• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori 1. Hasil Belajar

2) Kekurangan Metode Bermain Peran

Berikut beberapa kekurangan metode bermain peran (Aris Shoimin, 2014: 163):

a) Metode bermain peran memerlukan waktu yang relatif panjang/banyak.

b) Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari

pihak guru maupun murid. Ini tidak semua guru memilikinnya.

c) Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran

merasa malu untuk memerlukan suatu adegan tertentu.

d) Apabila pelaksanaan sosiodrama atau bermain peran

mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pengajran tidak tercapai.

e) Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini.

f. Penerapan Metode Bermain Peran

Penerapan metode bermain peran mata pelajaran IPS di MI/SD pada penelitian ini dikhususkan pada materi kegiatan jual beli. Penjabaran materinya berupa proses kegiatan jual beli yang

54

dilakukan dirumah maupun di sekolah. Tujuan dari hal tersebut adalah untuk membantu siswa memahami dan mengerti tentang materi yang diajarkan, mengembangkan rasa tanggung jawab dan kejujuran, mengembangkan kepercayaan diri siswa, mencari pemecahan dari setiap permasalahan. Bermain peran dilaksanakan pada pembelajaran IPS dengan beberapa langkah, yaitu:

1) Tahap Pemanasan

Pada tahap pemanasan guru memberikan apresepsi mengenai materi yang akan dipelajari. Hal ini berguna untuk menjembatani tentang apa yang diketahui siswa dengan materi yang akan dipelajari. Dengan begitu siswa akan lebih mudah dalam memahami materi. Sebelum memasuki materi guru terlebih dahulu memberikan gambaran secara umum mengenai materi yang akan dipelajari. Kemudian guru memberikan gambaran mengenai kegiatan jual beli yang ada dalam materi. Setelah itu guru menjelaskan mengenai pembelajaran bermain peran dalam materi tersebut supaya siswa tidak kebingungan.

2) Tahap Memilih Siswa yang akan Berperan

Pada tahap ini guru menawarkan kepada siswa yang berminat untuk menjadi tokoh secara sukarela. Apabila tadak ada yang bersedia baru guru menunjuk siswa untuk memerankan peran. Dalam hal ini dibutuhkan pemahaman

55

guru tentang watak, sifat, dan sikap siswa dalam aktifitas sehari hari. Ini akan membantu guru dalam penyesuaikan siswa dengan peran yang akan dimainkan.

3) Tahap Menyiapkan Penonton

Guru mempersiapkan siswa yang menjadi penonton dan memberitahukan tugas. Namun terlebih dahulu guru menjelaskan tugas sebagai penonton atau dengan pemberian LKS. Adapun tugas siswa yang menonton adalah mengobservasi dan mengevaluasi jalannya penampilan siswa yang berperan.

4) Tahap Mengatur Panggung

Sebelum penampilan dimulai guru harus menyiapkan tempat. Tempat tersebut dapat didalam kelas maupun di luar kelas. Selain itu, guru harus menyiapkan peralatan, media, dan aksesoris pendukung agar penampilan dapat berjalan dengan menarik.

5) Tahap Permainan

Pada tahap permainan ini, permainan yang dimaksud yaitu penampilan bermain peran di depan penonton. Sebelum permainan dimulai, guru membagi siswa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pemain dan kelompok penonton. Untuk kelompok penonton guru memberikan tugas untuk

56

permainan/penampilan. Guru juga mengatur waktu jalannya penampilan supaya efisien dan efektif.

6) Tahap diskusi dan Evaluasi

Pada tahap ini guru bersama siswa melakukan diskusi mengenai jalannya penampilan yang baru saja dilakukan. Guru melakukan evaluasi mengenai cerita dalam permainan melalui tanya jawab.

7) Tahap Permainan Berikutnya

Pada tahap ini siswa yang sebelumnya menjadi penonton kemudian memerankan peran. Sebaliknya siswa yang tadi menjadi pemain kini berperan menjadi penonton. Hal ini dilakukan supaya siswa dapat merasakan permainan.

8) Tahap Diskusi Lebih Lanjut

Tahap diskusi lebih lanjut ini dilakukan oleh guru bersama siswa untuk mengevaluasi tentang jalannya permainan yang baru saja dilakukan oleh kelompok kedua melalui tanya jawab. Setelah itu guru dan siswa berdiskusi mengenai jalannya runtutan cerita dari awal sampai akhir.

9) Tahap Generalisasi

Pada tahap generalisasi ini, guru dan siswa menyimpulkan hasil diskusi dari pembelajaran yang sudah dilakukan.

57 5. Media Gambar

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa latin “medius” yang secara harfiah berarti “tengah, perantara, atau pengantar. Dalam bahasa Arab, media adalah perantara

(ل ئ اَس َو)

atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely (1971) dalam bukunnya Azhar Arsyad, mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks, dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. (Azhar Arsyad, 2015: 3).

Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee, 1997) dalam bukunnya Hujair AH. Sanaky. Media pembelajaran adalah sebuah alat yang berfungsi dan dapat digunakan untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar. Maka dapat dikatakan bahwa, bentuk komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana untuk menyampaikan pesan. Bentuk-bentuk stimulus dapat dipergunakan

58

sebagai media, diantarannya adalah hubungan atau interaksi manusia, realitas, gambar bergerak atau tidak, tulisan dan suara yang direkam. Dengan kelima bentuk stimulus ini, akan membantu pembelajar mempelajari bahan pelajaran. Atau dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk stimulus dapat dipergunakan sebagai media adalah suara, lihat, dan gerakan. (Hujair AH. Sanaky, 2015: 3-4).

Batasan lain telah pula dikemukakan oleh para ahli diantarannya akan diberikan berikut ini. AECT (Association of Education and Communication Technology, 1977) memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. (Azhar Arsyad, 2015: 3).

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah sarana atau alat bantu pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pengertian yang lebih luas, media pembelajaran adalah alat, metode dan tekhnik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara pengajar dan pembelajar dalam pembelajaran di kelas. (Hujair AH. Sanaky, 2015: 4).

59 b. Pengertian Media Gambar

Gambar merupakan media yang paling umum digunakan orang, karena media ini mudah dimengerti dan dapat dinikmati, mudah didapatkan dan dijumpai dimana-mana, serta banyak memberikan penjelasan bila dibandingkan dengan verbal. Maksudnya: jika media gambar mengvisualkan apa adannya secara detail sedangkan verbal (kata-kata) kelemahannya terletak pada keterbatasan daya ingat dalam bercerita dan menjelaskan, sehingga mungkin ada hal-hal yang tercecer atau terlupakan dalam menyampaikan pesan. (Hujair AH. Sanaky, 2015: 81).

Penyajian materi pelajaran dengan menggunakan gambar, tentu merupakan daya tarik tersendiri bagi pembelajar. Maka penggunaan gambar harus sesuai dengan materi pembelajaran yang diajarkan, dan tujuan yang diinginkan. Selain itu, penggunaan gambar dalam proses pembelajaran sangat tergantung pada kreasi dan inisiatif pengajar itu sendiri, asalkan gambar tersebut dari sisi seni bagus dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. (Hujair AH. Sanaky, 2015: 82).

60

c. Kelebihan dan Kelemahan Media Gambar 1) Kelebihan Media Gambar

Berikut beberapa kelebihan media gambar (Hujair AH. Sanaky, 2015: 82):

a) Gambar sifatnya konkrit, lebih realis menunjukkan pada

pokok masalah bila dibandingkan dengan verbal semata.

b) Gambar dapat mengatasi ruang dan waktu, artinnya tidak

semua benda, objek, peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan pembelajar dapat dibawa ke objek tersebut. Maka perlu diciptakan dengan membuat gambar benda tersebut.

c) Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan panca

indera. Misalnya: binatang ber sel satu tak mungkin dilihat dengan mata telanjang, tetapi dengan mikroskop. Apabila tidak menggunakan mikroskop, maka dapat direkayasa dengan bentuk gambar.

d) Memperjelas suatu sajian masalah dalam bidang apa saja

dan untuk tingkat usia berapa saja.

e) Media ini lebih murah hargannya, mudah didapatkan dan

digunakan tanpa memerlukan peralatan khusus. 2) Kelemahan Media Gambar

Berikut beberapa kelemahan media gambar (Hujair AH. Sanaky, 2015: 83):

61

a) Lebih menekankan persepsi indera mata.

b) Benda terlalu kompleks, kurang efektif untuk

pembelajaran.

c) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar.

Selain itu, media gambar yang baik sebagai media pengajaran, harus memenuhi lima syarat, yaitu (Hujair AH. Sanaky, 2015: 83-84):

a) Harus autentik, artinnya gambar haruslah secara jujur melukiskan situasi seperti apa adannya atau sesuai dengan benda aslinnya.

b) Sederhana, komposisinnya hendaklah cukup jelas

menunjukkan point-point pokok dalam gambar.

c) Ukurannya relatif, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan. Gambar harus menampilkan suatu benda atau objek yang telah dikenal pembelajaran dan sifatnya aktual. Objek

atau peristiwa yang belum dikenal pembelajar

ditampilkan dalam gambar, pembelajar akan sulit membayangkan benda atau objek tersebut. Untuk menghindari hal tersebut, hendaklah dalam gambar terdapat sesuatu atau unsur-unsur yang telah dikenal

pembelajar sehingga dapat membantunnya

62

d) Gambar harus mengandung unsur gerak atau perbuatan. Artinnya gambar yang baik tidaklah menunjukkan suatu objek atau kejadian dalam keadaan diam, tetapi memperlihatkan suatu aktivitas, kegiatan, atau perbuatan. Untuk itu, bagi pengajar yang akan menggunakan gambar untuk menjelaskan materi pembelajaran, pilihlah gambar yang mengandung suatu aktivitas, gerakan, atau suatu perbuatan.

e) Gambar yang bagus belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Mungkin saja gambar hasil karya pembelajar, seringkali lebih baik walaupun dari segi mutunnya kurang baik. Maka untuk gambar yang baik sebagai media pembelajar, hendaknya bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

Jadi, suatu desain gambar dikatakan bagus, belum tentu baik untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Tegasnya, gambar dari sudut seni bagus, sederhana, sesuai dengan materi pelajaran dan mendukung tujuan pembelajaran. (Hujair AH Sanaky, 2015: 85).

63 B. Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini, peneliti tidak terlepas dari penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dilaksanakan saat ini, yang mengacu pada penelitian terdahulu sebagai bahan kajian. Adapun karya-karyanya sebagai berikut:

1. Dari Jurnal Pedagogi, Vol. 2, No. 3, Hal. 1-8, oleh Zulfa N dan Chumi Zahroul. F, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember Agustus 2016 dengan judul “Penerapan Metode Bermain Peran untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Jenis-Jenis Usaha Ekonomi di SDN Ngadiluwih 02 Kediri”. Kegiatan Pembelajaran IPS di SDN Ngadiluwih 02 Kediri belum menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Menurut hasil observasi pra siklus diketahui bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa belum termasuk dalam kriteria baik. Persentase aktivitas belajar pra siklus pada kriteria sangat aktif adalah 12% (3 orang), pada kriteria aktif adalah 16% (4 orang), kriteria cukup aktif adalah 56% (14 orang), kriteria kurang aktif adalah 16% (4 orang). Rata-rata aktivitas belajar siswa pra siklus dalah 56% (kriteria cukup aktif). Persentase hasil belajar siswa pada kriteria sangat baik adalah 24% (6 orang), kriteria baik adalah 24% (6 orang), kriteria cukup baik adalah 36% (9 orang), kriteria kurang baik adalah 16% (4 orang). Rata-rata skor hasil belajar siswa pra siklus adalah 68 (kriteria cukup

64

baik). Berdasarkan temuan tersebut perlu adannya metode pembelajaran yang lebih variatif dengan mengutamakan keaktifan siswa dan memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan

kemampuan belajarnya secara maksimal. Sesuai dengan

permasalahan tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V melalui penerapan metode bermain Peran pada mata pelajaran IPS pokok bahasan Jenis-Jenis Usaha ekonomi di SDN Ngadiluwih 02 kediri. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa melalui penerapan metode bermain peran dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Rata-rata aktivitas belajar siswa pada pra siklus adalah 56,4% (kriteria cukup aktif). Pada siklus I meningkat menjadi 70,8% (kriteria akitf). Pada siklus II kembali meningkat menjadi 80,96% (kriteria sangat aktif). Rata-rata skor hasil belajar siswa pada pra siklus adalah 68 (kriteria cukup baik). Pada siklus I meningkat menjadi 73,2 (kriteria baik). Pada siklus II kembali meningkat

menjadi 83,18 (kriteria sangat baik). (Diakses dari

http://scholar.google.co.id pada tanggal 11 Mei 2018 jam 16.00). 2. Dari Jurnal Sosialita, ISSN 2086-5600, Vol. 7, No. 7, Hal. 49-63,

oleh Dian Prihatiningsih dan Buchory MS, Program Pascasarjana Universitas PGRI Yogyakarta, Maret 2013 dengan judul “Upaya

65

Peningkatan Karakter Siswa dalam Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Melalui Metode Bermain Peran Kelas V SD N Prigelan Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2012/2013”. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan karakter siswa kelas V dalam pembelajaran IPS di SD N Prigelan, Kabupaten Purworejo tahun 2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan dengan subjek penelitian siswa kelas V yang berjumlah 22 siswa. Penelitian ini terfokus pada peningkatan karakter siswa kelas V. Rancangan penelitian melibatkan kepala sekolah, guru SDN Prigelan dan peneliti. Data dikumpulkan melalui observasi, dokumentasi. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif. Analisa data dilakukan dengan tekhnik deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adannya peningkatan karakter siswa melalui metode bermain peran dalam pembelajaran IPS. Peningkatan karakter siswa pada setiap siklus dideskripsikan sebagai berikut: a) karakter tanggung jawab mengalami peningkatan dari rerata 3,4% pada pra siklus meningkat menjadi 31,8% pada siklus I dan 92,0% pada siklus II. b) karakter disiplin mengalami peningkatan dari rerata 25% pada pra siklus meningkat menjadi 53,4% pada siklus I dan 95,5% pada siklus II. c) karakter kerjasama mengalami peningkatan dari rerata 1,1% pada pra siklus meningkat menjadi 12,5% pada siklus I dan 97,7% pada siklus II. d) karakter toleransi mengalami peningkatan dari rerata 4,5% pada pra siklus meningkat menjadi 19,3% pada siklus I

66

dan 92,0% pada siklus II. e) karakter cinta tanah air mengalami peningkatan dari rerata 0,0% pada pra siklus meningkat menjadi 22,7% pada siklus I dan 100% pada siklus II. Berdasarkan uraian diatas dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode bermain peran dapat dipergunakan dalam pembelajaran IPS untuk

meningkatkan karakter siswa. (Diakses dari

http://scholar.google.co.idpada tanggal 13 Mei 2018 jam 13.31). 3. Dari Jurnal Basicedu, ISSN 2580-1147, Vol. 1, No. 2, Hal. 76-81,

oleh Wida Rianti, Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, 2017 dengan judul “Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan Belajar Menulis Terbimbing pada Mata Pelajaran Bahasa Inggris Kelas II SDN 002 Panam”. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan karena rendahnya hasil keterampilan menulis terbimbing pada proses pembelajaran menulis terbimbing siswa masih banyak yang belum lancar dan sulit memahami materi, terlihat dari hasil belajar menulis terbimbing masih banyak memperoleh nilai kurang bahkan ada yang dibawah KKM untuk itu diperlukan perbaikan pembelajaran yang sesuai yaitu dengan menggunakan media gambar. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar bahasa inggris dengan menggunakan media gambar pada siswa kelas II SDN 002 Panam Kota Pekanbaru. Subjek penelitian yaitu kelas II yang berjumlah 6 orang. Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas. Prosedur penelitian

67

terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Instrument penelitian beberapa perangkat pembelajaran dan alat pengumpul data (lembar kisi-kisi soal dan lembar observasi siswa). Hasil penelitian membuktikan bahwa daya serap siswa pada siklus I sebelum menggunakan media gambar adalah kategori sangat rendah yang mana hasil belajar yang tuntas hanya 2 orang (33%) sedangkan yang tidak tuntas 4 orang (66%). Setelah menggunakan media gambar adalah kategori sangat tinggi yang mana hasil belajar yang tuntas 5 orang (83%) yang tidak tuntas 1 orang (17%). Pada siklus II meningkat setelah menggunakan media gambar adalah kategori amat baik yang mana hasil belajar siswa yang tuntas 6 orang (100%) dan yang tidak tuntas tidak ada (0%). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan media gambar dalam kemampuan menulis terbimbing dapat meningkatkan prestasi belajar bahasa inggris pada siswa kelas II SDN 002 Panam Pekanbaru. (Diakses dari http://scholar.google.co.id pada tanggal 13 Mei 2018 jam 19.37).

Berdasarkan penelitian terdahulu sebagaimana yang sudah dipaparkan diatas, secara keseluruhan menunjukkan adannya peningkatan belajar siswa setelah menggunakan metode bermain peran. Bedannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis sekarang adalah penelitian tertuju pada peningkatan hasil belajar siswa kelas III materi kegiatan jual beli dengan media gambar.

68 BAB III

Dokumen terkait