• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Kelelahan Kerja

2.3.1. Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004). Kelelahan adalah rasa capek yang tidak hilang waktu istirahat (Spirita, 2004). Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk, 2000). Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.

2.3.2. Konsep Kelelahan

Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan serta membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan (Santoso, 2004).

Konsep kelelahan dewasa ini, sesudah dilakukan percobaan–percobaan yang luas terhadap manusia dan hewan, menyatakan bahwa keadaan dan perasaan

kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh 2 sistem antagonistik, yaitu sistem menghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat pada thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk mengantuk. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang dapat merangsang pusat–pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan

dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain–lain (Depkes RI, 2003).

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara 2 sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan kelelahan. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja (Depkes RI., 2000)

2.3.3 Gejala Kelelahan

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif dan obyektif antara lain ( Budiono dkk., 2000) :

1. Perasaan lesu, ngantuk dan pusing 2. Kurang mampu berkonsentrasi 3. Berkurangnya tingkat kewaspadaan 4. Persepsi yang buruk dan lambat 5. Berkurangnya gairah untuk bekerja 6. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.

Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja (Budiono, dkk., 2000).

Suma’mur (1996) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring, merasa susah berpikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa,kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan, sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Gejala-gejala tersebut menunjukkan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum (Suma’mur, 1996).

2.3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan

Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2004) menjelaskan bahwa faktor yang berhubungan dengan kelelahan di industri sangat bervariasi. Faktor tersebut yaitu, kesegaran jasmani, sikap kerja, lingkungan kerja, usia, beban kerja, waktu kerja,

status gizi, jenis kelamin, status kesehatan. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelelahan:

1. Penyakit jantung

Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Hal ini karena pada beberapa kondisi, aliran darah yang melalui otot dapat meningkat lebih dari 20 kali lipat. Kenaikan dari aliran darah ini juga dapat meningkatkan aktivitas jantung lebih dari normal. Kenaikan aliran darah ini salah satunya adalah dikarenakan berkurangnya O

2

dalam jaringan otot (Guyton & Hall, 1997). Kekurangan O

2 yang berkurang secara

cepat memungkinkan terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004). Penempatan sebelum tenaga kerja bekerja harus disesuaikan dengan keadaan kemampuan jantung seorang tenaga kerja (Suma’mur, 1996).

2. Hipertensi.

Hipertensi adalah suatu penyakit dimana salah satu penyebabnya adalah karena tekanan tinggi pada arteri sehingga arteri kehilangan kelenturannya untuk mengembang dan menyempit sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu peredaran darah (Gunawan,2001). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa O

2 memungkinkan

(kenaikan tekanan darah) dan pada umumnya bersamaan dengan sakit kepala (gejala utama) dan pada kasus-kasus berat dengan sesak nafas pada gerakan berlebihan dan pusing ( Gibson, 1985).

3. Penyakit ginjal

Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua- duanya mengurangi peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur, 1996). Apabila terjadi secara terus menerus maka akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan ginjal. Kelelahan merupakan suatu gejala dari gagal ginjal. Kelelahan timbul bersamaan dengan muntah–muntah, lidah yang kering, pigmentasi yang kekuning–kuningan pada kulit, depresi dan kebingungan (Gibson, 1985).

2.3.5 Jenis Kelelahan Kerja

Kelelahan terjadi karena beberapa hal : melakukan aktifitas monoton, beban kerja dan waktu kerja yang berlebihan, Iingkungan kerja, fasilitas kerja, keadaan psikologis, dan keadaan gizi. Kelelahan secara umum ditandai dengan berkurangnya kemauan bekerja yang disebabkan oleh monotoni, intensitas lama kerja fisik, lingkungan dan sebab mental. Menurut Grandjean (1993), kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan dengan stres sebelum mengakibatkan melemah fungsi kinerja, fungsi organ saling mempengaruhi fungsi kepribadian bersamaan dengan menurunnya kesiagaan kerja dan meningkat sensasi ketegangan.

Pengelompokan kelelahan dapat dilihat pada Gambar 2.1, terbagi 3 jenis: 1. Menurut proses terjadinya pada otot : kelelahan umum dan otot

2. Menurut terjadinya : akut dan kronis

3. Menurut penyebabnya : faktor nonfisik (psikososial) dan lingkungan fisik.

Kelelahan otot adalah tremor/perasaan nyeri pada otot berarti menurunnya kinerja sesudah mengalami tekanan tertentu ditandai dengan menurunnya kekuatan dan kelambanan gerak. Sedang kelelahan umum biasa ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh karena monoton, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, kesehatan dan gizi. Kelelahan subjektif terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30 – 48% tenaga aerobik maksimal (Astrand et all, 1977 dan Pulat, 1992).

Kelelahan Otot Lokal Kerja Statis Kerja Dinamis Umum Akut Kehabisan tenaga fisik Beban mental kerja Overload Underload Cicardian Sekunder Primer Kronis Organik Depresi Post – viral Psychoneuroti Kegelisahan Hypoglycaenic Penyakit jantung Efek Obat Dan lainnya

2.3.5.1. Kelelahan Otot (Mascular Fatigue)

Pada dasarnya kelelahan menggambarkan 3 (tiga) fenomena yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja (Barnes, 1980). Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman yang memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah mendekati batas maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan keadaan fisiologis normal yang dapat dipulihkan dengan beristirahat. Kelelahan yang dibiarkan terus- menerus akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Terdapat 2 (dua) jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Grandjean, 1988; Suma’mur: 1996).

Kelelahan otot merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot (Guyton, 1981). Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kondisi serta otot menjadi gemetar. (Suma’mur, 1996).

Secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Mekanisme prinsip tubuh nencakup sistem sirkulasi, sistem pencernaan, sistem otot, sistem syaraf dan sistem pernafasan. Kerja fisik yang terus menerus mempengaruhi mekanisme tersebut baik sebagian maupun secara keseluruhan (Setyawati, 1994).

Secara subjektif kelelahan otot dapat digambarkan dengan adanya perasaan tertekan, berat seperti beban, kaku dan nyeri (Suma’mur, 1990). Kelelahan otot

dikenal dengan adanya perasaan tertekan dan lemah. (Grandjen, 1998). Pada penelitian untuk memperoleh data tentang kelelahan sering digunakan kuesioner dengan skala bi-polar maupun skala sifat seperti skala Borg maupun skala Semantik. Kuesioner dari skala ini dapat dimodifikasikan sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan peneliti. (Grandjean, 1998; Suma’mur, 1990; Lueder (NIOSH), 1997; Sarwono, 1992).

Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah stres dan kelelahan (fatigue) kelelahan kerja memberikan kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. (Setyawati, 2007)

2.3.5.2. Kelelahan Umum

Suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas (Grandjean,1985). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan iluminasi, iluminasi dan seringnya akomodasi mata, kelelahan seluruh tubuh, kelelahan mental, kelelahan urat saraf, stress dan rasa malas bekerja (Nurmianto, 2004)

Budiono, dkk. (2000) jenis kelelahan umum adalah: 1. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata

2. Kelelahan seluruh tubuh, karena beban fisik bagi seluruh organ tubuh 3. Kelelahan mental, karena pekerjaan yang bersifat mental dan intelektual 4. Kelelahan syaraf, karena terlalu tertekannya sistem psikomotorik

5. Kelelahan kronis, karena terjadi kelelahan dalam waktu panjang 6. Kelelahan siklus hidup, bagian dari irama hidup siang dan malam

2.3.5.3 Kelelahan Kronis

Terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang kelelahan terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan (Grandjean dan Kogi, 1972).

Kelelahan yang terus–menerus setiap hari dalam jangka waktu lama berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja sore hari, tetapi juga selama bekerja bahkan kadang–kadang sebelumnya. Kelelahan kronis disebut juga kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalaini konflik mental, sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja (Suma’mur, 1996). Penyebab kelelahan kronis adalah faktor fisik ditempat kerja, faktor psikologi dan faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin dalam darah dan faktor psikologis yaitu komplik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan (McFarland dalam Silaban, 1996).

2.3.5.4 Kelelahan Mental

Kelelahan mental ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja akibat gangguan secara psikis (Depkes RI, 2003). Kelelahan psikologis biasanya bersumber pada kebosanan (Anies, 2002).

2.3.5.5. Kelelahan Akut

Terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan (Silaban, 1996)

2.3.5.6. Kelelahan Fisik

Kelelahan karena kerja fisik, kelelahan patologis (kelelahan yang kaitannya dengan penyakit); dan kelelahan psikologis ditandai dengan menurunnya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psiko sosial (Phoon, 1988). Penyebab kelelahan fisik adalah :

a. Faktor Fisik di tempat kerja dan faktor psikologis (Singlenton, 1972). Faktor psikologis menurut Suma’mur (2003), memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan besar. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka merasa lelah.

b. Faktor Fisiologis

Merupakan Akumulasi dari subtansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan

(McFarland, 1972).

Kelelahan kronis merupakan kumulatif respon non spesifik terhadap perpanjangan stress. Menurut Grandjen (1988) gejala kondisi tertentu yang berhubungan penting dengan stress seperti sakit kepala, pusing, jantung berdebar, diare, gangguan lambung dan lainnya. Gangguan tidur merupakan gambaran dan kondisi tersebut dan menunjukkan gejala hyperarousal pada siang hari.

Nixon (1982) mengatakan bahwa hyperarousal kronis berhubungan dengan kondisi kehabisan tenaga yang meningkat adalah gejala awal umum penyakit jantung.

Kehabisan tenaga dan kehilangan kendali yang bersatu dalam kelelahan kronis bergabung kedalam indera yang peka tentang apatis, kehilangan ingatan, kegagalan yang mencirikan kondisi psychoneurotic (depresi), dan melancholia.

Kelelahan diatur secara, sentral oleh otak Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat para simpatis).

Tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan menunjukkan: 1. Penurunan perhatian, 2. Pelambatan persepsi, 3.Lambat dan sukar berpikir, 4. Penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, 5.Kurang efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental.

Menurut Gilmer (1966) dan Cameron (1973), gejala kelelahan ditandai 1. Menurun kesiagaan dan perhatian, 2. Penurunan dan hambatan persepi. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial, 4. Tidak cocok dengan lingkungan, 5. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif, 6. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan dan sukar tidur).

2.3.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan kerja

Barnes (1980) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi jumlah pekerjaan yang akan dilakukan seseorang setiap hari dan tingkat kelelahan fisik

akibat kerja. Tersedianya kondisi kerja dan peralatan, jumlah pekerjaan setiap hari akan tergantung pada kemampuan dan kecepatan kerja yang dilakukan tenaga kerja. Faktor terakhir adalah tergantung pada keinginan atau kemauan kerja yang dipengaruhi oleh banyak hal, yaitu :

2.3.6.1. Lama Waktu Kerja

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan peneliti yang sesuai dengan situasi organisasi tertentu termasuk bagaimana biasanya pekerjaan itu dilakukan. Shift kerja temyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja terutama shift kerja siang dan malam. Shift kerja ini nyata lebih menimbulkan kelelahan dibandingkan dengan shift pagi, karena menyebabkan gangguan circadian rhythm (gangguan tidur) (Ida, 1997).

Shift kerja adalah sistem jam kerja sebagai suatu jadwal kerja yang diatur dalam memperpanjang waktu produksi dalam 24 jam. Dalam upaya menghasilkan produksi yang berkesinambungan, suatu perusahaan selalu mempekerjakan karyawannya dalam sistem shift selama 24 jam, hal ini perlu mendapat perhatian yang kemungkinan akan meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja.

Ada beberapa sistem jadwal kerja shift, tetapi umumnya perusahaan sering menggunakan sistem shift rotasi yang mengakibatkan terganggunya irama circadian dan kesehatan seseorang. Pada umumnya pekerja sebagian menyesuaikan diri, tetapi dapat juga yang mengalaini intoleransi, dikenal dengan Shift Maladaptation Syndrome (SMS). Keluhan-keluhan yang dijumpai pada keadaan ini berupa gangguan

pencernaan (mual dan muntah), nyeri dada, sesak nafas, kegelisahan, rasa dingin, dan lelah. Hal ini kadang-kadang mengakibatkan pekerja berhenti dari pekerjaannya.

Beberapa penelitian mengatakan kecelakaan banyak terjadi pada shift malam sehubungan dengan gangguan irama circadian. Penelitian lain, di Inggris menemukan bahwa puncak kecelakaan lokal terjadi sebelum waktu istirahat shift pagi yang mungkin disebabkan faktor kelelahan atau pekerja mempercepat produksi pada saat- saat ini untuk mengejar target sebelum istirahat. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 1/3 tenaga kerja tidak dapat menyesuaikan diri pada shift malam dan banyak tidak menyukai rotasi shift kerja 1 minggu, sebab mempengaruhi kesehatan dan kehidupan pribadi. Pada penelitian tersebut digunakan skedul kerja 1 minggu setiap shift pagi, minggu depannya shift sore, minggu ke 3 shift tengah malam. (Barnes, 1980).

2.3.6.2. Periode Istirahat

Pada berbagai jenis pekerjaan berat dan ringan diperlukan periode istirahat dengan alasan :

a. Periode istirahat meningkatkan jumlah pekerjaan yang dilakukan b. Periode istirahat dibutuhkan tenaga kerja

c. Periode istirahat menurunkan keragaman pekerjaan dan cenderung mendorong operator mempertahankan tingkat performance mendekati output yang maksimum.

e. Periode istirahat mengurangi jumlah waktu yang diperlukan selama jam kerja.

Selain faktor-faktor diatas, kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan rekreasi, pengetrapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat, penggunaan warna dan dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja. Waktu-waktu istirahat untuk latihan-latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi dan seseorang yang telah mengalaini kelelahan akan lebih lama merespon rangsang yang diberi (Koesyanto dan Tunggul, 2005).

Menurut Tarwaka dkk (2004) faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja adalah :

1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

2. Lingkungan iklim,penerangan, kebisingan, getaran dll 3. Cicardian rhythm

4. Problem fisik, tanggung jawab, kekhawatiran konflik 5. Kenyerian dan kondisi kesehatan

6. Nutrisi

2.3.7. Upaya Penanggulangan Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor. Yang terpenting adalah bagaimana menangani setiap kelelahan yang muncul agar tidak menjadi kronis. Agar dapat

menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari kelelahan tersebut (Tarwaka, 2004).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara; (1) Pengaturan jam kerja; (2) Pemberian kesempatan istirahat; (3) Adanya hari libur dan rekreasi; (4) Pengetrapan ilmu ergonomi dalam bekerja; (5) Penggunaan musik ditempat kerja; (6) Memperkenalkan perubahan rancangan produk; (7) Merubah metoda kerja menjadi lebih efisien dan efektif; (8) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman ( Budiono dkk., 2000).

Kelelahan kerja yang disebabkan monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja dan waktu-waktu istirahat untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya juga memegang peranan penting (Suma’mur , 1996)

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan dengan faktor fisik, faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan. Misalnya, kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 1997)

2.3.7.1. Beberapa Langkah Mengatasi Kelelahan

Kelelahan disebabkan oleh banyak faktor sangat kompleks sa1ing terkait, perlu penanganan agar tidak kronis. Pada gambar 2.2 terdapat skematis faktor

penyebab terjadi kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah.

CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah

5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi Kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

dengan sedikit kudapan 11. Dan lain-lain

PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktivitas kerja fisik

2. Aktivitas kerja mental

3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa

5. Kerja statis

6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang

10 Waktu kerja istirahat tidak tepat 11. Dan lain-lain

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua 1. Motivasi kerja turun

2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stres akibat kerja

6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera

8.Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. Dan lain-lain

MANAJEMEN PENGENDALIAN RESIKO

Gambar 2.2. Penyebab Kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko (Tarwaka, dkk. 2004)

2.3.7. 2. Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur kelelahan secara langsung Pengukuran yang dilakukan peneliti sebelum hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelempokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan

Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses Kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor harus dipertimbangkan seperti : target produksi, faktor sosial dan perilaku psikologis. Sedangkan kualitas output (kerusakan dan penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukan merupakan causal factor.

2. Uji Psiko-motor Test (Psycho-motor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dan pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya pelambatan proses faal syaraf dan otot. Menurut Sanders et al (1987) waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi

terpendek biasa antara 150 - 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dan stimuli yang dibuat, intensitas lamanya rangsang, dan umur subjek.

3. Uji hilang kelipan (Flicker Fusion Test)

Dalam kondisi lelah kemampuan melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji hilang kelipan untuk menunjukkan keadaan kewaspadaan pekerja.

4. Perasaan kelelahan (Subjective Feeling of Fatigue)

Perasaan kelelahan (Subjective Self Rating Test,) dari Industrial Fatigue Research Cominittee (IFRC) Jepang merupakan salah satu kuesioner mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner berisi 30 daftar pertanyaan: A). Pertanyaan tentang pelemahan kegiatan terdapat 10 butir: 1 .Perasaan berat di kepala, 2. Lelah seluruh badan, 3.Berat di kaki, 4.Menguap, 5. Pikiran kacau, 6. Mengantuk, 7. beban di mata, 8.Gerakan canggung dan kaku, 9. Berdiri tidak stabil, 10. ingin baring, B). Pertanyaan tentang pelemahan motivasi terdapat 10 butir: 1. Susah berpikir, 2.Lelah bicara, 3.Gugup, 4.Tidak konsentrasi, 5. Sulit memusatkan perhatian, 6.Mudah lupa, 7. Kepercayaan diri kurang, 8. Merasa cemas, 9. Sulit mengontrol sikap, 10.Tidak tekun, C).Pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik terdapat 10 butir : 1. Sakit kepala, 2. Kaku bahu, 3.Nyeri punggung, 4. Sesak nafas, 5.Haus, 6.Serak,7.Pening,8.Spasme di kelopak mata, 9.Tremor, 1 0.Merasa kurang sehat

5. Uji Mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil tes menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah dan sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas yang lebih bersifat mental. Sedangkan untuk menilai kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak Iangsung baik secara objektif maupun subjektif.

2.4 Kondisi Lingkungan Kerja

Dokumen terkait