• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A Responsivitas Pemerintah Kota Surakarta

3. Kemampuan mengembangkan program perlindungan anak

Kemampuan pemerintah dalam mengembangkan program perlindungan anak akan dijelaskan sesuai dengan bidang-bidang perlindungan anak yang meliputi: bidang perlindungan anak, bidang kesehatan, bidang pendidikan, dan bidang partisipasi anak. a. Bidang Perlindungan Anak

Kasus ESKA pada anak di Kota Surakarta harus mendapat perhatian yang serius oleh semua pihak. Melihat keadaan ini, maka lahirlah gagasan untuk membangun jaringan kerjasama antar institusi lintas sektor untuk mengembangkan Pelayanan Terpadu bagi korban Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Kota

commit to user

Surakarta. Kebutuhan ini juga didukung oleh berbagai kebijakan, salah satunya Surat Kesepakatan Bersama antara Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Menteri Sosial, Menteri Kesehatan dan KAPOLRI (SKB 3 Menteri dan KAPOLRI yang ditandatangani sebagai langkah awal untuk menjadi dasar adanya pelayanan terpadu untuk korban Kekerasan).

Setelah melalui serangkaian aktivitas, maka disepakati adanya dokumen Kesepakatan Dasar Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta yang bernama Pelayanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak Kota Surakarta (PTPAS). PTPAS berbentuk konsorsium1, yaitu gabungan dari beberapa institusi/lembaga/organisasi yang mempunyai kepedulian terhadap persoalan perempuan dan anak, serta melakukan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. DKRPP&KB selaku koordinator umum PTPAS bertugas mengkoordinasikan seluruh divisi yang ada di PTPAS. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPP&KB (N1) :

”Untuk mengatasi kekerasan perempuan dan anak atau pelanggaran hak anak, di kota Surakarta ada PTPAS. PTPAS ini berupa konsorsium yang terdiri atas 16 unsur diantaranya pemerintah kota Surakarta dalam hal ini DKRPP&KB, rumah sakit, LSM, organisasi pemerintah, poltabes dan lain-lain. PTPAS ini terbentuk pada tahun 2004 dan bertugas menangani korban kekerasan perempuan dan anak-anak” (wawancara 16 Februari 2009)

PTPAS juga melakukan pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak sesuai tugas masing-masing, selaku dinas yang mewakili Pemeritah Kota Surakarta dalam penanganan masalah tersebut ditunjuklah DKRPP&KB sebagai koordinator umum

1 Konsorsium adalah gabungan berbagai organisasi (sosial, kepemudaan, dsb) untuk mengadakan aktivitas/gerakan bersama (biasanya secara tetap), namun masing-masing tetap berdiri sendiri-sendiri. (Kamus Besar Bahasa Indonesia - Edisi Baru, disusun oleh Team Pustaka Phoenix. http://id.wikipedia.org/wiki/Konsorsium)

yang bertugas mengkoordinir setiap institusi/lembaga/organisasi yag tergabung dalam PTPAS tersebut. Tugas lembaga/organisasi yang tergabung dalam PTPAS dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut ini:

commit to user Yang tergabung dalam PTPAS

No Nama Lembaga/Organisasi Divisi Tugas 1 2 3 4 1 DKRPP&KB Kota Surakarta

Koordiator Umum Koordiator Umum Tugas:

Mengkoordinasikan seluruh divisi yang ada di PTPAS, memastikan kerja seluruh divisi sesuai dengan job description-nya masing-masing, mengkoordinasikan monitoring dan evaluasi PTPAS,

pelaksanaan koordinasi, penyelenggaraan pusat informasi dan dokumentasi, koordinasi sarana-prasarana, koordinasi pengembangan jaringan.

Co. Divisi Pendidikan Publik Tugas:

Melakukan sosialisasi program dan layanan PTPAS, melakukan

pengorganisasian masyarakat agar mampu melakukan pencegahan terhadap KtPA, menyediakan dan menyebarluaskan informasi tentang KtPA bagi masyarakat, melaksanakan fungsi kehumasan, mengupayakan perubahan kurikulum pendidikan formal dengan jalan memberikan masukan tentang materi KtPA.

Co. Divisi Advokasi Tugas:

Mengakses, mengumpulkan dan

menganalisa data dari Pusat Data PTPAS atau sumber data lain, melakukan study kebijakan dan isu KtPA, melakukan lobby dan negosiasi kepada pengambil

kebijakan.

Co. Divisi Pelayanan Tugas:

Menjadi pos layanan PTPAS, memberikan layanan medis-non medis, menyediakan fasilitas yang mendukung pelayanan korban, mengupayakan shelter. 2 Poliklinik

Bhayangkara Polwil Surakarta

Co. Divisi Pelayanan

3 Yayasan Kakak Co. Divisi Dokumentasi dan Informasi

4 GOWS Co. Divisi Pendidikan Publik

5 SPEK-HAM Co. Divisi Advokasi

6 RPK Poltabes Surakarta Divisi Pelayanan 7 Dinas Kesehatan Kota (DKK) Surakarta Divisi Pelayanan 8 ATMA (Advokasi Transformasi Masyrakat)

Divisi Pelayanan dan Divisi Advokasi

9

SARI (Social Analysis Research Institute)

Divisi Pelayanan dan Divisi Advokasi

10 Yayasan Talenta Divisi Pelayanan

11 LEHAMAS Aisyiah Jawa Tengah

Divisi Pelayanan dan Divisi Pendidikan Publik

12 Yayasan Krida Paramitha

Divisi Pelayanan dan Divisi Dokumentasi dan Informasi

13 Kaukus Perempuan Surakarta

Divisi Dokumentasi dan Informasi

14 Bappeda Surakarta Divisi Advokasi 15 PKK Kota Divisi Pendidikan

Publik 16 RSUD Dr. Moewardi

Surakarta

Divisi Pelayanan

Sumber: PTPAS

PTPAS terdiri dari 16 lembaga/organisasi pemerintah maupun NGO (Non Government Organisation) yang memiliki peran dan fungsi masing-masing dalam penanganan persoalan perempuan dan anak yang tergabung didalam jaringan

PTPAS. Misalnya pihak Rumah sakit melakukan visum dan perawatan kesehatan, Poltabes melakukan penyidikan dan penyelidikan, dan LSM melakukan tugasnya sebagai pendamping korban. Pertanggungjawaban dari masing-masing divisi bukan kepada DKRPP&KB melainkan bersama-sama. Disini peran DKRPP&KB yaitu sebagai koordinator dari masing-masing divisi saja.

Penanganan ESKA2 di Surakarta sendiri telah diusahakan beberapa pihak, salah satunya Pemerintah Kota Surakarta. Berdasarkan SK Walikota Nomor 462/78/1/2006, Pemkot menyusun kegiatan bertajuk Rencana Aksi Kota Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAK PESKA) Kota Surakarta. Program lima tahunan ini dilaksanakan sebuah tim yang bernama Gugus Tugas. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPP&KB (N1) :

“Ada lima bidang konsentrasi program dalam Gugus Tugas, yakni Koordinasi dan Kerjasama, Pencegahan, Perlindungan, Pemulihan dan Rehabilitasi, serta Perlindungan Anak. Sedangkan ketua umumnya dipegang oleh Sekretaris Daerah Kota Surakarta. Anggota Gugus Tugas ini adalah kumpulan dari berbagai elemen masyarakat yang konsen terhadap perlindungan anak” (Wawancara 16 Februari 2009)

Dalam menangani masalah kekerasan anak, DKRPP&KB melakukan tindakan-tindakan. Yang pertama adalah tindakan preventif atau pencegahan agar masyarakat bisa menyikapi permasalahan tersebut sebagai persoalan serius yang perlu dicegah sebelum tindakan kekerasan pada anak terjadi di lingkungan sekitarnya. Selain itu pendampingan pada anak sekolah dan anak yang rentan menjadi korban kekerasan seksual diharapkan dapat membekali anak-anak dengan

2

ESKA adalah Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang

commit to user

pengetahuan untuk mengantisipasi lingkungan di sekitarnya serta melindungi dirinya sendiri dari bahaya kekerasan seksual pada anak. Kedua, yaitu penanganan. Tindakan penanganan dilakukan apabila telah terjadi kekerasan seksual pada anak. Biasanya dilihat dari korban yang melapor. Tindakan penanganan ini dilakukan oleh beberapa lembaga terkait seperti Ruang Pelayanan Khusus (RPK) Poltabes Surakarta selaku penyidik dari kasus kekerasan seksual pada anak yang terjadi, LSM terkait, dalam hal ini Yayasan Kakak yang memberikan pendampingan pada korban kekerasan seksual pada anak serta DKRPP&KB sendiri yang membuat kebijakan dalam penanganan tersebut.

Korban yang mengalami kekerasan seksual diarahkan untuk melaporkan kejadian yang dialaminya ke RPK Poltabes Surakarta untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan proses penyidikan sampai dengan proses pelimpahan berkas kasus ke kejaksaan untuk selanjutnya dijalankan proses hukum bagi tersangka. Sedangkan Yayasan Kakak bertugas untuk mendampingi korban, memberikan dukungan secara moral untuk terus menjalankan proses hukum hingga vonis dijatuhkan pada tersangka.

Mekanisme penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta yang dilakukan oleh DKRPP&KB adalah memberikan pelayanan langsung pada korban melalui Divisi Pelayanan PTPAS dalam hal ini adalah RPK Poltabes Surakarta. RPK bertugas untuk menerima semua bentuk laporan pertama dari korban kekerasan seksual pada anak di Surakarta serta menyidik kasus yang dilaporkan korban tersebut untuk ditindaklanjuti prosesnya secara hukum. Sedangkan untuk pelayanan visum dan kesehatan korban diserahkan kepada poliklinik Polwil

Surakarta selaku koordinator dari divisi pelayanan PTPAS dan RSUD Dr Moewardi Surakarta. Kemudian untuk pendampingannya korban diserahkan pada lembaga terkait dalam hal ini kepada Yayasan Kakak. Tindakan nyata yang telah dilakukan PTPAS sebagai berikut:

Box 1

Pencegahan dan penanganan ESKA di Karesidenan Surakarta 3 Juni 2008

News

Catatan Kegiatan Yayasan Kakak, periode Maret s/d Mei 2008. Untuk kegiatan pencegahan ESKA di tingkat masyarakat, hal-hal yang dilakukan oleh Yayasan Kakak adalah sebagai berikut:

1. Sosialisasi tentang persoalan yang terkait dengan ESKA di tingkat SMP kerjasama dengan Terres des Homes. Dalam waktu 3 bulan ini (Maret-Mei 2008) Yayasan Kakak masuk ke dua sekolah yang anak-anaknya rentan menjadi korban ESKA. 2. Pendampingan anak dan orang tua di wilayah yang rentan.

Dalam waktu 3 bulan ini, Yayasan Kakak melakukan pendampingan. Wilayah rentan yang didampingi adalah salah satu wilayah di mana tempat tersebut menjadi pusat prostitusi. 3. Sosialisasi lewat media elektronik (Radio) kerjasama dengan

Terres des Homes. Saat ini media elektronik yang rutin melakukan talkshow adalah Radio GSM FM dan PTPN FM. 4. Kegiatan penanganan korban kekerasan. Ada beberapa

pendampingan yang dilakukan yaitu pendampingan hukum atas kasusnya, pendampingan psikologis untuk anak dan keluarga, dan pendampingan medis.

Selain itu, untuk perbaikan ke depan, Yayasan Kakak memberikan masukan-masukan dan rekomendasi kepada pihak pemerintah

selaku koordinator pelayanan terpadu.

(http://kakak.org/home.php?page=news&id=97)

Dari catatan kegiatan Yayasan Kakak, dapat diketahui upaya-upaya PTPAS untuk mencegah dan menangani ESKA di Surakarta. Penekanan bahwa anak sebagai korban sangat dibutuhkan sehingga bisa mendukung untuk melakukan tindakan penanganan kasus ESKA yang berbasis di masyarakat. Artinya, bagaimana ketika ada kasus di sekitar masyarakat, mereka bisa melakukan tindakan

commit to user

media ini juga bisa memberikan gambaran kepada masyarakat tentang beberapa hal yang terkait dengan hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya kasus ESKA. Dengan dipaparkannya penyebab di tingkat masyarakat, mereka akan lebih mengetahui bagaimana melakukan tindakan pencegahan, karena tindakan pencegahan dapat dimulai dari tingkat masyarakat yang paling kecil, yaitu keluarga.

Mekanisme penanganan korban kekerasan seksual pada anak yang dilakukan oleh Divisi Pelayanan PTPAS dapat digambarkan secara visual dengan skema berikut ini:

Gambar 3.1

Skema penanganan korban pada Divisi Pelayanan PTPAS

Sumber: DKRPP&KB

Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa penanganan korban kekerasan seksual pada anak dilakukan secara bersama-sama antar lembaga yang terkait dengan permasalahan tersebut. Kemanapun korban datang untuk mengadukan persoalan kekerasan seksual yang menimpanya, lembaga tersebut akan memberikan penanganan sesuai dengan tugasnya. Sedangkan untuk penanganan lebih lanjut, lembaga yang menerima korban pertama kali akan merujuk korban sesuai dengan

korban RP K Rumah sakit LSM

kebutuhan penanganan korban secara langsung melalui telepon kepada lembaga lainnya yang terkait dengan penanganan tersebut.

Dari uraian mengenai penanganan kekerasan seksual ada anak yang dilakukan DKRPP&KB Kota Surakarta di atas, dapat dilihat bahwa peran dari DKRPP&KB tersebut adalah memfasilitasi dalam mengkoordinir lembaga-lembaga terkait dengan penangana kekerasan seksual pada anak di Surakarta sesuai dengan bidang penganan masing-masing. Karena masalah penanganan kekerasan seksual pada anak adalah masalah penanganan yang kompleks dan melibatkan banyak instansi/lembaga/organisasi yang telibat sesuai dengan bidang penanganannya masing-masing.

Ketiga yaitu tindakan pasca penanganan (pemulihan). Dampak dari kekerasan seksual pada korban biasanya adalah dampak kesehatan, fisik, psikologis, dampak sosial. Selain itu biasanya korban mengalami trauma dan beban psikologis yang cukup berat. Adanya rasa takut dan malu pada lingkungan atau masyarakat di sekitarnya akan menjadi beban sosial yang berat bagi korban kekerasan seksual khususnya pada anak. Tindakan pasca penanganan dilakukan untuk memulihkan kondisi psikologis dari korban.

Tindakan pasca penanganan ini dilakukan oleh LSM terkait dan DKRPP&KB sendiri. Tindakan pemulihan yang dilakukan oleh DKRPP&KB diselenggarakan oleh Sub Dinas Pelayanan Rehabilitasi dan Bantuan Sosial dengan membuat panti- panti anak yang mendorong kelompok atau forum-forum anak untuk menghadapi permasalahn tersebut dengan suatu sikap yang positif agar hal tersebut tidak terulang menimpa anak yang lain di kemudian hari.

commit to user

Sedangkan LSM yang terkait dengan permasalahan tersebut memberikan pendampingan hingga kondisi psikologis korban benar-benar telah pulih dan bebas dari trauma dengan cara memberikan konsultasi Psikologi pada korban. Selain itu, tindakan pasca penanganan ini juga berbentuk pemberian motivasi pada korban kekerasan seksual pada anak agar korban ini dapat kembali dalam kehidupan sosialnya tanpa ada perasaan malu, takut, ataupun minder.

Box 2

Catatan Kegiatan Yayasan Kakak, Periode Maret s/d 2008 3 Juni

News

Untuk pencegahan terjadinya ESKA, Yayasan Kakak melakukan beberapa aktifitas, yaitu:

1. pendampingan keluarga. Pendampingan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada keluarga korban tentang faktor resiko yang dapat dialami korban ESKA. Keluarga diharapkan akan dapat melakukan pengawasan terhadap perilaku dan pergaulan anak.

2. Pendampingan psikologis anak. Korban ESKA sangat rentan mengalami trauma akibat kekerasan yang dialaminya.

3. Pendampingan kelompok. Pendampingan ini bertujuan untuk mencegah agar anak tidak menjadi korban ESKA.(

http://kakak.org/home.php?page=news&id=97)

Dari catatan Yayasan kakak periode Maret s/d Mei 2008 dapat diketahui bentuk-bentuk pendampingan yang dilakukan Yayasan Kakak sebagai salah satu LSM yang memperhatikan masalah anak di Surakarta. Hal ini dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kakak bahwa pengalaman seksual dini dapat mendorong anak masuk dalam dunia ESKA.

Penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta selain melibatkan beberapa institusi/ lembaga/ organisasi yang terkait dengan permasalahan tersebut, juga diperlukan dana guna menunjang operasional penanganan kekerasan pada anak tersebut. Sumber dana dalam penanganan kekerasan seksual pada anak di Surakarta

diperoleh dari pemerintah dan swadaya dari beberapa lembaga yang terkait. Staf Divisi Anak Yayasan Kakak (N8) mengatakan:

“Responsivitas pemerintah terhadap kasus kekerasan terhadap anak cukup bagus. Sudah ada jaring bersama/kerjasama pemerintah terhadap lembaga- lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder-stakeholder yang lain, sehingga bisa terbentuk PTPAS. Jika ada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihak PTPAS sudah bisa menangani kasus ini baik secara medis, hukum dan psikologisnya, asal kasus ini dilaporkan sesuai dengan prosedur yang ada, mulai dari kepolisian.” (Wawancara tanggal 16 Maret 2009)

Ia juga menambahkan:

“Kalo perlindungan anak di Surakarta, jika kita bicara dari sisi kebijakan, sudah ada kemajuan, karena memang kota Surakarta ditunjuk oleh pemerintah sebagai salah satu pilot project untuk pengembangan Kota Layak Anak diantara beberapa kota yang lain. Kalo kita bicara lebih riil lagi, memang perlu ada upaya-upaya atau peningkatan dalam berbagai hal mengenai sistem atau perlindungan terhadap anak. Karena kecenderungannya kita melihat kasus-kasus kekerasan terhadap anak justru menunjukkan gejala dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan. Kalo kita melihat, sudah ada daya tanggap dari pemerintah, sudah ada peraturan-peraturan daerah yang mulai disusun untuk melindungi anak. Diharapkan peran pemerintah lebih optimal, karena kekerasan pada anak dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan secara kuantitas.” (Wawancara tanggal 16 Maret 2009)

Hal senada juga dikatakan oleh Ketua PPAP Seroja (N10):

“…responsivitas pemerintah Surakarta dalam menangani permasalahan anak jika dibandingkan kota-kota lain, sudah bisa dikatakan renponsif. Sudah ada kebijakan-kebijakan yang menyangkut perlindungan terhadap anak.” (wawancara 14 November 2008)

Menurut Yayasan Kakak dan LSM PPAP Seroja, responsivitas pemerintah terhadap kasus kekerasan terhadap anak cukup bagus. Sudah ada jaring bersama/kerjasama pemerintah terhadap lembaga-lembaga swadaya masyarakat dan stakeholder-stakeholder yang lain, sehingga bisa terbentuk PTPAS. Jika dilihat dari sisi kebijakan, sudah ada kemajuan, sudah ada peraturan-peraturan daerah yang mulai disusun untuk melindungi anak. Kebijakan tersebut diantaranya: Kebijakan

commit to user

Pengembangan Kota Layak Anak (KLA), adanya Rencana Aksi untuk menangani kekerasan pada anak dan pekerja anak. Diharapkan peran pemerintah lebih optimal, karena kekerasan pada anak dari waktu ke waktu menunjukkan peningkatan secara kuantitas.

Mekanisme penanganan anak jalanan dan anak terlantar hampir sama dengan mekanisme penanganan kasus ESKA. Pemerintah melakukan pendataan bekerjasama dengan LSM dan tokoh masyarakat termasuk di dalamnya PSM (Pekerja Sosial Masyarakat) dan Karangtaruna. Setelah mengetahui data, lalu dilakukan identifikasi permasalahan yang ada. Setelah diketahui permasalahannya, lalu dilakukan pembinaan terhadap mereka. Dalam pembinaan, ada kegiatan- kegiatan yaitu pelatihan ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minat mereka. Setelah mereka diberi ketrampilan, selanjutnya pemerintah memberikan paket bantuan untuk sarana penunjang ketrampilan.

Pada tahun 2008, DKRPP&KB mempunyai alokasi anggaran sebesar Rp. 2.206.724.930,00 yang digunakan untuk anak di Surakarta. Pada tahun 2009 juga mempunyai alokasi dana sebesar Rp. 967.394.955,00. Anggaran pada tahun 2009 lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008 karena sebagian anggaran untuk membayar hutang. Pada tahun 2010 pemerintah berencana membangun Taman Cerdas.

Advokasi anggaran menjadi kebutuhan penting bagi PTPAS untuk bisa menjalankan fungsi dan perannya dalam penanganan kasus kekerasan. PTPAS memulai proses advokasi dengan cara melakukan audiensi bersama dengan masing- masing Kepala Dinas terkait dan Bapeda, setelah terlebih dahulu melakukan

workshop untuk menyusun program dan kebutuhan anggaran. Upaya lobby juga dilakukan melalui audiensi dengan Walikota Surakarta. Dalam proses tersebut, PTPAS juga mengusulkan adanya kebijakan (peraturan daerah) yang memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak, sekaligus menjadi landasan yang kuat bagi bekerjanya PTPAS. Proses lobby3 ini juga diperkuat melalui kunjungan serta audiensi kepada partai politik dan calon anggota legislatif pada tahun 2004.

Alokasi anggaran pertama diperoleh tahun 2005 yaitu empat puluh lima juta yang dialokasikan untuk anggaran pertemuan/koodinasi masing-masing divisi dan membiayai visum yang dapat diakses dengan mekanisme re-emburstmen (penggantian setelah dana digunakan). Anggaran tersebut dialokasikan melalui dinas yang terkait dengan PTPAS, yakni DKRPP&KB yang juga merupakan koordinator jaringan PTPAS.

Kekuatan MOU atau Kesepakatan Bersama antar institusi dan SK Walikota adalah hal terpenting dalam proses advokasi anggaran. Pasca legalitas formal diperoleh, penguatan dan koordinasi lebih intensif dilakukan untuk terus-menerus memperbaiki mekanisme pelayanan karena PTPAS merupakan pelayanan terpadu yang bukan satu atap. PTPAS dibangun untuk menguatakan masing-masing organisasi pemberi layanan dan mengarahkan kepada pelayanan terpadu berbasis komunitas.

3 Lobby adalah suatu kegiatan dari orang-orang yang berusaha mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu, baik itu sebuah lembaga pemerintahan maupun sebuah organisasi tertentu.

Fungsi lobby : lobby ialah langkah awal dalam proses menuju negosiasi. Tujuan lobby adalah mempengaruhi orang lain untuk tujuan tertentu, baik dengan cara baik maupun kurang baik. Fungsi lobby sendiri adalah sebagai pembuka jalan negosiasi. Sedangkan, negosiasi bisa terjadi karena adanya konflik dan lobbying ada didalamnya untuk

commit to user

Saat ini PTPAS telah mendapatkan alokasi anggaran tetap, bahkan selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Pada rekapitulasi anggaran tahun 2008, terdapat Rp.223.118.100,- yang dialokasikan untuk memberikan pelayanan dan melakukan pencegahan terhadap korban kekerasan. Masih ada bentuk alokasi lainnya yang bisa diakses di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya. Bahkan pemerintah membangun sarana untuk rehabilitasi dan perlindungan bagi korban kekerasan yang disebut Graha Yoga Pertiwi4. Selain alokasi anggaran dan rumah rehabilitasi, pemerintah juga secara intensif mengkoordinasikan penyusunan Peraturan Daerah untuk Perlindungan Perempuan dan Anak.

Dana dari pemerintah diperoleh melalui APBD baik APBD tingkat propinsi maupun APBD kota Surakarta sendiri. hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Seksi Pemberdayaan Masyarakat DKRPP&KB (N1):

“...dana diperoleh dengan cara beragumentasi dan memberikan penjelasan pada Dewan anggaran dan DPR untuk bisa mengabulkan program-program yang sudah kita sepakati bersama, dana APBD juga terbatas. Jika tidak bisa dilaksanakan tahun ini, ya dilaksanakan tahun depan. Walaupun ada dana tetap, tetapi kasus kekerasan anak ini selalu meningkat, makanya sering ada kendala masalah dana...” (Wawancara 16 Februari 2009)

b. Bidang Kesehatan

Responsivitas pemerintah di bidang kesehatan dapat dilihat melalui penanganan anak gizi buruk di Surakarta. Posyandu biasanya memberikan informasi kepada pemerintah mengenai adanya anak gizi buruk. Lalu diadakan pemeriksaan di Puskemas. Pemerintah juga melihat kondisi ekonomi keluarga tersebut. Apabila membutuhkan pemeriksaan klinis, maka dilakukan rujukan ke

4

Graha Yoga Pertiwi adalah tempat yang berfungsi memberikan perlindungan dan pelatihan ketrampilan bagi perempuan dan anak korban eska, perdagangan anak sehingga diharapkan korban tersebut dapat pulih secara psikologis atau mental maupun kesehatan dan mampu bersosialisasi dengan keluarga, masyarakat serta mendapat ketrampilan yang bermanfaat bagi dirinya. (http://www.kotalayakanak.org)

rumah sakit dan akan ditindaklanjuti di rumah sakit. Minggu ke 1 dan 2 anak melakukan perawatan di rumah sakit. Apabila sudah membaik, minggu ke 3 anak dikembalikan ke Puskesmas dan Posyandu. Mekanisme penanganan anak terkena gizi buruk yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Surakarta dapat digambarkan dengan skema berikut ini :

Gambar 3.2

Skema penanganan anak gizi buruk

Sumber: Dinas Kesehatan

Dari gambar 3.2 menggambarkan bahwa anak terkena gizi buruk dibiayai pemerintah melalui Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). PKMS adalah pemberian pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diberikan oleh pemerintah bagi masyarakat Surakarta pemegang kartu berobat berlangganan. Tujuannya adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi