• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Verbal Berdasarkan Bentuk Frasa

4.4 Faktor Kekerasan Verbal

4.5.1 Bentuk-Bentuk Kekerasan Verbal

4.5.1.2 Kekerasan Verbal Berdasarkan Bentuk Frasa

Kemarahan dan keegoisan orang tua yang terungkap melalui kekerasan verbal merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon situasi atau keadaan yang tidak diinginkan, ketika seseorang tidak dihormati, atau ketika harapan individu tidak terpenuhi. Namun kemarahan orang tua yang ditunjukkan dalam bentuk kekerasan verbal dapat menjadi konsep negatif yang akan tertanam bagi diri anak yang menjadi penerima kemarahan tersebut.

Frasa merupakan kumpulan kata yang di dalamnya tidak terdapat subjek dan predikat. Seperti yang dikemukakan oleh Richard, et al. (1985:39) “ A Phrase is a group of word which forms a grammatical unit, a phrase does not contains a finite verb and does not have a subject-predicate structure. Ungkapan tersebut menunjukkan frasa adalah suatu kumpulan kata yang membentuk suatu unit gramatikal, frasa tidak memuat kata kerja terbatas dan tidak mempunyai struktur subjek dan predikat.

Dalam penelitian ini ditemukan 37 buah kekerasan verbal dalam bentuk frasa nomina, verba, adjektiva, dan adverbia yang digunakan oleh responden. Antara lain. Pada frasa nomina, yakni anak sapi. pada kata kekerasan verbal di atas digolongkan ke dalam frasa nominal yaitu frasa yang UP-nya berupa kata

digambarkan dengan FN=N1+N2 maksudnya adalah frasa nomina terdiri dari N1 berupa kata atau nomina sebagai induk/ inti frasa dan N2 berupa kata atau nomina sebagai atribut. Anak disebut sebagai inti dari frasa tersebut sedangkan sapi

disebut atribut. Sama hal nya dengan dengan frasa yang memiliki inti nomina yaitu frasa bayi kolot. Bayi adalah inti dari frasa tersebut dan kolot disebut sebagai atributif. Pada frasa bayi kolot, bayi menduduki kelas kata nomina dan kolot menduduki kelas kata sifat atau dapat digambarkan dengan FN=N+Adj yang artinya frasa nomina diikuti oleh kata nomina (bayi) dan kata sifat (kolot) . hal ini sejalan dengan pendapat Kridalaksana (2008:63), nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa; kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Radford et al. (2009:192), yang menyatakan, “Nouns often refer to types of concrete objects in

the world (e.g cake, engine, moon, waiter)‟ (nomina sering merujuk pada benda -benda konkret yang ada di dunia ini, misalnya kue, mesing, bulan, pelayan, dan lain-lain). Kekerasan verbal dalam bentuk frasa nomina yang kerap diucapkan orang tua terhadap anak, antara lain dasar anjing, babi jalang, dasar binatang, dasar anak bandal, dasar anak sapi, dasar pemalas, eh anjing, dasar anak monyet, dasar anak babi, bayi kolot, anak setan, dasar monyet, dasar anak kurang ajar, dasar begu, dasar anak nakal.

Pada kata tukang nangis digolongkan ke dalam kelompok frasa verbal dengan pewatas depan karena inti frasa tersebut adalah nangis, sedangkan pewatas depan sebagai atributifnya, tukang, terletak di kanan atau sebelum inti. Pada frasa ini dapat digambarkan menjadi FV=N+V yang artinya frasa verba diikuti oleh

nomina (tukang) dan verba (nangis). Kata-kata yang termasuk ke dalam frasa verba sebagian besar mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses dari sebuah kegiatan. Verbal adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperi ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Menurut Kridalaksana (2008:254), sebagaian besar verbal mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan atau proses; kelas kata ini dalam bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dan sebagainya misalnya datang, naik, bekerja, dan sebagainya. Sejalan dengan pendapat tersebut, Radford et al. (2009:129) menyatakna, “Verbs typically refer to

acitivities (applaud, steal, collide, bark)” (verbal umumnya merujuk pada kegiatan/aktivitas (misalnya, bertepuk tangan , mencuri, bertabrakan, membentak). Kekerasan verbal dalam bentuk frasa verbal, antara lain tukang nangis, jangan malas belajar, keluar sana, kurang aja, susah kali dibilangi, diam bodoh, gak boleh jajan.

Pada frasa keluar sana digolongkan ke dalam frasa verba karena pada frasa tersebut yang menjadi inti adalah keluar yang berkelas kata verbal dan sana

adalah atribut yang berkelas kata adverbia. Hal tersebut dikatakan sebagai frasa verba karena frasa verba dibentuk dari dua kata atau lebih dengan verba sebagai intinya.

Selanjutnya, frasa ajektival diartikan sebagai frasa endosentris berinduk satu yang induknya ajektiva dan modifikatornya adverbial seperti sangat, lebih, kurang, dan sebagainya, misalnya lebih baik (Kridalaksana, 2008:66). Ajektiva dapat diartikan sebagai kata yang menerangkan kata benda (Kridalaksana,

2008:4). Berdasarkan batasan itu, dari sebanyak 61 buah kekerasan verbal yang digunakan oleh responden, peneliti ini menemukan sebanyak 18 buah kekerasan verbal yang berkategori ajektiva. Senada dengan pernyataan itu, Radford et al. (2009:130) menyatakan, “Adjectives typically refer to properties which people or

things possess and they are used to modify nouns, e. g. Happy man, noisy

engine” (ajektiva umumnya merujuk pada sifat yang dimiliki orang atau sesuatu dan lazimnya digunakan untuk membatasi/ memodifikasi nomina, misalnya orang yang berbahagia, mesin yang berisik). Salah satunya pada frasa dasar pendek jelek, frasa tersebut disebut sebagai frasa adjektiva dimana frasa tersebut diikuti oleh pewatas di depan dan dibelankang. Kedua pewatas tersebut mengapit inti dari frasa tersebut. Kata dasar pada frasa di atas adalah atribut yang biasa melekat dengan nomina atau adjektiva, pendek pada frasa di atas digolongkan sebagai adjektiva karena seperti teori yang dipedomani frasa adjektiva intinya dapat diikuti dengan afiks ter- sangat, amat, paling, agak, alangkah-nya, dan se-nya.

Pendek (adjektiva) merupakan inti dari frasa tersebut. Jelek pada frasa tersebut digolongkan menjadi atribut yang berkelas kata adjektiva. Kekerasan verbal dalam bentuk frasa adjektifa, antara lain bandal kali, bodoh kalilah, dasar anak bodoh gak bisa dibilangin, dasar pendek jelek, gak tau malu, bodoh kalipun, dasar bodoh.

Dokumen terkait