HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.2. Hasil Penelitian
4.3.1. Kemampuan Intregasi Data Citra Satelit dan SIG Dalam Pengembangan RTH
Peran SIG sangat strategis dan mutlak diperlukan dalam penataan ruang (Muta’ali, 2013:318), begitu juga dalam penataan dan pengembangan ruang terbuka hijau. Dalam pengembangan RTH, SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, pola persebaran dan luasan. Sistem informasi geografis sendiri tidak bisa dilepaskan dari data penginderaan jauh seperti citra satelit. Dalam pemetaan wilayah citra satelit merupakan salah satu data masukan sedangkan SIG menganalisis data tersebut serta memvisualisasikan dalam bentuk keluaran berupa peta.
Seperti dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa dalam penelitian ini, mengetahui lokasi, luasan serta pola sebaran RTH dengan citra satelit Quickbird sedangkan untuk mengetahui suhu permukaan daratan adalah
citra satelit Landsat 7 ETM+. Penggunaan citra satelit Quickbird berdasarkan resolusi spasialnya yang sangat detail. Citra satelit Quickbird mampu merekam pekarangan rumah dengan detail yang justru tidak dapat dilihat dengan citra resolusi menengah seperti citra satelit Landsat bahkan SPOT. Utami dkk (2012) memanfaatkan citra satelit Quickbird dalam penentuan lokasi RTH di kawasan permukiman di Kota Bekasi. Dari penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa citra satelit Quickbird bermanfaat dalam penentuan lokasi RTH dengan menyadap nilai parameter penentu tingkat kenyamanan dilihat dari resolusi spasial yang tinggi sehingga mempermudah interpreter dalam menginterpretasi objek. Ketelitian citra Quickbird dalam memberikan hasil interpretasi dapat dilhat dari hasil presentasenya, untuk interpretasi penggunaan lahan sebesar 91,9 %, untuk interpretasi liputan vegetasi sebesar 86,84%, sedangkan untuk interpretasi kepadatan bangunan sebesar 90,9 %. Dalam penelitian ini juga mendapatkan hasil uji kebenaran yang sangat tinggi, yaitu 92,5%. Kesalahan interpretasi disebabkan oleh berubahnya tutupan lahan dilapangan karena perbedaan waktu perekaman citra dengan survey lapangan.
Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang lebih baik adalah dengan menggunakan citra dengan waktu perekaman yang tidak jauh berbeda. Beberapa teknik pengolahan citra penginderaan jauh bisa dijadikan solusi untuk mendapatkan citra satelit dengan resolusi spasial yang lebih baik.
citra multiresolusi antara citra satelit multispktral dengan citra satelit pankromatik. Penggunaan teknik fusi ini pernah dilakukan Sitanggang (2008) untuk mengidentifikasi penutup lahan/tanaman pertanian sawah di Bantul. Dan didapat kesimpulan bahwa hasil fusi citra satelit ALOS AVNIR-2 dengan PRISM memiliki hasil yang akurat.
Sedangkan dalam estimasi suhu permukaan daratan menggunakan band 6.1 satelit Landsat 7 ETM+ adalah karena kelebihannya yaitu resolusi spasial. Band termal citra Landsat 7 ETM+ memiliki resolusi spasial sebesar 60 meter, lebih besar dari Band Termal Citra Aster yaitu sebesar 90 meter bahkan Band IR Termal Citra Landsat 8 OLI/TIRS yaitu sebesar 120 meter. Selain itu Citra Landsat 7 ETM+ saluran 6.1 memiliki akurasi paling tinggi dalam pengolahan suhu permukaan. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Wisnawa (2008) yang melakukan pengolahan suhu permukaan daratan menggunakan citra satelit Landsat dan citra satelit ASTER yang ditandai oleh rms difference band 6.1 untuk citra satelit Landsat 7 ETM+ sebesar 4,95, diikuti saluran 13 pada citra ASTER dengan rms difference sebesar 5,73. Oleh karena itu, walaupun terdapat stripping peneliti ini tetap menggunakan band termal citra Landsat 7 ETM+ dalam melakukan estimasi suhu permukaan daratan. Dari hasil uji korelasi suhu permukaan daratan hasil pengolahan citra dengan suhu permukaan daratan dilapangan didapat nilai sebesar 0,66, hal itu menunjukkan bahwa dalam penelitiian ini suhu permukaan daratan hasil pengolahan citra memiliki hubungan yang kuat
hasil pengolahan didapat dengan nilai emisivitas berdasarkan pendekatan tutupan. Alipour (2010) menyatakan bahwa penentuan nilai emisivitas berdasarkan pendekatan NDVI lebih baik dari pada pendekatan tutupan lahan. Hal ini berdasarkan penelitiannya dalam estimasi suhu permukaan daratan di Kota Alashtar, Iran. Penentuan nilai emisivitas dengan pendekatan NDVI dinilai peneliti sebagai salah satu solusi untuk mendapatkan suhu permukaan daratan yang lebih sesuai dengan kondisi dilapangan. Selain itu, waktu pengukuran dilapangan juga mempengaruhi nilai korelasi itu sendiri. Semakin dekat waktu pengukuran dilapangan dengan waktu perekaman citra, maka semakin sesuai nilai keduanya.
Peran SIG dalam penelitian ini digunakan dalam menganalisis dan visualisasi secara kartografis kedua citra satelit tersebut. Dalam pemetaan tata ruang, SIG memiliki kemampuan antara lain: memetakan letak, memetakan kuantitas, memetaan densitas, memetakan perubahan (trend), dan memetakan apa yang ada didalam dan diluar area (Prasetyo dalam Muta’ali 2013:322). Dengan SIG maka didapat keluaran berupa peta yang menunjukkan wilayah prioritas pengembangan RTH dalam rangka mengatur iklim mikro kota. Tetapi data keluaran dari SIG tidak selamanya berupa peta. Keluaran data SIG bisa berupa sistem informasi yang bersifat offline maupun online seperti webGIS. Kelebihn webGIS adalah kemudahan mengakses data tersebut karena memanfaatkan jaringan internet. WebGIS mampu memberikan jangkauan yang semakin luas dan lebih banyak pihak
baik pemerintah, pemerintah daerah, perguruan tinggi, maupun swasta dan masyarakat. Namun, bukan berarti “masalah akses terhadap informasi spasial” ini telah selesai, karena hanya informasi yang dibuka yang dapat diakses melalui website.
Karenanya, pembangunan webGIS dalam penyajian peta perencanaan wilayah yang dapat diakses publik merupakan langkah strategis yang sangat bermanfaat dalam penyelenggaraan penataan ruang. Data sharing antar simpul jaringan sebagai salah satu bentuk implementasi Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN) akan menjadi sangat penting dalam menunjang kemudahan akses data dan informasi spasial yang diperlukan dalam penyelenggaraan penataan ruang, terutama dalam proses perencanaan tata ruang. Dengan demikian, webGIS yang terjangkau dan mudah diakses merupakan salah satu upaya untuk menciptakan interaksi yang harmonis antar stakeholders, terutama dalam rangka penggunaan data secara bersama (data sharing) seperti penggunaan peta dasar (base map) yang mempunyai standar yang sama, akan sangat membantu dalam mengintegrasikan rencana pembangunan lintas wilayah dan lintas sektor. Selain itu, webGIS bisa juga menjadi media untuk menginformasikan kepada publik atas berbagai informasi pembangunan nasional, baik spasial maupun non spasial, secara efisien dan efektif.