• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HUKUM PERJANJIAN ANTARA AGEN PEMASARAN

B. Kelemahan-kelemahan Yang Terdapat Dalam Perjanjian

c. Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya;

d. Tanda daftar perusahaannya yang masih berlaku.

5. Leaflet, brosur, katalog asli dari produk atau jasa yang hendak diageni;

6. Pernyataan pemilik properti kepada agen yang ditunjuk bahwa properti

tersebut tidak terikat dengan agen real estate lainnya.

B. Kelemahan-Kelemahan Yang Terdapat Dalam Perjanjian Antara Agen Properti Dan Pemillik Rumah/Tanah

Pelaksanaan perjanjian antara agen properti dan pemilik rumah/tanah (penjual properti) terdapat beberapa kelemahan yang dapat menimbulkan perselisihan di kemudian hari. Kelemahan yang mendasar dalam perjanjian antara agen properti dan penjual properti adalah bentuk perjanjian itu sendiri, yaitu perjanjan baku atau dapat disebut standar kontrak. Uraian mengenai perjanjian baku sebelumnya, jelas bahwa hakikat dari perjanjian baku adalah perjanjian yang telah distandarisasi isinya oleh pihak ekonomi kuat, sedangkan pihak lainnya

hanya diminta untuk menerima atau menolak isinya.184

184

Salim HS-II, Op.cit., hal 107.

Hal ini menimbulkan posisi para pihak yang membuat kontrak tidak seimbang, sehingga asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam perjanjian dipertanyakan. Kebebasan berkontrak sebagaimana dimaksud diatur dalam Pasal 1338 (1) tersebut sangat

ideal jika para pihak yang terlibat dalam suatu kontrak posisi tawarnya seimbang

antara satu dengan yang lain.185

Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Hal demikian, pihak yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausul-klausul tertentu dalam kontrak baku, sehingga perjanjian yang seharusnya dibuat atau dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi dalam kontrak baku karena format dan isi kontrak

dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat.186

1. Pihak I dengan ini menjamin bahwa : (Point 1)

Pada perjanjian keagenan Perusahaan Property One yang berbentuk perjanjian baku, dapat dilihat posisi para pihak tidak seimbang, di mana dalam klausul-klausul dalam perjanjian tersebut tidak ada keseimbangan hak dan kewajiban antara Pihak I dan Pihak II. Berikut diuraikan secara singkat yang menjadi kewajiban-kewajiban Pihak I sebagai pemilik properti yang tertuang dalam perjanjian keagenan Perusahaan Property One yang isinya terdiri dari 6

point :

a. Adalah pemilik yang sah yang berhak atas properti tersebut diatas;

b. Properti yang dipasarkan tidak dalam sengketa dengan pihak

manapun;

185

Ahmadi Miru, Op.cit., hal 39.

186

c. Pihak I tidak sedang mengikatkan diri dengan pihak Agen Real Estate lainnya dalam hal memasarkan properti tersebut diatas;

d. Akan menyerahkan kepada PIHAK II semua foto kopi sertifikat,

IMB bila ada bangunan dan dokumen yang berhubungan dengan properti tersebut. Dan apabila terjadi transaksi maka PIHAK I akan membawa asli sertifikat, IMB bila ada bangunan dan dokumen yang berhubungan dengan properti tersebut untuk dilakukan pemeriksaan di instansi yang terkait;

2. Pihak I memberikan hak eksklusif kepada Pihak II; (Point 2)

3. Pihak I wajib membayar komisi apabila terjadi transaksi atas properti yang

diatasi oleh pihak manapun juga termasuk oleh Pihak I/Pihak II; (Point 3)

4. Kewajiban Pihak I tetap membayar komisi kepada Pihak II meskipun hak

eksklusif telah berahkir, di mana hal tersebut terjadi apabila masa Eksklusif tersebut berakhir dan kemudian terjadi transaksi oleh Pembeli

dari Pihak II; (Point 4)

5. Kewajiban Pihak I memberikan wewenang kepada Pihak II untuk

menerima pembayaran uang muka dari Pembeli; (Point 5)

6. Pihak I dengan ini memberikan ijin kepada Pihak II untuk melakukan hal-

hal sebagai berikut; (Point 6)

a. Memasuki, memperlihatkan properti dan mengadakan open house

pada para peminat pada saat-saat yang wajar dan setelah memberitahukan terlebih dahulu kepada Pihak I;

b. Memasang papan tanda/banner bertuliskan “DIJUAL/DISEWAKAN” pada properti tersebut;

c. Mempromosikan dan mengiklankan properti tersebut sesuai

dengan program promosi yang telah disetujui bersama;

Uraian diatas menunjukkan bahwa isi perjanjian baku Perusahaan Property One sepenuhnya membebani kewajiban Pihak I tanpa diimbangi hak nya sebagai pengguna jasa perantaraan perdagangan properti. Hal tersebut menunjukkan bahwa klausula-klausula dalam perjanjian keagenan Perusahaan Property One menjadi tidak seimbang antara hak dan kewajiban para pihaknya, serta ada pula kewajiban yang merugikan Pihak I, yaitu kewajiban Pihak I tetap membayar komisi kepada Pihak II meskipun hak eksklusif telah berahkir, sehingga dengan hal-hal tersebut Pihak II sebagai perwakilan Perusahaan Property One berposisi lebih kuat daripada Pihak I. Perusahaan Property One dengan menggunakan perjanjian baku saja, sudah memberikan keuntungan yaitu perusahaan akan

memperoleh efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga, dan waktu.187

Mengingat masalah asas kebebasan berkontrak dan kaitannya dengan perjanjian baku (standar), perlu terlebih dahulu dikaitkan dengan Hukum Kontrak sebagai subsistem dari sistem Hukum Nasional. Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas dari Hukum Kontrak dan ia tidak berdiri sendiri. Maknanya hanya dapat ditentukan setelah memahami posisinya dalam kaitan yang terpadu dengan

187

asas-asas Hukum Kontrak yang lain, yang secara menyeluruh asas-asas ini

merupakan pilar, tiang, fondasi dari hukum kontrak.188

Meskipun kebebasan berkontrak merupakan pilar dari Hukum Kontrak di

dalam KUH Perdata, yang menurut sejarahnya merupakan produk individualisme,

liberalisme, dan kolonialisme dapat diterima sebagai asas esensial di dalam

Hukum Kontrak Nasional, di mana salah satunya adalah asas kebebasan berkontrak, namun isi dan pengertiannya memiliki arti khusus tersendiri, karena posisinya berada dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, yang berakar pada Pancasila, UUD 1945, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Perwakilan (MPR), dan perangkat peraturan perundang-undangan lainnya. Makna asas kebebasan berkontrak harus dicari dan ditentukan dalam kaitannya dengan pandangan hidup bangsa Indonesia. Mengenai asas hukum nasional, BPHN Departemen Kehakiman sudah menyepakati sejumlah asas dalam hukum kontrak, yang sudah

dijelaskan sebelumya.189

Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum produk dan peninggalan Belanda sampai sekarang seperti KUH Perdata di Indonesia

didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain :190

1. Para ahli tidak pernah mempersoalkan secara mendalam tentang mengapa

“hukum belanda” masih berlaku di Indonesia. Tatanan hukum Indonesia hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata hukum Belanda, tetapi sebagai tata hukum nasional;

2. Sepanjang hukum tersebut tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD

1945, peraturan perundang-undangan serta dibutuhkan; dan

3. Apabila hukum tersebut bertentangan, maka menjadi tidak berlaku lagi.

188 Ibid., hal 38. 189 Ibid., hal 41. 190

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty, 1986), hal 13.

Jadi hukum yang berlaku saat ini seperti KUH Perdata, memang pada dasarnya merupakan produk pemerintah Hindia-Belanda yang berlaku di Indonesia berdasarkan atas asas konkordansi, artinya bahwa hukum yang berlaku di Indonesia sama dengan ketentuan hukum yang berlaku di negeri Belanda. Selain itu, yang menjadi dasar hukum berlakunya ketentuan hukum di Indonesia adalah Pasal I Aturan Peralihan Amandemen UUD 1945 dan masih dibutuhkan. Keberlakuan ketentuan tersebut semata-mata untuk mengisi kekosongan hukum

(rechtvacuum).191

Mengenai perjanjian baku, sebagaimana sebelumnya sudah diuraikan dengan jelas pengertian dan unsur-unsurnya, apakah klausul baku memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, antara lain untuk memenuhi asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Suatu kebebasan terkandung tanggung jawab apabila di kaitkan dalam hukum perjanjian nasional. Asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan perlu dipelihara sebagai modal pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras, dan seimbang dengan

kepentingan masyarakat.192

Uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas kebebasan berkontrak tidak mempunyai arti tidak terbatas, akan tetapi terbatas oleh tanggung jawab para pihak, sehingga kebebasan berkontrak sebagai asas diberi sifat sebagai asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, ynag mendukung kedudukan

191

Titik Triwulan Tutik, Op.cit., hal 6.

192

yang seimbang di antara para pihak, sehingga sebuah kontrak akan bersifat stabil

dan memberikan keuntungan bagi kedua pihak.193

Kesepakatan mereka yang mengikat dirinya; sebagai salah satu syarat sahnya perjanjian dalam Pasal 1320 KUH Perdata adalah asas esensial dari Hukum Perjanjian. Asas ini dinamakan juga asas konsensualisme yang menentukan adanya perjanjian. Hukum Inggris mengenal juga asas asas tersebut.

Anson berkata sebagai berikut : “A promise more than a mere statement of

intention, for it imports a willingness on the part of the promiser to be bound to

the person to whom it is made”.194

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa asas kebebasan ini tidak hanya milik KUH Perdata, akan tetapi bersifat universal. Asas konsensualisme yang

terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengandung arti kemauan (will) para

pihak untuk saling berprestasi, ada kemauan untuk saling mengikat diri. Kemauan ini membangkitkan kepercayaan bahwa perjanjian itu dipenuhi. Asas kepercayaan ini merupakan nilai etis yang bersumber pada moral. Manusia terhormat akan

memelihara janjinya, kata Eggens.195

Keadaan sosial ekonomi Indonesia telah menunjukkan bahwa sebagian besar aktivitas dunia usaha dewasa ini di Indonesia dilakukan oleh pelaku usaha yang menyandarkan diri pada ketentuan Buku II terutama Buku III KUH Perdata. Hal ini membuat harus diakui bahwa beberapa bagian dari ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata, khususnya yang berkaitan dengan aktivitas dunia usaha, yang bersandar pada Buku III KUH Perdata mengenai perikatan ternyata sangat 193 Ibid. 194 Ibid., hal 51. 195 Ibid.

relevan bagi kehidupan dan aktivitas dunia bisnis dewasa ini, bahkan dapat dikatakan bahwa konsep mengenai kegiatan dunia usaha saat ini tidak dapat dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang memaksa dan yang masih berlaku, dalam hal ini termasuk asas konsensualisme dan asas-asas hukum perikatan

lainnya dalam KUH Perdata.196

Asas konsensualisme ini mempunyai hubungan yang erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat di dalam pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Ketentuan ini berbunyi “Semua Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Kata semua mengandung arti meliputi seluruh perjanjian baik yang

namanya dikenal maupun yang tidak dikenal oleh undang-undang.197

Asas kebebasan berkontrak berkaitan erat dengan isi perjanjian, yaitu kebebasan menentukan apa dan dengan siapa perjanjian itu diadakan. Perjanjian yang dibuat sesuai dengan pasal 1320 KUH Perdata ini mempunyai kekuatan

mengikat.198

Meninjau masalah ada dan kekuatan mengikat perjanjian baku, maka secara teoretis juridis, perjanjian ini tidak memenuhi elemen-elemen yang

dikehendaki pasal 1320 juncto 1338 ayat 1 KUH Perdata. Melihat bahwa

perbedaan posisi para pihak ketika perjanjian baku diadakan tidak memberikan

kesempatan pada debitur untuk mengadakan real bargaining dengan pengusaha

(kreditur). Debitur tidak mempunyai kekuatan untuk mengutarakan kehendak dan

196

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Pada Umumnya, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal 5. (Selanjutnya disebut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja- II)

197

Mariam Darus Badrulzaman-I, Op.cit., hal 82.

198

kebebasan dalam menentukan isi perjanjian baku ini karena tidak memenuhi

elemen-elemen yang dikehendaki pasal 1320 juncto 1338 KUH Perdata dan

akibatnya tidak ada.199

Ada dua paham yang memberikan jawaban terhadap apakah perjanjian

baku melangar asas kebebasan berkontrak atau tidak. Slujter mengatakan :200

Pitlo mengatakannya sebagai perjanjian paksa (dwang contract), walaupun

secara teoretis yuridis, perjanjian baku ini tidak memenuhi ketentuan undang- undang dan oleh beberapa ahli hukum ditolak. Namun kenyataannya, kebutuhan masyarakat berjalan dalam arah yang berlawanan dengan keinginan hukum.

“Perjanjian baku ini bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha di dalam

perjanjian itu adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (legio particuliere

wetgever). Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha di dalam perjanjian itu adalah

undang-undang bukan perjanjian”.

201

Stein mencoba memecahkan masalah ini dengan mengemukakan pendapat bahwa “Perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian, berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen

perjanjian itu, berarti ia secara sukarela setuju pada isi perjanjian tersebut”.202

“Setiap orang yang menandatangani perjanjian, bertanggung jawab pada isi dan apa yang ditandatanganinya. Jika ada orang yang membubuhkan tanda tangan pada formulir perjanjian baku, tanda tangan itu akan membangkitkan kepercayaan bahwa yang bertanda tangan mengetahui dan menghendaki isi formulir yang

Asser Rutten mengatakan pula bahwa :

199

Ibid.

200

Ahmadi Miru, Op.cit., hal 44.

201

Ibid.

202

ditandatangani. Tidak mungkin seorang menandatangani apa yang tidak diketahui

isinya”.203

Hondius di dalam desertasinya mempertahankan bahwa “Perjanjian baku

mempunyai kekuatan mengikat, berdasarkan kebiasaan (gebruik) yang berlaku di

lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan”.204

Jadi kesimpulan perjanjian baku apabila dikaitkan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab adalah bertentangan, jika ditinjau dari asas- asas dalam sistem hukum nasional, di mana akhirnya kepentingan masyarakatlah yang didahulukan. Kedudukan kreditur dan debitur dalam perjanjian baku tidak seimbang, di mana pengusaha hanya mengatur hak-haknya dan tidak

kewajibannya.205

Adapun contoh penulisan perjanjian keagenan dalam Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus karangan Abdul R. Saliman, Hermansyah, dan Ahmad Jalis pada cetakan tahun 2005. Contoh perjanjian dalam buku tersebut merupakan bentuk sederhana pembuatan perjanjian keagenan, di mana dalam perkembangannya dapat disesuaikan dengan keperluan para pihak, tetapi yang terpenting pola umum, tahapan dan syarat-syarat formal dan material

dalam pembuatan perjanjian telah terpenuhi.206

Pola umum, tahapan dan syarat-syarat formal dan material yang terpenuhi

dalam contoh penulisan perjanjian keagenan adalah sebagai berikut :207

203

Mariam Darus Badrulzaman-III, Op.cit., hal 53.

204

Ibid.

205

Ibid., hal 54.

206

Abdul Rasyid Saliman, Hukum Bisnis untuk Perusahaan : Teori dan Contoh Kasus, (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal 73.

207

1. Judul;

Perjanjian baku keagenan diawali dengan identitas perusahaan pemasaran perdagangan properti yang mengeluarkan perjanjian tersebut dan nama perjanjian. Identitas perusahaan tersebut meliputi nama perusahaan, alamat perusahaan, telepon dan fax perusahaan yang bersangkutan. Sedangkan nama perjanjian yang tercantum adalah “Perjanjian Keagenan”.

2. Identitas Para Pihak;

Identitas para pihak dalam hal ini adalah Pihak I sebagai pemilik properti dan Pihak II sebagai pihak pemasaran yaitu perusahaan perantara perdagangan properti. Selain penulisan identitas pribadi, dalam formulir perjanjian keagenan tersebut diperlukan juga informasi mengenai properti yang akan dipasarkan, yaitu alamat, sertifikat, harga jual, serta kepemilikan atas properti yang akan dipasarkan.

3. Isi perjanjian yang disepakati;

Isi perjanjian keagenan yang sudah ditentukan oleh Perusahaan Perantara Perdagangan Properti meliputi :

a. Hak dan kewajiban para pihak;

Beberapa hak Pihak II yang dapat juga menjadi kewajiban Pihak I adalah sebagai berikut :

1) Hak eksklusif Pihak II yang diberikan Pihak I untuk

menjual selama 90 (sembilan puluh) hari yang berlaku sejak ditandatangani perjanjian ini.

2) Hak menerima dari Pihak I kepada Pihak II mengenai

semua data, catatan, dan dokumen yang berhubungan dengan properti tersebut untuk diperiksa kepada instansi yang berwenang dan setuju untuk membayar biaya pemeriksaan tersebut.

3) Hak melarang Pihak I, kecuali dengan persetujuan Pihak II

melakukan hal-hal sebagai berikut : mencari pembeli atau menunjuk agen lain untuk mencari pembeli selama masa hak eksklusif. Selain itu adanya hak menerima ganti rugi jika Pihak I atau agen lain mendapatkan pembeli selama masa hak eksklusif dan properti tersebut terjual.

4) Hak menerima komisi sebesar 3,5% (tiga setengah persen)

jika selama masa hak eksklusif tersebut Pihak II memperkenalkan kepada Pihak I seorang pembeli yang sesudah itu mengadakan pengikatan jual beli atau perjanjian jual beli atas properti tersebut. Selain itu Pihak II berhak menerima setengah dari pembayaran komisi yang seharusnya ia terima, jika Pihak I menarik kembali hak eksklusif untuk menjual atas properti tersebut.

5) Hak menolak permintaan komisi yang sudah dibayarkan

oleh Pihak I dengan alasan apa pun.

6) Hak Pihak II untuk menjalin kerja sama dengan agen

lainnya untuk mendapatkan pembeli atas biaya yang dikeluarkan sendiri.

7) Hak mendapat wewenang dari Pihak I kepada Pihak II untuk menerima pembayaran uang muka dari pembeli dan menyimpannya ke dalam rekening giro khusus.

8) Hak mendapat izin dari Pihak I kepada Pihak II untuk

memasuki dan memperlihatkan properti tersebut pada para peminat pada saat yang wajar dan setelah memberitahukan terlebih dahulu kepada Pihak I, kemudian mengadakan

pameran (open house) yang akan ditentukan oleh Pihak II,

dan memasang tanda / papan bertuliskan “DIJUAL / DISEWAKAN” pada properti tersebut dan tidak akan melakukan hal apa pun yang dapat menghambat pekerjaan Pihak II tersebut, serta mempromosikan/mengiklankan properti tersebut di media massa, baik cetak maupun elektronik.

Adapun sebaliknya Pihak I memperoleh hak dari Pihak II yaitu :

1) Hak untuk melanjutkan atau tidak melanjutkan perjanjian

keagenan tersebut setelah berakhirnya hak eksklusif Pihak II sebagaimana tertulis dalam klausula “Bahwa dengan persetujuan Pihak I, Pihak II akan melanjutkan dengan hak non-eksklusif selama tidak lebih dari 1 (satu) tahun atau sampai pihak menarik kembali hak untuk menjual secara tertulis”.

2) Hak menuntut Pihak II secara efektif memperkenalkan

kepada Pihak I seorang pembeli agar Pihak II memperoleh komisi apabila terjadi transaksi antara pembeli dari Pihak II dan Pihak I.

3) Hak menolak memberikan komisi kepada Pihak II apabila

terjadi keadaan sebagaimana dinyatakan dalam klausula bahwa “Jika sesudah berakhirnya masa hak eksklusif Pihak I mengadakan perjanjian dengan agen lain untuk menjual properti tersebut, maka Pihak II tidak berhak atas komisi dari penjualan properti tersebut”.

4) Hak mendapat wewenang dari Pihak II sebagaimana tertulis

dalam perjanjian keagenan tersebut bahwa “Pihak II memberikan wewenang kepada Pihak I untuk mengeluarkan biaya iklan dan promosi sampai sejumlah Rp... (ditentukan oleh Pihak I) ada atau tidak ada jual beli, sampai habis masa hak eksklusif atau ditariknya kembali hak eksklusif tersebut sebelum waktunya”.

Selain hak dan kewajiban para pihak, ada juga para pihak mendapat hak yang sama yaitu dalam hal pembagian uang muka. Hal tersebut dapat dilihat dalam klausula yang tercantum dalam perjanjian tersebut bahwa “Pihak I memberikan wewenang kepada Pihak II untuk menerima pembayaran uang muka dari pembeli dan menyimpannya ke dalam rekening giro khusus. Apabila calon pembeli/penyewa batal melakukan transaksi, setengah dari uang

muka yang disetorkan sepanjang jumlahnya tidak melebihi dari uang komisi, menjadi hak Pihak II dan sisanya harus dibayarkan oleh Pihak I, paling lambat tujuh hari setelah Pihak II menerima pernyataan pembatalan tersebut”.

b. Pertanggungjawaban Pihak I;

Pelaksanaan perjanjian keagenan, dalam hal ini Pihak I menjamin bahwa :

1) Pihak I adalah pemilik satu-satunya yang berhak atas

bangunan tersebut;

2) Pada saat ini tidak sedang terikat kepada agen lainnya,

dalam hal menyerahkan hak eksklusif untuk menjual atau yang lain.

4. Penutup;

Perjanjian keagenan tersebut ditutup dengan klausula yang menyatakan bahwa “Setiap perselisihan yang timbul dari perjanjian ini, para pihak sepakat untuk mengadakan penyelesaian secara musyawarah". Hal ini menunjukkan penyelesaian suatu permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian tersebut di kemudian hari untuk diselesaikan melalui musyawarah.

Perkembangan perjanjian keagenan dewasa ini dapat dilihat pada kontrak keagenan perusahaan Property One Medan Kota, yang sebelumnya pada bagian A dalam Bab ini sudah diuraikan.

Kedua perjanjian keagenan antara contoh perjanjian keagenan208

208

Contoh Perjanjian Keagenan dalam Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Ibid.

dan perjanjian keagenan Perusahaan Property One menunjukkan beberapa kesamaan dan perbedaan. Terdapat beberapa kesamaan isi klausula antara kedua perjanjian agen pemasaran tersebut, menunjukkan bahwa klausul-klausul dalam contoh perjanjian keagenan tidak hanya mengacu kepada teori saja tetapi didasarkan dengan pelaksanaan perusahaan perantaraan perdagangan properti pada umumnya di lapangan. Kesamaan yang terlihat antara kedua perjanjian keagenan tersebut, salah satunya dapat dilihat dalam klausula mengenai pencantuman pemberian hak

eksklusif dan pemberian izin kepada Pihak II. Berikut perbandingan klausula tersebut :

1. Klausula Contoh Perjanjian Keagenan209

2. Klausula Contoh Perjanjian Keagenan

, yang menyatakan bahwa “Pihak I dengan ini menyerahkan kepada Pihak II hak eksklusif untuk menjual selama 90 (sembilan puluh) hari yang berlaku sejak ditandatangani perjanjian ini. Bahwa dengan persetujuan Pihak I, Pihak II akan melanjutkan dengan hak non-eksklusif selama tidak lebih dari 1 (satu) tahun atau sampai pihak menarik kembali hak untuk menjual secara tertulis”, sedangkan klausula Perjanjian Keagenan Perusahaan Property One menyatakan bahwa “Pihak I dengan ini memberikan Hak Eksklusif selama 90 (sembilah puluh) 120 (seratus dua puluh)* hari sejak ditandatangani surat perjanjian ini kepada Pihak II sebagai pihak yang berhak untuk melaksanakan segala bentuk aktifitas pemasaran untuk menjual/menyewakan* properti milik Pihak I yang dalam hal ini akan dilaksanakan oleh ...”.

210

a. Memasuki dan memperlihatkan properti tersebut pada para

peminat pada saat yang wajar dan setelah memberitahukan terlebih dahulu kepada Pihak I;

, yang menyatakan bahwa “Pihak I dengan ini memberikan izin kepada Pihak II untuk melakukan hal-hal sebagai berikut :

209

ContohPerjanjian Keagenan dalam Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan Contoh Kasus, Ibid.

210

ContohPerjanjian Keagenan dalam Buku Hukum Bisnis untuk Perusahaan, Teori dan

Dokumen terkait