• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM

TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, KORBAN DAN KEKERASAN SEKSUAL

C. Kekerasan Seksual

1. Pengertian Kekerasan Seksual

Istilah atau definisi kekerasan seksual di Indonesia rentan dikaitkan dengan perkosaan dan perbuatan cabul. Kekerasan seksual adalah perbuatan yang dapat dikategorikan hubungan dan tingkah laku seksual yang tidak wajar, sehingga menimbulkan kerugian dan akibat yang serius bagi para korban.50

Dari perspektif yuridis, yang merujuk pada ketentuan KUHP tidak ditemukan definisi secara jelas mengenai kejahatan kekerasan, akan tetapi hanya disebutkan dalam Pasal 89 :membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Dari rumusan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa kekerasan merupakan kejahatan yang dilakukan dan disertai dengan menggunakan kekuatan fisik yang berakibat pingsan dan tidak berdaya. Dengan berkembangnya jaman, pemahaman kekerasan dapat dilakukan dengan ancaman (psikologis) dan tindakan nyata (fisik).51

WHO mendefinisikan bahwa komentar berbau seksual yang tidak diinginkan seseorang, termasuk pula dalam kekerasan seksual. Dengan kata lain, kekerasan seksual tidak hanya terjadi secara fisik tapi juga verbal dan mental. Kekerasan fisik, verbal, dan mental tidak dapat dipisahkan dari kekerasan seksual karena sering kali mendahului terjadinya kekerasan seksual.

Kekerasan seksual ini dapat menimpa baik jenis kelamin perempuan maupun laki-laki.

Akan tetapi sering kali dialami oleh perempuan. PBB dalam Deklarasi Anti Kekerasan terhadap

49 Ibid., hlm. 52.

50 Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Op., Cit, hlm. 32.

51 Ni Made Dwi Kristian, “Kejahatan Kekerasan Seksual (Perkosaan) Ditinjau dari Perspektif Kriminologi”, Vol.7 No.3 2014, hlm. 375.

Perempuan mendefinisikan kekerasan seksual adalah segala bentuk kekerasan berbasis gender yang berakibat atau mungkin berakibat, menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan terhadap perempuan; termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat maupun dalam kehidupan pribadi.

“Suatu tindakan dikategorikan sebagai kekerasan seksual apabila memiliki ciri-ciri:

(1) baik tindakan fisik maupun non fisik (psikis);

(2) bersifat aktif maupun dengan cara pasif (tidak berubah);

(3) dikehendaki/diniatkan oleh pelaku;

(4) ada akibat/kemungkinan akibat yang merugikan pada korban (fisik atau psikis) yang tidak dikehendaki oleh korban.”52

Berdasarkan pengalaman kekerasan seksual perempuan serta dalam rangka mendorong tercapainya keadilan untuk korban, Komisi Nasional Hak Asasi Perempuan dan Anak (Komnas Perempuan) merumuskan definisi yang lebih terinci terkait kekerasan seksual. Komnas Perempuan memaknai kekerasan seksual sebagai:

- Pelanggaran hak asasi manusia yang berakar pada diskriminasi berbasis gender;

- Tindakan seksual, atau percobaan untuk mendapatkan tindakan seksual, atau ucapan yang menyasar seksual, atau tindakan untuk memperdagangkan atau tindakan yang menyasar seksualitas seseorang yang dilakukan dengan paksaan, intimidasi, ancaman, penahanan,

52 Rina Astuti, “Hubungan Kesadaran Akan Kerentanan Diri dan Mekanisme Coping pada Perempuan Pekerja Malam di Tempat Hibiran Karaoke Wilayah Jakarta Barat”, Jurnal Kriminologi Indonesia Vol. 7 No. II Oktober 2011, hlm. 194.

tekanan psikologis atau penyalahgunaan kekuasaan, atau atas seseorang yang tidak mampu memberikan persetujuan yang sesungguhnya;

- Tindakan yang bersifat seksual itu tidak terbatas pada serangan fisik kepada tubuh seseorang dan dapat termasuk tindakan-tindakan yang tidak melibatkan penetrasi ataupun kontak fisik.

Kekerasan diartikan sebagai suatu keadaan (struktural) atau perlakuan (non struktural/langsung) yang mengakibatkan seseorang pada kondisi jasmani dan mental di bawah realitas aktualnya sehingga dirinya memperoleh kerugian.

53

Paksaan atau coercion sebagaimana dimaksud dalam definisi kekerasan seksual menurut WHO termasuk kekerasan fisik ataupun psikis seperti ancaman psikologis, dipecat dari pekerjaan, atau ancaman kekerasan fisik. Perluasan penjelasan terkait paksaan ini intinya memiliki akibat yang sama yaitu keterpaksaan seseorang melakukan sesuatu. Selain paksaan terdapat pula intimidasi yang mendahului terjadinya kekerasan seksual. Intimidasi dianggap seperti janji yang mengakibatkan kerugian atau luka pada korban/calon korban ketika wilayah privat dan rasa amannya diganggu. WHO juga menambahkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi ketika seseorang korban tidak dapat memberikan konsen sepenuhnya misalnya dalam keadaan mabuk, tidur, atau keterbatasan mental.54

2. Kekerasan Terhadap Perempuan

“Kekerasan terhadap perempuan ialah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan berbasis gender yang berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman terjadinya perbuatan tersebut, pemaksaan, atau perampasan

53 Munti, Ratna Batara et al., Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Peradilan Pidana:

Analisis Konsistensi Putusan, dalam Lidwina Inge Nurtjahyo De., Perempuan dan Anak Korban Kejahatan Seksual, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2016, hlm 13.

54 Ibid.,

kebebasan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di ruang publik maupun di dalam ruang privat.”55

Perempuan sering menjadi korban kekerasan karena seksualitasnya sebagai perempuan, banyak hasil penelitian dan kenyataan dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan bagaimana lemahnya posisi perempuan ketika mengalami kekerasan terhadap dirinya. 56

Berdasarkan deklarasi PBB, Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1993 Pasal 1 kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi.

Berdasarkan pasal 2 Deklarasi Internasional mengenai Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1993, disebutkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada, yang berikut ini :

a. kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam keluarga, termasuk pemukulan, pelecehan seksual terhadap anak perempuan dalam rumah

55 Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Kekerasan Seksual, http://www.komnasperempuan.go.id/wp-content/uploads/2013/12/Kekerasan-Seksual-Kenali-dan-Tangani.pdf, diakses 10 Januari 2021.

56 Siti Nurhikmah, Sofyan Nur, “Kekerasan Dalam Pernikahan Siri: Kekerasan dalam Rumah Tangga? (Antara Yurisprudensi dan Keyakinan Hakim)”, PAMPAS: Journal Of Criminal Law Volume 1, Nomor 1, 2020, hlm. 56.

tangga, kekerasan yang berkaitan dengan mahar, perkosaan dalam perkawinan, mutilasi alat kelamin perempuan dan kebiasaan-kebiasaan tradisional lain yang merugikan bagi perempuan, kekerasan yang bukan oleh pasangan hidup dan kekerasan yang berkaitan dengan eksploitasi;

b. Kekerasan fisik, seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat umum, termasuk perkosaan, penyiksaan seksual, pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, dalam lembaga pendidikan dan di tempat lain, perdagangan perempuan dan pelacuran paksa;

c. kekerasan fisik, seksual, dan psikologis yang dilakukan atau diampuni oleh negara, kapan saja hal itu terjadi.

3. Korban Kejahatan Kekerasan Seksual

Menurut I.S. Susanto korban dibagi dalam 2 (dua) pengertian, yaitu

Dokumen terkait