• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Karakteristik Fisik Lahan .1 Kemiringan Lereng .1 Kemiringan Lereng

4.3.2 Kemampuan Lahan Tingkat Sub Kelas

II 3.079 14,5 III 6.371 30,1 IV 6.223 29,4 VI 2.752 13,0 VII 2.246 10,6 VIII 522 2,5 Jumlah 21.193 100,0

Keterangan: Luas total tidak sama dengan luas wilayah, karena terdapat area yang tertutupi oleh lahan terbangun (669 hektar) dan tidak tersurvei sehingga tidak memiliki atribut dalam peta tanah (Puslittanak 1997).

4.3.2 Kemampuan Lahan Tingkat Sub Kelas

Kemampuan lahan pada tingkat kelas dibagi lagi berdasarkan faktor penghambat sehingga menghasilkan 14 sub kelas kemampuan lahan. Luas yang terbesar adalah sub kelas IV (l, e), dengan luasan 6.223 hektar atau 28,5% dari total wilayah, dan secara spasial tersebar di bagian utara, timur, dan tenggara Kota Bima. Sebaran sub kelas kemampuan lahan disajikan pada Gambar 21.

Tabel 15 Kemampuan lahan Kota Bima tingkat sub kelas Kemampuan Lahan Luas (ha) Persentase (%) II (e) 500 2,4 II (l) 434 2,0 II (t, l, k) 283 1,3 II (t, d) 1.342 6,3 II (t, l) 145 0,7 II (t, l, d) 376 1,8 III (k) 1.515 7,1 III (l, e) 246 1,2 III (l, k, e) 4.392 20,7 III (t, d) 218 1,0 IV (l, e) 6.223 29,4 VI (l, e) 2.752 13,0 VII (l) 2.246 10,6 VIII (l) 522 2,5 Jumlah 21.194 100,0

Keterangan faktor pembatas: t : tekstur

l : lereng d : drainase

k : kedalaman efektif e : bahaya erosi

Keterangan: Luas total tidak sama dengan luas wilayah, karena terdapat area yang tertutupi oleh lahan terbangun (669 hektar) dan tidak tersurvei sehingga tidak memiliki atribut dalam peta tanah (Puslittanak 1997).

4.3 Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Kemampuan Lahan

Dalam penentuan kesesuaian penggunaan lahan yang dikaitkan dengan kemampuan lahan diperlukan proses interpretasi. Pilihan sesuai atau tidak sesuai sebenarnya belum mampu menggambarkan kondisi penggunaan aktual terkait dengan usaha perbaikan lahan, misalnya sudah diterapkannya teknologi atau belum, atau adanya perbedaan kuantitatif antara satu pilihan penggunaan lahan dengan penggunaan lainnya walaupun tetap termasuk dalam satu kategori. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah pemahaman hubungan antara aktual penutupan/penggunaan lahan dengan kelas kemampuan, mengingat aktual penutupan lahan dapat mempunyai makna ganda jika diletakkan dalam konteks sesuai kemampuan atau tidak. Teknologi dapat mengubah kelas kemampuan lahan, misalnya lahan tertentu menjadi kelas IV karena drainase sangat buruk

(d4). Dengan pemanfaatan teknologi, lahan tersebut dapat didrainasekan sehingga drainasenya menjadi baik, dan oleh karenanya kelas kemampuan lahannya pun meningkat. Dalam hal ini kelasnya berubah menjadi kelas III atau II. Kondisi ini membuat pencocokan atau evaluasi penggunaan lahan menjadi sesuatu yang kompleks. Pertimbangan penggunaan/penutupan diletakkan pada kelas tertentu membutuhkan pertimbangan yang seksama. Untuk keperluan praktis, sebelum dilakukan proses pencocokan penggunaan lahan dengan kemamppuan lahan, maka perlu disusun matriks kecocokan seperti disajikan dalam Tabel 16.

Dalam penelitian ini, evaluasi kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kemampuan lahan hanya dilakukan pada penggunaan lahan sawah, rumput (padang penggembalaan), tambak, dan pertanian lahan kering, karena keempat penggunaan lahan inilah yang menghasilkan nilai produksi terkait dengan penentuan daya dukung lahan berbasis produktivitas. Dalam hal ini terdapat empat kategori kesesuaian penggunaan lahan yaitu: Sesuai, Sesuai Bersyarat, Tidak Sesuai, dan Tidak Dinilai. Yang dimaksud Sesuai Bersyarat adalah bahwa lahan tersebut dapat digunakan untuk tipe penggunaan lahan tertentu setelah dilakukan perbaikan terhadap salah satu atau beberapa faktor penghambat, misalnya perbaikan kelerengan dan bahaya erosi dengan melakukan terasering atau membuat guludan.

Penentuan keputusan Sesuai atau Tidak Sesuai setiap tipe penggunaan lahan dilakukan dengan melihat beberapa faktor pembatas, yaitu erosi, lereng, tekstur, kedalaman efektif, dan drainase. Untuk penggunaan lahan sawah, misalnya, lahan harus memiliki kemiringan lereng <5%, sehingga pada lahan pada kelas kemampuan II dengan faktor pembatas lereng dinyatakan sesuai bersyarat bagi penggunaan lahan sawah (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Namun demikian, pada lahan kelas II dengan faktor pembatas yang lebih banyak, yaitu kedalaman efektif dan tekstur, dinilai sesuai untuk penggunaan lahan sawah. Hal ini kembali kepada atribut tekstur, drainase, dan kedalaman. Pada lahan kelas II (t, d), drainase tanahnya agak buruk dan tekstur liat berdebu. Karakteristik ini sesuai untuk sawah. Untuk lebih jelasnya, kriteria kesesuaian lahan untuk sawah, tambak, padang penggembalaan, perkebunan, dan tanaman pangan lahan kering disertakan dalam lampiran.

Tabel 16 Matriks keputusan kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan tingkat sub kelas

Sub Kelas Kemampuan

Lahan

Penggunaan Lahan Yang Dinilai (Yang menghasilkan nilai produksi)

Keterangan Sawah Tambak Pertanian Lahan Kering Padang Rumput (Penggembalaan)

II (e) S S S S Faktor Pembatas:

II (l) SB S S S e = erosi II (t, l, k) SB S S S l = lereng II (t, d) S S S S t = tekstur II (t, l) SB S S S k = kedalaman II (t, l, d) SB S S S d = drainase III (k) SB S S S III (l, e) SB TS S S Kesesuaian: III (l, k, e) SB TS S S S = Sesuai

III (t, d) S S S S SB = Sesuai Bersyarat

IV (l, e) TS TS S SB TS = Tidak Sesuai

VI (l, e) TS TS SB TS

VII (l) TS TS TS TS

VIII (l) TS TS TS TS

Dari hasil overlay peta penggunaan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 dengan peta kemampuan lahan, dengan mengacu kepada matriks keputusan tersebut di atas, diperoleh hasil seperti disajikan dalam Tabel 17.

Tabel 17 Kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemampuan lahan

Keterangan

Tahun 2005 Tahun 2010

Luas (ha) Persentase (%) Luas (ha) Persentase (%)

Sesuai 2.221 10 4.884 22

Sesuai Bersyarat 4.974 23 1.324 6

Tidak Sesuai 810 4 1.621 7

Tidak Dinilai 13.856 63 14.034 64

Jumlah 21.861 100 21.862 100

Pada tahun 2005, luas penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan adalah sebesar 810 hektar (4%). Namun pada tahun 2010 luasan ini meningkat menjadi 1.621 hektar (7%). Peningkatan luasan hampir mencapai 100%. Secara spasial, penggunaan lahan yang tidak sesuai kemampuan lahan terletak di bagian timur wilayah Kota Bima, pada area yang memiliki kelas lereng >30%. Area ini

sebelumnya merupakan hutan, namun pada tahun 2010 telah beralih fungsi menjadi pertanian lahan kering dan tanah terbuka/kosong. Mempertimbangkan lahan permukiman Kota Bima yang terletak di daerah hilir, maka kondisi ini cukup mengkhawatirkan. Rusak atau berkurangnya daerah tangkapan air di kawasan hulu mulai dirasakan dampak buruknya, antara lain dengan kejadian banjir yang terjadi setiap tahun.

Tabel 18 Perubahan status kesesuaian terhadap kemampuan lahan Perubahan kesesuaian penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan Kemampuan lahan Luas (ha)

Kesesuaian tetap Umumnya jenis penggunaan

tetap

21.342

Dari Sesuai menjadi Sesuai Bersyarat

Pertanian lahan kering menjadi sawah

II dan III 415

Dari Sesuai menjadi Tidak Sesuai Pertanian lahan kering menjadi sawah

IV 9

Dari Sesuai Bersyarat menjadi Sesuai

Sawah menjadi pertanian lahan kering

III 77

Dari Sesuai Bersyarat menjadi Tidak Sesuai

Pertanian lahan kering menjadi sawah

VI 3

Dari Tidak Sesuai menjadi Sesuai Sawah menjadi pertanian lahan kering

IV 3

Dari Tidak Sesuai menjadi Sesuai Bersyarat

Rumput menjadi pertanian lahan kering

VI 13

Jumlah 21.862

Sebaran spasial dari perubahan status kesesuaian penggunaan lahan terhadap kemampuan lahan tahun 2005 dan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 22 dan 23.

Gambar 22 Kesesuaian penggunaan lahan tahun 2005 berbasis kemampuan lahan

4.4 Daya Dukung Lahan Berbasis Produktivitas

Data produksi yang dihitung untuk mendapatkan status daya dukung lahan adalah semua komoditas yang mempunyai nilai produksi, mencakup 50 komoditas mulai dari padi/beras, sayur-mayur, buah-buahan, perkebunan, daging, telur, dan perikanan darat, dan budidaya keramba. Hasil perhitungan nilai produksi, ketersediaan lahan, kebutuhan lahan dan status daya dukung lahan disajikan dalam Tabel 19.

Untuk lingkup Kota Bima, status daya dukung selama 5 tahun terakhir mengalami perubahan. Pada tahun 2005 status daya dukung adalah defisit, karena ketersediaan lahan belum mampu memenuhi kebutuhan lahan dalam hal pemenuhan produksi hayati (biohayati). Pada tahun 2010 status daya dukung lahan berubah menjadi surplus. Hal ini terkait perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama periode tahun 2005 – 2010. Lahan di Kota Bima yang mengalami pengalihfungsian selama kurun waktu 2005 hingga 2010 adalah seluas 6.692 hektar atau 30,61% luas wilayah. Luas pertanian lahan kering meningkat dari 32,12% menjadi 35,83%, sehingga mengakibatkan peningkatan nilai produksi hayati dan oleh karenanya status daya dukung lahan berbasis produktivitas berubah dari defisit menjadi surplus. Namun demikian, penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan juga bertambah luasannya dari 3,70% menjadi 7,42%. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan jika tidak disertai penerapan teknologi yang tepat, akan menyebabkan lingkungan tersebut terdegradasi. Pengembangan wilayah yang berorientasi pada peningkatan nilai produksi tanpa memperhatikan kemampuan lahan akan menyebabkan lahan tersebut mengalami penurunan hingga kehilangan kemampuan produksinya dalam jangka panjang. Hal yang juga menarik untuk dicermati adalah status daya dukung untuk masing-masing kecamatan. Untuk tahun 2010, dimana status daya dukung lahan untuk Kota Bima secara keseluruhan adalah surplus, Kecamatan Mpunda memiliki status daya dukung defisit. Terkait dengan pembahasan pada analisis LQ, hal ini dipengaruhi oleh laju pertambahan jumlah penduduk yang paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan yang lain, sementara disisi lain aktifitas perubahan penggunaan lahan juga semakin meningkat, dari penggunaan lahan budidaya menjadi lahan terbangun.

Tabel 19 Daya dukung lahan berbasis produktivitas pada tahun 2005 dan 2010

Tabel 20 Nilai produksi per penggunaan lahan

Penggunaan Lahan

Nilai Produksi (Rp)

Tahun 2005 Tahun 2010

Sawah 54.735.500.000 181.377.700.000

Pertanian lahan kering 101.714.823.000 459.915.015.000

Perikanan 2.527.930.000 63.850.000.000

Padang penggembalaan dan Permukiman 42.662.730.000 52.548.630.000

Budidaya keramba 8.014.900.000 250.793.250.000

Jumlah 209.655.883.000 1.008.484.595.000

Kecamatan

Total Nilai Produksi (Rp) Ketersediaan Lahan (ha) Kebutuhan Lahan (ha) Status Daya Dukung (ha)

Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2005 Tahun 2010

Mpunda - 17.286.316.915 - 3.675,33 - 5.594,38 - Defisit

Raba - 59.752.844.854 - 11.026,00 - 8.517,62 - Surplus

Rasanae Barat 36.199.872.000 229.414.675.000 10.513,45 8.085,73 20.560,90 6.246,26 Defisit Surplus Rasanae Timur 152.564.776.000 519.507.508.231 7.359,41 10.290,93 14.392,63 7.949,78 Surplus Surplus Asakota 20.891.235.000 182.523.250.000 3.154,03 3.675,33 6.168,27 2.839,21 Defisit Surplus Kota Bima 209.655.883.000 1.008.484.595.000 21.026,89 36.753,33 41.121,81 31.147,26 Defisit Surplus

Dokumen terkait