BAB II KAJIAN TEORI
B. Keluarga Broken Home
a. Pengertian keluarga broken home
Broken home adalah kondisi hilangnya perhatian keluarga atau kurangnya kasih sayang dari orang tua yang disebabkan oleh beberapa hal, bisa karena perceraian, sehingga anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung
Istilah “Broken home” merupakan suatu kondisi keluarga yang tidak harmonis dan orang tua tidak dapat lagi menjadi tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Bisa jadi ketika orang tua bercerai, pisah ranjang atau keributan yang terjadi didalam keluarga (Sujoko,2011). Remaja yang menjadi korban broken home (Sujoko,2011) biasanya mengalami gangguan perkembangan dalam perkembangan emosi, kepribadian dan kehidupan sosial.
Menurut Syafran Muhammad Broken home (2016:3) broken home dapat juga diartikan dengan kondisi keluarga yang tidak harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun, damai, dan sejahtera karena sering terjadi keributan serta perselisihan yang menyebabkan pertengkaran dan berakhir pada perceraian dan sakan sangat berdampak kepada anak-anaknya khususnya remaja, broken home dalam bahasa indonesia adalah sebuah keluarga dimana orang tua telah bercerai atau berpisah.
Adapun dimaksud keluarga pecah (broken home) dapat dilihat dari dua aspek yaitu :
1. Keluarga itu terpecah karena strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari keluarga itu meninggal dunia atau telah bercerai.
2. Orang tua tidak bercerai akan tetapi struktur keluarga itu tidak utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak dirumah,atau tidak memperlihatkan hubungan kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga itu tidak sehat secara psikologis.
Dari keluarga yang digambarkan diatas tadi akan lahir anak-anak yang mengalami krisis kepribadian, sehingga prilakunya sering salahsuai. Mereka mengalami gangguan emosional dan bahkan neurotik. Kasus keluarga broken home ini sering kita temui di sekolah dengan penyesuaian diri yang kurang baik, seperti malas belajar,menyendiri,agresif,membolos,dan suka menentang guru.Jadi dari penjelasan diatas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga broken home adalah keluarga yang mana strukturnya tidak utuh sebab salah satu dari kepala keluarga sudah tidak utuh baik meninggal dunia atau pun bercerai. Pendapat lain tentang pengertian broken home yaitu :
Hurlock mengemukakan, broken home adalah kulminasi yang diakibatkan oleh penyesuaian perkawinan yang kurang baik dan terjadi ketika suami istri sudah tidak sanggup lagi mencari cara menyelesaikan masalah yang solutif bagi kedua belah pihak. Perkawinan tidak selamanya membuahkan kebahagiaan,namun tidak diakhiri dengan perceraian. Kondisi ini disebabkan karena perkawinan itu dilandasi dengan pertimbangan agama,moral,keadaan ekonomi, dan sebab-sebab lain (Hurlock,1990).
Menurut pendapat Cole bahwa kondisi keluarga bahwa kondisi keluarga yang mengalami perceraian dapat menimbulkan dampak bagi anak bahwa kurang semangat belajar,menarik diri dari pergaulannya,merasa marah, dan tidak percaya pada dirinya sendiri terkait cinta,pernikahan,dan keluarga. Keadaan keluarga semacam ini sangat berbahaya bagi anak, terlebih ketika anak mulai memasuki usia remaja. Usia remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Kewajiban pendidik pada usia remaja lebih berat dan kompleks dibandingkan kewajiban pada usia anak-anak, menyesuaikan dengan karakteristik mental usia remaja yang sedang dalam tahap mencari jati diri (Hurlock,1990).
Jadi dari penjabaran diatas dapat penulis simpulkan bahwa keluarga broken home memiliki peran yang signifikan dalam
21
pembentukan kepribadian anak. Dimana keluarga broken home mempengaruhi perkembangan anak terutama remaja sehingga menimbulkan masalah-masalah kepribadian yang membentuk prilaku yang dilandasi dari presepsi anak yang mengalami keluarga broken home.
b. Faktor Penyebab Keluarga Broken Home
Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya keluarga Broken Home, diantaranya:
a. Kurang atau putus komunikasi diantara keluarga terutama ayah dan ibu sering dituding faktor kesibukan sebagai biang keladi. Dalam keluarga sibuk, dimana ayah dan ibu keduanya bekerja dari pagi hingga sore hari. Mereka tidak punya waktu untuk keluarga.
b. Sikap ego sentrisme masing-masing suami istri merupakan penyebab pula terjadinya konflik rumah tangga yang berujung pada perengkaran yang terus menerus. Egoisme adalah suatu sifat buruk manusia yang mementingkan diri sendiri. Yang lebih berbahaya lagi adalah sifat egisentrisme yaitu sifat yang menjadikan dirinya pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara. Pada orang yang seperti ini, orang lain tidaklah penting. Orang tua mementingkan dirinya sendiri, dan bagaimana menarik perhatian pihak lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya.
c. Masalah ekonomi dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga, yaitu: Kemiskinan Keluarga miskin masih besar jumlah nya di negeri ini. Berbagai cara diusahakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Akan tetapi tetap saja kemiskinan tidak terkendali. Terakhir pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) pada tahun 2007 dan 2008. Kemiskinan jelas berdampak terhadap kehidupan keluarga.
d. Masalah kesibukan. Kesibukan adalah satu kata yang telah melekat
pada masyarakat modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada
pencarian materi yaitu harta dan uang. Filsafat hidup mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang
e. Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya krisis di dalam keluarga. Jika pendidikan agak lumayan pada suami-istri, maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami liku-liku keluarga. Karena itu sering salah penyalahan bila terjadi persoalan di keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang mungkin terjadi perceraian.
Faktor-faktor penyebabkan dari kondisi keluarga broken Home : a. Faktor internal
1. Orang tua yang terlalu sibuk dengan dunianya sendiri 2. Orang tua tidak dewasa dalam berfikir
3. Rumah tangga dengan landasan keimanan yang tidak kuat 4. Wawancara pikiran yang kurang luas
5. Masalah keuangan dalam keluarga b. Faktor eksternal
1. Hadirnya orang ketiga dalam pernikahan
2. Ada campur tangan orang lain dalam pernikahan
Menurut Willis (2008) penyebab timbulnya keluarga broken home dikarenakan beberapa faktor yaitu :
a. Masalah kesibukan
Kesibukan yang dimaksudkan adalah terfokus suami istri dalam perceraian materi yaitu harta dan uang
23
b. Orang tua yang bercerai
Perceraian yang menunjukkan suatu kenyataan dai kehidupan suami istri yang tidak dijiwai oleh rasa sayang
c. Sikap egosentrisme
Sikap egosentrisme masingmasing suami istri merupakan penyebab pula terjadinya konflik rumah tangga yang berujung pada pertengkaran.
d. Kebudayaan bisu dalam keluarga
Kebudayaan bisu ditandai oleh tidak adanya hubungan dan dialog antar anggota keluarga
e. Perang dingin dalam keluarga
Lebih berat dari pada kebudayaan bisu, sebab dalam perang dingin selain kurang terciptanya dialog juga disisipi oleh rasa perselisihan dankebencian masingmasing
f. Jauh dari tuhan
Segala sesuatu keburukan prilaku manusia disebabkan karena dia jauh dari tuhan.
g. Kehilangan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dana anak
Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga menyebabkan hilangkan kehangatan di dalam keluarga antara orang tua dan anak
h. Masalah ekonomi
Rumah tangga akan berjalan stabil dan harmonis bila didukung oleh kecukupsn dan kebutuhan hidup.
Jadi disini dapat penulis simpulkan bahwa faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya keluarga broken home adalah kurangnya atau putusnya kemunikasi sehingga memicu pertengkaran atau perselisihan di dalam keluarga, sikap egosetrisme dimana sifat ini dapat memperparah keadaan karena hanya akan menimbulkan tambah parah
keadaan karena sama-sama mengedepankan ego masing-masing dan faktor-faktor lain yang menjadi pemicu terjadinya keluarga broken home.
c. Akibat broken home bagi anak
Broken home dapat berakibat pada anak sebagai berikut :
a. Academi problem, dimana seseorang yang mengalami broken
home akan menimbulak orang malas belajar tidak bersemangat serta engan mengajar prestasi.
b. Behavioural problem,individu mulai memberontak, bersifat
kasar,tidak peduli kepada orang lain,suka merusak, misalnya mulai merokok dan minum-minuman.
c. Memiliki sifat keras, bermain judi dan melakukan pelacuran. d. Sexual problem,memenuhi keinginan hafa nafsu.
e. Spritual problem, individu kehilangan keluhuran rohaninya.
Adapun masalah lainnya yang diakibatkan oleh keluarga broken home yaitu:
a. Masalah emosional
Perceraian orangtua tentu menyisakan luka yang mendalam pada anak. Apalagi jika anak sudah memasuki usia sekolah atau bahkan remaja. Emosinya yang masih labil dan meluap-luap membuat anak-anak broken home cenderung sulit untuk mengontrol emosi mereka sendiri. Anak broken home usia sekolah dan remaja mungkin akan secara terang-terangan menunjukkan rasa tidak suka dengan cara berbuat anarkis, seperti sering berteriak-teriak, berbuat kasar, dan lain sebagainya.
Tak hanya itu saja, anak-anak juga lebih rentan mengalami stres dan depresi, yang merupakan keadaan emosional jangka panjang. Masalah emosional ini bahkan dapat bertahan
25
hingga beberapa tahun setelah perceraian orangtua, jelas psikolog asal Amerika Serikat, Lori Rappaport.
Di sisi lain, beberapa anak yang sudah beranjak dewasa mungkin menunjukkan reaksi emosional yang jauh lebih sedikit ketika menghadapi perpisahan orangtua mereka. Meski di luar mereka tampak baik-baik saja, namun banyak anak usia dewasa sebenarnya memendam perasaan negatif di dalam dirinya. Penekanan emosional ini justru dapat membuat orangtua, guru, dan terapis kesulitan untuk membantu anak memproses perasaannya dengan cara yang tepat.
Sebuah studi menunjukkan bahwa kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak broken home jauh lebih tinggi ketimbang anak yang berasal dari keluarga yang harmonis. Meski begitu, sampai saat ini para peneliti belum menemukan korelasi yang tepat antara perceraian dan bunuh diri seorang anak. Para peneliti menduga bawah tampaknya hal tersebut bisa dipicu oleh bentuk penolakan anak terhadap sikap yang diambil orangtua.
b. Masalah pendidikan
Masalah lain yang mungkin dialami anak yang broken
home adalah menurunnya prestasi akademik di seklah.
Sebenarnya hal ini tidak mengagetkan. Jika ditelisik lagi, masalah stres secara emosional saja sudah dapat menghambat kemajuan akademis anak di sekolah, apalagi perubahan gaya hidup dan suasana keluarga yang tidak harmonis. Hal ini pada akhirnya dapat berkontribusi pada hasil pendidikan anak yang buruk.
Berbagai masalah akademik ini dapat berasal dari sejumlah faktor, termasuk lingkungan rumah yang tidak kondusif, sumber daya keuangan yang tidak memadai, dan rutinitas yang tidak konsisten. Alhasil, anak jadi malas belajar, sering bolos, atau membuat keributan di sekolah.
c. Masalah sosial
Perceraian juga dapat memengaruhi hubungan sosial anak dengan lingkungan sekitarnya, Akibat perceraian, beberapa anak mungkin akan melepaskan rasa kegelisahan mereka dengan bertindak agresif dan terlibat dalam perilaku bullying(penindasan). Keduanya sama-sama tindakan negatif. Jika dibiarkan terus-terusan, kondisi tersebut dapat memengaruhi hubungan anak dengan teman sebayanya.
Jadi dari penjabaran diatas dapat penulis simpulkan bahwa akibat dari perceraian dapat mengganggu tumbuh kembangnya anak dimana akan menimbulkan masalah-masalah dalam perkembangan emosi dan pendidikan anak di sekolah sehingga anak tidak mampu mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya.