sifat fisik sabun transparan berbahan dasar VCO dengan minyak kayu putih, sereh, dan cengkeh sebagai fragrance oil. Hasil yang didapat adalah perbedaan minyak atsiri yang digunakan memberikan sifat kemampuan membentuk busa yang berbeda, tetapi tidak memberikan kekerasan yang berbeda. Penelitian mengenai optimasi formula sabun transparan dengan humectant gliserin dan surfaktan cocoamidopropyl betaine pernah dilakukan oleh

Budianto (2010). Hasilnya adalah penggunaan gliserin dan betaine lebih dominan dalam menentukan respon kekerasan dan kemampuan membentuk busa sabun.

Kajian pengaruh konsentrasi sukrosa dan asam sitrat terhadap mutu sabun transparan pernah diteliti oleh Purnamawati (2006). Konsentrasi sukrosa yang digunakan adalah 8, 11 dan 13%, sedangkan konsentrasi asam sitrat adalah 1,3,5%. Hasilnya adalah konsentrasi sukrosa 13% dan asam sitrat 5% merupakan konsentrasi terbaik untuk membuat sabun transparan.

Penelitian tentang sifat fisik sabun transparan dengan penambahan madu pada konsentrasi yang berbeda telah diteliti oleh Jannah (2009). Penambahan madu sampai konsentrasi 7,5% menghasilkan sabun transparan yang lebih lunak, meningkatkan stabilitas emulsi dan stabilitas busa, sedangkan penambahan madu sebesar 7,5% dapat menghasilkan sabun mandi madu transparan yang lebih baik dibanding penambahan madu dengan konsentrasi yang lebih rendah.

(21)

konsentrasi gliserin dan sukrosa untuk mengetahui mutu sabun yang dihasilkan. Konsentrasi gliserin dan sukrosa yang digunakan adalah (10, 30 dan 80%). Berdasarkan hasil yang diperoleh, campuran konsentrasi gliserin 10% dan sukrosa 30% memiliki nilai pH yang masuk dalam rentang pembanding, sedangkan gliserin dan sukrosa (80%) memiliki nilai pH dan respon kekerasan yang masuk dalam rentang pembanding.

Namun, sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jahe dengan Variasi Sukrosa dan Glukosa sebagai Transparent Agent belum pernah dilakukan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis : Menambah pengetahuan tentang aplikasi formula sabun batang transparan dan dapat diketahui apakah dengan menggunakan variasi konsentrasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent mempengaruhi sifat fisik sabun batang transparan minyak jahe.

(22)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui sabun batang transparan minyak jahe yang dihasilkan dengan variasi sukrosa dan glukosa dibandingkan sabun yang sudah beredar dipasaran.

(23)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA A. Minyak Jahe

Minyak atsiri adalah hasil sisa proses metabolisme dari tanaman, minyak atsiri memiliki bau wangi yang khas sesuai dengan tanaman penghasilnya. Minyak atsiri sering dimanfaatkan sebagai bahan – bahan dalam industri makanan dan minuman, industri kosmetik dan digunakan juga sebagai obat – obatan (Gunther, 1990).

Minyak atsiri jahe berupa cairan berwarna kuning kecoklatan, mudah menguap, berat jenis lebih kecil dari berat jenis air, berbau khas tanaman jahe, larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri jahe biasanya digunakan dalam bahan baku minuman, bahan baku industri farmasi baik sebagai kosmetik yang berfungsi sebagai aromaterapi, parfum dan digunakan sebagai bahan baku industri makanan sebagai penyedap (flavouring agent) ( Hernani dan Marwati, T., 2006).

B. Sabun

(24)

membersihkan kotoran, gugus hidrofobik sabun akan menempel pada kotoran sedangkan untuk gugus hidrofilik menempel pada air (Barrel, Paye, dan Maibach, 2001).

Sabun merupakan pembersih yang dihasilkan dari reaksi kimia antara NaOH atau KOH dengan asam lemak yang berasal dari minyak nabati atau lemak hewani. Hasil sabun yang berasal dari NaOH dikenal dengan sabun keras (hard soap), sedangkan sabun yang berasal dari KOH dikenal dengan sabun lunak (soft

soap). Sabun juga dapat didefinisikan sebagai bahan yang digunakan untuk

mencuci dan mengemulsi yang terdiri dari dua komponen utama yakni asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 yang bereaksi dengan natrium atau kalium

(Kirk, Othmer, Scott dan Standen, 1954; BSNI, 1994).

(25)

Reaksi saponifikasi sabun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun (Barrel et al., 2001) Reaksi asam lemak sabun dapat dilihat pada Gambar 2.

(26)

dalam bentuk suspensi sehingga kotoran dapat hilang saat pembilasan (Ghaim and Volz, 2001).

Minyak, lemak dan keringat merupakan jenis kotoran yang sering menempel pada kulit. Ketiga jenis kotoran ini tidak dapat larut dalam air karena memiliki sifat non polar, sehingga dibutuhkan sabun untuk membersihkan kotoran dari kulit. Sabun memiliki gugus non polar (-R) yang akan mengikat kotoran, sedangkan gugus –COONa akan mengikat air karena memiliki gugus polar. Saat penggunaan sabun, kotoran tidak dapat lepas karena kotoran terikat pada sabun dan sabun terikat pada air dan kotoran akan hilang saat sabun dibilas dengan air (Winarno, 2004).

Bentuk sabun dibedakan menjadi tiga macam yaitu sabun padat (batang), sabun cair dan sabun gel. Sabun padat (batang) dibedakan menjadi tiga yakni sabun translucent, sabun opaque dan sabun transparan. Sabun translucent adalah sabun yang memiliki penampilan agak transparan, sabun opaque memiliki tampilan yang tidak transparan, sedangkan untuk sabun transparan sering juga disebut sabun gliserin yang memiliki penampilan lebih menarik karena tampilannya transparan Sabun opaque adalah jenis sabun mandi biasa yang berbentuk batang dan tidak transparan, sedangkan sabun transparan merupakan sabun yang mempunyai tampilan lebih menarik karena transparansinya dan menghasilkan busa lebih lembut di kulit (Burke, 2005; Hambali, Suryani, Dadang, Hariyadi, Hanafie, Reksowardojo et al, 2006).

(27)

saat tidak digunakan, sementara pada saat yang sama juga dapat menghasilkan busa dalam jumlah yang sesuai untuk mendukung daya bersih (Hill dan Moaddel, 2004).

C. Sabun Transparan

Sabun transparan dapat didefinisikan sebagai sabun yang memiliki transparansi yang paling tinggi. Sabun transparan dapat meneruskan cahaya, sehingga akan membuat obyek yang berada diluar sabun dapat terlihat jelas. Komponen yang dapat memberikan tampilan transparan antara lain menggunakan baku lemak (beef tallow), minyak kelapa, minyak zaitun atau minyak jarak (Mitsui, 1997).

Sabun batang dikatakan sebagai sabun transparan apabila dapat digunakan untuk membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm (Jongko, 2014; Tokosh dan Baig, 1995). Hal yang membuat sabun menjadi tampil transparan karena cahaya yang melewati sabun diteruskan dan tidak dihamburkan dengan menyesuaikan indeks refraktif atau dengan cara memperkecil ukuran partikel dari fase dispers, sedangkan sabun opaque cahaya yang melewati akan dihamburkan oleh bahan – bahan yang berada di dalamnya (Hill dan Moaddel, 2004).

(28)

solid, maka hasil sabun transparan yang dihasilkan tidak memberikan hasil yang

sesuai dengan yang diharapkan (Hill dan Moaddel, 2004).

Menurut Mabrouk (2005) dalam pembuatan sabun transparan biasanya menggunakan satu atau lebih komponen yang mengurangi pembentukan kristal berserat. Komponen yang digunakan untuk mengurangi pembentukan kristal berserat biasanya minyak jarak, etanol, gliserin dan gula.

D. Formula Sabun 1. Minyak jarak

(29)

Tabel I. Komposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak jarak (Gubitz, Mittelbach dan Trabi M, 1999)

Asam lemak Komposisi (% berat) Asam miristat 0 – 0,1

2. Natrium Hidroksida (NaOH)

NaOH adalah salah satu jenis basa kuat. NaOH berbentuk butiran padat berwarna putih, bersifat higroskopis, masa hablur kering, sangat alkalis, mudah larut dalam air dan etanol (95%). Ion- ion yang berasal dari NaOH akan bereaksi dengan asam lemak, sehingga dapat membentuk sabun. NaOH sering digunakan untuk membuat sabun batang dan sabun batang merupakan sabun yang paling sering diproduksi oleh industri (Depkes RI, 1995; Sharivastava, 1982; Rowe et al, 2009).

3. Asam stearat

Asam stearat merupakan asam lemak dengan rantai hidrokarbon yang panjang, mengandung gugus karboksil pada salah satu ujung dan memiliki gugus metil di ujung lainnya, memiliki 18 atom karbon dan asam stearat merupakan asam lemak jenuh karena tidak mempunyai ikatan rangkap di antara atom karbon. Asam lemak yang bagus digunakan dalam pembuatan sabun yaitu asam lemak yang memiliki rantai karbon 12 – 18 (C12 – C18 ),

(30)

akan menimbulkan iritasi pada kulit, tetapi apabila rantai karbon lebih dari 20 maka akan memiliki kelarutan yang sangat rendah. Asam stearat memberikan konsistensi dan kekerasan pada sabun. Titik leleh asam stearat adalah 69,6 oC dan titik didih 240 oC. Titik didih dan titik leleh relatif lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak jenuh yang memiliki atom karbon lebih sedikit dan relatif lebih rendah dibanding asam lemak jenuh dengan rantai karbon lebih banyak. (Depkes RI, 1995; Corredoira dan Pandolfi, 1996; Hambali et al, 2005; Mitsui, 1997; Rowe et al, 2009).

4. Asam sitrat

Asam sitrat dapat digunakan untuk mengendalikan pH karena memiliki tiga gugus karboksil (COOH) dan masing – masing gugus akan melepaskan ion protonnya sehingga ion sitrat sangat baik jika digunakan sebagai pengendali pH (Hambali et al., 2005; Rowe et al, 2009).

5. Gliserin

(31)

6. Etanol

Etanol merupakan cairan jernih, mudah menguap, tidak berwarna, berbau khas, mudah bercampur dengan air, eter, kloroform, digunakan sebagai pelarut dan pembentuk transparan dalam pembuatan sabun transparan. Penggabungan etanol dengan asam lemak akan menghasilkan sabun dengan kelarutan yang tinggi (Depkes RI, 1995; Hambali et al., 2005; Shrivastava, 1982).

7. BHT

BHT (Butil Hidroksi Toluen) berupa serbuk berwarna putih atau putih kekuningan, memiliki bau aromatik, larut dalam etanol (95%), propilen glikol, larut alkali hidroksida. BHT sering digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan dan obat – obatan, terutama untuk mencegah ketengikan oksidatif pada produk yang mengandung minyak dan lemak (Rowe et al, 2009).

8. Betain

(32)

menyebabkan iritasi pada kulit (Barrel et al., 2001; Rieger dan Rhein, 1997; Rowe et al, 2009).

9. Aquades

Menurut Winarno (2004), molekul air terdiri dari atom oksigen yang berikatan kovalen dengan dua atom hidrogen. Semua atom dalam molekul air terjalin menjadi satu oleh ikatan yang kuat yang hanya dapat dipecahkan oleh perantara misalnya energi listrik atau zat kimia, contohnya logam kalium sehingga air merupakan pelarut yang bersifat polar dan tidak dapat bercampur dengan fraksi lemak.

E. Glukosa

Glukosa merupakan monosakarida yang banyak ditemukan di alam sebagai produk dari fotosintesis. Glukosa memiliki rumus kimia C6H12O6 dengan

berat molekul 180,18. Berbentuk hablur tidak berwarna, tidak berbau, berasa manis, mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam etanol mendidih dan sukar larut dalam etanol. Glukosa dapat juga diperoleh melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida baik dengan menggunakan asam maupun dengan menggunakan enzim. Glukosa mengandung gugus aldehid dan tersusun atas 6 karbon. Dalam pembuatan sabun transparan, glukosa sering digunakan sebagai transparent agent yang membuat sabun lebih tampak menarik. (Mitsui, 1997; Depkes RI,1995).

(33)

F. Sukrosa

Sukrosa merupakan gula yang didapat dari Saccharum Officinalum L. (graminae), Beta vulgaris L. (Chenopodiacea). Sukrosa merupakan gula disakarida yang memiliki rumus kimia C12H22O11 dengan berat molekul 342,3 dan

banyak ditemukan dalam bentuk bebas dalam tanaman. Bentuk sukrosa yaitu hablur, berwarna putih, tidak berbau, rasa manis, sangat mudah larut dalam air, terutama pada air mendidih, sukar larut dalam etanol (95%), praktis tidak larut dalam kloroform, eter. Dengan adanya pemanasan akan menyebabkan sukrosa terurai menjadi fruktosa dan glukosa. Biasanya sukrosa digunakan sebagai pembentuk transparansi sabun, pengemulsi, pembusaan dan pelarutan yang baik (Depkes RI, 1995; Rowe et al, 2009; Hambali et al, 2005).

Sukrosa memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi karena sukrosa tidak hanya digunakan dalam bahan makanan untuk rasa manisnya, tetapi dapat digunakan juga sebagai bahan baku untuk produksi bahan kimia lain. Gula sukrosa ini tidak bersifat toksik dan tidak menimbulkan iritasi pada kulit. Karakteristik sabun transparan hampir sama dengan sabun konvensional yang membedakan hanya tingkat transparansinya. Dalam pembuatan sabun transparan, penggunaan sukrosa sebagai pembentuk transparansi dengan mengurangi pembentukan kristal berserat pada sabun (Hambali et al., 2005; Mitsui, 1997).

(34)

G. Sifat Fisik

Sifat fisik sabun berperan penting untuk menjamin sabun yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Beberapa sifat fisik yang akan diamati pada penelitian ini adalah kekerasan, kemampuan membentuk busa, kemampuan mempertahankan busa, pH sabun dan transparansi sabun.

1. Kekerasan Sabun

Kekerasan sabun adalah parameter ketahanan sabun terhadap tekanan fisik. Apabila sabun yang dihasilkan memiliki kekerasan yang kurang baik atau terlalu lunak, akan lebih susah melihat berapa kekerasannya karena tidak terjadi kerusakan yang berarti. Kekerasan sabun dapat dilihat dengan menggunakan hardness tester (Barrel et al, 2001). 2. Kemampuan Membentuk Busa dan Mempertahankan Busa

Busa merupakan aspek yang berpengaruh bagi konsumen dalam memilih sabun. Sabun yang banyak disukai biasanya sabun yang mampu menghasilkan busa yang banyak dan bertahan lama pada saat digunakan (Spitz, 1996).

3. Derajat Keasaman (pH)

(35)

4. Transparansi Sabun

Sabun dapat dikatakan transparan apabila sabun dapat digunakan untuk membaca tulisan dengan font tipe 14 dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm. Sabun transparan dibuat dengan melarutkan base soap dalam etanol (20%-50%), gliserin (5%-25%) dan sirup (10%

25%) (Jongko, 2014).

H. Landasan Teori

(36)

I. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini:

Hi1 : Formulasi sabun transparan dengan variasi sukrosa dan glukosa dalam

penelitian ini menghasilkan sabun transparan yang baik.

Hi2 : Variasi sukrosa dan glukosa memberikan perbedaan terhadap sifat fisik

(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Formulasi dan Evaluasi Sifat Fisik Sabun Batang Transparan Minyak Jahe dengan Variasi Sukrosa dan Glukosa sebagai Transparent Agent ini merupakan jenis penelitian eksperimental pola acak lengkap searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi jumlah sukrosa dan glukosa.

b. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sabun transparan yang meliputi kekerasan, kemampuan membentuk busa, kemampuan mempertahankan busa, pH sabun dan transparansi sabun. c. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah suhu

waterbath, kecepatan putar mixer, lama pendiaman, lama pengadukan,

komposisi sabun batang transparan selain sukrosa dan glukosa.

d. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah perubahan suhu dan perubahan kelembaban selama masa aging sabun. 2. Definisi Operasional

(38)

b. Sabun adalah sabun batang transparan minyak jahe dengan variasi sukrosa dan glukosa sesuai dengan formula seperti yang dirancang dalam penelitian ini.

c. Sabun sukrosa adalah sabun yang dibuat dengan penggunaan gula sukrosa sesuai dengan formula yang dirancang.

d. Sabun glukosa adalah sabun yang dibuat dengan penggunaan gula glukosa sesuai dengan formula yang dirancang.

e. Sabun “L” adalah sabun yang sudah beredar di pasaran yang tidak menggunakan bahan alam dan digunakan sebagai sabun pembanding dalam penelitian ini.

f. Sabun “ M” adalah adalah sabun yang sudah beredar di pasaran yang menggunakan bahan alam dan digunakan sebagai sabun pembanding dalam penelitian ini.

g. Kekerasan sabun menunjukkan ketahanan sabun terhadap tekanan mekanik secara vertikal dengan pengujian menggunakan Hardness tester dan dinyatakan dalam satuan Kg.

h. Kemampuan membentuk busa adalah kemampuan sabun untuk menghasilkan busa pada saat awal penggunaan, larutan sabun dihomogenkan menggunakan homogenizer selama 1 menit dan dinyatakan dalam satuan mm.

(39)

mempertahankan busa dilihat dengan menghitung selisih ketinggian busa yang terbentuk setelah 20 menit dan dinyatakan dalam satuan mm.

j. Sifat fisik sabun adalah parameter untuk evaluasi sabun transparan yang meliputi kekerasan, kemampuan membentuk busa, kemampuan mempertahankan busa, pH sabun dan transparansi sabun.

k. Subjective assessment adalah gambaran penerimaan konsumen terkait sabun yang dihasilkan.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah minyak jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor, minyak jarak yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika Yogyakarta, asam stearat (kualitas farmasetis, Bratachem), asam sitrat (kualitas farmasetis), NaOH, etanol (teknis), gliserin (kualitas farmasetis, Bratachem), betain (kualitas farmasetis, Bratachem), sukrosa, glukosa (Bratachem), BHT, aquades.

D. Alat Penelitian

(40)

E. Tata Cara Penelitian 1. Identifikasi Minyak Jahe dan Minyak Jarak

Minyak Jahe yang diperoleh dari PT. Phytochemindo Reksa Bogor dan Minyak jarak yang diperoleh dari PT. Brataco Chemika Yogyakarta telah diuji identitasnya, dibuktikan dengan Certificate of Analysis. 2. Formula Sabun Batang Transparan Minyak Jahe

Pembuatan sabun batang transparan menggunakan formula acuan yang digunakan sebagai landasan untuk menentukan formula yang akan digunakan dalam penelitian ini. Modifikasi formula yang digunakan yaitu penambahan BHT, minyak jahe dan penggunaan sukrosa dan glukosa sebagai variasi gula.

Pada penelitian ini menggunakan 2 formula yaitu dengan penggunaan gula sukrosa dan gula glukosa, namun komposisi formula rendah, tengah dan tinggi pada gula sukrosa dan gula glukosa sama.

Tabel II. Formula yang dipilih sebagai acuan sabun transparan menurut Hambali et al (2006)

(41)

Tabel III. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula sukrosa Bahan

Komposisi (gram)

Formula Rendah Formula Tengah Formula Tinggi

Asam stearat 8,4 8,4 8,4

Tabel IV. Modifikasi formula untuk 100 gram dengan gula glukosa Bahan

Komposisi (gram)

Formula Rendah Formula Tengah Formula Tinggi

(42)

3. Pembuatan Sabun Batang Transparan Minyak Jahe

Asam stearat dilelehkan pada suhu 70 – 80 oC. Minyak jarak dicampur pada cairan asam stearat sampai homogen dan ditambahkan BHT. Pada suhu yang sama ditambahkan NaOH untuk proses penyabunan. Setelah itu ditambahkan dengan etanol 96%, asam sitrat, betain, gliserin serta larutan gula pada suhu yang sama. Campuran dihomogenkan selama 1 menit menggunakan mixer dengan kecepatan putar skala 1. Campuran didinginkan pada suhu ± 40 oC dan ditambah minyak jahe. Setelah ditambahkan minyak jahe, maka dihomogenkan kembali selama 1 menit menggunakan mixer dengan kecepatan putar skala 1. Sabun dimasukkan dalam cetakan dan disimpan pada suhu kamar selama ± 24 jam, setelah itu dipindahkan ke dalam freezer pada suhu – 20 oC selama ± 48 jam. Penyimpanan akhir setelah dimasukkan ke dalam freezer yaitu pada suhu kamar selama 1 - 4 minggu.

4. Sifat Fisik Sabun

a. Penyusutan Bobot Sabun

(43)

menunjukkan penyusutan bobot minggu 1 ke minggu 2. Pengujian penyusutan bobot minggu 2 ke minggu 3 dan minggu 3 ke minggu 4 sama dengan cara pengujian minggu 1 ke minggu 2.

b. Kekerasan Sabun

Pengamatan kekerasan dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm, kemudian diletakkan pada hardness tester secara vertikal. Hardness tester ditekan sampai menembus bagian bawah sabun, skala kekerasan yang tertera dicatat. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata kekerasan sabun.

c. Kemampuan Membentuk Busa

Pengamatan kemampuan mempertahankan busa dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 3 gram dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Sebanyak 25 mL larutan sabun dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL dan dihomogenkan selama 1 menit menggunakan homogenizer dengan kecepatan putar skala 4. Pengukuran tinggi busa menggunakan millimeter block dan dihitung busa awal yang terbentuk. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busanya.

d. Kemampuan Mempertahankan Busa

(44)

gram dan dilarutkan dalam 30 mL aquadest. Sebanyak 25 mL larutan sabun dimasukkan ke dalam beaker glass 50 mL dan dihomogenkan selama 1 menit menggunakan homogenizer dengan kecepatan putar skala 4. Didiamkan selama 20 menit untuk dihitung selisih penurunan busa yang terbentuk menggunakan millimeter block. Dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata ketinggian busanya.

e. Derajat Keasaman (pH)

Pengamatan pH dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Sabun ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dalam 10 mL aquades. Indikator pH universal dicelupkan ke dalam larutan. pH yang diperoleh diamati dan dilakukan pengukuran pada ketiga replikasi, semua hasilnya dicatat dan ditentukan rata-rata derajat keasamannya (pH).

f. Transparansi Sabun

Transparansi sabun dapat diuji dengan membaca tulisan dengan font tipe 14 melalui sabun dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm.

5. Subjective Assessment

(45)

(Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte, 1993). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2012 Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan sampel yang digunakan sebanyak 30 responden. Pemilihan 30 responden didukung oleh pernyataan Spiegel and Stephens (2007) yang menyatakan bahwa pengambilan sampel dalam jumlah besar sebanyak ≥ 30 sampel.

F. Analisis Hasil

(46)

TukeyHSD untuk melihat secara spesifik interaksi masing – masing formula yang diuji statistika. Hasil pengujian paired t – Test yang memiliki p – value > 0,025 maka dikatakan bobot sudah konstan, sedangkan apabila nilai p – value < 0,025 maka dikatakan bobot belum konstan. Penarikan kesimpulan menggunakan taraf kepercayaan 95 %. Data yang diperoleh dari pengujian sifat fisik dianalisis dengan program statistik R i386 3.0.2.

(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi

Pemilihan formula sabun transparan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan formula acuan Hambali et al (2006). Pada penelitian ini yang dimodifikasi adalah adanya penambahan BHT sebagai pengawet, minyak jahe sebagai fragrance dan penggunaan gula sukrosa dan glukosa sebagai variasi yang diamati dalam sabun transparan.

Dalam pembuatan sabun batang transparan minyak jahe ini, hal yang perlu diperhatikan adalah suhu pencampuran bahan, lama pengadukan dan kecepatan mixer. Apabila suhu yang digunakan terlalu rendah dan pencampuran terlalu lama, maka sabun transparan yang dihasilkan akan lebih cepat memadat. Pengadukan harus dilakukan terus menerus agar bahan – bahan dapat tercampur sempurna. Pengadukan yang dilakukan tidak boleh terlalu cepat karena semakin cepat pengadukan, maka busa yang terbentuk saat proses pembuatan semakin banyak dan akan berpengaruh pada penampilan sabun. Apabila masa sabun dalam suhu tinggi langsung dipindahkan pada suhu yang rendah akan menghasilkan sabun opaque dan memiliki tampilan yang kurang baik.

(48)

suhu 78 oC. Minyak jarak ditambahkan setelah asam stearat meleleh, minyak jarak berfungsi sebagai fase minyak dan pembentukan sabun. Komponen terbanyak dalam minyak jarak adalah asam oleat, dengan adanya asam oleat akan memberikan sensasi lembut pada kulit dengan mencegah terjadinya dehidrasi pada kulit. Penambahan BHT sebagai pengawet dan sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi dari fase minyak yang mungkin tidak bereaksi sempurna dengan NaOH pada proses saponifikasi.

NaOH berperan sebagai basa yang bereaksi dengan fase minyak dan membentuk reaksi saponifikasi, sehingga dihasilkan sabun. Reaksi saponifikasi terbentuk karena terjadinya proses interaksi antara asam lemak atau fase minyak dengan garam alkali dan produk yang dihasilkan dari proses saponifikasi adalah sabun dan gliserol. Penggunaan NaOH yang terlalu pekat dapat mengiritasi kulit. Pencampuran NaOH harus dilakukan hingga homogen sampai terbentuk masa yang sedikit padat. Etanol ditambahkan untuk melarutkan masa sabun yang sedikit padat dan ditunggu hingga campuran menjadi jernih dan masa sabun yang sedikit padat mencair. Etanol digunakan sebagai pelarut karena memiliki sifat yang mudah larut dalam air dan minyak. Asam sitrat ditambahkan sebagai penstabil pH sabun. Surfaktan yang digunakan dalam pembuatan sabun ini adalah betain, karena betain membentuk busa yang baik dan mengurangi sifat iritasi. Bahan yang ditambahkan selanjutnya adalah gliserin, gliserin digunakan sebagai humektan yang dapat melembabkan kulit.

(49)

mengurangi pembentukan kristal berserat, sehingga dapat meningkatkan transparansi sabun. Dalam penggunaan gula yang berbeda akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap sifat fisik sabun yang dihasilkan. Tahap terakhir yang dilakukan adalah penambahan minyak jahe. Minyak jahe digunakan sebagai fragrance yang memberikan bau yang segar dan khas.

Masa sabun yang sudah terbentuk, didiamkan dahulu pada suhu 27 oC selama 24 jam, apabila sabun didiamkan terlalu lama akan menghasilkan fiber putih pada sabun sehingga dapat mengurangi tingkat transparansi. Sabun transparan yang sudah mengeras disimpan pada suhu kamar selama dua atau tiga minggu dan lama penyimpanan ini disebut dengan masa aging. Masa aging merupakan waktu yang digunakan untuk menurunkan jumlah kadar air dalam sabun dan digunakan untuk menyempurnakan reaksi kimia dalam sabun (Hambali et al, 2006).

B. Penyusutan Bobot

(50)

Penyusutan sabun sukrosa mengalami penyusutan yang paling tinggi pada minggu 1 ke 2 baik untuk formula rendah, formula tengah maupun formula tinggi dengan urutan sebagai berikut : 2,47 %, 1,51 % dan 6,98 %. Penyusutan paling menyebabkan pada minggu awal belum terjadi penyusutan bobot secara konstan, karena masih ada kemungkinan – kemungkinan bahan yang digunakan dapat

Sabun sukrosa 0,2254 0,4226 0,4226

Sabun glukosa 0,1835 0,2254 0,1835

(51)

C. Pengujian pH Sabun Transparan

Pengujian pH sabun dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman sabun yang dihasilkan. Hasil pH sabun diketahui dengan menggunakan pH indikator universal. pH sabun sebaiknya tidak terlalu tinggi atau terlalu rendah karena dapat meningkatkan daya absorbsi kulit dan akhirnya dapat menyebabkan iritasi pada kulit. pH sabun yang dihasilkan akan ditentukan dari jumlah NaOH yang digunakan.

Tabel VI. Nilai pH sabun pada masing – masing formula pH sukrosa dan sabun glukosa tidak memiliki perbedaan pH untuk masing – masing formula. Nilai pH sabun sukrosa maupun sabun glukosa dengan berbagai konsentrasi memberikan nilai pH yang sama yaitu 8 – 9. Kriteria pH yang ditetapkan berdasarkan pada pH kulit netral yaitu 4,5 – 6 (Dayan dan Wertz, 2011).

(52)

sabun glukosa sudah mendekati dengan pH kulit netral, sehingga diyakini tidak mengiritasi kulit.

D. Pengujian Transparansi Sabun

Transparansi sabun berperan penting dalam produk sabun transparan, karena apabila sabun yang dihasilkan tidak transparan akan berpengaruh pada ketertarikan konsumen terhadap sabun. Transparent agent yang digunakan adalah gula sukrosa dan gula glukosa, penggunaan kedua gula ini berpengaruh untuk mengurangi pembentukan kristal berserat pada sabun. Transparansi sabun diuji dengan cara meletakkan sabun di atas tulisan font 14 dengan ketebalan 0,25 inchi yang setara dengan 0,635 cm dan apabila tulisan dapat terbaca, maka dapat dikatakan transparan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa baik sabun sukrosa maupun sabun glukosa pada semua formula dapat membaca tulisan tersebut, sehingga sabun yang dihasilkan dapat dikatakan sebagai sabun transparan. Sabun yang dihasilkan dapat dilihat pada lampiran 13.

Transparansi sabun yang dihasilkan diurutkan berdasarkan tingkat transparansinya, sehingga dapat diketahui sabun sukrosa atau sabun glukosa yang memiliki tingkat transparansi yang lebih tinggi. Berdasarkan pengujian ini dapat diketahui tingkatan transparansi seperti pada tabel VII.

(53)

akan mengurangi transparansi sabun, sehingga akan menyebabkan sabun relatif lebih rendah transparansinya dibandingkan glukosa.

Tabel VII. Tingkatan transparansi sabun yang dihasilkan

Jenis Sabun Tingkat transparansi

Glukosa formula tinggi 1

Sukrosa formula tinggi 2

Glukosa formula tengah 3

Sukrosa formula tengah 4

Glukosa formula rendah 5

Sukrosa formula rendah 6

E. Pengujian Sifat Fisik

Pengujian sifat fisik dilakukan dengan melihat perbandingan antara sabun yang dihasilkan dengan sabun yang sudah beredar di pasaran. Sifat fisik juga dapat berpengaruh terhadap penerimaan kepada konsumen, hal ini menjadi penting karena sabun yang dihasilkan pada akhirnya juga akan digunakan oleh konsumen.

(54)

Pengujian sifat fisik ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Hal ini disebabkan oleh penyusutan bobot yang konstan pada minggu 3 ke 4, sehingga penyusutan bobot minggu 3 ke minggu 4 yang digunakan sebagai dasar pengujian sifat fisik. Apabila penyusutan bobot belum konstan, maka akan terjadi perubahan sifat fisik. Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini meliputi kekerasan sabun, kemampuan membentuk busa dan kemampuan mempertahankan busa.

1. Kekerasan Sabun

Kekerasan sabun dapat dijadikan parameter mengenai keutuhan produk dan kemampuan produk untuk tidak berubah bentuk atau meleleh saat atau setelah digunakan. Pengujian kekerasan sabun menggunakan Hardness tester. Sabun yang dihasilkan diletakkan pada hardness tester secara vertikal. Hardness tester ditekan sampai menembus bagian bawah sabun dan kemudian dicatat skala kekerasan yang tertera.

Sabun sukrosa dan sabun glukosa dibandingkan tiap formula, sehingga diketahui ada tidaknya perbedaan sifat fisik. Kekerasan sabun sukrosa dan sabun glukosa pada semua formula dibandingkan dengan kriteria kekerasan sabun yang telah ditentukan. Kriteria kekerasan yang ditentukan yaitu minimal 2 kg, kriteria ini diperoleh berdasarkan respon kekerasan pada Sabun “M”. Berdasarkan tabel

(55)

t - test dapat dilihat perbandingan antara sabun sukrosa dan sabun glukosa pada

semua formula tidak berbeda.

(56)

Tabel IX. Hasil uji Post Hoc TukeyHSD kekerasan sabun minggu 4 dan sabun yang beredar di pasaran

Perbandingan (formula dan sabun yang

beredar di pasaran)

p value Kebermaknaan Sukrosa Glukosa Sukrosa Glukosa Rendah - Sabun “L” 7,72.10

Pengujian ini dilakukan untuk melihat kemampuan sabun membentuk busa saat pemakaian. Busa merupakan hal yang penting dalam suatu produk pembersih. Jumlah busa yang banyak lebih diminati daripada jumlah busa yang sedikit. Pengujian dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Kemampuan membentuk busa diuji menggunakan beaker glass dengan millimeter block, larutan sabun dihomogenkan menggunakan homogenizer dan dilihat tinggi

awal busa yang dihasilkan.

(57)

Sabun sukrosa dan sabun glukosa dibandingkan tiap formula, sehingga diketahui ada tidaknya perbedaan sifat fisik. Kemampuan membentuk busa sabun sukrosa dan sabun glukosa pada semua formula dibandingkan dengan kriteria kemampuan membentuk busa yang telah ditentukan. Kriteria kemampuan membentuk busa yang ditentukan yaitu memiliki tinggi busa minimal 42 mm, kriteria ini diperoleh berdasarkan respon kemampuan membentuk busa pada Sabun “M”.

Tabel X menunjukkan bahwa hanya sabun sukrosa rendah dan semua formula sabun glukosa saja yang masuk dalam kriteria kemampuan membentuk busa yang telah ditentukan, hal ini ditunjukkan dengan nilai kemampuan membentuk busa yang lebih tinggi dari 42 mm. Hasil uji unpaired t - test dapat dilihat perbandingan antara sabun sukrosa dan sabun glukosa pada formula rendah saja yang tidak berbeda, sedangkan pada formula tengah dan tinggi berbeda.

Tabel XI. Hasil uji ANOVA dan Post Hoc TukeyHSD kemampuan membentuk busa sabun minggu 4 dan sabun yang beredar di pasaran

Perbandingan (formula dan sabun

yang beredar di pasaran)

(58)

Tabel XI merupakan hasil sabun sukrosa dan sabun glukosa dibandingkan dengan sabun yang beredar di pasaran untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan sifat fisik yang diuji secara statistik. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa sabun sukrosa hanya berbeda pada formula tinggi dengan Sabun “L” saja, sedangkan yang lain tidak berbeda. Sabun glukosa pada semua

formula jika dibandingkan dengan sabun yang beredar di pasaran tidak berbeda. 3. Kemampuan Mempertahankan Busa

Pengujian kemampuan mempertahankan busa digunakan untuk melihat kemampuan sabun dalam mempertahankan jumlah busa saat digunakan. Pengujian ini dilakukan pada minggu ke-4 setelah pembuatan sabun. Kemampuan mempertahankan busa ini diuji menggunakan beaker glass dengan millimeter block, larutan sabun dihomogenkan menggunakan homogenizer dan dilihat

persentase penurunan busa yang dihasilkan.

Tabel XII. Hasil pengujian persentase penurunan busa minggu 4 (X ± SD) Penurunan Busa (%)

(59)

penurunan busa maksimal 37%, kriteria ini diperoleh berdasarkan respon kemampuan mempertahankan busa pada Sabun “M”.

Berdasarkan tabel XII diketahui bahwa sabun sukrosa dan sabun glukosa pada semua formula memenuhi kriteria yang ditentukan, hal ini ditunjukkan dengan nilai persentase penurunan busa di bawah 37%. Hasil uji unpaired t - test dapat dilihat perbandingan antara sabun sukrosa dan sabun glukosa pada formula tengah saja yang tidak berbeda. Kesimpulan dari pengujian ini adalah kemampuan mempertahankan busa untuk sabun sukrosa dan sabun glukosa formula tengah saja yang tidak berbeda.

(60)

Tabel XIII. Hasil uji ANOVA persentase penurunan busa minggu 4 dan sabun yang beredar di pasaran

Perbandingan (formula dan sabun

yang beredar di pasaran)

p value Kebermaknaan Sukrosa Glukosa Sukrosa Glukosa Rendah - Sabun “L”

Subjective assessment digunakan untuk mengetahui bagaimana penerimaan konsumen terhadap sabun yang dihasilkan. Sabun yang diberikan kepada responden adalah sabun dengan gula sukrosa formula tengah, pemilihan formula ini berdasarkan hasil pengujian sifat fisik yang menunjukkan bahwa pada sabun sukrosa formula tengah tidak masuk pada kriteria yang ditentukan, sehingga peneliti ingin melihat repson penerimaan terhadap konsumen pada formula sabun ini. Sebelum kuesioner dibagikan kepada responden perlu dilakukan pengujian validitas terlebih dahulu. Validitas dalam kuesioner ini hanya dilakukan dalam tata bahasa saja, hal ini dikarenakan data kuesioner ini digunakan sebagai data pendukung dalam penelitian ini. Sebanyak 11 pertanyaan yang disajikan telah diuji validitasnya dan semua pertanyaan tersebut menunjukkan hasil valid.

(61)

Regala, Uriarte, 1993). Populasi yang digunakan untuk survei adalah mahasiswi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan 2012 sebanyak 126 orang, sehingga sampel minimal yang digunakan sebanyak 25 responden, namun jumlah responden yang berpartisipasi sebanyak 30 orang. Pemilihan 30 responden didukung oleh pernyataan Spiegel and Stephens (2007) yang menyatakan bahawa pengambilan sampel dalam jumlah besar sebanyak ≥ 30 sampel. Hasil survei

disajikan dalam bentuk diagram batang, sedangkan tingkat penerimaan respoden digambarkan dengan jawaban sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, sangat setuju, serta sangat tidak suka, tidak suka, suka dan sangat suka pada sabun yang dibagikan.

(62)

Gambar 6. Diagram hasil penerimaan responden terhadap persetujuan penggunaan sabun yang diberikan

(63)

sebesar 73,33% dan penampilan yang transparan sebesar 56,67%. Tingkat penerimaan atau ketertarikan konsumen dalam penggunan sabun juga terlihat pada gambar 6. Dari gambar tersebut terlihat bahwa tingkat penerimaan konsumen cukup tinggi, hal ini dilihat berdasarkan hasil presentase setuju sebesar 66,67% dan presentase sangat setuju sebesar 6,67%, sehingga tingkat penerimaan konsumen sebesar 73,34%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sabun yang dihasilkan disukai oleh konsumen dan dapat diterima oleh responden.

(64)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Variasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent dapat menghasilkan sabun batang transparan yang baik dibandingkan dengan sabun yang sudah beredar di pasaran.

2. Penggunaan variasi sukrosa dan glukosa sebagai transparent agent memberikan perbedaan pada transparansi sabun dan kemampuan membentuk busa, tetapi tidak menentukan perbedaan pada pH sabun, respon kekerasan dan kemampuan mempertahankan busa.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji iritasi terhadap sabun yang dihasilkan.

(65)

DAFTAR PUSTAKA

Annual book of ASTM Standarts, 2001, volume 15.04 West Conshocken, United State

Badan Standarisasi Nasional Indonesia, 1994, Standar Mutu Sabun Mandi, SNI 06- 3532-1994. Dewan Standar Nasional, Jakarta

Barrel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetics Science and Technology, Marcel Dekker Inc., New York

Budianto, V., 2010, Optimasi Formula Sabun Transparan dengan Humectant Gliserin dan Surfaktan Cocoamidopropyl Betaine; Aplikasi Desain Faktorial, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Burke, M.R., 2005, Bailey’s Industrial Oil and Fat Product, Volume Set, 6th edition, John Willey and Son, Canada

Corredoira, R.A., dan Pandolfi, A.R., 1996, Raw Materials and Their Pretreatment for Soap Production, in Spitz, L. (ed), 1996, Soaps and Detergents, A Theoretical and Practical Review, AOCS Press, Illinois

Dayan, N., dan Wertz, P. W., 2011, Innate immune system of skin and oral mucosa: Proprties and Impact in Pharmaceutics, Cosmetics, and Personal Care Products, p. 93.

Depkes RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Fachmi, C., 2008, Pengaruh Penambahan Gliserin dan Sukrosa Terhadap Mutu Sabun Transparan, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Ghaim, J.B., dan Volz, E.D., 2001, Skin Cleansing Bar in Barrel, A.O., Paye, M., dan Maibach, H.I., 2001, Handbook of Cosmetics Science and Technology, Marcel Dekker Inc., New York

Gubitz, G.M., Mittelbach M., dan Trabi M., 1999, Exploitation of the Tropical Oil Seed Plant JatrophaCurcas L. Bioresources Technology

Gunther, E., 1990, Minyak Atsiri, Jilid III A, Universitas Indonesia, Jakarta

Hambali, E., Suryani, A., Rivai, M., 2005, Membuat Sabun Transparan, Penebar Plus, Jakarta

Hambali, E., Suryani, A., Dadang, Hariyadi, Hanafie, H., Reksowardojo, I.K et al, 2006, Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel, 110-119, Penebar Swadaya

(66)

Hill, M., dan Moaddel, T., 2004, Soap Structure and Phase Behaviour, AOC Press, USA

Jannah, B., 2009, Sifat Fisik Sabun Transparan dengan Penambahan Madu pada Konsentrasi yang Berbeda, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Jongko, 2014, Sabun Transparan Bebas Etanol, http://www.scrib.com/doc /11527862/e-book-sabun-transparan-non-etanol,diakses tanggal 20 Maret 2014

Kirk, R.E., Othmer, D. F., Scott , J. D. and Standen, A., 1954, Encyclopedia of Chemical Technology, New York : Interscience Publishers

Mabrouk, S.T., 2005, Making Usable Quality Opaque or Transparent Soap, Journal of Chemical Education, Vol. 82 No. 10, 1534 - 1537

Mitsui, T., 1997, New Cosmetic Science, Elsevier, Amsterdam

Purnamawati, D., 2006, Kajian Pengaruh Konsentrasi Sukrosa dan Asam Sitrat Terhadap Mutu Sabun Transparan, Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor Retmana, I.A., 2009, Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisis Sabun Transparan Berbahan Dasar VCO dengan Minyak Atsiri (Minyak Kayu Putih, Sereh dan Cengkeh) sebagai Fragrance Oil, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Rieger, M.M., dan Rhein, L.D., 1997, Surfactant In Cosmetic, 2nd edition, New York: Marcell Dekker Inc

Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E., 2009, Handbook Of Pharmaceutical Excipient 6th edition, The Pharmaceutical Press, London

Sevilla, C. G., Ochave, J. A., Punsalan, T. G., Regala, B. P., dan Uriarte, G. G., 1993, Pengantar Metodologi Penelitian, diterjemahkan oleh Tuwu., A., 160-171, Universitas Indonesia Press, Jakarta

Shrivastava, S.B, 1982, Soap, Detergent and Parfume Industry, Small Industry Research Institute, New Delhi

Spiegel, M.R., dan Stephens, L.J., 2007, Schaum’s Outlines Teori dan Soal – Soal Statistik, Edisi 3, Erlangga, Jakarta

Spitz, L. 1996, Soap and Detergent a Theoretical and Practical Review, AOCS Press, Champaign-Illinois

Wasitaatmadja, S.M., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medic, Universitas Indonesia Press, Jakarta

(67)
(68)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Komposisi sabun “L” sebagai pembanding

(69)

Lampiran 2. Komposisi sabun “M” sebagai pembanding

(70)
(71)
(72)

Lampiran 4. Hasil penyusutan bobot A. Penyusutan bobot sabun sukrosa

Formula Replikasi Berat Sabun (gram) Penyusutan Bobot (%)

m12 m23 m34

s

12

s

23

s

34

Rendah 1 58,9 57,3 48,6 47,7 40,5 40,5 2,72 1,85 0,00

2 59,4 58,3 47,5 47,5 39,8 39,7 1,85 1,05 0,25

3 63,7 61,9 50,7 50,1 43,5 43,3 2,83 1,18 0,46

Rata – rata penyusutan bobot (%) 2,47 1,36 0,23 Tengah 1 52,5 52,5 43,5 43,2 36,8 36,8 0,00 0,69 0,00

2 55,4 53,1 42,2 42,2 37,9 37,9 4,15 0,00 0,00 3 54,4 54,2 46,2 46 37,8 37,7 0,37 0,43 0,26

Rata – rata penyusutan bobot (%) 1,51 0,37 0,09

Tinggi 1 60 57,2 48,6 48,1 40 40 4,67 1,03 0,00

2 51,4 45,9 39,3 39 32,3 32,3 10,70 0,76 0,00

3 57,2 54 45,7 45 38,8 38,6 5,59 1,53 0,52

(73)

B. Penyusutan bobot sabun glukosa

Formula Replikasi Berat Sabun (gram) Penyusutan Bobot

(74)

Lampiran 5. Hasil pengujian kekerasan, kemampuan membentuk busa dan persentase penurunan busa

A. Hasil pengujian kekerasan

Jenis sabun Formula Replikasi Kekerasan sabun

(75)

B. Hasil pengujian kemampuan membentuk busa Jenis

sabun Formula Replikasi Busa Awal (mm)

(76)

C. Hasil pengujian persentase penurunan busa Jenis

sabun Formula Replikasi

(77)

D. Hasil pengujian kekerasan, kemampuan membentuk busa dan persen

(78)

Lampiran 6. Hasil uji Normalitas

A. Uji normalitas penyusutan bobot pada sabun sukrosa Penyusutan bobot dari minggu 3 ke 4 formula rendah

Penyusutan bobot dari minggu 3 ke 4 formula tengah

(79)

B. Uji normalitas penyusutan bobot pada sabun glukosa Penyusutan bobot dari minggu 3 ke 4 formula rendah

Penyusutan bobot dari minggu 3 ke 4 formula tengah

(80)

C. Uji normalitas kekerasan sabun sukrosa dan sabun glukosa Kekerasan minggu 4 formula rendah

Kekerasan minggu 4 formula tengah

Kekerasan minggu 4 formula tinggi

D. Uji normalitas kemampuan membentuk busa sabun sukrosa dan sabun glukosa

(81)

Kemampuan membentuk busa minggu 4 formula tengah

Kemampuan membentuk busa minggu 4 formula tinggi

E. Uji normalitas persentase penurunan busa sabun sukrosa dan sabun glukosa

Persentase penurunan busa minggu 4 formula rendah

(82)

Persentase penurunan busa minggu 4 formula tinggi

F. Uji normalitas kekerasan busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang di pasaran

(83)

Kekerasan sabun glukosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

G. Uji normalitas kemampuan membentuk busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun di pasaran

(84)

Kemampuan membentuk busa sabun glukosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

H. Uji normalitas persen penurunan busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun di pasaran

(85)
(86)

Lampiran 7. Hasil uji Paired t - Test

A. Uji Paired t test penyusutan bobot sabun sukrosa Penyusutan bobot sukrosa minggu 3 ke 4 formula rendah

(87)

Penyusutan bobot sukrosa minggu 3 ke 4 formula tinggi

B. Uji Paired t test penyusutan bobot sabun glukosa Penyusutan bobot glukosa minggu 3 ke 4 formula rendah

(88)
(89)

Lampiran 8. Hasil uji Unpaired t Test

A. Uji Unpaired t test kekerasan sabun sukrosa dan sabun glukosa Kekerasan minggu 4 formula rendah

Kekerasan minggu 4 formula tengah

(90)

B. Uji Unpaired t test kemampuan membentuk busa sabun sukrosa dan sabun glukosa

Kemampuan membentuk busa minggu 4 formula rendah

Kemampuan membentuk busa minggu 4 formula tengah

(91)

C. Uji Unpaired t test persentase penurunan busa sabun sukrosa dan sabun glukosa

Persentase penurunan busa minggu 4 formula rendah

Persentase penurunan busa minggu 4 formula tengah

(92)

Lampiran 9. Hasil uji Levene Test

A. Uji levene test kekerasan sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun di pasaran

Kekerasan sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

Kekerasan sabun glukosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

B. Uji levene test kemampuan membentuk busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun di pasaran

Kemampuan membentuk busa sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

(93)

C. Uji levene test persentase penurunan busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun di pasaran

Persentase penurunan busa sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

(94)

Lampiran 10. Hasil uji ANOVA

A. Uji ANOVA kekerasan sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang di pasaran

Kekerasan sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

Kekerasan sabun glukosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

B. Uji ANOVA kemampuan membentuk busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang di pasaran

Kemampuan membentuk busa sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

(95)

C. Uji ANOVA persen penurunan busa sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang di pasaran

Persentase penurunan busa sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

(96)

Lampiran 11. Hasil uji lanjut Post Hoc TukeyHSD

A. Uji lanjut Post Hoc TukeyHSD kekerasan sabun sukrosa, sabun glukosa dan sabun yang di pasaran

Kekerasan sabun sukrosa tiap formula dan sabun yang di pasaran

(97)
(98)

Lampiran 12. Kuesioner Subjective Assessment

A. Tabel kuesioner yang dibagikan oleh responden

No. Parameter Nilai

3 Sensasi rasa lembut setelah pemakaian 2 Sabun tidak melunak dan

dapat mempertahankan 5 Sabun memiliki penampilan

yang transparan

0% 0% 56,67% 43,33%

6 Saya tertarik menggunakan sabun ini

(99)

Lampiran 13. Dokumentasi

Gula glukosa formula rendah Gula glukosa formula tengah

Gula glukosa formula tinggi Gula sukrosa formula rendah

(100)

BIOGRAFI PENULIS

Gambar

Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun .......................................................
Gambar 1. Mekanisme saponifikasi sabun (Barrel et al., 2001)
Tabel I. Komposisi asam lemak yang terkandung dalam minyak
Gambar 3. Struktur glukosa
+7

Referensi

Dokumen terkait

At a dose of 10 mg/kgBW both Pc-1 shows significant differences dose of 10 mg/kgBW both Pc-2 on phagocytic index parameter on the 21 th day after the mice were

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pembelajaran biola di TK Kristen Kalam Kudus Surakarta. Penelitian ini dilakukan karena adanya fenomena anak- anak balita

Judul Tesis : ANALISIS RISIKO PAJANAN GAS SO2 dan NO2 SUMBER TRANSPORTASI TERHADAP GANGGUAN SALURAN PERNAFASAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA DI TERMINAL TERPADU AMPLAS

risk-taking yang dilakukan oleh bank menjadi beragam, karena pemerintah dan asing memiliki karakteristik yang berbeda dalam pengambilan keputusan yang berisikoc.

Penelitian ini berlangsung selama dua kali pertemuan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan dengan aktivitas menyelesaikan masalah dengan

Pembelajaran berbasis komputer adalah program pembelajarn dengan menggunakan software komputer berupa program komputer yang berisi tentang muatan pembelajaran meliputi

sistem pentahanan juga memiliki beberapa syarat agar sistem pentanahan dapat bekerja dengan baik, yaitu, tahanan pentahanan yang digunakan, sistem dapat digunakan untuk

Ruang lingkup bidang ilmu dalam penelitian adalah Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada kajian mengenai kewenangan Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) dalam