• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekerasan Verbal Berdasarkan Bentuk Klausa

4.4 Faktor Kekerasan Verbal

4.5.1 Bentuk-Bentuk Kekerasan Verbal

4.5.1.3 Kekerasan Verbal Berdasarkan Bentuk Klausa

Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek S dan predikat P, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat. Klausa juga merupakan unsur kalimat, karena sebagaian esar kalimat terdiri dari dua unsur klausa. Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun

demikian, S juga sering dibuangkan, misalnya dalma kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62). Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, jika mempunya S, klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari

S,P, dan O. Jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian seterusnya. Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap unsur inti klausa adalah S dan P.

Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P , sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.

Suatu ujaran kekerasan verbal yang terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan, misalnya Ibu gak akan membeli makanan kesukaanmu kalau kamu gak tidur siang merupakan klausa sekaligus sebuah kalimat, yakni kalimat tunggal. Hal tersebut sesuai dengan dengan definisi yang dikemukakan kridalaksana (1982:85) bahwa “klausa adalah satauan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari suhjek dan predikat dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat.” Pengertian yang sama dikemukakan oleh Ramlan (1981:62) “Klausa dijelaskan sebagai satuan gramatik yang terdiri atas P, baik disertai S, O, Pel, dan Ket atau tidak. Dengan ringkas klausa ialah (S)

P (O), (Pel) (Ket). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada, boleh juga tidak ada.”

Kekerasan verbal matamu kau letak dimana? Data pada klausa tersebut mengisi unsur klausa yang berkategori interogatif. Unsur klausa dimana mengisi kategori interogatif dan berfungsi sebagai kata tanya. Unsur klausa kau mengisi fungsi objek pelaku (O2) berkelas kata nomina karena kau pada kalimat di atas adalah orang yang dikenai sebuah tindakan atau perbuatan. Sedangkan letak

mengisi fungsi predikat berkelas kata verba, dan matamu mengisi unsur jabatan subjek. Klausa dimana merupakan klausa tanya karena klausa tanya adalah klausa yang isinya menanyakan sesuatu kepada mitra tutur/mitra bicara (dalam bahasa lisan) atau pembaca (dalam bahasa tulis). Klausa ini secara tekstual ditandai oleh pemakaian kata tanya (interogatif). Klausa ini termasuk klausa yang berurutan biasa, yaitu klausa yang subjeknya terletak pada awal kalimat dan predikat dibelakang subjek. Klausa ini juga termasuk ke dalam jenis klausa inti.

Kalau PR kamu tidak siap gak boleh nonton data tersebut digolongkan ke dalam klausa. Data tersebut berpola konjungsi subordinat syarat + SP. Unsur klausa kalau mengisi kategori konjungsi subordinat yang menyatakan syarat. PR kamu adalah unsur klausa yang berpola subjek dan berkelas kata nomina. Sedangkan unsur klausa gak boleh nonton memiliki pola kalimat predikat. Konjungsi subordinat adalah konjungsi yang menghubungkan dua atau lebih klausa yang tidak memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi ini membentuk anak kalimat yang jika digabungkan dengan induk kalimat akan membentuk kalimat majemuk bertingkat. Klausa yang diawali pertalian makna syarat ini,

selain ditandai dengan penggunaan kata kalau, juga dapat digunakan oleh konjungsi bila, apabila, jikalau, jika, dan lain sebagainya.

4.5.2 Peristiwa Tutur

Salah satu tempat yang sering menjadi latar terjadinya kekerasan verbal adalah keluarga. Keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak. Dalam berkomunikasi, masing-masing individu, baik ayah, ibu maupun anak saling berinteraksi dengan tujuan masing-masing. Dalam sebuah interaksi komunikasi terkadang dapat mengundang kemarahan, ketertekanan, ketakutan, ketidaknyamanan, dan kecemasan orang lain yang diwujudkan dengan berbagai cara. Simpen dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Fungsi Bahasa dan Kekerasan Verbal dalam Masyarakat menyatakan bahwa kekerasan verbal lahir dari penyelewengan atau pengawafungsian bahasa. Menurutnya, tindakan yang menyebabkan tidak nyamannya orang lain, tertekannya orang lain, kecemasan orang lain, kekhawatiran orang lain, ketakutan orang lain dan terancamnya orang lain. Hal tersebut tercnatum dalam kutipan berikut.

Penyelewengan atau pengawafungsian bahasalah yang melahirkan kekerasan verbal, yaitu tindakan berbahasa yang menyebabkan tidak nyamannya orang lain, tertekannya orang lain, kecemasan orang lain, kekhawatiran orang lain, ketakutan orang lain, atau terancamnya orang lain (Simpen, 2011:9).

Jika kemarahan, ketertekanan, ketakutan, ketidaknyamanan, dan kecemasan orang lain tersebut diwujudkan melalui peristiwa verbal, tuturan tersebut dikategorikan dalam peristiwa tutur yang mengandung kekerasan verbal.

interaksi komunikasi tidak bisa dipisahkan dari konteks sosial. Konteks sosial tersebut meliputi setting (latar di mana bahasa itu digunakan dan latar psikologi),

participant (penutur dan petutur yang turut ambil bagian dalam komunikasi), end

(fungsi dan hasil), act sequence (bentuk tuturan), key (intonasi, sikap, dan semangat saat mengucapkan tuturan), instrument (jalur bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi), norm (perilaku dan kesantunan), dan genre (jenis bentuk penyampaian) yang disingkat menjadi akronim SPEAKING.

Berikut merupakan analisis data Kekerasan verbal yang digunakan orang tua terhadap anak.

Setting and scene

Setting berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung, sementara scene mengacuh pada situasi, tempat, dan waktu terjadinya pertuturan. Waktu, tempat, dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya pada saat percakapan yang terjadi dalam peristiwa tutur di bawah ini.

Pewawancara : Kalau marah lagi apalah dibilang mamak? Anak 2 : Bodok (maksudnya bodoh).

Pewawancara : Trus? Anak 2 : Dipukulin.

Dan bila diamati setting atau waktu dan tempat pertuturan yang berlangsung dalam peristiwa tutur di Jalan Kawat III, Tanjung Mulia, Medan pada pukul 19.00 Wib atau sekitar jam 7 malam dan pertuturan berlangsung berada di dalam rumah, sedangkan scene atau situasi tempat terjadinya pertuturan sangatlah

mencekam, sunyi, disebabkan orang tua sedang marah kepada anak yang tidak mengerjakan apa yang diperinkan terhadap anak.

Participants

Participants adalah peserta tutur atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. Peserta tutur dapat dipakai untuk menunjuk kepada minimal dua pihak dalam bertutur. Participants yang ada di dalam peristiwa tutur kekerasan verbal terhadap anak, yaitu:

1. Orang tua yaitu ibu dan ayah (yang melakukan kekerasan verbal) 2. Anak (anggota dari keluarga)

Hal tersebut dapat dilihat pada percakapan di bawah ini.

Pewawancara : Kalau Abel dimarahin mamak apalah dibilang? Anak 2 : Anjing!

Pewawancara : Anjing dibilang mamak sama Abel? Anak 2 : Iyah.

Pewawancara : Trus apalagi dibilang mamak? Anak 2 : Monyet!

Pewawancara : Monyet. Trus kalau bapak marah? Mau bapak marah?

Anak 2 : Mau!

Pewawancara : Kalau bapak marah apalah dibilang bapak sama Abel? Anak 2 : Bodok!

Pewawancara : Bodok. Trus apalagi? Anak 2 : Babi!

Dari percakapan di atas orang tua (ayah dan ibu) adalah orang yang bertanggung jawab terhadap anak merawat dan mengurus keluarga dengan sabar,

penuh kasih sayang, dan konsisten (Soetjiningsih, 1995), dan anak adalah anggota keluarga yang berhak mendapat perlindungan. Hubungan yang terjalin antara orang tua (ayah, ibu) dengan anak adalah hubungan keluarga. Seperti yang pendapat Soetjiningsih (1995) ayah dan ibu ditambah dengan anak akan membentuk sebuah unit terkecil dalam masyarakat yang disebut keluarga.

Participants yang terlibat dalam peristiwa tutur kekerasan verbal di atas adalah anak, ibu, dan ayah. Ibu dan ayah mengucapkan kekerasan verbal terhadap anak dengan mengucapkan bodoh, babi, anjing, dan seterusnya.

Ends

Ends yang mengacu pada maksud dan tujuan pertuturan. Tujuan dari suatu peristiwa dalam keluarga pastilah diharapkan sejalan tujuan dari orang tua dengan anak. Sebuah tuturan mungkin sekali dimaksudkan untuk menyampaikan informasi atau buah pikiran. Barangkali pula tuturam itu dipakai untuk merayu, membujuk, mendapatkan kesan, dan sebagainya. Dalam bertutur pastilah seseorang itu berharap agar tuturannya tidak dianggap menimpang dari tujuan yang dimaksud. Orang yang bertutur pastilah memiliki tujuan dan sedapat mungkin penutur akan berupaya bertutur sejalan dengan tujuan dari anggota tuturnya.

Ends yang terjadi di dalam peristiwa tutur kekerasan verbal adalah sebagai berikut: contohnya adalah saat orang tua menyampaikan kekerasan verbal kepada anak dalam keluarga memiliki maksud dan tujuan di dalam kekerasan verbal yang diucapkan. Saat orang tua mengucapkan kata kekerasan kepada anak seperti bodoh, anjing, dan babi, seperti yang dikatakan anak pastilah orang tua

memiliki maksud dan tujuan. Maksud dari kekerasan verbal di atas adalah seperti yang kita tahu, ketika orang tua menyuruh untuk melakukan sesuatu yang harus dikerjakan akan tetapi anak tidak lekas mengerti atau tidak dapat mengerjakan apa yang diperintahkan orang tuanya. Tujuan dari kata-kata di atas adalah agar kiranya anak dapat segera mengerti dan segera mengerjakan apa yang diperintahkan orang tuanya.

Act Sequences

Act sequences berkenaan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan topik pembicaraan.

Seperti percakapan di bawah ini.

Pewawancara : Kalau marah lagi apalah dibilang mamak? Anak 2 : Bodok (maksudnya bodoh).

Pewawancara : Trus? Anak 2 : Dipukulin.

Penggunaan dari kata-kata percakapan di atas tersebut adalah dengan kata-kata yang tidak sopan, sebagaimana orang yang lagi marah menyampaikan pernyataan atau makian tersebut dengan kasar. Hal itu dilakukan orang tua kepada anaknya. Bentuk dari penggunaan kalimat di atas adalah dalam bentuk kata dasar. Dan isi (berkaitan dengan topik pembicaraan) di atas adalah berkaitan tentang peristiwa tutur orang tua dan anak yang melakukan kekerasan verbal.

Key

Key mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan sedih, dan sebagainya. key yang terdapat pada pertuturan kekerasan verbal tersebut adalah ibu dan ayah yang melakukan kekerasan verbal menyampaikan sesuatu kepada anak yang dilakukan karena anak tidak mengerjakan apa yang diperintahkan oleh ayahnya.

Pewawancara : Kalau Abel dimarahin mamak apalah dibilang? Anak 2 : Anjing!

Pewawancara : Anjing dibilang mamak sama Abel? Anak 2 : Iyah.

Pewawancara : Trus apalagi dibilang mamak? Anak 2 : Monyet!

Pewawancara : Monyet. Trus kalau bapak marah? Mau bapak marah?

Anak 2 : Mau!

Pewawancara : Kalau bapak marah apalah dibilang bapak sama Abel? Anak 2 : Bodok!

Dari tuturan yang dikatakan pada percakapan di atas dapat kita tahu bahwa hubungan yang dimiliki adalah antara orang tuanya (ayah dan ibu) dan anak sehingga orang tua tersebut menyampaikan kepada anaknya kata-kata dengan sikap marah dan tidak santun dalam berbicara, karna dia adalah anak dari orang tua tersebut. Orang tua berbicara kepada anaknya yang tidak mengerjakan apa yang diperintahkan sehingga nada suara terdengar sangatlah tinggi, karena

orang tua menganggap anak tidak menghormati atau mengerjakan apa yang diperintahkannya.

Instrumentalities

Instrumentalities berkenaan dengan saluran (channel) dan bentuk bahasa yang digunakan dalam pertuturan.

Pewawancara : Kalau marah lagi apalah dibilang mamak? Anak 2 : Bodok (maksudnya bodoh).

Instrumentalities dalam peristiwa tutur tersebut adalah dengan menggunakan bahasa lisan melalui percakapan.

Norms of interaction and interpretation

Norm of interaction and interpretation mengacuh pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Suatu interaksi atau suatu aktivitas berbicara tentunya membutuhkan aturan. Tidak terdapat Norm of interaction and interpretation pada peristiwa tutur kekerasan verbal ini.

Genre

Genre mengacuh pada jenis bentuk penyampaian, sepeti narasi, pepatah, doa dan sebagainya. contoh narasi yang terdapat dalam peristiwa tutur kekerasan verbal tersebut yaitu:

Pewawancara : Kalau Abel dimarahin mamak apalah dibilang? Anak 2 : Anjing!

Pewawancara : Anjing dibilang mamak sama Abel? Anak 2 : Iyah.

Pewawancara : Trus apalagi dibilang mamak? Anak 2 : Monyet!

Pewawancara : Monyet. Trus kalau bapak marah? Mau bapak marah?

Anak 2 : Mau!

Narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang didalmnya terdapat alur cerita, waktu, tokoh dan konflik, tetapi tidak memiliki kalimat utama. Ciri-ciri narasi yaitu memiliki kejadian, pelaku, dan waktu kejadian. Peristiwa tutur di atas disampaikan dalam bentuk narasi atau percakapan. Kejadian yang terjadi dalam narasi di atas adalah dimana ayah dan ibu mengatakan kekerasan verbal terhadap anaknya.

Dokumen terkait