• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Kelelahan Kerja Di Pabrik Kertas Rokok PT PDM Indonesia Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja Terhadap Kelelahan Kerja Di Pabrik Kertas Rokok PT PDM Indonesia Medan"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA DI PABRIK KERTAS ROKOK

PT PDM INDONESIA MEDAN

TESIS

OLEH:

IVA PURNAMA 087010009 /IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA DI PABRIK KERTAS ROKOK

PT PDM INDONESIA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Kerja pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

IVA PURNAMA 087010009 / IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Telah Diuji

Tanggal : 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Abd. Rahim Matondang, M.S.I.E Anggota : 1. dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KELELAHAN KERJA DI PABRIK KERTAS ROKOK

PT PDM INDONESIA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 30 Agustus 2010

Iva Purnama

(5)

ABSTRAK

Salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah kelelahan. Kelelahan tubuh dalam bekerja cenderung banyak membuat masalah dalam kesehatan. Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan yang dilakukan PT Papeteries De Mauduit (PDM) Indonesia Medan tahun 2010 diperoleh tingkat kebisingan di bagian pelunakan kertas, bagian penggulungan kertas, bagian pemotongan kertas, dan bagian barang jadi, berada di bawah nilai ambang batas yaitu 85 dBA, namun bagian pengeringan kertas dan bagian persiapan bahan baku, tingkat kebisingannya berada di atas nilai ambang batas yaitu sebesar 93,7 dBA dan 95,4 dBA. Pada pencahayaan pengukuran pada bagian produksi menunjukkan bahwa bagian pengeringan 90 lux, bagian pelunakan kertas 185 lux, bagian pemotongan kertas 58 lux, dan bagian barang jadi 140 lux tingkat pencahayaan tersebut masih berada di bawah nilai ambang batas (100 lux)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap kelelahan kerja di Pabrik Kertas Rokok PT PDM Indonesia Medan. Jenis penelitian ini survei analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan yang bekerja di bagian produksi. Sampel dalam penelitian berjumlah 32 orang. Data diperoleh dengan mengukur intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level meter, intensitas cahaya dengan menggunakan lux meter, kelelahan dengan menggunakan whole body reaction tester. Data dianalisis dengan menggunakan uji linearBerganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kelelahan adalah kebisingan (p=0,043), pencahayaan (p=0,023). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kelelahan adalah kebisingan, dengan nilai coeficient B=10,691

Disarankan kepada perusahaan agar pekerja memakai ear plug yang terbuat dari bahan yang lunak dan standar, juga perlu mempertahankan tingkat pencahayaan yang baik dan memadai serta pemberian waktu istirahat di saat bekerja agar terhindar dari kelelahan akibat bekerja yang monoton bagi tenaga kerja.

(6)

ABSTRACT

One of the factors influencing the productivity of man power is fatigue. The fatigue occurs while working tends to generate health problems. Based on the report of the audit conducted at PT. Papeteries De Mauduit (PDM) Indonesia Medan in 2010, it was found out that the level of noise in the Hydra area, Bobbin area, Ream Cutting area and Filligrain area was under the threshold level of 85 dBA whereas in the Dryer area and in the Stock Preparation area, the level of noise was above the threshold level or 93.7 dBA and 95.4 dBA. For lighting measurement in the Production Unit showed that the Dryer area was with 90 lux, Hydra area with 185 lux, Ream Cutting area with 58 lux, and Filligrain area with 140 lux and its lighting rate was still under threshold level of 100 lux.

The purpose of this analytical survey study with cross-sectional design was to analyze the influence the condition of work environment on the work fatigue occurred in the cigarette paper factory of PT. PDM Indonesia Medan. The populations of this study were all of the workers working in the production unit and 32 of the workers were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through measuring the intensity of noise by means of sound level meter, the intensity of light was measured by using lux meter, and the fatigue was measured by using the whole body reaction tester. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that the variables which had influence on the incident of work fatigue were noise (p = 0.043), lighting (p = 0.023). The most dominant variable in the incident of work fatigue was noise with the value of coefficient B = 10.691.

The company is suggested to instruct its workers to wear ear plug made of standard soft material besides providing a good lighting and break to the working workers in order to help them avoid from the fatigue resulted from the monotonous work.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan berkah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul: ”Pengaruh Kondisi Lingkungan Kerja terhadap Kelelahan Kerja di Pabrik Kertas Rokok PT PDM Indonesia Medan”, Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademis untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Minat Studi Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

Dalam menyusun Tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof.Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S, dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan yang diberikan menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada Prof. Dr. Ir. Abd. Rahim Matondang, M.S.I.E, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis selama penyusunan tesis ini dan dr. Mhd. Makmur Sinaga, M.S, selaku Pembimbing Kedua yang juga telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S, dan Ir.Kalsum, M.Kes, selaku Komisi Pembanding yang telah membantu memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dr. Edwin Effendi, M.Sc, yang telah memberikan izin belajar penulis ke Universitas Sumatera Utara. Manager dan Seluruh Staf / Karyawan PT PDM Indonesia Medan Sumatera Utara

Terima kasih kepada keluarga tercinta Ayahanda Alm. H. Ahmad Yunus Nasution dan Ibunda Hj. Kasih Yulia serta seluruh keluarga besar tercinta yang telah membantu memberikan dorongan dan dukungan moril maupun materil yang tak terbatas.

Suamiku H. Kamaluddin A, S.E yang selalu setia memberikan motivasi selama pendidikan, anak-anakku tersayang Nasrina dan Sofia Aini yang selalu menjadi penyemangat dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.

(9)

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Demi kesempurnaan tesis ini, penulis sangat mengharapkan masukan, saran dan kritik yang bersifat membangun.

Medan, September 2010 Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

Iva Purnama, lahir di Medan pada tanggal 21 Mei 1963, anak kedua dari 10 bersaudara, Ayahanda Alm. H. Ahmad Yunus Nasution dan Ibunda Hj. Kasih Yulia, yang bertempat tinggal di Jln. Pleno 2 Komp DPRD Tk. I Medan.

Pendidikan formal penulis dimulai dari SD Negeri No. 80 Medan tamat tahun 1975, SMP Negeri 1 Medan tamat tahun 1979, SMA Negeri 6 Medan tamat tahun 1982, melanjutkan ke Perguruan Tinggi di Fakultas Kedokteran Universitas Methodist Indonesia di Medan tamat tahun 1996.

Pada tahun 1996 bekerja di Klinik 24 Jam Ratnasari di Jakarta Timur selama 1 tahun sebagai Dokter jaga, Pada tahun 1997-2000 diangkat sebagai Dokter PTT di Langkat di Kabupaten Langkat Kecamatan Selesai selama 3 tahun, dan sejak tahun 2003 diangkat PNS sebagai Dokter Umum di Puskesmas Sayur Matinggi, Tapanuli Selatan dan sejak 2004 bekerja sebagai Kepala Puskesmas Sipiongot selama 1 tahun, dan sejak 2005 bekerja sebagai Dokter jaga di RSUD Gunung Tua Tapanuli Selatan, tahun 2007 sampai sekarang bekerja di Dinas Kesehatan Kota Medan sebagai Staf Pengendalian Masalah Kesehatan.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Hipotesis ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Pengertian Kebisingan ... 8

2.2. Pencahayaan ... 17

2.3. Kelelahan Kerja ... 22

2.4. Kondisi Lingkungan Kerja ... 41

2.5. Klasifikasi Kecelakaan Kerja ... 42

2.6. Landasan Teori ... 49

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 50

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 51

3.1. Jenis Penelitian ... 51

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 51

3.3. Populasi dan Sampel ... 51

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 52

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 57

3.6. Metode Pengukuran ... 58

3.7. Metode Analisis Data ... 59

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 60

4.1. Sejarah PT. PDM Indonesia ... 60

4.2. Gambaran Umum Perusahaan ... 61

4.3. Analisis Univariat ... 71

4.4. Analisis Bivariat ... 79

(12)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 88

5.1. Kebisingan ... 88

5.2. Pencahayaan ... 89

5.3. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kelelahan ... 89

5.4. Pengaruh Pencahayaan Terhadap Kelelahan Bekerja ... 92

5.5. Keterbatasan Penelitian... 94

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 6.1. Kesimpulan ... 95

6.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Peraturan Pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum

Dalam Keputusan Tenaga Kerja Nomor. Kep-51/MEN/1999... 16

2.2. Guide to light intensities ... 17

2.3. KepMenkes No.1405/Menkes/XI/2002 ... 21

3.7. Metode Pengukuran Variabel Dependen dan Independen ... 58

4.1. Distribusi Tenaga Kerja ... 61

4.2. Distribusi Responden Menurut karakteristik Pekerja Perusahaan PT PDM Indonesia di Kecamatan Johor Tahun 2010 ... 72

4.3. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Berdasarkan Area pada peru sahaan PT PDM Indonesia di Kecamatan Johor Tahun 2010 ... 73

4.4. Hasil Pengukuran Tingkat Kebisingan Berdasarkan Area pada peru sahaan PT PDM Indonesia di Kecamatan Johor Tahun 2010 ... 75

4.5. Distribusi Frekuensi Intensitas Kebisingan dan Pencahayaan di Tempat Bekerja Berdasarkan Nilai Ambang Batas ... 76

4.6. Hasil Pengukuran Tingkat Pencahayaan Berdasarkan Area pada Perusahaan PT PDM Indonesia di Kec. Medan Johor Tahun 2010 77 4.7. Distribusi Frekuensi Intensitas kebisingan dan Pencahayaan di tem pat bekerja Berdasarkan Nilai Ambang Batas ... 78

4.8 Distribusi frekuensi berdasarkan tingkat kelelahan di Perusahaan PT PDM Indonesia di Kec. Medan Johor Tahun 2010 ... 79

4.9. Distribusi Responden Menurut tingkat Kebisingan dan Kelelahan 79 4.10 Distribusi Responden Menurut Pencahayaan dan Kelelahan ... 80

4.11 Hasil Uji Normalitas Data ... 81

4.12. Uji Linieritas X1 terhadap Y ... 82

(14)
(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Pengelompokan Kelelahan ... 28

2.2. Penyebab Kelelahan, Cara Mengatasi dan Manajemen Resiko ... 38

2.3. Kerangka Konsep Penelitian ... 50

3.1. Sound Level Meter ... 54

3.2. Lux Meter ... 55

3.3. Whole Body Reaction Tester ... 55

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Laporan Hasil Uji dari BTKL & PPM ... 99

2. Hasil Rerata Pengukuran Reaksi Tubuh ... 100

3. Gambar Struktur Organisasi ... 101

4. Master Data ... 102

5. Hasil Pengolahan Data Statistik ... 103

6. Gambar Pengukuran Waktu Reaksi Tubuh PT PDM Indonesia ... 118

(17)

ABSTRAK

Salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah kelelahan. Kelelahan tubuh dalam bekerja cenderung banyak membuat masalah dalam kesehatan. Berdasarkan hasil laporan pemeriksaan yang dilakukan PT Papeteries De Mauduit (PDM) Indonesia Medan tahun 2010 diperoleh tingkat kebisingan di bagian pelunakan kertas, bagian penggulungan kertas, bagian pemotongan kertas, dan bagian barang jadi, berada di bawah nilai ambang batas yaitu 85 dBA, namun bagian pengeringan kertas dan bagian persiapan bahan baku, tingkat kebisingannya berada di atas nilai ambang batas yaitu sebesar 93,7 dBA dan 95,4 dBA. Pada pencahayaan pengukuran pada bagian produksi menunjukkan bahwa bagian pengeringan 90 lux, bagian pelunakan kertas 185 lux, bagian pemotongan kertas 58 lux, dan bagian barang jadi 140 lux tingkat pencahayaan tersebut masih berada di bawah nilai ambang batas (100 lux)

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap kelelahan kerja di Pabrik Kertas Rokok PT PDM Indonesia Medan. Jenis penelitian ini survei analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan yang bekerja di bagian produksi. Sampel dalam penelitian berjumlah 32 orang. Data diperoleh dengan mengukur intensitas kebisingan dengan menggunakan sound level meter, intensitas cahaya dengan menggunakan lux meter, kelelahan dengan menggunakan whole body reaction tester. Data dianalisis dengan menggunakan uji linearBerganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap kelelahan adalah kebisingan (p=0,043), pencahayaan (p=0,023). Variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap kelelahan adalah kebisingan, dengan nilai coeficient B=10,691

Disarankan kepada perusahaan agar pekerja memakai ear plug yang terbuat dari bahan yang lunak dan standar, juga perlu mempertahankan tingkat pencahayaan yang baik dan memadai serta pemberian waktu istirahat di saat bekerja agar terhindar dari kelelahan akibat bekerja yang monoton bagi tenaga kerja.

(18)

ABSTRACT

One of the factors influencing the productivity of man power is fatigue. The fatigue occurs while working tends to generate health problems. Based on the report of the audit conducted at PT. Papeteries De Mauduit (PDM) Indonesia Medan in 2010, it was found out that the level of noise in the Hydra area, Bobbin area, Ream Cutting area and Filligrain area was under the threshold level of 85 dBA whereas in the Dryer area and in the Stock Preparation area, the level of noise was above the threshold level or 93.7 dBA and 95.4 dBA. For lighting measurement in the Production Unit showed that the Dryer area was with 90 lux, Hydra area with 185 lux, Ream Cutting area with 58 lux, and Filligrain area with 140 lux and its lighting rate was still under threshold level of 100 lux.

The purpose of this analytical survey study with cross-sectional design was to analyze the influence the condition of work environment on the work fatigue occurred in the cigarette paper factory of PT. PDM Indonesia Medan. The populations of this study were all of the workers working in the production unit and 32 of the workers were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through measuring the intensity of noise by means of sound level meter, the intensity of light was measured by using lux meter, and the fatigue was measured by using the whole body reaction tester. The data obtained were analyzed through multiple linear regression tests.

The result of this study showed that the variables which had influence on the incident of work fatigue were noise (p = 0.043), lighting (p = 0.023). The most dominant variable in the incident of work fatigue was noise with the value of coefficient B = 10.691.

The company is suggested to instruct its workers to wear ear plug made of standard soft material besides providing a good lighting and break to the working workers in order to help them avoid from the fatigue resulted from the monotonous work.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh layanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (Depkes RI, 2002).

Kesehatan kerja dapat tercapai secara optimal jika tiga komponen berupa kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja dapat berinteraksi baik dan serasi. (Suma’mur P.K, 1996)

(20)

Kecelakaan kerja juga berakibat pada biaya 1000 Milliar USD atau 20 kali bantuan umum yang diberikan ke negara berkembang.

Jepang dan AS melaporkan lebih dari 2 juta kecelakaan akibat pekerjaan setiap tahunnya sedangkan Perancis, Republik Federal Jerman dan Italia melaporkan lebih dari sejuta kecelakaan kerja setiap tahunnya. Biro Statistik Buruh (Bureau of Labour Statistic), menyatakan 5703 kecelakaan fatal atau 3,9% pekerja di tahun 2007 (Industrial, Engineer,2007). Di Indonesia data kecelakaan kerja dari PT. Jamsostek Jakarta pada tahun 2007 terdapat kecelakaan kerja 95.000 kasus, pada tahun 2008 terdapat 93.823 kasus dan pada tahun 2009 terdapat 88.492 kasus kecelakaan kerja. Terlihat bahwa kasus kecelakaan kerja yang terjadi di Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 ada penurunan.

Kondisi kerja yang buruk berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja, mudah sakit, stres, sulit berkonsentrasi sehingga menyebabkan menurunnya produktif kerja. Kondisi kerja meliputi variabel fisik seperti distribusi jam kerja, suhu, penerangan, suara, dan ciri-ciri arsitektur tempat kerja Lingkungan kerja yang kurang nyaman, misalnya : panas, berisik, sirkulasi udara kurang, kurang bersih, mengakibatkan pekerja mudah stress (Supardi, 2007).

(21)

munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang lain. (Margiati, 1999).

Hadian (2000), melaporkan tahun 1988 terdapat 8-12% penduduk dunia menderita kebisingan dalam berbagai bentuk. Angka itu diperkirakan akan terus meningkat bila kondisi kebisingan melebihi ambang batas.

(Setyawati, 2007). Kelelahan kerja merupakan masalah yang sangat penting perlu ditanggulangi secara baik. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya penurunan kekuatan Otot, rasa lelah yang merupakan gejala subjektif dan penurunan kesiagaan (Grandjean, 1985).

Banyak faktor yang mempengaruhi kelelahan kerja cepat terjadi yaitu faktor internal seperti : usia, jenis kelamin, kesehatan, pengetahuan, sikap, keterampilan,dan lain-lain dan faktor eksternal seperti : suhu, cahaya, ventilasi, kebisingan, sifat pekerjaan, postur kerja (ILO 1983, Astrand 1986, Green 1992, Suma’mur 1994).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di Industri Pengolahan kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja. Sama halnya dengan hasil penelitian Irawan Harwanto (2004) di Depo Lokomotif PT. Kereta Api, Daerah Operasi IV Semarang, bahwa 13% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 69,6% kelelahan sedang dan 17,4% mengalami kelelahan berat akibat paparan bising yang melebihi NAB, yaitu : 85,8-90,6dBA.

(22)

menunjukan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja. Pencahayaan yang tidak memenuhi syarat penerangan dalam ruangan juga dapat menimbulkan efek kelelahan pada mata maupun badan. Sama halnya dengan hasil penelitian Giacinta Yunita Anggraini (2005) di Pabrik tekstil PT. A Pada Operator

Loom Unit Weaving V Denim Di Pabrik Tekstil PT.A Kabupaten Semarang bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan.

Hasil penelitian Risva (2002) di PT. Indokores Sahabat Purbalingga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kelelahan tenaga kerja.

Hasil Penelitian Noor Fatimah (2002), di bagian Packing PT. Palur Raya Karang Anyer, ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang, dan 10% kelelahan berat akibat paparan bising sebesar 82,4 dBA.

Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Arif Yoni Setiawan (2000) di bagian

machine moulding and floor moulding unit Produksi Departemen Foundry PT. Texmaco Perkasa Engineering Kaliwungu bahwa dengan range kebisingan 98-105 dBA pada bagian machine moulding 22,2% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 51% kelelahan sedang, 25,9% kelelahan berat dan pada bagian floor moulding dengan intensitas kebisingan 74-80 dBA terjadi kelelahan ringan sebesar 70%, kelelahan sedang 25% dan kelelahan berat 5%.

(23)

atau zero accident kecelakaan kerja oleh Depnaker 90% terjadi dibagian produksi, maka target nihil kecelakaan belum terpenuhi.

Tahun 2010 bulan Februari PT PDM Indonesia memeriksa kebisingan di bagian produksi dengan hasil pemeriksaan bahwa ruangan Hydra Area, BobbinArea,

Ream Cutting Area dan Filligrain Area kebisingan di bawah NAB 85 dBA, namun ruangan Dryer Area dan Stock preparation Area ditemukan hasil pemeriksaan kebisingan di atas NAB sebesar 93,7 dBA dan 95,4 dBA.

Hasil pemeriksaan pencahayaan pada bagian produksi menunjukkan bahwa

Dryer Area 90 Lux, Hydra Area 185 Lux, Ream Cutting Area 58 Lux dan Filligrain Area 140 Lux, terlihat pencahayaan ruangan di bawah Nilai Ambang Batas 100 Lux

adalah ruangan Ream Cutting Area, Dryer Area.

Melihat data hasil pemeriksaan kebisingan dan pencahayaan pada Perusahaan pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia berpotensi menimbulkan kelelahan pada tenaga kerja , disamping perusahaan tidak ada menerapkan SMK3 di tempat kerjanya, sementara perusahaan ini bergerak dibidang teknologi tinggi dan sangat beresiko menimbulkan kecelakaan kerja.

(24)

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh kondisi lingkungan kerja (kebisingan dan pencahayaan) terhadap kelelahan kerja di Pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh kondisi lingkungan kerja (kebisingan dan pencahayaan) terhadap kelelahan kerja di pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia Medan.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh kondisi lingkungan kerja (kebisingan) terhadap kelelahan kerja di pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia Medan.

2. Ada pengaruh kondisi lingkungan kerja (pencahayaan) terhadap kelelahan kerja di pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia Medan.

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 PT PDM Indonesia

(25)

1.5.2 Peneliti

Sebagai tambahan wawasan pengetahuan serta pengalaman di bidang kesehatan kerja.

1.5.3. Pengetahuan

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia (Sasongko, dkk, 2000). Definisi lain adalah bunyi yang didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis manakala bunyi-bunyi tersebut tidak diinginkan(Suma’mur , 1996). Kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dike-hendaki sehingga mengganggu atau membahayakan kesehatan (Kepmenkes RI No.261/MENKES/SK/11/1998). Kebisingan adalah suara-suara yang tidak dikehendaki bagi manusia ( Priatna dan Utomo, 2002). Kualitas suatu bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya (Suma’mur,1996). Frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran per detik/Hertz (Hz). Suatu kebisingan terdiri dari campuran sejumlah gelombang-gelombang sederhana dari beraneka frekuensi. Intensitas atau arus energi per satuan luas yang dinyatakan dalam desibel (dB) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan dasar 0,0002 dyne/cm2 yaitu kekuatan dari bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat di dengar oleh telinga manusia telinga manusia mampu mendengar frekuensi-frekuensi diantara 16-20.000Hz.

(27)

desibel, dua tingkat yang paling tinggi harus digabungkan dulu. Total hasil harus digabungkan dengan sisa tingkat yang paling tinggi dan cara dilanjutkan ke penyelesaian.

Penting untuk kita sadari bahwa suara-suara dari tekanan suara yang sama mungkin bukan suara dengan kekerasan yang sama. Pada tekanan mendekati 100 desibel, frekuensi antara 20 dan 1000 putaran per sekon suara dengan kekerasan yang sama.

Pada tingkat tekanan suara yang paling rendah, frekuensi suara terendah tidak kelihatan sama kerasnya dengan 1000 putaran persekon nada.

2.1.1. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan dilakukan untuk memperoleh data kebisingan di perusahaan atau dimana saja dan mengurangi tingkat kebisingan tersebut sehingga tidak menimbulkan gangguan. Alat yang digunakan dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter dan noise dosimeter. Sound Level meter adalah alat pengukur level kebisingan, alat ini mampu mengukur kebisingan di antara 30-130 dB dan frekuensi-frekuensi dari 20-20.000 (Suma’mur, 1996).

Dalam beberapa industri terdapat berbagai intensitas kebisingan, misalnya pada:

(28)

- 100-115 dB biasanya terdapat pada pabrik pengalengan, ruang ketel, drill. - 115-130 dB biasaya terdapat pada mesin-mesin diesel besar, mesin turbin

pesawat terbang dengan mesin turbo, compressor sirine.

- 130-160 dB biasanya terdapat pada mesin-mesin jet, roket, peledakan.

2.1.2. Tipe Kebisingan

Jenis kebisingan yang sering dijumpai menurut Suma’mur (1996) yaitu :

a. Kebisingan yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady statewide band noise)

b. Kebisingan kontinu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state narrowband noise)

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent)

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) e. Kebisingan impulsif berulang.

2.1.3. Sumber bising

(29)

2.1.4. Nilai Ambang Batas (NAB)

Nilai ambang batas adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (KEPMENAKER No.Kep-51 MEN/1999). NAB kebisingan di tempat kerja adalah intensitas suara tertinggi yang merupakan nilai rata-rata, yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang menetap untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu (Budiono, dkk, 2003). Nilai ambang batas yang diperbolehkan untuk kebisingan ialah 85 dBA, selama waktu pemaparan 8 jam berturut-turut. Berikut adalah pedoman pemaparan terhadap kebisingan (NAB Kebisingan) berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-51/MEN/1999tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat Kerja.

2.1.5. Pengaruh Kebisingan

(30)

berkurangnya kemampuan otot untuk melakukan kontraksi dan relaksasi, berkurang-nya kemampuan otot tersebut menunjukkan terjadi kelelahan pada otot (Suma’mur, 1996).

a. Gangguan Psikologis

Pengaruh kebisingan terhadap tenaga kerja adalah mengurangi kenyamanan dalam bekerja, mengganggu komunikasi, mengurangi konsentrasi (Budiono, dkk, 2003), dapat mengganggu pekerjaan dan menyebabkan timbulnya kesalahan karena tingkat kebisingan yang kecil pun dapat mengganggu konsentrasi (Priatna dan Utomo, 2002) sehingga muncul sejumlah keluhan yang berupa perasaan lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas. Kebisingan mengganggu perhatian tenaga kerja yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau hasil serta dapat membuat kesalahan-kesalahan akibat terganggunya konsentrasi. Kebisingan yang tidak terkendalikan dengan baik, juga dapat menimbulkan efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan tenaga kerja (Suma’mur,1996). Bila gelombang suara datang dari luar akan ditangkap oleh daun telinga kemudian gelombang suara ini melewati liang telinga, dimana liang telinga ini akan memperkeras suara dengan frekuensi sekitar 3000 Hz dengan cara resonansi. Suara ini kemudian diterima oleh gendang telinga, sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan ke tulang-tulang pendengaran dan akhirnya menggerakkan stapes yang mengakibatkan terjadinya gelombang pada perlympha.

Kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri

(31)

dan sistem penggerak atau aktivasi, dimana keduanya berada pada susunan syaraf pusat. Sistem penghambat terdapat dalam thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari dalam tubuh ke arah bekerja. Maka keadaan seseorang pada suatu saat tergantung pada hasil kerja diantara dua sistem antagonistik tersebut. Apabila sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja, sebaliknya manakala sistem penghambat lebih kuat maka seseorang dalam keadaan kelelahan (Suma’mur , 1996).

b. Gangguan Patologis Organis

(32)

2.1.6. Pengendalian kebisingan

Pengendalian kebisingan di lingkungan kerja dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut ( Budiono, dkk, 2003):

a. Survai dan analisis kebisingan

Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan kerja apakah tingkat kebisingan telah melampaui NAB, bagaimana pola kebisingan di tempat kerja serta mengevaluasi keluhan yang dirasakan oleh masyarakat sekitar. Perlu dilakukan analisis intensitas dan frekuensi suara, sifat, jenis kebisingan, terus-menerus atau berubah dan sebagainya. Berdasarkan hasil survei dan analisis ini, ditentukan apakah program perlindungan ini perlu segera dilaksanakan atau tidak diperusahaan tersebut

b. Teknologi Pengendalian

(33)

c. Pengendalian secara administratif

Pengendalian secara administratif dapat dilakukan dengan adanya pengadaan ruang kontrol pada bagian tertentu dan pengaturan jam kerja, disesuaikan dengan NAB yang ada.

d. Penggunaan Alat Pelindung Diri

Untuk menghindari kebisingan digunakan alat pelindung telinga. Alat pelindung telinga berguna untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam telinga. Ada dua jenis alat pelindung telinga, yaitu sumbat telinga atau ear plug dan tutup telinga atau ear muff ( Budiono, dkk, 2003).

e. Pemeriksaan Audiometri

Dilakukan pada saat awal masuk kerja secara periodik, secara khusus dan pada akhir masa kerja (Budiono, dkk 2003), pemeriksaan berkala audiometri pada pekerja yang terpapar ( Priatna dan Utomo, 2002) merupakan suara yang tidak diinginkan, sejauh mungkin dikurangi atau dihilangkan. Pemerintah telah menetapkan nilai ambang kebisingan sebesar 85 dB(A) untuk lingkungan kerja yaitu iklim kerja yang oleh tenaga kerja masih dapat dihadapi dalam pekerjaannya sehari-hari tidak mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan untuk waktu kerja terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Waldron (1989) menyatakan bahwa kebisingan dapat dikontrol melalui :

a. Pengendalian pada sumber kebisingan

(34)

c. Mengurangi waktu paparan kebisingan

[image:34.612.115.510.237.516.2]

d. Menempatkan barrier antara sumber dan pekerja yang terpapar e. Pemakaian alat pelindung telinga (earmuff, ear plug)

Tabel 2.1. Peraturan pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999

Duration Hour per day Noise Intensitas (dBA)

8 Jam 85

4 88

2 1

91 94

30 Menit 97

15 100

7.5 103

3.75 106

1.88 109

0.94 112

28.12 Detik 115

14.06 118

7.03 121

3.52 124

1.76 127

0.88 130

0.44 133

0.22 136

(35)

2.2. Pencahayaan

Pencahayaan (iluminasi) adalah banyaknya cahaya yang jatuh pada suatu permukaan. Pencahayaan adalah segala hal yang berhubungan dengan cahaya dalam kaitannya dengan fungsi penglihatan dalam pekerjaan, meliputi kualitas dan kuantitasnya (William, 1999). Mata manusia dapat beradaptasi mulai dari kurang 10 fc sampai kira-kira 30.000 fc.

2.2.1. Sumber Cahaya

Berapa banyak pencahayaan yang diperlukan? Di dalam interior Modern Workplace (10-100 fc atau lebih), eksterior (100-10.000 fc atau lebih).

a. Kuantitas.

Peningkatan intensitas pencahayaan dapat meningkatkan produksi, tetapi bila pencahayaan dinaikkan terus menerus akan menimbulkan kesilauan yang justru akan mengganggu penglihatan dan light pollution serta pemborosan energi

[image:35.612.116.520.569.671.2]

(Assauri, 1980; ILE, 2000). Grandjean (1971) membuat pedoman untuk intensitas / cahaya berdasarkan jenis pekerjaan, sebagai berikut:

Tabel 2.2. Guide to Light Intensities

Type of work Example Light Intensity

Not precise

Moderately precise Precise

Great Precision

Storting ofgoods Fitting (not precise) Reading, drawing Fitting (precise,)

80 - 170 170 -350 350 - 700 700 -1000

Sumber: Grandjean, E. “Fitting the Task to the Man. An Ergonomic Approach”.

(36)

Perbandingan adalah KepMenkes No. 1405/ Menkes/SK/XI/2002 b. Kualitas.

Kualitas pencahayaan terutama ditentukan oleh ada tidaknya kesilauan di tempat kerja baik dari permukaan yang mengkilap (reflected glare) dan bayangan. Kesilauan didefenisikan sebagai cahaya yang tidak diinginkan (unwanted light). Defenisi kesilauan yang lebih formal adalah ‘setiap brightness yang berada dalam lapangan penglihatan yang menyebabkan rasa ketidaknyamanan, gangguan kelelahan mata atau gangguan penglihatan”. Penyebab kesilauan, karena disability, discomfort

and reflectedglare. Hal lain yang perlu untuk diperiksa adalah kedipan, warna lampu, distribusi cahaya dan jenis lampu. Jenis lampu yang umum dipakai/dipilih dilingkungan kerja industri adalah : lampu Neon (Fluorescent lamps). Lampu neon ini mempunyai tingkat efisiensi yang tinggi, akan tetapi biaya-biaya pemasangan/ instalasi larnpu-lampu neon ini mahal. Walaupun biaya instalasinya mahal, akan tetapi jika lampu-lampu in dipergunakan secara terus menerus misalnya dalam perusahaan yang bekerja beberapa shift operasi (biasanya sehari ada tiga shift), maka effisiensi daripada penggunaan lampu ini akan dapat mengimbangi/menutupi biaya-biaya instalasi yang mahal itu (Flourescent, 2001).

(37)

Kondisi pencahayaan didalam lingkungan kerja, Ada 2 aspek yang perlu diperhatikan yaitu :

1. Pencahayaan yang suram (intensitas pencahayaan rendah) 2. Pencahayaan yang intensitasnya berlebihan cahaya.

Kesilauan kontras adalah kesilauan akibat intensitas yang dipantulkan pada objek terlalu besar dari intensitas latar belakang. Arah sinar sumber cahaya yang cukup jumlahnya sangat berguna dalam mengatur penerangan secara baik. Sinar-sinar dar berbagai arah akan meniadakan gangguan bayangan. Pada umumnya intensitas penerangan dalam tempat kerja dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu Pekerjaan kasar (100-200lux), Pekerjaan sedang (200-500 lux), Pekerjaan halus (500-1000lux), Pekerjaan sangat halus (1000-2000lux), (Tata cara perancangan sistem pencahayaan, buatan pada bangunan gedung SNI 03-6576-2001).

Keadaan lingkungan tempat kerja yang suram atau gelap yang disebabkan oleh kurangnya pencahayaan atau keadaan lampu yang menyilaukan permukaan tempat kerja yang mempunyai daya refleksi atau pantulan tinggi adalah umum dan banyak dijumpai, yang kepada tenaga kerja mengakibatkan penglihatannya terhadap pekerjaan menjadi rumit dan sukar bila dibandingkan dengan tugas-tugas pekerjaan di kantor.

2.2.2. Pengaruh Buruk Terhadap Pencahayaan

(38)

produktivitas tenaga kerja yang menurun. Kondisi kerja yang suram umumnya tenaga kerja berupaya untuk dapat melihat pekerjaan dengan sebaik-baiknya dengan cara berakomodasi secara terus menerus, sehingga dapat terjadi ketegangan mata (eye strain) dan terjadi ketegangan otot dan saraf dapat menimbulkan kelelahan mata, otot saraf dan kelelahan mental, sakit kepala, adanya konsentrasi dan kecepatan berpikir menurun, demikian juga kemampuan intelektualnya juga mengalami penurunan. Intensitas berlebihan terjadi kesilauan di tempat kerja sehingga timbul ketegangan mata, otot saraf dan mempercepat terjadi kelelahan. Pencahayaan yang cukup (memadai) membuat pekerjaan lebih mudah dan menghemat waktu kerja. Dapat melihat dengan mudah dan nyaman merupakan penghematan energi terjadinya kelelahan.

(39)
[image:39.612.115.530.207.587.2]

Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.

Tabel 2.3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002

JENIS KEGIATAN TINGKAT

PENCAHAYAAN MINIMAL (LUX)

KETERANGAN

Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus

100 Ruang penyimpanan & ruang

peralatan/instalasi yang memerlukan pekerjaan yang kontinu.

Pekerjaan rutin 200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

Pekerjaan rutin 300 R.administrasi, ruang kontrol, pekerjaan mesin &

perakitan/penyusun. Pekerjaan agak

Halus

500 Pembuatan gambar atau berkerja dengan mesin kantor pekerja pemeriksaan atau Pekerjaan dengan mesin.

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesantekstil, pekerjaan mesin halus & perakitan halus Pekerjaan amat Halus 1500 Tidak menimbulkan bayangan

Mengukir dengan tangan,

pemeriksaan pekerjaan mesindan perakitan yang sangat halus Pekerjaan terinci 3000

Tidak menimbulkan

bayangan

(40)

2.3. Kelelahan Kerja

2.3.1. Definisi Kelelahan Kerja

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. Istilah kelelahan biasanya menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan tubuh (Tarwaka dkk, 2004). Kelelahan adalah rasa capek yang tidak hilang waktu istirahat (Spirita, 2004). Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya tenaga untuk melakukan suatu kegiatan (Budiono dkk, 2000). Kelelahan akibat kerja seringkali diartikan sebagai proses menurunnya efisiensi, performans kerja dan berkurangnya kekuatan/ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan.

2.3.2. Konsep Kelelahan

Kontraksi otot rangka yang lama dan kuat, dimana proses metabolisme tidak mampu lagi meneruskan supply energi yang dibutuhkan serta membuang sisa metabolisme, khususnya asam laktat. Jika asam laktat yang banyak terkumpul, otot akan kehilangan kemampuannya. Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa oksigen sehingga menyebabkan terjadinya kelelahan (Santoso, 2004).

(41)

kelelahan adalah reaksi fungsional dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri, yang dipengaruhi oleh 2 sistem antagonistik, yaitu sistem menghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat terdapat pada thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk mengantuk. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formation retikularis yang dapat merangsang pusat–pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari peralatan

dalam tubuh kearah bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain–lain (Depkes RI, 2003).

Maka keadaan seseorang pada suatu saat sangat tergantung kepada hasil kerja diantara 2 sistem antagonis dimaksud. Apabila sistem penghambat lebih kuat seseorang dalam keadaan kelelahan. Sebaliknya manakala sistem aktivitas lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja (Depkes RI., 2000)

2.3.3 Gejala Kelelahan

Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subyektif dan obyektif antara lain ( Budiono dkk., 2000) :

(42)

Beberapa gejala tersebut dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja (Budiono, dkk., 2000).

Suma’mur (1996) membuat suatu daftar gejala yang ada hubungannya dengan kelelahan yaitu perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki merasa berat, menguap, merasa kacau pikiran, menjadi mengantuk, merasakan beban pada mata, kaku dan canggung dalam gerakan, tidak seimbang dalam berdiri, mau berbaring, merasa susah berpikir, lelah bicara, menjadi gugup, tidak dapat berkonsentrasi, tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung untuk lupa,kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tak dapat mengontrol sikap, tidak dapat tekun dalam pekerjaan, sakit kepala, kekakuan di bahu, merasa nyeri di punggung, merasa pernafasan tertekan, haus, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat. Gejala-gejala tersebut menunjukkan pelemahan kegiatan, pelemahan motivasi dan gambaran kelelahan fisik akibat keadaan umum (Suma’mur, 1996).

2.3.4 Faktor yang Berhubungan dengan Kelelahan

(43)

status gizi, jenis kelamin, status kesehatan. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan kelelahan:

1. Penyakit jantung

Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Hal ini karena pada beberapa kondisi, aliran darah yang melalui otot dapat meningkat lebih dari 20 kali lipat. Kenaikan dari aliran darah ini juga dapat meningkatkan aktivitas jantung lebih dari normal. Kenaikan aliran darah ini salah satunya adalah dikarenakan berkurangnya O

2

dalam jaringan otot (Guyton & Hall, 1997). Kekurangan O

2 yang berkurang secara

cepat memungkinkan terjadi metabolisme anaerobik dimana akan menghasilkan asam laktat yang mempercepat kelelahan (Gempur Santoso, 2004). Penempatan sebelum tenaga kerja bekerja harus disesuaikan dengan keadaan kemampuan jantung seorang tenaga kerja (Suma’mur, 1996).

2. Hipertensi.

Hipertensi adalah suatu penyakit dimana salah satu penyebabnya adalah karena tekanan tinggi pada arteri sehingga arteri kehilangan kelenturannya untuk mengembang dan menyempit sehingga terjadi penyumbatan dan mengganggu peredaran darah (Gunawan,2001). Terbatasnya aliran darah pada otot (ketika berkontraksi), otot menekan pembuluh darah dan membawa O

2 memungkinkan

(44)

(kenaikan tekanan darah) dan pada umumnya bersamaan dengan sakit kepala (gejala utama) dan pada kasus-kasus berat dengan sesak nafas pada gerakan berlebihan dan pusing ( Gibson, 1985).

3. Penyakit ginjal

Pengaruh kerja terhadap faal ginjal terutama dihubungkan dengan pekerjaan yang perlu mengerahkan tenaga dan yang dilakukan dalam cuaca kerja panas. Kedua-duanya mengurangi peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat–zat yang diperlukan oleh ginjal (Suma’mur, 1996). Apabila terjadi secara terus menerus maka akan dapat menyebabkan terjadinya gangguan ginjal. Kelelahan merupakan suatu gejala dari gagal ginjal. Kelelahan timbul bersamaan dengan muntah–muntah, lidah yang kering, pigmentasi yang kekuning–kuningan pada kulit, depresi dan kebingungan (Gibson, 1985).

2.3.5 Jenis Kelelahan Kerja

(45)

Pengelompokan kelelahan dapat dilihat pada Gambar 2.1, terbagi 3 jenis: 1. Menurut proses terjadinya pada otot : kelelahan umum dan otot

2. Menurut terjadinya : akut dan kronis

3. Menurut penyebabnya : faktor nonfisik (psikososial) dan lingkungan fisik.

(46)

Kelelahan

Otot Lokal

Kerja Statis

Kerja Dinamis

Umum

Akut

Kehabisan tenaga fisik

Beban mental kerja

Overload

Underload

Cicardian

Sekunder Primer

Kronis

Organik

Depresi

Post – viral Psychoneuroti

Kegelisahan

Hypoglycaenic Penyakit jantung

[image:46.612.115.521.108.664.2]

Efek Obat Dan lainnya

(47)

2.3.5.1. Kelelahan Otot (Mascular Fatigue)

Pada dasarnya kelelahan menggambarkan 3 (tiga) fenomena yaitu perasaan lelah, perubahan fisiologis tubuh dan pengurangan kemampuan melakukan kerja (Barnes, 1980). Kelelahan merupakan suatu pertanda yang bersifat sebagai pengaman yang memberitahukan tubuh bahwa kerja yang dilakukan telah mendekati batas maksimal kemampuannya. Kelelahan pada dasarnya merupakan keadaan fisiologis normal yang dapat dipulihkan dengan beristirahat. Kelelahan yang dibiarkan terus-menerus akan berakibat buruk dan dapat menimbulkan penyakit akibat kerja. Terdapat 2 (dua) jenis kelelahan yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum (Grandjean, 1988; Suma’mur: 1996).

Kelelahan otot merupakan suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja akibat kontraksi berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot (Guyton, 1981). Otot yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya kondisi serta otot menjadi gemetar. (Suma’mur, 1996).

Secara fisiologis tubuh manusia diibaratkan sebagai suatu mesin yang mengkonsumsi bahan bakar sebagai sumber energinya. Mekanisme prinsip tubuh nencakup sistem sirkulasi, sistem pencernaan, sistem otot, sistem syaraf dan sistem pernafasan. Kerja fisik yang terus menerus mempengaruhi mekanisme tersebut baik sebagian maupun secara keseluruhan (Setyawati, 1994).

(48)

dikenal dengan adanya perasaan tertekan dan lemah. (Grandjen, 1998). Pada penelitian untuk memperoleh data tentang kelelahan sering digunakan kuesioner dengan skala bi-polar maupun skala sifat seperti skala Borg maupun skala Semantik. Kuesioner dari skala ini dapat dimodifikasikan sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan peneliti. (Grandjean, 1998; Suma’mur, 1990; Lueder (NIOSH), 1997; Sarwono, 1992).

Salah satu faktor penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah stres dan kelelahan (fatigue) kelelahan kerja memberikan kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. (Setyawati, 2007)

2.3.5.2. Kelelahan Umum

Suatu perasaan yang menyebar yang disertai adanya penurunan kesiagaan dan kelambatan pada setiap aktivitas (Grandjean,1985). Perasaan adanya kelelahan umum adalah ditandai dengan berbagai kondisi antara lain kelelahan visual yang disebabkan iluminasi, iluminasi dan seringnya akomodasi mata, kelelahan seluruh tubuh, kelelahan mental, kelelahan urat saraf, stress dan rasa malas bekerja (Nurmianto, 2004)

Budiono, dkk. (2000) jenis kelelahan umum adalah: 1. Kelelahan penglihatan, muncul dari terlalu letihnya mata

(49)

5. Kelelahan kronis, karena terjadi kelelahan dalam waktu panjang 6. Kelelahan siklus hidup, bagian dari irama hidup siang dan malam

2.3.5.3 Kelelahan Kronis

Terjadi bila kelelahan berlangsung setiap hari, berkepanjangan dan bahkan kadang-kadang kelelahan terjadi sebelum memulai suatu pekerjaan (Grandjean dan Kogi, 1972).

Kelelahan yang terus–menerus setiap hari dalam jangka waktu lama berakibat keadaan kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja sore hari, tetapi juga selama bekerja bahkan kadang–kadang sebelumnya. Kelelahan kronis disebut juga kelelahan klinis. Kelelahan klinis terutama terjadi pada mereka yang mengalaini konflik mental, sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan kerja (Suma’mur, 1996). Penyebab kelelahan kronis adalah faktor fisik ditempat kerja, faktor psikologi dan faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin dalam darah dan faktor psikologis yaitu komplik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan (McFarland dalam Silaban, 1996).

2.3.5.4 Kelelahan Mental

(50)

2.3.5.5. Kelelahan Akut

Terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh secara berlebihan (Silaban, 1996)

2.3.5.6. Kelelahan Fisik

Kelelahan karena kerja fisik, kelelahan patologis (kelelahan yang kaitannya dengan penyakit); dan kelelahan psikologis ditandai dengan menurunnya prestasi kerja, rasa lelah dan ada hubungannya dengan faktor psiko sosial (Phoon, 1988). Penyebab kelelahan fisik adalah :

a. Faktor Fisik di tempat kerja dan faktor psikologis (Singlenton, 1972). Faktor psikologis menurut Suma’mur (2003), memainkan peranan besar dalam menimbulkan kelelahan besar. Seringkali pekerja-pekerja tidak mengerjakan apapun juga, tetapi mereka merasa lelah.

b. Faktor Fisiologis

Merupakan Akumulasi dari subtansi toksin (asam laktat) dalam darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang mengakibatkan stres emosional yang berkepanjangan

(McFarland, 1972).

(51)

Nixon (1982) mengatakan bahwa hyperarousal kronis berhubungan dengan kondisi kehabisan tenaga yang meningkat adalah gejala awal umum penyakit jantung.

Kehabisan tenaga dan kehilangan kendali yang bersatu dalam kelelahan kronis bergabung kedalam indera yang peka tentang apatis, kehilangan ingatan, kegagalan yang mencirikan kondisi psychoneurotic (depresi), dan melancholia.

Kelelahan diatur secara, sentral oleh otak Pada susunan syaraf pusat terdapat sistem aktivasi (bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat para simpatis).

Tanda-tanda kelelahan yang utama adalah hambatan terhadap fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ-organ di luar kesadaran serta proses pemulihan menunjukkan: 1. Penurunan perhatian, 2. Pelambatan persepsi, 3.Lambat dan sukar berpikir, 4. Penurunan kemauan atau dorongan untuk bekerja, 5.Kurang efisiensi kegiatan-kegiatan fisik dan mental.

Menurut Gilmer (1966) dan Cameron (1973), gejala kelelahan ditandai 1. Menurun kesiagaan dan perhatian, 2. Penurunan dan hambatan persepi. Cara berpikir atau perbuatan anti sosial, 4. Tidak cocok dengan lingkungan, 5. Depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisiatif, 6. Gejala umum (sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan, gangguan pencernaan, kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan dan sukar tidur).

2.3.6. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kelelahan kerja

(52)

akibat kerja. Tersedianya kondisi kerja dan peralatan, jumlah pekerjaan setiap hari akan tergantung pada kemampuan dan kecepatan kerja yang dilakukan tenaga kerja. Faktor terakhir adalah tergantung pada keinginan atau kemauan kerja yang dipengaruhi oleh banyak hal, yaitu :

2.3.6.1. Lama Waktu Kerja

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan peneliti yang sesuai dengan situasi organisasi tertentu termasuk bagaimana biasanya pekerjaan itu dilakukan. Shift kerja temyata berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja terutama shift kerja siang dan malam. Shift kerja ini nyata lebih menimbulkan kelelahan dibandingkan dengan shift pagi, karena menyebabkan gangguan circadian rhythm (gangguan tidur) (Ida, 1997).

Shift kerja adalah sistem jam kerja sebagai suatu jadwal kerja yang diatur dalam memperpanjang waktu produksi dalam 24 jam. Dalam upaya menghasilkan produksi yang berkesinambungan, suatu perusahaan selalu mempekerjakan karyawannya dalam sistem shift selama 24 jam, hal ini perlu mendapat perhatian yang kemungkinan akan meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja.

(53)

pencernaan (mual dan muntah), nyeri dada, sesak nafas, kegelisahan, rasa dingin, dan lelah. Hal ini kadang-kadang mengakibatkan pekerja berhenti dari pekerjaannya.

Beberapa penelitian mengatakan kecelakaan banyak terjadi pada shift malam sehubungan dengan gangguan irama circadian. Penelitian lain, di Inggris menemukan bahwa puncak kecelakaan lokal terjadi sebelum waktu istirahat shift pagi yang mungkin disebabkan faktor kelelahan atau pekerja mempercepat produksi pada saat-saat ini untuk mengejar target sebelum istirahat. Suatu penelitian menunjukkan bahwa 1/3 tenaga kerja tidak dapat menyesuaikan diri pada shift malam dan banyak tidak menyukai rotasi shift kerja 1 minggu, sebab mempengaruhi kesehatan dan kehidupan pribadi. Pada penelitian tersebut digunakan skedul kerja 1 minggu setiap shift pagi, minggu depannya shift sore, minggu ke 3 shift tengah malam. (Barnes, 1980).

2.3.6.2. Periode Istirahat

Pada berbagai jenis pekerjaan berat dan ringan diperlukan periode istirahat dengan alasan :

a. Periode istirahat meningkatkan jumlah pekerjaan yang dilakukan b. Periode istirahat dibutuhkan tenaga kerja

c. Periode istirahat menurunkan keragaman pekerjaan dan cenderung mendorong operator mempertahankan tingkat performance mendekati output yang maksimum.

(54)

e. Periode istirahat mengurangi jumlah waktu yang diperlukan selama jam kerja.

Selain faktor-faktor diatas, kelelahan kerja dapat dikurangi dengan penyediaan sarana tempat istirahat, memberi waktu libur dan rekreasi, pengetrapan ergonomi, organisasi proses produksi yang tepat, penggunaan warna dan dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja. Waktu-waktu istirahat untuk latihan-latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk tenaga kerja akan lebih cepat merespon rangsang yang diberi dan seseorang yang telah mengalaini kelelahan akan lebih lama merespon rangsang yang diberi (Koesyanto dan Tunggul, 2005).

Menurut Tarwaka dkk (2004) faktor penyebab terjadinya kelelahan akibat kerja adalah :

1. Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

2. Lingkungan iklim,penerangan, kebisingan, getaran dll 3. Cicardian rhythm

4. Problem fisik, tanggung jawab, kekhawatiran konflik 5. Kenyerian dan kondisi kesehatan

6. Nutrisi

2.3.7. Upaya Penanggulangan Kelelahan

(55)

menangani kelelahan dengan tepat, maka harus diketahui apa penyebab dari kelelahan tersebut (Tarwaka, 2004).

Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara; (1) Pengaturan jam kerja; (2) Pemberian kesempatan istirahat; (3) Adanya hari libur dan rekreasi; (4) Pengetrapan ilmu ergonomi dalam bekerja; (5) Penggunaan musik ditempat kerja; (6) Memperkenalkan perubahan rancangan produk; (7) Merubah metoda kerja menjadi lebih efisien dan efektif; (8) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman ( Budiono dkk., 2000).

Kelelahan kerja yang disebabkan monotoni dan tegangan dapat dikurangi dengan penggunaan warna serta dekorasi pada lingkungan kerja, musik di tempat kerja dan waktu-waktu istirahat untuk latihan fisik bagi pekerja yang bekerja sambil duduk. Seleksi dan latihan dari pekerja, lebih-lebih supervisi dan penatalaksanaannya juga memegang peranan penting (Suma’mur , 1996)

Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan dengan faktor fisik, faktor manusia yang tidak memenuhi keselamatan. Misalnya, kelengahan, kecerobohan, mengantuk, kelelahan dan sebagainya, sedangkan kondisi-kondisi lingkungan yang tidak aman misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin terbuka, dan sebagainya. (Notoatmodjo, 1997)

2.3.7.1. Beberapa Langkah Mengatasi Kelelahan

(56)

penyebab terjadi kelelahan, penyegaran dan cara menangani kelelahan agar tidak menimbulkan resiko yang lebih parah.

CARA MENGATASI 1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomi 4. Sikap kerja alamiah

5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi Kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

dengan sedikit kudapan 11. Dan lain-lain

PENYEBAB KELELAHAN 1. Aktivitas kerja fisik

2. Aktivitas kerja mental

3. Stasiun kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa

5. Kerja statis

6. Kerja bersifat monotoni 7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang

10 Waktu kerja istirahat tidak tepat 11. Dan lain-lain

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

2. Tindakan kuratif 3. Tindakan rehabilitatif 4. Jaminan masa tua 1. Motivasi kerja turun

2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Stres akibat kerja

6. Penyakit akibat kerja 7. Cedera

8.Terjadi kecelakaan akibat kerja 9. Dan lain-lain

[image:56.612.116.525.175.609.2]

MANAJEMEN PENGENDALIAN RESIKO

(57)

2.3.7. 2. Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur kelelahan secara langsung Pengukuran yang dilakukan peneliti sebelum hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Grandjean (1993) mengelempokkan metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:

1. Kualitas dan Kuantitas kerja yang dilakukan

Kuantitas output digambarkan sebagai jumlah proses Kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor harus dipertimbangkan seperti : target produksi, faktor sosial dan perilaku psikologis. Sedangkan kualitas output (kerusakan dan penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukan merupakan causal factor.

2. Uji Psiko-motor Test (Psycho-motor test)

(58)

terpendek biasa antara 150 - 200 millidetik. Waktu reaksi tergantung dan stimuli yang dibuat, intensitas lamanya rangsang, dan umur subjek.

3. Uji hilang kelipan (Flicker Fusion Test)

Dalam kondisi lelah kemampuan melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji hilang kelipan untuk menunjukkan keadaan kewaspadaan pekerja.

4. Perasaan kelelahan (Subjective Feeling of Fatigue)

(59)

5. Uji Mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi. Hasil tes menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konsentrasi akan semakin rendah dan sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas yang lebih bersifat mental. Sedangkan untuk menilai kelelahan seseorang dapat dilakukan pengukuran kelelahan secara tidak Iangsung baik secara objektif maupun subjektif.

2.4 Kondisi Lingkungan Kerja 2.4.1. Lingkungan Fisik Kerja

Lingkungan kerja bagi karyawan akan mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap jalannya operasi perusahaan. Lingkungan kerja ini yang akan mempengaruhi para karyawan perusahaan sehingga dengan demikian baik langsung maupun tidak langsung akan dapat mempengaruhi produktivitas perusahaan.

(60)

Semua karyawan dan pegawai rendah sampai menengah dikelompokkan kedalam satuan kerja fungsional, masing-masing dipisahkan dari satuan-satuan lainnya dengan pohon-pohon dan tanaman, kaca jendela yang rendah, lemari-lemari pendek dan rak buku, kantor pemandangan alam ini dikatakan dapat melancarkan komunikasi dan alur kerja. Disamping itu keterbukaan menunjang timbulnya keikatan dan kerjasama kelompok serta mengurangi rintangan-rintangan psikologis antara management dan karyawan.

2.5. Klasifikasi Kecelakaan Kerja

Klasifikasi kecelakaan kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO, 1962) dalamSuma’mur (1987) adalah sebagai berikut :

2.5.1. Klasifikasi menurut Jenis Kecelakaan a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh d. Terjepit oleh benda

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan f. Pengaruh suhu tinggi

g. Terkena arus listrik

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

(61)

2.5.2. Klasifikasi menurut Penyebab a. Mesin

- Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik - Mesin penyalur

- Mesin-mesin untuk mengerjakan logam - Mesin-mesin pengolah kayu

- Mesin-mesin pertanian - Mesin-mesin pertambangan

- Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut b. Alat angkat dan angkut

- Mesin angkat dan peralatannya - Alat angkutan di atas rel

- Alat angkutan yang beroda kecuali kereta api - Alat angkutan udara

- Alat angkut air

- Alat-alat angkutan lain c. Peralatan lain

- Bejana bertekanan

- Dapur pembakar dan pemanas - Instalasi pendingin

(62)

- Alat-alat listrik (tangan)

- Alat-alat kerja dan perlengkapannya kecuali alat-alat listrik - Tangga

- Perancah

- Peralatan lain yang belum termasuk klasifikasi tersebut d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

- Bahan peledak

- Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak - Benda-benda melayang

- Radiasi

- Bahan-bahan dan zat-zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja

- Di luar bangunan - Di bangunan - Di bawah tanah

f. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan-golongan tersebut - Hewan

- Penyebab lain

(63)

2.5.3. Klasifikasi menurut Sifat Luka atau Kelainan a. Patah tulang

b. Dislokasi

c. Renggang otot/urat

d. Memar dan luka dalam yang lain e. Amputasi

f. Luka-luka lain g. Gegar dan remuk h. Luka bakar

i. Luka dipermukaan j. Keracunan akut

k. Akibat cuaca dan lain-lain l. Mati lemas

m. Pengaruh arus listrik n. Pengaruh radiasi

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya p. Lain-lain

2.5.4. Klasifikasi menurut Letak Kelainan atau Luka di Tubuh a. Kepala

b. Leher c. Badan

(64)

e. Anggota gerak bawah f. Banyak tempat g. Kelainan umum

h. Letak lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi tersebut.

Departemen tenaga kerja telah menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER. 05/MEN/1996 yang bertujuan menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan. Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja meliputi kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja, pelatihan yang merupakan salah satu alat penting dalam menjainin kompetensi kerja audit sistem manajemen K3 yang berguna untuk mengetahui keefektifan penerapan sistem manajemen K3, inspeksi dan supervisi sebagai pemantau proses kerja sehari-hari sehingga diharapkan dapat mencegah dan mengurangi kecelakaan.

(65)

penyebab dasar kecelakaan yang hanyalah merupakan suatu simptom. Penyebab dasar selalu dapat ditelusuri bersumber dari aturan-aturan dan keputusan manajemen yang salah, faktor individu (pekerja) dan lingkungan.

2.5.5. Sebab Kecelakaan Kerja

Sangat jarang suatu kecelakaan timbul dari satu penyebab, pada umumnya merupakan kombinasi dari faktor-faktor yang secara simultan muncul. Seseorang tidak akan mengalami kecelakaan kerja tanpa ada faktor yang mempengaruhi seperti dijumpai kondisi yang tidak aman berinteraksi dengan lingkungan fisik yang tidak nyaman, dan berinteraksi juga dengan pekerja (manusia) yang berkerja tanpa petunjuk dalam menggunakan peralatan kerja sehingga terjadi suatu kecelakaan.

Salah satu teori kecelakaan kerja, dikemukakan oleh H.W. Heinrich (Teori Domino) yaitu faktor-faktor yang merupakan rangkaian kejadian kecelakaan kerja.

1. Lingkungan sosial yang berbeda 2. Kesalahan manusia

3. Tindakan dan keadaan yang berbahaya (Unsafe action dan unsafe condition)

4. Kecelakaan 5. Kerugian

Sebab kecelakaan kerja diberbagai negara tidak sama, namun ada kesamaan yaitu kecelakaan kerja disebabkan oleh (Matondang, RA, 2007).

(66)

b. Lingkungan kerja c. Proses kerja d. Sifat pekerjaan e. Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe action) dari manusia a. Sikap dan tingkah laku yang tidak baik

b. Kurang pengetahuan yang tidak baik c. Cacat tubuh yang tidak terlihat d. Keletihan dan kelesuan.

Tiap-tiap kecelakaan adalah kerugian dapat dilihat dari ada dan besarnya biaya akibat kecelakaan yang sering sangat besar dan menjadi tanggungan perusahaan.

Kerugian-kerugian yang diakibatkannya dapat berupa kerugian langsung : 1. Gangguan produksi, penjualan dan keuntungan

2. Biaya akibat sakit pada pekerja yang cedera

3. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang terhenti bekerja karena rasa ingin tahu, simpati, menolong yang luka dan alasan lain.

4. Biaya penggantian (rekruitmen, seleksi dan pelatihan)

5. Pembayaran lembur atau pembayaran pekerjaan sementara karyawan untuk mengatasi kehilangan waktu dari karyawan yang cedera.

6. Hilangnya kemampuan produksi pada pekerja yang cedera

(67)

Kerugian tidak langsung meliputi :

1. Produktivitas sebagai efek dari masalah moral antara pekerja 2. Image dari masyarakat terhadap perusahaan

3. Biaya tak terduga sehubungan dengan berkurangnya kualitas hidup pekerja yang cedera dan keluarganya.

2.6. Landasan Teori

1. Hasil penelitian Tri Yuni Ulfa Hanifa (2005) di Industri Pengolahan Kayu Brumbung Perum Perhutani Semarang ada hubungan yang signifikan antara kebisingan dengan kelelahan tenaga kerja.

2. Hasil penelitian hasil penelitian Irawan Harwanto (2004) di Depo Lokomotif PT. Kereta Api, Daerah Operasi IV Semarang, bahwa 13% tenaga kerja mengalami kelelahan ringan, 69,6% kelelahan sedang dan 17,4% mengalami kelelahan berat akibat paparan bising yang melebihi NAB, yaitu : 85,8-90,6dBA.

3. Hasil Penelitian Ema Isnarningsih di bagian welding 2b dan bagian p2 shipping CBU di PT X Plant II Jakarta Utara menunjukan bahwa ada pengaruh intensitas kebisingan terhadap kelelahan kerja.

4. Hasil Penelitian Risva (2002) di PT. Indokores Sahabat Purbalingga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dengan kelelahan tenaga kerja. 5. Hasil Penelitian Giacinta Yunita Anggraini (2005) di Pabrik tekstil PT A Pada

(68)

Semarang ada hubungan yang signifikan antara intensitas kebisingan dengan kelelahan.

6. Hasil Penelitian Fatimah Noor (2002) dibagian packing PT. Palur Raya Karang Anyar bahwa ada 90% tenaga kerja mengalami kelelahan sedang dan 10% berat akibat paparan bising sebesar 82,4dBA.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Kondisi Lingkungan Kerja :

- Kebisingan - Pencahayaan

Kelelahan Kerja

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Terikat : Kelelahan Kerja

(69)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu pengumpulan data pada suatu saat untuk menganalisa pengaruh kondisi lingkungan kerja terhadap kelelahan kerja di pabrik kertas rokok PT PDM Indonesia Medan Tahun 2010.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama enam bulan dari Januari sampai Juni 2

Gambar

Tabel 2.1.  Peraturan pemerintah Indonesia mengenai kebisingan tercantum dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep-51/MEN/1999
Tabel 2.2. Guide to Light Intensities
Tabel 2.3. KepMenKes No 1405/Menkes/SK/XI/2002
Gambar 2.1. Pengelompokan kelelahan (Tarwaka, dkk. 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka dapat disimpulkan bahwa pemberian istirahat pendek dapat menurunkan tingkat kelelahan para tenaga kerja yang bekerja sebagai tenaga pelinting rokok.. SIMPULAN DAN SARAN

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi linear berganda..Hasil penelitian menunjukkan bahwa disiplin dan imbalan secara

Sedangkan uji F diperoleh hasil p-value sebesar 0,001 < p-penelitian (0,05), sehingga membuktikan ada pengaruh yang signifikan dari upah, lingkungan kerja dan gaya

Tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kelelahan menunjukan dari hasil regresi logistik ordinal dengan nilai p-value (0,961) > α-(0,05). Terdapat pengaruh antara

Disimpulkan bahwa pemberian istirahat pendek dapat menurunkan tingkat kelelahan para tenaga kerja yang bekerja sebagai tenaga pelinting rokok.. Kata kunci :

Tidak terdapat pengaruh beban kerja terhadap kelelahan menunjukan dari hasil regresi logistik ordinal dengan nilai p-value (0,961) > α-(0,05). Terdapat pengaruh

Hasil dari regresi linier berganda adalah Y = 19.029 + 0,247 + 0,089 + e Konstanta a = 19.029 ini menunjukkan dimana disiplin dan motivasi = 0 maka produktivitas kerja karyawan

Selain uji T, uji parsial yang dilakukan pada penelitian ini yakni dengan menggunakan uji regresi linear berganda untuk mengetahui nilai pengaruh yang diberikan dan hasil menunjukkan