• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN SISWI SMP YANG MENJADI MUCIKARI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA (Studi Korelasional Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai Anak Pe

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN TERPAAN PEMBERITAAN SISWI SMP YANG MENJADI MUCIKARI DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA (Studi Korelasional Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai Anak Pe"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA

(Studi Korelasional Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai Anak Perempuan di Surabaya)

SKRIPSI

Oleh :

DISTA NAWANG WIDYA

NPM. 0943010064

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

dengan limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya, Skripsi yang berjudul “Hubungan Terpaan Pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga di Surabaya

dapat penulis susun dan selesai sebagai syarat untuk menyelesaikan skripsi.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. ALLAH SWT dan Rasulullah Muhammad SAW untuk inspirasi serta tuntunan yang senantiasa mengilhami penulis dalam rangka “perjuangan” memaknai hidup.

2. Keluarga Tercinta, (Bapak, Ibu, Kakak dan Adek) yang selalu menjadi tujuan utama penulis untuk selalu melakukan yang terbaik.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jatim.

4. Drs. Kusnarto,M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis. Terima kasih atas segala kontribusi bapak terkait penyusunan skripsi ini.

5. Sahabat-sahabat luar biasa yang tak sekedar memotivasi dari sebelum berlangsungnya proses penelitian hingga selesainya skripsi ini: Kidty, Uky, Witha, Novie. (you’re the best).

(3)

dalam mengerjakan skripsi, terima kasih sudah menjadi bagian keluarga yang menggemaskan.

8. Seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan atas keterbatasan halaman ini, untuk segala bentuk bantuan yang diberikan, penulis ucapkan terima kasih.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik maupun saran selalu penulis harapkan demi tercapainya hal terbaik dari skripsi ini. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi berbagai pihak. Amin.

Surabaya, Desember 2013

(4)

HALAMAN PERSETUJ UAN DAN PENGESAHAN …………... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

DAFTAR ISI ……… v

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

ABSTAKSI ……… ………... xii

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 11

1.3 Tujuan Penelitian ……… 11

1.4 Manfaat Penelitian ……… 11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ……… 13

2.1 Penelitian Terdahulu ………. 13

2.2 Landasan Teori ...…....………. 16

2.2.1 Televisi Sebagai Komunikasi Massa ... 16

2.2.2 Media Televisi ……… 18

2.2.3 Dampak Media Televisi ………. 21

2.2.4 Terpaan Media (Media Exposure) ……….. 21

2.3 Mucikari ...………... 23

2.3.1 Pengertian Mucikari ... 23

2.4 Kecemasan …...………….…….. 25

(5)

BAB III METODE PENELITIAN ……….. 36

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……….... 36

3.1.1 Definisi Operasional ……… 36

3.1.2 Pengukuran Variabel ……….... 39

3.2 Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel………… 46

3.2.1 Populasi ...……… 46

3.2.2 Sampel... 47

3.2.3 Teknik Penarikan Sampel ...…………... 48

3.3 Teknik Pengumpulan Data ………. 49

3.4 Metode Analisa Data ………. 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 54

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ... 54

4.1.2 Gambaran Umum Kecemasan ... 55

4.2 Penyajian Data ... 58

4.2.1 Identitas Resonden ... 58

4.2.2 Terpaan Pemberitaan ... 61

4.2.3 Media Televisi yang Digunakan ... 66

4.2.4 Kecemasan Ibu Rumah Tangga ... 68

4.2.4.1 Kecemasan Riel ... 69

4.2.4.2 Kecemasan Neurotik ... 76

4.2.4.3 Kecemasan Moral ... 84

(6)
(7)
(8)

Tabel 3.1 : Tabel Penolong untuk Menghitung Koefisien Korelasi Rank

Spearman ... 51

Tabel 3.2 : Pedoman untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi ... 52

Tabel 4.1 : Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 59

Tabel 4.2 : Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 60

Tabel 4.3 : Frekuensi Menonton Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari ... 61

Tabel 4.4 : Durasi Menonton Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari ... 63

Tabel 4.5 : Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari ... 65

Tabel 4.6 : Televisi Sebagai Media yang Digunakan Untuk Menonton ... 67

Tabel 4.7 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Apabila Anak Bepergian Sendiri Tanpa Didampingi Anda ... 70

Tabel 4.8 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Saat Anak Pulang Terlambat atau Keluar Rumah Terlalu Lama ... 71

(9)

Tabel 4.11 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga dengan Kian Posesif Terhadap Anak ... 77

Tabel 4.12 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Selalu Menemani Anak 79

Tabel 4.13 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Lebih Intensif Melakukan Komunikasi Dengan Anak ... 81

Tabel 4.14 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Selalu Ingin Tahu Kegiatan dan Aktifitas Anak Diluar Rumah Selain di Sekolah ... 83

Tabel 4.15 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Mengenalkan Pada Anak Bahaya Pornografi, Seks Bebas ... 84

Tabel 4.16 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Memberitahukan Pada Anak Agar Berjaga-jaga Terhadap Orang Asing ... 86

Tabel 4.17 : Kecemasan Ibu Rumah Tangga Dengan Berpesan Pada Anak Agar Jangan Mau Diajak Pergi Dengan Orang yang Belum Dikenal Maupun Orang Terdekat ... 87

(10)

Lampiran 2 : Hasil Rekapitulasi Data Kuesioner ... 104

Lampiran 3 : Tabel Penolong Koefisien Rank Spearman ... 109

(11)

KECEMASAN IBU RUMAH TANGGA DI SURABAYA (Studi Korelasional Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari di Televisi Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai Anak Perempuan di Surabaya)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara terpaan pemberitaan Siswi SMP yang menjadi mucikari dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga di Surabaya.

Penelitian ini menggunakan teori S-O-R, Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis korelasional yaitu metode untuk mencari hubungan antara dua variabel atau lebih. Dan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah purposive sampling.

Dalam menganalisis data menggunakan metode Rank Spearman,

kemudian dilakukan pembuktian hipotesis menggunakan . Hasil penelitian ini berdasarkan analisis data dengan melakukan uji korelasi, di dapat nilai yang berada pada hubungan yang rendah. Sementara hasil uji hipotesis, ternyata hasil uji t terdapat lebih besar dari yang artinya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Artinya tidak terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga.

Kunci : Teori S-O-R, Siswi SMP yang Menjadi Mucikari, Kecemasan

ABSTRACT

DISTA NAWANG WIDYA, THE RELATIONSHIP OF REPORTING EXPOSURES OF J UNIOR SCHOOLGIRL WHO BEING THE PIMPS WITH THE LEVEL OF HOUSEWIVES ANXIETY IN SURABAYA (Cor relation Study of Reporting of J unior Schoolgir l Who Being the Pimps in Television with The Levels of Housewives Anxiety Who Has Daughter in Surabaya)

This study was conducted to determine the relationship between reporting exposures of Junior Schoolgirl who being the pimps with the levels of housewives anxiety in Surabaya.

This study was used S-O-R theory, this research method was used a quantitative approach with correlation analysis that is the method to finding the relationship between two or more variables. And the sampling technique that used was purposive sampling.

In data analyzing was using Spearman Rank method, and then conducted the hypothesis verification using ttest. The results of this study based on the data television with the level of housewives anxiety.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi. Kegiatan komunikasi tersebut hanya bisa dilakukan secara tatap muka, namun ada juga yang menggunakan alat bantu media untuk menyampaikan pesan. Media yang menyediakan jasa untuk menyampaikan pesan pada khalayak disebut media massa (Effendy, 2002 : 50).

Media massa secara teoritis memiliki fungsi sebagai saluran informasi, saluran pendidikan dan saluran hiburan, namun pada kenyataannya media massa memberi efektif lain di luar fungsinya itu. Efek media massa tidak saja mempengaruhi sikap seseorang namun dapat pula mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem social maupun sistem budaya masyarakat.

Efek media massa dapat pula mempengaruhi seseorang dalam waktu pendek sehingga dapat dengan cepat mempengaruhi mereka, namun juga memberi efek dalam waktu yang lama. Hal tersebut karena efek media massa terjadi secara disengaja, namun ada juga efek media massa yang diterima masyarakat tanpa disengaja.

(13)

tinggalnya tersebar, heterogen, anonim, melembaga, memiliki perhatian yang berpusat pada isi pesan yang sama, dengan tidak memberikan arus balik secara langsung pada saat itu. Menurut jenisnya media massa dibagi menjadi dua yaitu media massa cetak dan media massa elektronik. Media massa cetak terdiri dari majalah, tabloid, dan surat kabar sedangkan media massa elektronik terdiri dari televisi dan radio masing-masing memiliki sifat, karakter, daya tarik, dan ciri khas sendiri-sendiri.

Melalui siaran televisi, masyarakat dapat mengetahui berita terbaru yang sedang terjadi ataupun hanya sekedar ingin memperoleh hiburan. Televisi merupakan media massa yang mengalami perkembangan paling fenomena di dunia. Meski lahir paling belakangan dibanding media massa cetak, dan radio namun pada akhirnya media televisi yang paling banyak diakses oleh masyarakat dimana pun di dunia ini. Menurut De Fleur dan Dennis (1985), 98% rumah tangga di Amerika Serikat memiliki pesawat televisi, dan bahkan 50% di antaranya memiliki lebih dari dari satu pesawat. Sedangkan di Indonesia kecenderungan menonton televisi lebih tinggi dibandingkan membaca koran dan mendengarkan radio. Hasil susenas 1998 dan 2000 memperlihatkan kecenderungan masyarakat dalam hal mendengarkan radio, menonton televisi, dan membaca surat kabar. Rata-rata secara nasional, waktu mendengarkan radio ada penurunan dari 62,7% (1998) menjadi 43,3%, menonton televisi dari 79,8% turun menjadi 17% pada tahun 2000.

(14)

sifatnya hanya dapat didengar (auditif) sedangkan televisi memiliki unsur visual atau gambar bergerak (moving picture) sehingga segalanya seolah-olah terlihat “hidup” dan audiens merasa ikut didalamnya. Pada perkembangannya televisi selain memberikan informasi juga menayangkan acara-acara hiburan yang pada umumnya dapat mempengaruhi sikap, pandangan, persepsi, dan perasaan bagi yang menontonnya.

Media televisi sebagai salah satu pelopor dalam penyebaran informasi dengan menggunakan perangkat satelit, kini menjadi informasi yang berkembang pesat dan juga munculnya globalisasi teknologi informasi dimanapun bisa disaksikan lewat siaran jaringan televisi dengan membawa dampak yang begitu besar, baik dalam bidang social, budaya, ekonomi, dan politik. Media televisi pada hakekatnya adalah movie atau movie picture in the

home, yang membuat pemirsanya tidak perlu keluar rumah untuk

menontonnya. Hal tersebut merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki televisi dan keunggulan lain adalah televisi tersaji dalam bentuk audiovisual,

dengan kata lain adalah perpaduan antara radio dan film. Ini menjadi daya tarik kuat televisi, selain mempunyai unsur kata-kata, sound effect, music seperti radio, televisi juga mempunyai unsur visual berupa gambar hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada pemirsa sehingga seolah-olah khalayak berada di tempat peristiwa yang disiarkan oleh pemancar televisi itu (Effendy,2000:177).

(15)

ini. Suatu siaran televisi dituntut untuk dapat memberikan informasi yang tidak hanya akurat tetapi juga dapat memberikan pengetahuan, pengalaman, bahkan sampai membuat para pemirsa peka terhadap masalah sosial yang ada. Media televisi mempunyai daya tarik lebih tinggi sebagai media elektronik karena sifatnya yan audiovisual, selain dapat didengar juga dapat dilihat dan segala sesuatunya berlangsung hingga seolah-olah khalayak berada di tempat peristiwa yang disiarkan oleh pemancar televisi itu dibandingkan dengan radio yang sifatnya hanya bisa didengarkan (auditif). (Effendy,2000:175)

Pemirsa (television watcher, television viewer) adalah sasaran komunikasi melalui televisi siaran yang karena heterogen masing-masing mempunyai kerangka acuan (frame of reference) yang berbeda satu sama lain. Mereka berbeda bukan saja dalam usia dan jenis kelamin, tetapi juga dalam latar belakang social dan kebudayaan, sehingga pada gilirannya berbeda-beda dalam pekerjaan, pandaan hidup, agama, dan kepercayaan, pendidikan, cita-cita, keinginan, kesenangan, dan sebagainya. Kegiatan pemirsa menonton acara televisi merupakan kegiatan untuk memenuhi tujuan mereka, baik kebutuhan informasi, maupun hiburan (Effendy, 2000:8). Akan tetapi dalam soal kepuasan tergantung dari penafsiran masing-masing pemirsa, tentu saja kepuasan yang didapat oleh pemirsa televisi tergantung dari motif masing-masing khalayak dalam menonton televisi.

(16)

duduk di bangku SMP ini punya kegiatan yang tidak biasa dilakukan oleh anak-anak seumurannya. Mucikari cilik ini sering menjual teman wanitanya kepada pria hidung belang dengan iming-iming sejumlah uang. Belasan anak perempuan yang mayoritas berasal dari Surabaya ini tak luput menjadi korban dari perilaku si mucikari cilik.

Seperti pemberitaan tentang siswi SMP yang menjadi mucikari berikut ini :

1. Senin, 9 Juni 2013 (TV One-Kabar Pagi)

“Polrestabes Jawa Timur berhasil membongkar prostitusi antar pelajar tingkat SMP, mirisnya tersangka mucikari dalam praktek ini masih berusia 15 tahun dan masih berstatus sebagai pelajar SMP. Kasus perdagangan manusia dalam praktek bisnis prostitusi kembali terjadi, unit reskrim polrestabes Surabaya Jawa Timur menangkap 3 wanita belia, sejumlah uang tunai, ponsel, bill hotel serta seorang lelaki hidung belang asal Mojokerto. Mereka ditangkap dihotel Fortuna jl. Darmo kali Surabaya ketika akan bertransaksi. Tragisnya bisnis prostitusi para gadis belia ini dijalankan oleh seorang pelajar SMP yang berinisial NA, tersangka dapat dijerat pasal tindak pidana perdagangan anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara”.

2. Rabu, 12 Juni 2013 (SCTV-Liputan 6 pagi)

(17)

disalah satu SMP di kota Surabaya ini ditangkap reserse kriminal polrestabes Surabaya karena menjual teman-teman sekolahnya untuk melayani pria hidung belang. Modus yang dilakukan tersangka dengan memanfaatkan jaringan komunikasi via Blackberry Messenger (BBM) untuk menawarkan teman-temannya kepada pria hidung belang, dihadapan polisi NA yang masih 15 tahun mengaku telah membuka praktek prostitusi sudah 6 bulan, ia memasang tarif 750.000 rupiah dengan komisi 250.000 rupiah per transaksi, sedangkan korbannya mendapat 500.000 rupiah. Jaringan prostitusi pelajar SMP ini berhasil dibongkar ketika polisi menggrebek salah satu hotel di jalan Darmo kali Surabaya. Para gadis ABG yang melayani pria hidung belang itu mengaku betransaksi melalui BBM (Blackberry Messenger) yang dikoordinir oleh NA, dari tangan pelaku polisi menyita barang bukti berupa rekapan percakapan melalui BBM (Blackberry Messenger), uang tunai 3 juta rupiah dan 3 buah handphone blackberry, polisi kini mengembangkan jaringan prostitusi pelajar ini”.

(18)

Pertumbuhan angka wanita sebagai mucikari dalam perdagangan manusia ketimbang kejahatan lain. Menurut data PBB, tentang perdagangan manusia, seperti perkiraan yang dilansir oleh Departemen Trafficking in Person Office (TIP) Amerika Serikat. Jumlah perdagangan manusia mayoritas mendekati 80% korbannya adalah wanita dan gadis remaja.

Kita memang tidak bisa memungkiri bahwa kehidupan bebas telah mengjangkiti generasi muda saat ini. Salah satu kehidupan bebas yang sangat meresahkan adalah adanya seks bebas dikalangan pelajar, dan salah satunya adalah dalam bentuk prostitusi. Hal tersebut tentu saja diluar dugaan kebanyakan pelajar SMP berani mengambil keputusan untuk berprofesi sebagai mucikari (germo). Semua itu tentu saja sangat disayangkan, seharusnya di usia mereka harus rajin-rajin belajar bukan menjerumuskan orang lain terutama teman sendiri kedalam jurang kemaksiatan.

(19)

usia belajar harus diajarkan hal baik dan buruk serta dampaknya untuk masa depan mereka.

Dari pemberitaan tentang siswi SMP yang menjadi mucikari di atas, menyebabkan masyarakat terutama ibu-ibu rumah tangga menjadi semakin was-was. Dari beberapa kasus siswi SMP yang menjadi mucikari dimuat di media massa, baik cetak maupun eletronik, bisa dilihat media elektronik televisi yang mampu memberikan pengaruh sangat besar bagi masyarakat. Karena keunggulan televisi sebagai media komunikasi yang muncul belakangan dibandingkan media cetak dan radio, memberikan nilai yang sangat spektakuler dalam sisi-sisi pergaulan hidup manusia saat ini. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa dalam berbagai usia menunjukkan bahwa media ini telah menimbulkan berbagai permasalahan. Hasil penelitian Robert yang dikutip Rakhmat, menjelaskan bahwa tayangan berita criminal sebagai salah satu media komunikasi massa televisi yang dianggap mampu menimbulkan efek pada diri khalayak berupa perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa (Rakhmat, 2002 : 218).

(20)

adanya bahaya. Kecemasan yang tidak dapat ditanggulangi disebut traumatik (Suryabrata, 2000). Dengan banyak korban yang masuk dalam lembah prostitusi bukan tidak mungkin masyarakat memiliki rasa cemas tentang lingkungan disekitarnya. Apalagi dalam pemberitaan, pelaku mucikari dilakukan oleh seorang siswi yang masih berstatus sebagai pelajar.

Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui “Hubungan Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari dengan Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai Anak Perempuan di Surabaya”. Peneliti merasa tertarik meneliti objek tersebut untuk mengetahui hubungan kecemasan dengan terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari.

Ibu rumah tangga merupakan sosok yang penting dalam sebuah keluarga. Perhatian seorang ibu lebih besar dibandingkan seorang bapak dalam keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Mengatur atau mengontrol kebutuhan dalam sebuah keluarga serta mendidik anak supaya tidak terjerumus dalam kehidupan atau pergaulan yang negatif adalah tugas orang tua, khususnya seorang ibu rumah tangga.

(21)

maupun yang murni mengurus rumah tangga dan tidak bekerja secara langsung tetapi memberikan dukungan bagi anggota yang lain pencari nafkah untuk memanfaatkan peluang kerja yang ada (Mubyanto, 1985:53). Dalam hal ini, ibu rumah tangga merupakan salah satu pemirsa setia menyaksikan tayangan televisi daripada laki-laki (Mulyana, 1997:115).

Terkait dengan media yang digunakan yaitu media massa serta berkaitan dengan sikap manusia, maka peneliti ini menggunakan teori terpaan (media exposure) yang berkaitan dengan variabel X yaitu durasi dan frekuensi, dan teori S-O-R yang berkaitan dengan variabel Y yaitu sikap (kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi). Dalam penelitian ini melihat pada kecemasan yang timbul pada ibu rumah tangga di Surabaya akan ditinjau dari tiga aspek yaitu :

1. Aspek Kognitif yang menunjukkan pengetahuan atau pemahaman yang dimiliki ibu rumah tangga di Surabaya mengenai pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari.

2. Aspek Afektif yang menunjukkan perasaan seperti turut merasa iba, terharu, sedih, marah, mengenai pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari.

(22)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan beberapa fakta dan fenomena yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut : “Bagaimana hubungan terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga yang mempunyai anak perempuan di Surabaya ?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui sejauh mana hubungan terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga yang mempunyai anak perempuan di Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat akademik

(23)

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk melengkapi dan untuk menambah wawasan mengenai pemberitaan bagi penulis dan juga pembaca, khususnya mengenai hubungan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi dengan tingkat kecemasan ibu rumah tangga di Surabaya.

2. Manfaat praktis

(24)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua penelitian terdahulu untuk digunakan sebagai referensi pendukung pembuatan penelitian ini. Keduanya penulis dapatkan dari dua jurnal buku yang mempunyai materi yang tidak jauh berbeda dengan yang saat ini penulis gunakan yaitu mengenai hubungan terpaan.

(25)

televisi yang mampu memberikan pengaruh sangat besar bagi masyarakat.

Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori S-O-R, yang berkeyakinan bahwa penyebab sikap yang dapat berubah tergantung pada kualitas rangsang yang berkomunikasi dengan organism.Serta teori agenda setting yang berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan mentranfer isu untuk mempengaruhi agenda publik.Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data koefisien korelasi Rank Spearman.

(26)

Teori yang melandasi penelitian ini adalah teori uses and

gratifications, pendekatan ini mengasumsikan audiens merupakan

khalayak aktif dan mengarah pada satu tujuan. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan eksplanatif kuantitatif dan menggunakan teknik analisis data analisis hubungan (asosiatif), yaitu teknik analisis dengan menggunakan uji statistik inferensial dengan tujuan melihat derajat hubungan diantara kedua variabel.

Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian sekarang yang dilakukan oleh peneliti memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian terdahulu. Perbedaan pada penelitian terdahulu dan sekarang terletak pada variabel dan objek penelitian yang digunakan. Jika pada penelitian terdahulu berjudul “Hubungan antara Terpaan Media Mengenai Penculikan anak di Televisi dengan Tingkat Kecemasan Orang tua di RT 23 Kelurahan Sidomulyo Samarinda” dengan objek penelitian orang tua dan “Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pemilihan Program Televisi” dengan objek penelitian masyarakat. Pada penelitian sekarang, meneliti “Hubungan Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang Menjadi Mucikari di Televisi dengan Kecemasan Ibu Rumah Tangga di Surabaya” dengan objek penelitian ibu rumah tangga.

(27)

RT 23 Kelurahan Sidomulyo Samarinda” persamaannya terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan kuantitatif dan temanya yang sama-sama membahas tentang tayangan, sedangkan persamaan yang terlihat antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu “Hubungan Tingkat Pendidikan Dengan Pemilihan Program Televisi ” adalah teori yang digunakan yaitu teori S-O-R serta teknik analisis data yang menggunakan analisis hubungan (asosiatif).

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Televisi Sebagai Media Komunikasi Massa

Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siaran (Televisi Broadcast) yang merupakan media elektronik dan memiliki ciri-ciri yang berlangsung satu arah, komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, sasarannya menimbulkan kesempakan dan komunikannya heterogen (Effendy, 1993:17)

(28)

Menurut Sastro (1992:23) menyatakan bahwa dari beberapa media massa yang ada, televisi merupakan media massa elektronik yang paling akhir kehadirannya. Meskipun demikian televisi dinilai sebagai media massa yang paling efektif saat ini dan banyak yang menarik simpatik kalangan masyarakt luas karena perkembangan teknologinya begitu cepat. Hal ini disebabkan oleh sifat audio visualnya yang tidak lain penayangannya mempunyai jangkauan yang relatif tidak berbatas dengan modal audio visual yang dimiliki siaran televisi sangat komunikatif dalam memberikan pesannya karena itulah televisi sangat bermanfaat sebagai upaya pembentukan sikap, perilaku dan sekaligus perubahan pola berpikir, pengaruh televisi lebih kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio visual televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan.

Komunikasi massa berfungsi menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan media (Effendy, 2003:80). Komunikasi massa (mass

communication) adalah komunikasi yang dilakukan melalui media massa

modern meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop (Effendy, 2003:79).

(29)

media massa tidak hanya mempengaruhi sikap seseorang namum pula dapat mempengaruhi perilaku, bahkan pada tataran yang lebih jauh efek media massa dapat mempengaruhi sistem-sistem sosial maupun sistem budaya masyarakat.

Sedangkan Kuswandi (1996:21-23) berpendapat bahwa munculnya media televisi dalam kehidupan manusia, memang menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi setiap media massa jelas melarikan suatu efek sosial yang bermuatan perubahan nilai-nilai sosial dan budaya manusia. Kemampuan televisi dalam menarik perhatian massa menunjukkan bahwa media tersebut menguasai jarak secara geografis dan sosiologis. Daya tarik media televisi sedemikian besar sehingga pola dan kehidupan manusia sebelum muncul televisi, berubah total sama sekali. Pengaruh daripada televisi lebih kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audio televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada intinya media televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa.

2.2.2. Media Televisi

(30)

“hamba-hamba kecil” yang pola pikirnya siap diprogram oleh materi isi media tersebut (Kuswandi, 1996:30).

Secara umum, dikenal tiga tipe media televisi yang dipilih berdasarkan karakteristiknya, yaitu televisi publik, televisi komersial dan televisi pendidikan. Tipologi ini biasanya digunakan dalam menilai pola siaran media televisi.Masing-masing tipe media ini memberikan penekanan spesifik atas fungsi tertentu. Secara umum, setiap media audio visual dituntut mampu memberikan hiburan, tetapi televisi publik memberikan penekanan pada penyebaran ide-ide dan ralitas sosial, televisi komersial ada fungsi hiburan, dan televisi pendidikan pada materi faktual-idealistis (pendidikan dan pengajaran) (Siregar, 2001:15).

a. Daya Tarik Televisi

(31)

b. Isi Pesan Televisi

Bersamaan dengan jalannya proses penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan ditafsirkan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa. Sehingga dampak yang ditimbulkan berbeda-beda pula. Hal ini terjadi karena tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berlaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi.

Dengan demikian apa yang diasumsikan televisi sebagai suatu acara yang penting untuk dosajikan bagi pemirsa, belum tentu penting bagi khalayak. Jadi efektif tidaknya isi pesan itu tergantung dari situasi, kondisi pemirsa dan lingkungan sosialnya. Berdasarkan hal itu timbul pendapat pro dan kontra terhadap dampak acara televisi (efek) yaitu :

1. Acara televisi dapat mengancam nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat.

2. Acara televisi dapat menguatkan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat.

3. Acara televisi akan membentuk nilai-nilai sosial baru dalam kehidupan bermasyarakat. (Kuswandi, 1996:99)

(32)

institusi sosial lainnya yang ada dalam masyarakat, serta adanya perbedaan sudut pandang dari khalayak sasaran.

2.2.3. Dampak Media Televisi

Menurut Kuswandi (1996:98), ada tiga dampak yang ditimbulkan dari acara televisi terhadap pemirsa yaitu :

1. Dampak Kognitif, yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. Contoh : acara kuis.

2. Dampak Peniruan, yaitu pemirsa dihadapkan pada tragedi aktual yang ditayangkan televisi. Contoh : model pakaian, model rambut hingga istilah dan gaya bertutur sang bintang secara verbal.

3. Dampak Perilaku, yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial budaya yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari. Contoh : sinetron di televisi.

Namun pada kenyataannya apa yang telah diungkapkan diatas hanya bersifat teori. Sementara dalam prakteknya terjadi kesenjangan yang tajam. Banyak acara televisi yang dikonsumsikan bagi orang dewasa ternyata ditonton oleh anak-anak

2.2.4. Terpaan Media (Media Exposure)

(33)

berapa banyak orang yang melihat iklan ditayangkan disuatu media (Rakhmat, 1981:16).

Efek dari pesan yang disebarkan oleh komunikator melalui media massa timbul pada komunikasi sebagai sasaran komunikasi. Oleh karena itu, efek melekat pada khalayak sebagai akibat dari perubahan psikologis. Salah satu efek dari komunikasi massa yaitu efek konatif. Efek konatif tidak langsung timbul sebagai akibat terpaan media, melainkan didahului oleh kognitif dan afektif (Effendy, 2003:319).

Masri Singarimbun mengartikan media exposure mampunyai artian sebagai terpaan media massa terhadap khalayak (audience). Terpaan media massa ini tidak hanya menyangkut apakah seseorang secara fisik cukup dekat dengan kehadiran media massa, akan tetapi hal ini juga meliputoi adanya keterbukaan seseorang dengan adanya pesan-pesan di media massa tersebut. Exposure merupakan kegiatan mendengarkan, melihat, dan membaca pesan-pesan dalam media massa yang terjadi pada individu atau kelompok. Terpaan media dalam penelitian ini juga diartikan sebagai frekuensi individu dalam menonton televisi, film, membaca surat kabar atau majalah maupun mendengarkan radio (Singarimbun, 1989:99).

(34)

menghitung berapa lama audience bergabung dengan suatu media atau berapa lama audience mengikuti suatu program.

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan media exposure adalah banyaknya informasi yang diperoleh dari media melalui kegiatan mendengar, melihat, dan membaca pesan-pesan media massa araupun mempunyai pengalaman adan pelatihan terhadap pesan tersebut yang berhubungan dengan frekuensi dan durasi dalam memperoleh informasi.

Dalam penelitian ini, media exposure atau terpaan media adalah seberapa sering (frekuensi) dan berapa lama (durasi) menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari, yang dalam hal ini ditentukan dalam acara berita

2.3. Mucikari

2.3.1 Pengertian Mucikari

(35)

bagiannya dan menarik keuntungan dari pekerjaan yang dilakukan oleh pelacur. Yang dimaksud dengan orang yang menarik keuntungan disini adalah mucikari tersebut.

(36)

2.4. Kecemasan

Pada dasarnya definisi kecemasan dalam dunia psikologi belum tercipta secara baku. Hal tersebut diakibatkan karena banyaknya pendapat para ahli yang memandang kecemasan dari sudut pandang mereka masing-masing, namun beberapa pendapat tersebut dapat dipakai sebagai acuan apabila berhubungan dengan situasi saat kecemasan dirasakan. Berikut adalah beberapa definisi mengenai kecemasan :

1. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.

2. Menurut Taylor (1995) mengatakan bahwa kecemasan ialah suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis (seperti gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat, dan lain-lain) dan gejala-gejala psikologis (seperti panik, tegang, bingung, tak dapat berkonsentrasi, dan sebagainya). Perbedaan intensitas kecemasan tergantung pada keseriusan ancaman dan efekivitas dari operasi-operasi keamanan yang dimiliki seseorang. Mulai munculnya perasaan-perasaan tertekan, tidak berdaya akan muncul apabila orang tidak siap menghadapi ancaman.

(37)

Kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman dan ketakutan yang tidak menyenangkan.

Secara sederhana kecemasan dapat disebabkan karena individu mempunyai rasa takut yang tidak realistis, karena mereka keliru dalam menilai suatu bahaya yang dihubungkan dengan situasi tertentu, atau cenderung menaksir secara berlebihan suatu peristiwa yang membahayakan. Kecemasan juga dapat di sebabkan karena penilaian diri yang salah, dimana individu merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi apa yang terjadi atau apa yang dapat dilakukan untuk menolong diri sendiri.

Menurut Sigmund Freud dalam Alwisol (2005 : 28) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ke dalam tiga jenis, yakni :

a. Kecemasan Riel

Adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar (api, binatang buas, orang jahat, penganiayaan, hukuman).

b. .Kecemasan Neurotik

(38)

c. Kecemasan Moral

Adalah kecemasan yang timbul akibat tekanan superego atas ego individu telah atau sedang melakukan tindakan yang melanggar moral. Kecemasan moral ini menyatakan diri dalam bentuk rasa bersalah atau perasaan berdosa. Sama halnya dengan kecemasan neurotik, keecemasan moral bersifat nyata, dalam arti bahwa tekanan superego atas ego yang menimbulkan kecemasan moral itu mengacu kepada otoritas-otoritas yang riel atau nyata ada di luar individu (orang tua, penegak hukum, masyarakat).

Calhoun dan Acocella (1995) mengemukakan aspek-aspek kecemasan yang dikemukakan dalam tiga reaksi, yaitu sebagai berikut :

1. Reaksi emosional, yaitu komponen kecemasan yang berkaitan dengan persepsi individu terhadap pengaruh psikologis dari kecemasan, seperti keprihatinan, ketegangan, mencela diri sendiri dan orang lain.

2. Reaksi kognitif, yaitu ketakutan dan kekhawatiran yang berpengaruh terhadap kemampuan berfikir jernih sehingga menggangu dalam memecahkan masalah dan mengatasi tuntutan lingkungan sekitarnya. 3. Reaksi fisiologis, yaitu reaksi yang ditampilkan oleh tubuh terhadap

(39)

Blackburn dan Davidson (1994) mengemukakan reaksi kecemasan dapat mempengaruhi suasana hati, pikiran, motivasi, perilaku, dan gerakan biologis.

Tabel 2.1

Tabel Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan Dari Blackburn dan Davidson (1994)

Dengan demikian, jika dikaitkan dengan tujuan komunikasi yang penting ialah bagaimana caranya agar suatu pesan (isi, content) yang disampaikan komunikator itu menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan, maka terdapat hubungan yaitu antara sikap dan dampak yang dihasilkan dari media televisi pada isi pesan yang disampaikan Simptom – Simptom Psikologis Keterangan

Suasana hati Kecemasan, mudah marah,

perasaan sangat tegang

Pikiran Khawatir, membesar-besarkan

ancaman, memandang diri tidak berdaya

Motivasi Menghindari situasi, situasi,

ketergantungan tinggi, ingin melarikan diri

Perilaku Gelisah, waspada berlebihan, gugup

(40)

komunikator kepada komunikan, adapun efek yang dapat diklasifikasikan menurut kadarnya, yaitu :

1. Efek Kognitif, adalah akibat yang timbul pada diri komunikasi yang sifatnya informative bagi dirinya. Disini pesan yang disampaikan oleh komunikator ditujukan kepada pikiran komunikan.

2. Efek Afektif, ini kadarnya lebih tinggi daripada efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan sekedar memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak diharapkan dapat turut merasakan perasaan iba, terharu, sedih, gembira, marah, dan sebagainya.

3. Efek Konatif, merupakan akibat yang timbul pada diri khalayak dalam bentuk perilaku, tindakan, atau kegiatan. Efek konatif kadarnya paling tinggi dibandingkan efek konatif dan afektif (Ardianto, 2004:52-56)

Penulis menyimpulkan dari beberapa pengertian kecemasan tersebut, dalam penelitian ini kecemasan adalah perasaan takut, khawatir, dan gelisah yang dirasakan seseorang terhadap situasi, ancaman, atau stimulus eksternal yang penyebabnya tidak dapat ditunjuk secara nyata dan jelas. Dalam penelitian ini reaksi kecemasan yang timbul pada ibu rumah tangga berupa pikiran dan perilaku.

2.5. Ibu Rumah Tangga

(41)

besar bahasa Indonesia, Ibu rumah tangga dapat diartikan sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, atau dengan pengertian lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri (ibu) yang mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor).

Ibu rumah tangga merupakan sosok yang penting dalam sebuah keluarga. Perhatian seorang ibu lebih besar dibandingkan seorang bapak dalam keberlangsungan kehidupan rumah tangga. Mengatur atau mengontrol kebutuhan dalam sebuah keluarga serta mendidik anak supaya tidak terjerumus dalam kehidupan atau pergaulan yang negatif adalah tugas orang tua, khususnya seorang ibu rumah tangga.

Ibu rumah tangga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga sebagai tenaga kerja karier dan juga sebagai tenaga kerja domestic (keduanya), yakni ibu rumah tangga yang bekerja di luar rumah, maupun yang murni mengurus pekerjaan rumah tangga dan tidak bekerja secara langsung tetapi memberikan dukungan bagi anggota yang lain pencari nafkah untuk memanfaatkan peluang kerja yang ada (Mubyanto, 1985:93). Dalam hal ini, ibu rumah tangga tergolong target penonton yang paling gemar menonton televisi. Ibu rumah tangga merupakan salah satu pemirsa yang dianggap setia menyaksikan tayangan televisi daripada laki-laki (Mulyana, 1997:115).

(42)

kenyataannya ibu rumah tangga tidak selalu hanya menjalankan fungsinya di rumah sebagai seorang istri maupun ibu, melainkan beberapa dari mereka juga menjalankan fungsinya sebagai pencari nafkah atau bekerja di luar rumah.

Melihat beberapa ciri yang disebutkan sebagai kategori khalayak media massa, maka ibu rumah tangga juga bisa dikatakan sebagai komunikan dari media massa. Ibu rumah tangga mempunyai sikap aktif dalam memilih pemberitaan di media massa yang sesuai kebutuhannya. Sehingga mereka menjadi lebih aktif dalam mencari-cari pemberitaan yang mereka sukai di media massa. Berkaitan dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti, maka aka nada hubungan yang kuat antara keaktifakn ibu rumah tangga melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di media massa dengan kecemasan yang muncul.

2.6. Teori S-O-R

(43)

Dalam teori S-O-R telah dijelaskan bahwa pesan yang disampaikan dari komunikator kepada komunikan akan menimbulkan sebuah efek yang tidak disadari oleh sang komunikan (Effendy, 2003). Dalam hal ini menunjukkan adanya kekuatan yang erat antara pesan yang disampaikan dari media massa kepada audience.

Dalam buku yang berjudul Sosiologi Komunikasi, Burhan Bungin (2007:277) menjelaskan bahwa teori S-O-R ini adalah suatu prinsip pembelajaran yang sederhana, dimana terdapat efek atas reaksi terhadap stimulus tertentu. Jadi manusia menerima pesan (stimulus) kemudian memprosesnya sedemikian rupa, dan tanpa disadari stimulus yang ia terima dan ia proses tersebut mengubah perilaku dirinya.

(44)

Teori S-O-R dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1. Teori S-O-R (Effendy, 2000:255)

2.7. Kerangka Ber fikir

Media massa mempunyai peranan penting dalam proses komunikasi, hal ini disebabkan oleh efektifitas dan efisiensinya dalam mencapai komunikasi yang banyak. Televisi merupakan salah satu media elektronik dalam komunikasi massa.

(45)

Dengan demikian yang dijadikan dasar teori adalah teori S-O-R (Stimulus - Organisme - Respon). Dipakai teori ini, karena stimulus merupakan rangsangan, yang dalam hal ini terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari. Organism yaitu komunikan atau ibu rumah tangga. Respon yaitu reaksi atau tanggapan, yang dalam hal ini adalah kecemasan (kognitif, afektif, konatif) yang selanjutnya mengarah pada tingkat kecemasan ibu rumah tangga (kecemasan rendah, kecemasan sedang, kecemasan tinggi).

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka berfikir :

Gambar 2. Kerangka Ber fikir

Hubungan Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang menjadi Mucikari di Televisi Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga yang Mempunyai

(46)

2.8. Hipotesis Penelitian

(47)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini mengoperasikan dua macam variabel yaitu Variabel bebas atau Independent (X) dan Variabel terikat atau dependent

(Y). Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa, variabel bebas (X) adalah terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari sedangkan variabel terikat (Y) adalah kecemasan ibu rumah tangga di Surabaya. Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan definisi operasional sebagai berikut.

3.1.1. Definisi Operasional

a. Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang menjadi mucikari (Variabel X)

Variabel bebas atau variabel X adalah terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari. Terpaan adalah dampak media massa yang akan timbul secara kuat dan cepat, apabila sebagian besar khalayak memang terekspose oleh media massa (televisi).

(48)

Definisi operasionalnya adalah frekuensi menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di media massa dan jumlah waktu yang digunakan oleh ibu rumah tangga untuk menonton pemberitaan. Semakin sering pemberitaan dipublikasikan di media massa, maka akan menimbulkan dampak yang kuat dan besar bagi khalayaknya.

Terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari dalam penelitian ini diukur melalui indicator durasi dan frekuensi.

a) Frekuensi dijabarkan sebagai seberapa sering responden (ibu rumah tangga) tersebut melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di media massa yaitu televisi.

b) Durasi dijabarkan sebagai seberapa lama responden (ibu rumah tangga) tersebut melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari selama periode pengamatan.

b. Kecemasan Ibu Rumah Tangga (Variabel Y)

(49)

marak terjadi belakangan ini. Kecemasan ini muncul seiring dengan adanya pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari yang marak diberitakan di media massa dan menjadi sajian informasi yang diterima ibu rumah tangga. Kecemasan cenderung bentuk luapan emosional negatif ibu rumah tangga yang disebabkan adanya terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di media massa.

Atkinson, dkk (1996) menjelaskan bahwa kecemasan merupakan emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan gejala seperti kekhawatiran dan perasaan takut. Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organism dan menimbulkan kecemasan, konflik merupakan salah satu sumber munculnya rasa cemas. Adanya ancaman fisik, ancaman terhadap harga diri, serta perasaan tertekan untuk melakukan sesuatu di luar kemampuan juga menumbuhkan kecemasan.

Adapun indikator dari masing-masing aspek kecemasan yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Kecemasan Riel menunjukkan kecemasan ibu rumah tangga di Surabaya terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar seperti pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi, yakni meliputi :

a. Cemas apabila anak bepergian tanpa didampingi anda.

(50)

c. Cemas apabila memberikan smartphone kepada anak yang masih berstatus pelajar.

d. Cemas apabila anak mempunyai teman yang baru dikenalnya.

2. Kecemasan Neurotik menunjukkan kecemasan ibu rumah tangga yang tidak terkendali karena adanya pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi, yakni meliputi :

a. Posesif pada anak.

b. Timbul pikiran buruk dengan siapapun orang yang dekat dengan anak.

c. Lebih intensif melakukan komunikasi pada anak.

d. Selalu ingin tahu kegiatan dan aktifitas anak diluar rumah.

3. Kecemasan Moral menunjukkan ibu rumah tangga lebih kepada melakukan tindakan yang tepat dari bahaya riel/nyata seperti pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi, yakni meliputi :

a. Mengenalkan pada anak bahaya pornografi, bahaya seks bebas, dan kapan anak boleh mengenal hubungan seks.

b. Memberitahu pada anak agar berjaga-jaga terhadap orang yang baru dikenalnya.

c. Berpesan kepada anak agar jangan mau diajak pergi dengan orang yang belum dikenal maupun orang yang baru dikenal.

3.1.2. Pengukuran Variabel

(51)

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Prosedur dalam skala likert relative mudah untuk dijalankan. Satu bagian pernyataan diseleksi yang menggambarkan dukungan atau penentangan akan suatu objek. Setelah setiap pernyataan siap, baru dibuat skala persetujuan. Responden ditanyatakan sikapnya pernyataan. Skala persetujuan ini boleh jadi mempunyai dua pilihan (setuju – tidak setuju) atau boleh jadi mempunyai lebih banyak pilihan tergantung pada tujuan dari pertanyaan. Yang sering kali dipakai adalah lima kategori (sangat setuju, setuju, tidak menjawab, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Erriyanto, 1999 : 216-217).

Dalam beberapa riset, skala likert dapat digunakan dengan meniadakan jawaban ragu-ragu. Alasannya karena katagori ragu-rgu memiliki makna ganda, yaitu bisa diartikan belum bisa memberikan jawaban, netral, dan ragu-ragu. Disediakannya jawaban tengah-tengah terutama bagi responden yang ragu-ragu akan memiliki jawaban yang mana. Selain itu responden memiliki jawaban untuk memilih amannya. Yang terakhir, disediakannya jawaban ditengah-tengah akan menghilangkan banyaknya data dalam penelitian, sehingga data yang diperlakukan banyak yang hilang (Kriyantono, 2007:134).

(52)

1. Sangat Setuju (SS) diberikan skor 4, menunjukkan bahwa responden sangat setuju dengan pernyataan yang dijelaskan dalam item pertanyaan.

2. Setuju (S) diberikan skor 3, menunjukkan bahwa responden setuju dengan pernyataan yang disebutkan dalam item pertanyaan.

3. Tidak Setuju (TS) diberikan skor 2, menunjukkan bahwa responden tidak setuju dengan pernyataan yang disebutkan dalam item pertanyaan.

4. Sangat Tidak Setuju (STS) diberikan skor 1, menunjukkan bahwa responden sangat tidak setuju dengan pertanyaan yang disebutkan dalam item pertanyaan.

Setiap pilihan jawaban diketegorikan kedalam tiga interval, yaitu tinggi, sedang, rendah. Penentuan interval dilakukan dengan rumus :

Keterangan :

a. Skor tertinggi diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor tertinggi (sangat setuju dengan skor 4) dikalikan dengan jumlah keseluruhan item pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.

b. Skor terendah diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor dengan nilai terendah (sangat tidak setuju dengan skor 1) dikalikan dengan jumlah keseluruhan item pertanyaan dalam kuesioner.

(53)

c. Jenjang yang diinginkan sebanyak 3 yang dijadikan dalam bentuk interval kecemasan rendah, kecemasan sedang, kecemasan tinggi.

Jumlah pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 11 item. Sehingga perhitungannya :

Skor terendah, 11x 1 = 11

Skor tertinggi, 11 x 4 = 44

Range =

3 11 44 −

= 11

Berdasarkan rumus diatas maka tingkat kecemasan responden diketegorikan sebagai berikut :

Kecemasan Rendah = 11 - 21

Kecemasan Sedang = 22 - 32

Kecemasan Tinggi = 33 - 44

Maka dari perhitungan lebar interval tersebut dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

(54)

2. Apabila perhitungan skor jawaban masuk dalam kategori antara 22 – 32 maka tingkat kecemasan ibu rumah tangga cenderung sedang. Yaitu ibu rumah tangga muncul perasaan cemas tetapi tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah akibat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi.

3. Apabila perhitungan skor jawaban masuk dalam kategori antara 33 – 44 maka tingkat kecemasan ibu rumah tangga cenderung tinggi. Yaitu ibu rumah tangga merasa cemas yang berlebih akibat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi.

Sementara itu untuk mengukur variabel terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi yaitu frekuensi dan durasi dapat dilakukan melalui :

1. Indikator Frekuensi :

R = Frekuensi terpaan tertinggi dikurangi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

Indikator frekuensi digolongkan menjadi rendah, sedang, tinggi yang dilihat dari jawaban responden melalui pertanyaan kuesioner. Frekuensi menonton tertinggi selama satu bulan (1 bulan) adalah 10 kali,

(55)

sementara frekuensi menonton terendah selama satu bulan (I bulan) adalah 2 kali. Sehingga berdasarkan rumus tersebut :

I =

=

2,666 dibulatkan jadi 3

Jadi interval untuk mengukur jawaban responden terdiri dari :

Rendah, jika 2 – 4 kali

Sedang, jika 5 – 7 kali

Tinggi, jika 8 – 10 kali

Kategori frekuensi mulai dari frekuensi tertinggi hingga terendah kemudian diberi skor. Skor untuk frekuensi tertinggi diberi skor 3, skor untuk frekuensi sedang diberi skor 2, kemudian skor untuk frekuensi rendah diberi skor 1.

2. Indikator Durasi :

R = Durasi terpaan tertinggi dikurangi terpaan terendah K = Interval atau kategori yang diinginkan

Interval durasi digolongkan menjadi rendah, sedang, tinggi yang dilihat dari jawaban responden melalui pertanyaan kuesioner. Diketahui

(56)

pemberitaan 15 menit. Sementara durasi terendah yang dibutuhkan responden untuk satu pemberitaan yaitu 2 menit. Sehingga berdasarkan rumus tersebut :

I = = 4,333 dibulatkan jadi 4

Jadi interval untuk menentukan tinggi rendahnya durasi yaitu :

Rendah, jika 2 – 5 menit

Sedang, jika 6 – 9 menit

Tinggi, jika 10 – 15 menit

Kategori durasi mulai dari yang tertinggi hingga terendah kemudian di berikan skor yaitu untuk durasi tertinggi diberi skor 3, untuk durasi sedang diberi skor 2, untuk durasi rendah diberi skor 1.

Untuk mengetahui frekuensi dan durasi responden tertinggi maupun terendah dapat dilihat melalui jawaban responden yang berupa pertanyaan terbuka. Kemudian setelah mendapatkan hasil dari frekuensi dan durasi dengan menggunakan rumus diatas, maka untuk mengetahui tinggi rendahnya pada variabel terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi digunakan rumus :

(57)

Keterangan :

a. Skor tertinggi diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor tertinggi dikalikan dengan jumlah keseluruhan item pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner.

b. Skor terendah diperoleh melalui hasil perkalian dari pemberian skor dengan nilai terendah dikalikan dengan jumlah keseluruhan item pertanyaan dalam kuesioner.

c. Jenjang yang diinginkan sebanyak 3 yang dijadikan dalam bentuk rendah, sedang, dan tinggi.

3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 3.2.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek atau fenomena yang diteliti. Berdasarkan judul yang diambil oleh peneliti (Kriyantono, 2006 : 149). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga sebagai pemirsa televisi yang menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari. Ibu rumah tangga disini sebagai pemirsa yang aktif dan yang menyaksikan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari yang dapat diikuti pada jam tayang yang bervariasi pada setiap media massa (televisi) yang ada, dan tentunya pada program acara berita.

(58)

maupun yang murni mengurus pekerjaannya dan tidak bekerja secara langsung tetapi memberikan dukungan bagi anggota yang lain pencari nafkah untuk memanfaatkan peluang kerja yang ada (Mubyanto, 1985 : 93).

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah populasi ibu rumah tangga di Surabaya yaitu 768.932 (Sumber : Badan

Pusat Statistik Kota Surabaya, 2011).

3.2.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek atau fenomena yang akan diamati (Kriyantono, 2006:149). Sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu beberapa ibu rumah tangga di Surabaya yang menonton/melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari.

Untuk penarikan sampel dalam penelitian ini akan ditentukan dengan rumus Yamane :

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang diperlukan

N = Jumlah populasi

n =

1

)

.(

d

2

+

(59)

d = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir (derajat ketelitian 0,1).

N =

Jadi, jumlah sampel dalam penelitian Hubungan Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang menjadi Mucikari dengan Kecemasan Ibu Rumah Tangga di Surabaya adalah 100 responden.

3.2.3. Teknik Penarikan Sampel

(60)

tersebut bisa mengisi kuesioner dan jika tidak maka calon responden tersebut tidak bisa mengisi kuesioner.

Adapun karakteristik ibu rumah tangga yang dibuat peneliti untuk dijadikan sampel yaitu :

1. Ibu rumah tangga yang berdomisili di Surabaya

2. Ibu rumah tangga yang pernah menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari.

3. Ibu rumah tangga yang mempunyai anak perempuan usia sekolah.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menurut cara memperolehnya dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu :

a. Data primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari responden. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari penyebaran kuisioner pada responden dengan berdasarkan penelitian kuisioner yang terdiri dari pertanyaan terbuka.

b. Data Sekunder

(61)

penelitian, dan lain sebagainya. Data sekunder ini akan digunakan sebagai data penunjang untuk melakukan analisis.

3.4. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif dengan menggunakan metode statistik. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent

variabel) dan variabel terikat atau variabel terpengaruh (dependent

variabel).

Untuk menguji hubungan antara keduanya maka digunakan koefisien korelasi Rank Spearman, karena data dalam penelitian ini berbentuk data ordinal yaitu berjenjang atau bertingkat antara satu data dengan yang lainnya tidak sama. Maka, untuk menganalisis hubungan data tersebut ordinal, digunakan rumus Rank Spearman (Sugiyono, 2008:107). Rumus Rank Spearman dapat dijelaskan sebagai berikut :

Keterangan :

= Koefisien korelasi Rank Spearman

n = Jumlah sampel

(62)

Untuk mempermudah menghitung data variabel X dan Y ke dalam rumus Rank Spearman maka diperlukan tabel penolong sebagai berikut :

Responden X Y Rank X Rank Y

1 2 3 Dst Jumlah

Tabel 3.1

Tabel Penolong untuk Menghitung Koefisien Korelasi Rank Spear man

(63)

Sumber : Buku Metode Penelitian Kombinasi (Sugiyono, 2012 : 242) Tabel 3.2

Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Untuk memperjelas pembuktian hipotesis, maka akan digunakan analisis dengan taraf signifikasi 5% yang digunakan rumus sebagai berikut (Sugiono, 2003 : 215) :

Keterangan :

= koefisien signifikasi

= koefisien korelasi Rank Spearman

n = jumlah sampel

Interval Koefisien Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,50 – 0,799 0,80 – 1,000

Sangat Rendah Rendah

Sedang Kuat

(64)

Dengan hipotesis statistiknya dapat dikemukakan sebagai berikut :

Ho : Tidak terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan siswiSMP yang menjadi mucikari dengan kecemasan ibu rumah tangga.

H : Terdapat hubungan antara terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari dengan kecemasan ibu rumah tangga.

Dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Jika,

t

>

t

maka hasil dalam penelitian ini dinyatakan “Tidak ada hubungan antara terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari dengan kecemasan ibu rumah tangga (Hipotesis ditolak)”.

2. Jika,

t

<

t

maka hasil dalam penelitian ini dinyatakan “Adanya hubungan antara terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari dengan kecemasan ibu rumah tangga (Hipotesis diterima)”.

(65)

4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Pemberitaan Siswi SMP yang menjadi Mucikari

Beberapa waktu yang lalu, stasiun televisi banyak memuat berita tentang siswi SMP yang menjadi mucikari, publik dibuat terkejut sekaligus prihatin dengan perilaku yang ditunjukkan oleh mucikari cilik. Wanita yang masih duduk di bangku SMP ini punya kegiatan yang tidak biasa dilakukan oleh anak-anak seumurannya. Mucikari cilik ini sering menjual teman wanitanya kepada pria hidung belang dengan iming-iming sejumlah uang. Belasan anak perempuan yang mayoritas berasal dari Surabaya ini tak luput menjadi korban dari perilaku si mucikari cilik.

(66)

dalam hal ini para guru serta masyarakat luas sangat penting untuk membendung kejadian seperti ini. Dalam hal ini, anak-anak yang masih dalam usia belajar harus diajarkan hal baik dan buruk serta dampaknya untuk masa depan mereka.

Prostitusi di Indonesia dianggap sebagai kejahatan terhadap moral/kesusilaan dan kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang ilegal dan bersifat melawan hukum. Dalam ratifikasi perundang-undangan RI Nomor 7 Tahun 1984, perdagangan perempuan dan prostitusi dimasukan sebagai bentuk kekerasan terhadap perempuan. Prostitusi atau Pelacuran adalah penjualan jasa seksual, seperti seks oral atau berhubungan seks.Seseorang yang menjual jasa seksual disebut pelacur atau biasa disebut pekerja seks komersial (PSK). Kegiatan prostitusi adalah sebuah kegiatan yang patut ditabukan karena secara moral di anggap bertentangan dengan nilai agama dan kesusilaan.

4.1.2. Gambaran Umum Kecemasan Ibu Rumah Tangga Surabaya

(67)

Kecemasan memiliki dua aspek yang sehat dan aspek membayakan, tergantung pada tingkat kecemasan dan lamanya kecemasan yang dialami. Kecemasan dapat dilihat dalam rentang rendah, sedang, dan tinggi. Setiap tingkat menyebabkan perubahan fisiologis dan emosional pada individu. Menurut Sigmund Freud dalam Alwisol (2005 : 28) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan kedalam tiga jenis, yakni :

1. Kecemasan Riel

Adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang berasal dari dunia luar (api, binatang buas, orang jahat, peganiayaan, hukuman).

2. Kecemasan Neurotik

Adalah kecemasan atas tidaknya terkendalinya naluri-naluri primitif oleh yang nantinya bias mendatangkan hukuman. Sungguhpun sumber berada di dalam diri, kecemasan neurotik pada dasarnya berlandaskan kenyataan, sebab hukuman yang ditakutkan oleh ego individu berasal di dunia luar.

3. Kecemasan Moral

(68)

atas ego yang menimbulkan kecemasan moral itu mengacu kepada otoritas-otoritas yang riel atau nyata ada di luar individu (orang tua, penegak hukum, masyarakat)

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ibu rumah tangga yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga sebagai tenaga kerja karier dan juga tenaga kerja domestik (keduanya), yakni ibu rumah tangga yang bekerja diluar rumah, maupun juga ibu rumah tangga yang murni mengurusi pekerjaan rumah tangga dan tidak bekerja secara langsung tetapi memberikan dukungan bagi anggota lain pencari nafkah untuk memanfaatkan peluang kerja yang ada (Mubyanto, 1985 : 93). Dalam hal ini, ibu rumah tangga tergolong target penonton yang paling gemar menonton televisi. Ibu rumah tangga merupakan salah satu pemirsa yang dianggap setia menyaksikan tayangan televisi daripada laki-laki (Mulyana, 1997 : 115). Ibu rumah tangga di Surabaya, ibu rumah tangga secara umum, merupakan khalayak sasaran (target audience) atau sebagai pemirsa televisi dalam penelitian ini.

(69)

kelompok tertentu yang didasarkan criteria seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.

Dengan jumlah penduduk metropolisnya yang mencapai 3 juta jiwa, Surabaya merupakan pusat bisnis, perdagangan, industry, dan pendidikan. Sebagai kota metropolitan, Surabaya menjadi pusat kegiatan perekonomian di daerah Jawa Timur dan sekitarnya. Sebagian besar penduduknya bergerak dalam bidang jasa, industry, dan perdagangan.

4.2. Penyajian Data

Pada bagian ini akan disajikan data hasil penyebaran kuesioner yang telah dibagikan kepada 100 responden dimana responden tersebut adalah ibu rumah tangga yang tersebar di Surabaya, diperoleh karakteristik responden dengan perincian sebagai berikut :

4.2.1 Identitas Responden

(70)

Tabel 4.1

Usia Responden (n=100)

No. Keterangan Frekuensi %

1. 27 – 32 13 13

2. 33 – 38 29 29

3. 39 – 45 21 21

4. 46 – 50 37 37

J umlah 100 100

Sumber : Kuesioner no 1.4

Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berusia 46 hingga 50 tahun dengan jumlah sebanyak 37 responden atau 37%, kemudian responden yang berusia 27 hingga 32 tahun dengan jumlah 13 responden atau sebesar 13%.

(71)

Tabel 4.2

Pendidikan Terakhir Responden (n=100)

No. Keterangan Frekuensi %

1. SD 2 2

2. SLTP 14 14

3. SMA 46 46

4. PERGURUAN

TINGGI

38 38

J umlah 100 100

Sumber :Kuesioner no 1.3

Dari tabel 4.2 diatas dapat diketahui bahwa sebagian responden dalam penelitian ini adalah lulusan SD yaitu sebanyak 2 responden atau 2%, lulusan SLTP sebanyak 14 responden atau 14% , lulusan SMA sebanyak 46 responden atau 46%, dan lulusan perguruan tinggi sebanyak 38 responden atau 38%.

(72)

4.2.2 Terpaan Pemberitaan Siswi SMP yang menjadi Mucikari di Televisi

Terpaan yang dimaksudkan adalah dampak dari kegiatan menonton, melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi. Terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari ini terdiri dari 2 indikator yaitu frekuensi (tingkat keseringan) dalam menonton, melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi, serta durasi (lama waktu) menonton, melihat pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi.

Terpaan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi dituangkan dalam dua pertanyaan di kuesioner. Yang terdiri dari pertanyaan berapa kali anda menyaksikan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari selama satu bulan (1 bulan), serta berapa lama anda menyaksikan pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari selama satu bulan (1 bulan) dalam sehari.Selengkapnya data tertera pada tabel berikut :

Tabel 4.3

Frekuensi Menonton Pemberitaan

Siswi SMP yang menjadi Mucikari di Televisi selama 1 bulan (n=100) No. Keterangan Frekuensi %

1. 2 – 4 kali 27 27

2. 5 – 7 kali 21 21

3. 8 – 10 kali 52 52

J umlah 100 100

(73)

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa dalam satu bulan (1 bulan) sebanyak 52% atau 52 responden melakukan kegiatan menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi sebanyak 8 – 10 kali. Alasan responden karena menurut mereka kasus siswi SMP yang menjadi mucikari adalah suatu fenomena di tengah masyarakat. Dari berita yang ditayangkan menjadi peringatan bagi responden untuk tetap waspada pada anak-anak.

(74)

Tabel 4.4

Durasi Menonton Pemberitaan

Siswi SMP yang menjadi Mucikari di Televisi (n=100) No. Keterangan Frekuensi %

Dari tabel 4.4 maka dapat dilihat rata-rata durasi ibu rumah tangga yang menjadi responden menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi yaitu 2 – 5 menit yaitu sebanyak 74% dari total keseluruhan responden. Ini menunjukkan bahwa 74 responden menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari hanya sekilas – sekilas saja, alasannya karena responden merasa pemberitaan yang ditayangkan di televisi terlalu sering diulang-ulang.

Kemudian untuk durasi 6 – 9 menit, ibu rumah tangga yang menjadi responden sebanyak 11% atau 11 responden. Ini berarti sebanyak 11 responden menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari secara terus-menerus. Alasannya karena responden menyaksikan berita tersebut sambil melakukan aktivitas lain, seperti memasak, dan aktivitas yang lainnya.

(75)

15 responden menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari sampai habis pemberitaan, ini perlu untuk ibu rumah tangga karena dengan memperhatikan pemberitaan sampai habis dapat mendapatkan informasi dan ibu rumah tangga dapat melihat bagaimana mucikari cilik ini menjalankan aksinya dan ibu rumah tangga akan tahu apa yang harus dilakukan.

Kemudian dari hasil perhitungan frekuensi dan durasi menonton pemberitaan siswi SMP yang menjadi mucikari di televisi maka dapat diketahui bahwa terpaan pemberitaan siswi SMP di televisi adalah variabel X (Jumlah nilai X dapat dilihat dilampiran 1).

Gambar

Tabel 2.1
Gambar 1. Teori S-O-R (Effendy, 2000:255)
Gambar 2. Kerangka Berfikir
Tabel 3.1 Tabel Penolong untuk Menghitung Koefisien
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari analisis dan interprestasi data yang telah diuraikan pada bab IV maka dapat disimpulkan bahwa hasil pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan teknik

Berdasarkan latar belakang diatas, yang menjadi perumusan masalah adalah ”Bagaimana Hubungan Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Perimenopause Dalam Menghadapi

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana perancangan media edukasi

Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: “Bagaimana keberadaan jemaat, keberadaan pemuda-pemudi, latar belakang pemanfaatan barang-barang bekas,

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Pelaksanaan Layanan Penguasaan Konten Dalam

Penulisan skripsi yang berjudul Terpaan “Reportase Investigasi” Dan Tingkat Kecemasan Ibu Rumah Tangga ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat yang harus

Terkait dengan media yang digunakan yaitu media massa serta berkaitan dengan sikap manusia, maka peneliti ini menggunakan teori terpaan (media exposure) yang

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana teks-teks pertarungan wacana antara