• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kemampuan Bersosialisasi

1. Pengertian Kemampuan Bersosialisasi

Di dalam kamus bahasa Indonesia, kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Menururt Charles E. Jhonsons kemampuan merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipresyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan (Wijaya, 1991: 8). Kemampuan adalah suatu kesanggupan dalam melakukan sesuatu yang harus ia lakukan.

Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain atau bersosialisasi, yaitu yang berbunyi:

19                                      

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”

Dalam ayat dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, kemudian Allah menjadikan manusia bersuku-suku atau berbangsa. Artinya setiap manusia atau individu itu berbeda dan beragam. Allah menciptakan perbedaan tersebut agar manusia saling mengenal atau berinteraksi dengan manusia lain. Walaupun manusia berbeda-beda tetapi dihadapan Allah manusia memiliki kedudukan yang sama di hadapan Allah. Manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup, maka dari itu manusia dengan manusia lain saling berinteraksi, berkomunikasi dan bersosialisasi agar bisa bertahan hidup.

Sedangkan pengertian bersosialisasi menurut Charlotte Buhler, sosialisasi adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuaian diri – bagaimana cara hidup dan cara berpikir kelompoknya, agar supaya ia dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya (Susanto, 1977: 16).

Dilihat dari wacana psikologi sosial, sosialisasi adalah proses yang memungkinkan individu mengembangkan cara berpikir, berperasaan, dan

20

berperilaku yang berguna bagi penyesuaian sosial efektif dalam hidup bermasyarakat (Hanurawan, 2012: 54).

Menurut Havighrust dan Neugarten, proses sosialisasi adalah proses belajar. Meskipun proses sosialisasi kerapkali disamaartikan dengan proses belajar, tetapi beberapa ahli mengartikan sebagai proses belajar yang bersifat khusus (Ahmadi, 1991: 153).

Kimball Young dalam Ary Gunawan (2000) mengatakan bahwa sosialisasi merupakan hubungan interaktif dimana seorang dapat mempelajari kebutuhan sosial dan kultural yang menjadikan sebagai anggota masyarakat.

Thomas Ford Hoult mengatakan bahwa sosialisasi merupakan proses belajar individu untuk bertingkah laku sesuai dengan standar dalam kebudayaan suatu masyarakat.

S. Nasution menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses bimbingan individu ke dalam dunis sosial. sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya, agar ia menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagai kelompok khusus, sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.

Menurut Hendi Suhendi, proses sosialisasi dilakukan dalam menghayati norma-norma kelompok tenpat individu berada sehingga menjadi bagian dari kelompoknya. Individu mengalami proses bermasyarakat dengan memahami nilai-nilai yang ada. Individu

21

diharapkan dapat menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat (Idi, 2013: 99-101).

Menurut Soerjono Soekanto sosialisasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan agar seseorang mematuhi kaidah-kaidah dan nilai -nilai yang berlaku serta agar yang bersangkutan menghargainya.

Dapat diambil kesimpulan, sosialisasi adalah suatu proses belajar mengenai penyesuaian diri terhadap lingkungan serta mengembangkan cara berpikir dengan mematuhi nilai-nilai atau norma yang berlaku agar dapat hidup di dalam bermasyarakat

Dari pengertian kemampuan dan sosialisasi diatas peneliti dapat mengambil kesimpulan, kemampuan bersosialisasi adalah suatu kemampuan individu mengenai penyesuaian diri terhadap lingkungan, mengembangkan cara berpikir serta mematuhi nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku agar dapat hidup dan ikut berperan di dalam bermasyarakat. Dalam penelitian ini kemampuan bersosialisasi lebih dikhususkan dalam lingkungan sekolah seperti, bekerja sama dengan teman, dapat membantu teman, mampu bergaul serta berkomunikasi dengan baik.

Obyek dalam penelitian ini adalah anak SD kelas 3, perkembangan sosial anak SD ditandai dengan adanya perluasan hubungan. Di samping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya (peer group). sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas.

22

Pada usia ini, anak mulai memiliki kemampuan menyesuaikan diri dari sikap berpusat kepada diri sendiri (egosentris) kepada sikap bekerja sama (kooperatif) atau sosiosentris (mau memerhatikan kepentingan orang lain). Anak mulai berminat terhadap kegiatan-kegiatan teman sebaya, dan bertambah kuat keinginannya untuk diterima menjadi anggota kelompok (gang), dan merasa tidak senang apabila tidak diterima oleh kelompoknya (Yusuf, 2013: 66).

Agar anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan agar dapat diterima oleh suatu kelompok tertentu, seperti dapat diterima di anggota keluarga, dapat diterima di kelompok teman sebayanya di sekolah, serta dapat diterima di lingkungan masyarakat di mana tempat ia tinggal. Maka anak harus dapat mematuhi, belajar tentang nilai-nilai, norma, peraturan atau tata tertib yang berlaku di lingkungan tersebut. anak belajar cara berperilaku yang benar, belajar berkomunikasi dengan orang lain.

Dalam proses sosialisasi, seorang individu/ anak didik belajar tentang perilaku, kebiasan, dan pola-pola kebudayaan lain. Sosialisasi merupakan proses membimbing individu ke dalam dunia sosial. Setiap orang akan memperoleh proses belajar tentang kemasyarakatan yang di dalamnya terdapat beragam aturan, norma dan tradisi. Proses ini bertujuan agar seorang dapat menjalani hidup di tengah masyarakat secara layak. Seorang, dalam hal ini, perlu memperoleh beragam pengetahuan tentang masyarakat melalui proses pembelajaran sosial. Hal

23

ini menunjukkan bahwa sosialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses belajar atau pembelajaran bagi setiap orang tentang segala sesuatu di dalam masyarakat agar nanti dapat hidup dengan layak di tengah masyarakat.

Untuk mencapai semua itu, individu perlu memperoleh bimbingan dari pelaku sosialisasi; orang tua, pendidik/ guru, dan masyarakat. Dengan sosialisasi dengan baik, individu diharapan dapat beradaptasi dengan orang lain dimana individu itu berada (Idi, 2013: 100-101). 2. Tujuan Sosialisasi

Menurut Stephan & Stephan tujuan sosilisasi secara esensial adalah untuk dapat mengantarkan generasi muda pada kebutuhan dan tuntutan untuk dapat terus bertahan hidup di bidang fisik maupun sosial budaya. Dalam konteks fisik, proses sosialisasi harus dapat membekali generasi muda dengan kemampuan-kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologis dasar yang diperlukan untuk terus hidup dalam lingkungan fisik mereka.

Dalam konteks sosial budaya, proses sosialisasi harus dapat membantu membekali generasi muda dengan pemahaman tentang sistem norma dan peran yang dikembangkan dalam suatu masyarakat. Proses sosialisasi berjalan secara berkelanjutan, mulai dari masa anak sampai dengan masa tua (long life socialization) (Hanurawan, 2012: 55).

24

3. Media Sosialisasi a. Keluarga

Di keluarga atau rumah tangga, orang tua berkewajiban mengajarkan anak-anaknya tentang banyak hal, sebagai bentuk peran orang tua dalam sosialisasi. Keluarga, dalam hal ini, sebagai sumber nilai, norma dan sikap. Di keluarga, anak berinteraksi dengan ayah, ibu, dan anggota keluarga yang lain, dimana anak memperoleh pendidikan informal berupa kebiasaan. Kebiasaan tersebut bermacam-macam, misalnya tentang merapikan tempat tidur sendiri, masuk dan keluar rumah mengucapkan salam, mematuhi perintah orang tua, dan lain-lain. Sosialisasi anak diharapkan sebagai bekal ke depan agar anak dapat beradaptasi dan berkiprah secara positif di tengah masyarakat (Idi, 2013: 105).

b. Sekolah

Anak selanjutnya bersosialisasi pada pendidikan formal di sekolah di mana mereka menuntut ilmu pengetahuan. Setelah masuk sekolah, anak diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kondisi serta aturan-aturan sekolah yang berlaku. Hal ini merupakan suatu proses adaptasi atau menyesuaikan diri anak terhadap lingkungan sekolah yang berbeda dengan lingkungan keluarga di rumah (Idi, 2013: 105).

25

c. Teman Sebaya

Teman sebaya atau kelompok sebaya juga merupakan saluran sosialisasi yang penting dalam masyarakat. Dalam kelompok sebaya, seorang anak berlatih untuk hidup mandiri di luar pengawasan dan otoritas orang-orang yang sudah dewasa. Pergaulan dengan sebaya, seperti teman-teman tetangga atau teman-teman sekolah, menggambarkan pola-pola yang menunjukkan interaksi saling belajar di antara mereka (Hanurawan, 2012: 56).

d. Media Massa

Yang merupakan sarana dalam proses sosialisasi karena media banyak memberikan informasi yang dapat menambah wawasan untuk memahami keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang ada di lingkungan sekitar. Media massa merupakan sarana efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi, melalui media, seorang dapat mengetahui keadaan dan keberadaan lingkungan dan kebudayaan, sehingga dengan informasi tersebut dapat menambah wawasan seseorang (Idi, 2013: 113).

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi

Proses perkembangan manusia sebagai makhluk sosial atau kepribadian itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut F.G. Robbins ada lima faktor yang menjadi dasar perkembangan kepribadian itu. Kelima faktor tersebut ialah:

26

a. Sifat dasar

Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat dasar yang masih merupakan potensi-potensi itu berkembang menjadi aktualisasi karena pengaruh faktor-faktor lainnya. Contoh sifat dasar yaitu murah senyum. Sifat ini dapat berkembang dipengaruhi oleh faktor keluarga maupun lingkungan. Sehingga dapat berkembang menjadi sifat ramah kepada semua orang.

b. Lingkungan prenatal

Lingkungan prenatal adalah lingkungan dalam kandungan ibu. Dalam periode prenatal ini individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu. Bayi di dalam kandungan ibu dapat mendapatkan pengaruh dari ibu yang sering mengajak bayi interaksi, berbicara dapat mempengaruhi kepribadian si bayi kelak saat lahir, anak akan memiliki sifat mudah berinteraksi dengan orang lain. c. Perbedaan individual

Sejak saat anak dilahirkan anak tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik berbeda dari individu-individu yang lain. Perbedaan perseorangan ini meliputi perbedaan dalam ciri-ciri fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, rambut, dan lain-lain), ciri-ciri fisiologis (berfungsinya sistem endokrin), ciri-ciri-ciri-ciri mental dan emosional, ciri personal dan sosial.

27

d. Lingkungan

Lingkungan alam ialah kondisi-kondisi di sekitar individu yang mempengaruhi proses sosialisasinya. Contohnya individu yang tinggal di desa akan berbeda dengan individu yang tinggal di kota. Individu yang tinggal di desa biasanya memiliki kepribadian yang ramah dan tidak individualis, sedangkan individu yang tinggal di kota biasanya memiliki kepribadian yang individualis dan acuh tak acuh. e. Motivasi

Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Motivasi ini dibedakan menjadi dorongan dan kebutuhan. Contoh dari kebutuhan ialah manusia adalah makhluk sosial yang fitrahnya tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain, maka dari itu manusia membutuhkan sosialisasi dengan orang lain agar dapat bertahan hidup. (Ahmadi, 1991: 158-160).

Dokumen terkait