BAB 6 PEMBAHASAN
6.2.2. Keluhan
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan keluhan yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.7. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Keluhan yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009 Dari gambar 6.7. dapat dilihat bahwa proporsi keluhan tertinggi adalah sakit perut kanan bawah dengan sensitivitas 100%, kemudian mual dengan sensitivitas 60,3%. Sakit perut kanan bawah terjadi karena adanya kontraksi dan distensi lumen appendiks yang mengalami peradangan. Basis appendiks terletak di fossa iliaka kanan yang bila diproyeksikan ke dinding abdomen terletak di kuadran kanan bawah. Variasi lokasi anatomi appendiks mempengaruhi letak rasa nyeri. Kunci diagnosis appendicitis adalah ditemukan nyeri pada kuadran kanan bawah.20
Penelitian Martalena (2008) dengan desain case series didapat semua penderita appendicitis mempunyai keluhan perut kanan bawah (100,0%).23
6.2.3. Lama Rawatan Rata-rata
Lama rawatan rata-rata penderita appendicitis adalah 7,09 hari. Penatalaksanaan appendicitis adalah operasi dan jahitan luka diangkat antara hari ke lima dan ke tujuh.44 Perawatan luka pasca operasi untuk mencegah infeksi sekunder dengan memberikan antibiotik selama 3-10 hari dengan lama terapi disesuaikan dengan infeksi intra-abdomen.43
6.2.4. Jenis Appendicitis
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan jenis appendicitis yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Jenis Appendicitis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005- 2009
Dari gambar 6.8. dapat dilihat bahwa proporsi appendicitis abses 7,5% dan perforasi 8,6%. Appendicitis abses dan perforasi merupakan appendicitis yang mengalami komplikasi akibat keterlambatan penanganan.43 Keterlambatan dapat
terjadi karena ketidaktahuan penderita tentang gejala appendicitis. Selain itu, pemberian analgetik untuk mengatasi nyeri dapat menyamarkan gejala klinis sehingga menyulitkan diagnosa appendicitis.43,44
Penelitian Jehan (2001) dengan desain cross sectional didapat proporsi appendicitis akut 55,0%, abses 30,0%, perforasi 10,0%, dan kronis 5,0%.21 Penelitian Murtala (2004) dengan desain cross sectional didapat proporsi appendicitis akut 41,2%, kronis 28,9%, abses 16,5% dan perforasi 13,4%.22
6.2.5. Status Komplikasi
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan status komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.9. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Status Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005- 2009
Dari gambar 6.9. dapat dilihat bahwa proporsi ada komplikasi 16,1%. Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis, baik dari penderita
maupun tenaga medis.43 Tingginya proporsi penderita tanpa komplikasi dapat diasumsikan bahwa penderita cepat mencari pengobatan sebelum kondisi gawat dan ketepatan diagnosa dokter untuk melakukan penanganan yang tepat. Walaupun ada komplikasi ternyata semuanya dapat ditangani dengan baik sehingga tidak ada kasus yang meninggal.
Penelitian Martalena (2008) dengan desain case series didapat proporsi tidak memiliki komplikasi 85,7% dan ada komplikasi 14,3%.23
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan jenis komplikasi yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.10. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Jenis Komplikasi yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005- 2009
Dari gambar 6.10. dapat dilihat bahwa proporsi jenis komplikasi tertinggi adalah perforasi 53,6% dan terendah peritonitis 14,3%. Appendicitis perforasi biasanya terjadi sesudah 24-36 jam sejak gejala pertama muncul (nyeri perut kanan
bawah).Perforasi merupakan komplikasi yang berbahaya karena pecahnya appendiks berisi pus dapat menyebar ke rongga perut menimbulkan peritonitis umum.20 Penelitian Martalena (2008) dengan desain case series didapat proporsi perforasi 55,6%, abses 11,1%, dan peritonitis 33,3%.23
6.2.6. Penatalaksanaan Medis
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan penatalaksanaan medis yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.11. dapat dilihat bahwa proporsi penatalaksanaan medis konservatif 10,9%. Penderita penatalaksanaan konservatif memiliki diagnosa appendicitis akut, infiltrat, abses, dan kronis. Appendicitis abses merupakan appendicitis komplikasi yang seharusnya dilakukan operasi untuk mencegah terjadinya komplikasi lain seperti peritonitis.
Bila diagnosa sudah jelas maka tindakan yang dilakukan adalah operasi. Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat menimbulkan komplikasi.48 Penelitian Martalena (2008) dengan desain case series didapat proporsi operasi 88,1% dan konservatif 11,9%.23
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan penatalaksanaan konservatif yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Penatalaksanaan Konservatif yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.12. dapat dilihat bahwa proporsi penatalaksanaan konservatif murni 10,9%. Pada penelitian ini, konservatif murni dilakukan pada penderita appendicitis kronis dengan lama rawatan 6 hari.
Menurut Sjamsuhidajat (2005) bila terbentuk massa periapendikuler yang terfiksir dan pendindingan sempurna, penderita dirawat dan diberi antibiotik. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikuler hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan appendektomi elektif dilakukan 2-3 bulan kemudian.24
6.2.7. Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi penderita appendicitis berdasarkan keadaan sewaktu pulang yang dirawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005- 2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Appendicitis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.13. dapat dilihat bahwa proporsi pulang atas permintaan sendiri 10,9%. Semua penderita penatalaksanaan konservatif pulang atas permintaan sendiri. Hal ini dapat diasumsikan karena penderita tidak bersedia untuk dioperasi. Pada penderita dengan penatalaksanaan konservatif murni, tidak ditemukan lagi
gejala klinis sehingga penderita merasa sudah sembuh. Selain itu, pelayanan bedah yang tersedia adalah bedah konvensional.
Penelitian Martalena (2008) dengan desain case series didapat proporsi PBJ 77,7% dan PAPS 23%.23
6.3. Analisa Statistik
6.3.1. Umur Berdasarkan Jenis Appendicitis
Proporsi umur berdasarkan jenis appendicitis penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Jenis Appendicitis Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p(0,000)<0,05, artinya ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan jenis appendicitis. Proporsi appendicitis akut secara bermakna lebih
tinggi pada umur <29 tahun sedangkan appendictis kronis secara bermakna lebih tinggi pada umur >29 tahun.
Appendicitis dapat terjadi pada semua umur. Appendicitis akut lebih banyak dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda.9 Appendicitis kronis merupakan lanjutan appendicitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.41 Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut. Jaringan ini menyebabkan terjadinya perlengketan dengan jaringan sekitarnya menimbulkan keluhan pada perut kanan bawah dan mengalami peradangan kembali.24s
6.3.2. Umur Berdasarkan Status Komplikasi
Proporsi umur berdasarkan status komplikasi penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.15. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Berdasarkan Status Komplikasi Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.15. dapat dilihat bahwa proporsi ada komplikasi tertinggi umur <29 tahun 57,1%. Proporsi tidak ada komplikasi tertinggi umur >29 tahun 51,4%.
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendicitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Proporsi komplikasi appendicitis 10-32% (93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua). Anak-anak memiliki omentum pendek dan dinding appendiks tipis sehingga tidak mampu membentuk massa periapendikuler. Pada orangtua kemungkinan terjadi komplikasi lebih besar karena gejala yang tidak khas, daya tahan tubuh yang lemah, dan gangguan pembuluh darah.24
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p(0,409)>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara umur berdasarkan status komplikasi.
6.3.3. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Appendicitis
Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan jenis appendicitis penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Penatalaksanaan Medis 10,4 11,5 89,6 88,5 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Appendicitis akut Appendicitis kronis
Jenis Appendicitis Konservatif Operasi P rop or si ( %)
Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Jenis Appendicitis Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.16. dapat dilihat bahwa proporsi appendicitis akut tertinggi penatalaksanaan operasi 89,6%. Proporsi appendicitis kronis tertinggi penatalaksanaan operasi 88,5%.
Penatalaksanaan appendicitis adalah appendektomi. Penundaan tindakan bedah dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Bila terbentuk massa periapendikuler yang pendindingannya belum sempurna maka dilakukan operasi untuk mencegah komplikasi. Pada massa periapendikuler yang terfiksir dan pendindingan sempurna dilakukan perawatan dan diberi antibiotik. Appendektomi elektif dikerjakan 2-3 bulan kemudian.24
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square didapat nilai p(0,813)>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara jenis appendicitis berdasarkan penatalaksanaan medis.
6.3.4. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Status Komplikasi
Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan status komplikasi penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Penatalaksanaan Medis 3,6 12,3 96,4 87,7 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Ada komplikasi Tidak ada komplikasi Status Komplikasi Konservatif Operasi P rop or si ( %)
Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Status Komplikasi Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.17. dapat dilihat bahwa proporsi ada komplikasi tertinggi penatalaksanaan operasi 96,4%. Proporsi tidak ada komplikasi tertinggi penatalaksanaan operasi 87,7%. Penderita yang ada komplikasi dengan penatalaksanaan konservatif 3,6% yaitu penderita appendicitis abses, lama rawatan 2 hari, dan pulang atas permintaan sendiri.
Penanggulangan konservatif diberikan untuk mencegah infeksi. Penundaan operasi dengan memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Bila diagnosa sudah jelas baik dengan komplikasi maupun tanpa komplikasi maka tindakan yang tepat adalah operasi.47
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square dengan koreksi Yates didapat nilai p(0,303)>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara status komplikasi berdasarkan penatalaksanaan medis.
6.3.5. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi
Lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.18. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Status Komplikasi Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Hasil analisa statistik menggunakan t-test didapat nilai p(0,006)<0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan status komplikasi. Penderita appendicitis yang ada komplikasi secara bermakna memiliki lama rawatan yang lebih lama dibandingkan dengan tidak ada komplikasi.
Penderita appendicitis tanpa komplikasi dapat meninggalkan rumah sakit dalam 3-5 hari sesudah operasi, sedangkan penderita yang mengalami komplikasi memerlukan perawatan lebih lama tergantung dari berat tidaknya penyakit dan diberikan antibiotik selama 5-7 hari.20
6.3.6. Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis
Lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.19. Diagram Bar Lama Rawatan Rata-Rata Berdasarkan Penatalaksanaan Medis Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Hasil analisa statistik menggunakan t-test didapat nilai p(0,000)<0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna antara lama rawatan rata-rata berdasarkan penatalaksanaan medis. Penderita appendicitis dengan penatalaksanaan medis operasi secara bermakna memiliki lama rawatan yang lebih lama dibandingkan dengan konservatif. Penderita appendicitis yang operasi memerlukan perawatan yang lebih intensif untuk penyembuhan luka pasca operasi.
6.3.7. Status Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi status komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.20. Diagram Bar Distribusi Proporsi Status Komplikasi Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Dari gambar 6.20. dapat dilihat bahwa proporsi keadaan sewaktu pulang sembuh tertinggi tidak ada komplikasi 82,6%. Proporsi tidak sembuh tertinggi tidak ada komplikasi 94,7%.
Penatalaksanaan penderita appendicitis baik tanpa komplikasi maupun dengan komplikasi adalah operasi. Bila tidak mengalami komplikasi pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga jika daerah operasi aman sedangkan penderita yang mengalami komplikasi perlu perawatan yang intensif. Selanjutnya, perlu dilakukan kontrol untuk mengangkat jahitan dan perawatan luka untuk mencegah infeksi luka pasca operasi.44 Penatalaksanaan konservatif dilakukan untuk mencegah infeksi.
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square dengan koreksi Yates didapat nilai p(0,303)>0,05, artinya tidak ada perbedaan proporsi yang bermakna antara status komplikasi berdasarkan keadaan sewaktu pulang.
6.3.8. Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang
Proporsi penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang penderita appendicitis rawat inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan tahun 2005-2009 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 6.21. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penatalaksanaan Medis Berdasarkan Keadaan Sewaktu Pulang Penderita Appendicitis Rawat Inap di Rumah Sakit Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan Tahun 2005-2009
Hasil analisa statistik menggunakan uji Chi-square dengan koreksi Yates didapat nilai p(0,000)<0,05, artinya ada perbedaan proporsi yang bermakna antara penatalaksanaan medis berdasarkan keadaan sewaktu pulang. Pulang sembuh semuanya dilakukan penatalaksanaan operasi.
Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi. Penundaan operasi dengan pemberian antibiotik dapat menyebabkan komplikasi dan appendicitis rekurens.24 Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada penderita appendicitis yang tidak bersedia untuk dioperasi. Semua penderita penatalaksanaan konservatif pulang atas permintaan sendiri.