• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : KEKUATAN HUKUM TANDA TANGAN

B. Kekuatan Tanda Tangan Elektronik Sebagai Alat Bukti

bawah tangan dan akta otentik. Dibandingkan dengan surat biasa dan akta di bawah tangan, akta otentik merupakan bukti yang cukup atau bukti yang sempurna, artinya bahwa isi fakta tersebut oleh hakim dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti lawan yang kuat. Hal mana berarti bahwa hakim harus mempercayai apa yang tertulis dalam akta tersebut, dengan perkataan lain apa yang termuat dalam akta tersebut harus dianggap benar selama ketidak benarannya tidak dibuktikan terhadap pihak ketiga.143 142 Ibid., hal. 80. 143 Ibid., hal. 96.

Tanda Tangan otentik berkekuatan hanya sebagai bukti bebas, artinya penilaiannya diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Dalam hal ini dapat dilihat keabsahan dari akta otentik yang mempunyai 3 macam kekuatan pembuktian, yaitu: kekuatan pembuktian formal, kekuatan pembuktian material dan kekuatan mengikat.

Sementara itu kekuatan pembuktian akta di bawah tangan dinyatakan dalam Ordonansi tahun 1867 nomor 29 yang intinya menyatakan bahwa barang siapa yang terhadapnya diajukan suatu tulisan di bawah tangan, diwajibkan secara tegas mengakui atau menyangkal tanda tangannya, tetapi bagi para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripadanya, cukuplah jika mereka menerangkan tidak mengakui tulisan atau tanda tangan itu sebagai tulisan atau tanda tangan orang yang mereka wakili. Akta di bawah tangan yang diakui isi dan tandatangannya, dalam kekuatan pembuktian hampir sama dengan akta otentik, bedanya terletak pada kekuatan bukti keluar, yang tidak dimiliki oleh akta di bawah tangan. Surat-surat lain selain akta mempunyai nilai pembuktian sebagai bukti bebas.144

Setelah ada kejelasan mengenai kekuatan pembuktian dari surat, baik surat biasa, akta di bawah tangan maupun akta otentik, selanjutnya kita coba mengkaji apakah akta elektronik mempunyai kekuatan pembuktian yang sama dengan akta yang lajim kita kenal selama ini sebagaimana tersebut di atas. Suatu hal yang dapat kita simpulkan dari uraian terdahulu adalah keabsahan dari suatu akta elektronik merupakan sesuatu yang tidak perlu diragukan lagi, sifat tertulis dari akta elektronik

144

juga terpenuhi, keabsahan tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital-pun teruji.

Kekuatan pembuktian dari akta elektronis diperlakukan sama dengan akta yang non elektronis sepanjang dipenuhinya syarat-syarat tertentu, hal itupun masih disertai dengan beberapa catatan. Kekuatan akta elektronis sebagai alat bukti sebenarnya juga didukung atau melalui penafsiran oleh berbagai peraturan perundangan nasional, antara lain Undang-undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, yang secara tegas menyebutkan bahwa dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam microfilm atau media lainnya dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah, Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, di mana surat termasuk dalam salah satu alat bukti.145

Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menegaskan bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa informasi yang disimpan secara elektronik atau yang terekam secara elektronik, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat berupa alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronik.146

145

Ibid., hal. 98.

146

Dalam hal hakim masih ragu-ragu dalam mengambil keputusan sehubungan dengan tidak adanya Undang-Undang khusus di bidang Cyber Law yang mengatur mengenai alat bukti akta elektronik, sudah selayaknya apabila hal itu dapat diatasi hakim dengan melakukan penemuan hukum atau melakukan penafsiran secara analogis atau ekstensif dari ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku atau existing

laws. Dengan demikian atas permasalahan-permasalahan hukum yang timbul tetap

dapat diambil keputusan yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan, tanpa harus menunggu lahirnya Undang-Undang di bidang Cyber Law.

Alat-alat bukti yang diakui dalam peradilan perdata Indonesia diatur dalam HIR Pasal 164 dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Pasal 1866, yang bisa dipergunakan ada 5 macam, namun yang paling akurat adalah alat bukti surat yang berupa akta otentik, dimana terdapat 2 macam akta yaitu akta relass dan akta partij, dimana dalam akta relaas, bila para pihak tidak menandatangani akta ini maka akta tersebut tidak kehilangan otentisitasnya, karena akta ini dibuat oleh pejabat umum, sedangkan dalam akta partij, tanda tangan merupakan syarat mutlak karena akta ini dibuat dihadapan pejabat umum. Fungsi akta disini merupakan pernyataan secara tertulis adanya suatu perbuatan hukum dan dapat dipakai sebagai alat bukti.147

Selain daripada apa yang telah disebutkan diatas HIR masih mengenai alat pembuktian yaitu hasil pemeriksaan setempat, seperti yang ditentukan dalam pasal-pasal berikut ini :

147

Pasal 154 (1) HIR yang berbunyi :

”Jika ditimbang perlu atau ada faedahnya, maka ketua boleh mengangkat satu atau dua orang komisaris daripada dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan kepada Hakim”.

Pasal 155 HIR yang berbunyi :

”Jika pengadilan negeri menimbang, bahwa perkara itu dapat lebih terang, jika diperiksa atau dilihat orang ahli, maka dapatlah ia mengangkat ahli itu, baik atas permintaan kedua belah pihak maupun karena jabatannya”.148

Alat bukti tulisan ini menurut doktrin ilmu hukum dan undang-undang secara garis besar dibagi 2 macam, yaitu tulisan biasa dan tulisan berupa akta. Tulisan yang berupa akta ini terbagi lagi menjadi 2, yaitu akta di bawah tangan dan akta otentik.

Pembuktian dalam hukum acara pidana tentunya tidak dapat meninggalkan ketentuan hukum mengenai alat bukti dan barang bukti yang ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, mengingat alat bukti dan barang bukti menjadi dasar dalam memutus perkara pidana. Alat-alat bukti ini diatur menjadi dasar dalam memutus perkara pidana. Alat-alat bukti ini diatur dalam Pasal 183-189 Kitab undang Hukum Perdata, dan barang bukti dalam Pasal 39 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.149

Apabila melihat pada ketentuan dalam Pasal 164 HIR (238 RBG) atau Pasal 1866 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, tanda tangan secara elektronik tidak dimungkinkan untuk digunakan sebagai alat bukti atau akan ditolak oleh hakim maupun pihak lawan, karena pembuktian yang dikehendaki, berdasarkan ketentuan

148

Ibid., hal. 101.

149

dalam Pasal tersebut diatas, mensyaratkan bahwa alat bukti itu berupa tulisan, sementara tanda tangan elektronik sifatnya tanpa kertas.

Akan tetapi dalam hukum acara perdata di Indonesia, berdasarkan asas ius

curia novit, hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya karena

hakim mempunyai keleluasaan untuk melakukan penemuan hukum, dengan catatan hakim mempunyai pengetahuan tentang sistem transaksi secara elektronik. Dalam menilai suatu pembuktian, Hakim dapat bertindak bebas atau diikat oleh undang-undang, dimana terdapat 3 teori yaitu teori pembuktian bebas, teori pembuktian terikat dan teori pembuktian gabungan.150

Hakim dapat menggunakan suatu metode penemuan hukum yaitu metode interpretasi analogis, dimana interpretasi analogis merupakan penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim dengan cara memberi penafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai asas hukumnya dan menggunakan interprestasi ekstensif maka makna tertulis sebagaimana yang dimaksudkan dalam ketentuan alat bukti menurut hukum acara Indonesia dapat di perluas.151

Untuk dapat diklasifikasikan dalam bentuk tertulis dapat dengan membuat suatu print-out dari pesan yang masih berbentuk elektronik. Hal ini dapat ditemukan dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan yang berbunyi :

150

Ibid., hal. 102.

151

1. Dokumen perusahaan dapat dialihkan ke dalam microfilm atau media lainnya 2. Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam microfilm atau media lainnya

sebagaimana dimaksud ke dalam ayat (1) dapat dilakukan sejak dokumen tersebut dibuat atau diterima oleh perusahaan yang bersangkutan

3. Dalam pengalihan dokumen perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang perlu tetap disimpan karena mengandung nilai tertentu demi kepentingan perusahaan atau kepentingan nasional.

4. Dalam hal dokumen perusahaan yang dialihkan ke dalam microfilm atau media lainnya adalah naskah asli yang mempunyai pembuktian otentik dan masih mengandung kepentingan hukum tertentu, pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan naskah asli tersebut.

Setelah proses pengalihan ini dilakukan diperlukan proses legalisasi agar suatu dokumen dapat mempunyai kekuatan sebagai alat bukti. Pengaturan legalisasi ini terdapat pada ketentuan Pasal 13 dan 14 undang-undang ini, dan setelah proses pengalihan dan legalisasi maka dokumen perusahaan tersebut dinyatakan sebagai alat bukti yang sah. Hal ini didasarkan pada Pasal 15 undang-undang ini.152

Walaupun undang-undang ini tidak mengatur masalah pembuktian, namun undang-undang ini telah memberi kemungkinan bahwa dokumen perusahaan yang mengalami peralihan yang sangat ditentukan dengan adanya proses legalisasi,

152

sehingga apabila tanda tangan elektronik ini dapat dilakukan print-out kemudian dilegalisasi maka tanda tangan elektronik ini dapat menjadi alat bukti.

Sebagai bahan perbandingan, di negara Belanda telah ada aturan pada Pasal 186 BRV bahwa keabsahan tanda tangan dapat dilakukan dengan cara apa saja, maka dihubungkan dengan syarat-syarat bahwa suatu surat dapat dikatakan akta jelaslah bahwa tanda tangan elektronik ini dapat dikatakan sah meskipun penandatangan dilakukan secara elektronik. Dalam hal transaksi elektronik tidak ada alat bukti lain selain data elektronik yang berupa tanda tangan elektronik, dengan demikian tanda tangan elektronik pada dasarnya dapat dipersamakan sebagai tulisan.

Tanda tangan elektronik ini memang belum diatur dalam hukum Pembuktian di Indonesia, namun sudah jelas bahwa secara tidak langsung tanda tangan ini mempunyai fungsi yang sama dengan tanda tangan tradisional, karena dalam peradilan di Indonesia Hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya, maka Hakim secara hukum bisa menggunakan tanda tangan elektronik sebagai alat bukti dalam memutus suatu perkara, dengan bantuan seorang ahli dalam bidang teknologi, karena suatu tanda tangan elektronik dapat memberikan jaminan yang lebih terhadap keamanan suatu data elektronik, dibandingkan tanda tangan biasa, karena penerima pesan dapat memeriksa kembali apakah pesan yang datang dari pengirim adalah benar dari pengirim.153

153

C. Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Pengesahan Perseroan