• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inflasi tahunan volatile food mengalami penurunan pada periode triwulan I 2017. Inflasi volatile

food tercatat sebesar 1,99% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 5,35% (yoy)

dan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 8,26% (yoy). Penurunan inflasi ini terutama didorong oleh penurunan harga komoditas bahan pangan, terutama komoditas aneka cabai dan beras seiring memasuki musim panen di awal triwulan, sesuai dengan pola musiman tahunan. Selain itu, meningkatnya pasokan daging ayam ras dan telur ayam ras di triwulan I 2017 mampu menekan terjadinya inflasi yang lebih tinggi.

Penurunan harga cabai rawit Jawa Tengah pada akhir triwulan I 2017 disebabkan oleh peningkatan stok yang berada di pasaran. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh meningkatnya produksi di sentra-sentra cabai rawit utama, seperti Magelang, Temanggung, Wonosobo, dan Rembang. Adapun total produksi cabai rawit Jawa Tengah pada bulan Maret 2017 tercatat sebesar 11.177 ton, meningkat sebesar 11,36% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10.021 ton. Selain peningkatan produksi, penurunan curah hujan Jawa Tengah di bulan ini menyebabkan tingkat hasil panen yang hilang pada komoditas cabai rawit semakin kecil, dengan demikian jumlah yang dapat dijual oleh petani juga semakin banyak.

Penurunan harga beras sejalan dengan peningkatan stok akibat panen yang terjadi pada bulan Februari dan Maret di beberapa sentra penghasil, seperti Demak, Sragen, dan Pemalang. Adapun total produksi beras Jawa Tengah pada bulan Februari dan Maret 2017 tercatat sebesar 3.656.501 ton, meningkat signifikan dibandingkan produksi bulan Desember 2016 dan Januari 2017 yang sebesar 1.083.712 ton.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.16 Perkembangan Inflasi Bulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Food 2012-Tw I 2017

Inflasi triwulanan mencatatkan penurunan, dari sebelumnya inflasi 2,62% (qtq) pada triwulan IV 2016 menjadi -0,66% (qtq) pada triwulan I 2017. Angka ini lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata lima tahun terakhir yang sebesar 2,48% (qtq). Penurunan inflasi ini terjadi di hampir seluruh subkelompok, terutama untuk subkelompok padi-padian, subkelompok daging, dan subkelompok bumbu-bumbuan. Penurunan harga komoditas-komoditas VF tersebut terutama disebabkan oleh peningkatan stok sejalan dengan mulai masuknya musim panen yang juga didukung oleh penurunan curah hujan sehingga hasil panen cenderung lebih awet dan tidak mudah rusak.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.18 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.19 Lanjutan Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food

Inflasi Kota Kota di Provinsi Jawa Tengah

3.4.

Secara umum, empat dari enam kota yang disurvei oleh BPS di Jawa Tengah mencatatkan peningkatan inflasi. Kenaikan inflasi tertinggi terjadi di Kota Kudus, dari sebelumnya 2,32% (yoy) pada triwulan IV 2016 menjadi 3,86% (yoy) pada triwulan I 2017. Kenaikan yang tinggi juga terjadi di Kota Cilacap, meningkat dari sebelumnya 2,77% (yoy) menjadi 4,21% (yoy).

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.20 Inflasi Tahunan Triwulan I 2017

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.21 Perkembangan Inflasi Tahunan

Disparitas inflasi antar kota di Jawa Tengah meningkat pada triwulan laporan. Pada triwulan I 2017, selisih tingkat inflasi antara kota yang memiliki inflasi tertinggi dan terendah sebesar 1,28%. Sementara pada triwulan IV 2016, selisih tersebut sebesar 0,62%. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Cilacap yang kemudian diikuti oleh Kota Kudus dengan tingkat inflasi masing-masing sebesar 4,21% (yoy) dan 3,86% (yoy). Sementara itu, inflasi terendah berada di Kota Surakarta dengan tingkat inflasi sebesar 2,93% (yoy).

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.22 Inflasi Tahunan Enam Kota

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.23 Inflasi Kota di Provinsi Jawa Tengah per Kelompok Tw I 2017

Ditinjau dari kelompoknya, secara rata-rata enam kota mengalami inflasi untuk kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan. Inflasi kelompok tersebut terpantau tinggi di Kota Tegal, diikuti oleh Kota Semarang. Kenaikan ini terutama didorong oleh peningkatan tarif pulsa ponsel serta kenaikan harga bensin dan tarif angkuran udara. Selain itu, kelompok yang menyumbangkan inflasi lainnya adalah kelompok perumahan, air, dan listrik seiring dengan penyesuaian TTL untuk pelanggan nonsubsidi.

Berdasarkan disagregasinya, inflasi tahunan administered prices yang lebih tinggi dibandingkan inflasi Jawa Tengah berada di Kota Tegal, Cilacap, dan Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang. Sementara itu, inflasi tahunan kelompok volatile food yang berada di atas inflasi Jawa Tengah hanya dijumpai di Kota Kudus dan Purwokerto. Adapun inflasi inti yang tinggi dan berada di atas Jawa Tengah dialami oleh Kota Cilacap, Kudus, dan Semarang.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.24 Disagregasi Inflasi Triwulanan Enam Kota 2016

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.25 Disagregasi Inflasi Tahunan Enam Kota 2016

3.4.1. Disagregasi Inflasi Cilacap

Berdasarkan disagregasinya, kelompok inti dan administered prices mengalami peningkatan inflasi dibandingkan triwulan IV 2016. Sementara itu, kelompok volatile food mencatatkan penurunan inflasi.

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.26 Disagregasi Inflasi Tahunan Cilacap

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, diolah

Grafik 3.27 Disagregasi Inflasi Triwulanan Cilacap

Inflasi tahunan kelompok inti mengalami peningkatan. Inflasi tahunan kelompok inti pada triwulan ini naik menjadi 4,75% (yoy) dari 2,67% (yoy) pada triwulan IV 2016. Kenaikan juga terjadi untuk inflasi

triwulanan yang meningkat menjadi 3,92% (qtq) dari sebelumnya1,56% (qtq). Komoditas yang mendorong peningkatan inflasi kelompok ini adalah kenaikan tarif tukang bukan mandor.

Inflasi volatile food menurun pada triwulan I 2017. Inflasi volatile food tercatat sebesar 1,35% (yoy) atau -0,96%(qtq), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2016 sebesar 4,51% (yoy) atau 1,58%(qtq). Inflasi ini menurun di tengah meningkatnya pasokan aneka cabai dan jeruk seiring dengan memasuki musim panen di awal tahun.

Sementara itu, kelompok administered prices Kota Cilacap mengalami kenaikan inflasi sebesar 5,51% (yoy) atau 3,92% (qtq) pada triwulan I 2017, dari sebelumnya sebesar 1,22% (yoy) atau 1,56% (qtq) pada triwulan IV 2016. Peningkatan ini terjadi seiring dengan kenaikan TTL dan tarif parkir di Kota Cilacap.