4 GAMBARAN UMUM SISTEM PEMANTAUAN KAPAL
4.8 Penerapan VMS di Indonesia
4.8.10 Kemampuan Teknologi VMS saat ini
Hasil wawancara dengan pimpinan PMO VMS di DKP, maka peran atau fungsi yang telah dapat dilakukan teknologi VMS dalam rangka pengawasan pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) adalah antara lain :
(1) Monitoring gerak kapal yang menyangkut :
Yaitu kemampuan memonitor posisi, kecepatan, jalur lintasan (tracking), dan waktu terjadinya pelanggaran. Kemampuan monitoring ini dapat membantu DKP memperoleh informasi tentang adanya indikasi- indikasi pelanggaran (berkaitan dengan kegiatan penangkapan maupun dokumen perizinan) yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan yang terdaftar dan memasang transmitter, yaitu antara lain :
1) Indikasi Pelanggaran Izin Kapal Penangkap Ikan
Walaupun kemampuan teknologi VMS saat ini masih terbatas, namun dengan program pengintegrasian data secara terpisah Pusat Koordinator Pengendalian VMS di DKP mampu mengidentifikasi adanya kapal penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis namun tetap beroperasi. Gambar 28 menggambarkan hasil pemantauan Puskodal VMS DKP yang memberikan informasi adanya pelanggaran oleh kapal penangkap ikan, yaitu sebagai berikut :
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 28 Indikasi Pelanggaran Izin Oleh Kapal Penangkap Ikan.
Berdasarkan Gambar 28, dapat diketahui bahwa Puskodal VMS DKP telah mampu melakukan pemantauan terhadap kapal kapal penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis namun tetap beroperasi, informasi ini sangat penting bagi Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap untuk ditindaklanjuti dengan pemberian peringatan atau pemberian sanksi administrasi, karena telah merugikan negara. Seperti yang terlihat pada Tabel 21, terdapat lima kapal penangkap ikan yang masa berlaku izinnya habis tetapi tetap beroperasi, antara lain kapal dengan nama Putra Mandiri dimana masa berlaku izinnya penangkapannya adalah sampai 13 Agustus 2005, masih tetap beroperasi melakukan penangkapan.
Tabel 21 Kapal Penangkap Ikan Yang Terpantau Masa Berlaku Izinnya Habis
TX
ID Nama Kapal Nama Perusahaan No. SPI
Tanggal berakhir SPI
35288 Putra Mandiri Satimin 02.02.0069.04.03093 13/08/2005
33500 Mekar Gloria Indah Fabian Sebastian Kiang 02.02.0239.04.04583 22/08/2005 50254 Surya Teja II Sukam Sapta Samudra,
PT
11.03.0028.03.06166 09/08/2005
50205 F/V Randvy T-3 Bintang Laut Nusantara, PT
12.04.0028.07.08505 02/04/2005
35295 Liao Chang YU 6033 Gold Net Internusa, PT 12.04.0028.03.07873 06/01/2005
Sumber : Hasil Analisis
Berdasarkan pengamatan peneliti dan hasil wawancara dengan personil Puskodal VMS DKP, ternyata hasil pemantauan tersebut diatas tidak dilakukan secara online. Sementara ini teknologi VMS yang ada baru mampu mengidentifikasi Nomor ID Transmitter kapal penangkap ikan yang terpantau pada layar. Kemudian secara manual nomor ID transmitter ini diintegrasikan dengan program lain untuk mengetahui nama pemilik kapal, nomor SPI dan sekaligus melihat masa berlakunya izin.
2) Indikasi Pelanggaran Pemasangan Transmitter
Teknologi VMS mampu melakukan pemantauan terhadap kapal- kapal yang sudah terdaftar dan mengambil transmitter tapi tidak dipasang di kapal yang bersangkutan. Berdasarkan data pada tanggal 30 Agustus 2005 yang diperoleh dari PMO VMS dan Puskodal VMS, diketahui terdapat 82 kapal penangkap ikan yang berasal dari 49 perusahaan melakukan pelanggaran pemasangan transmitter, setelah izin dikeluarkan oleh DKP dan transmitter telah diambil oleh pengusaha, namun tidak dipasang di kapal yang bersangkutan. Hal ini sangat menyulitkan lembaga pengelola VMS karena tidak dapat memantau kapal yang telah terdaftar dalam program VMS. Pemanfaatan teknologi tertentu oleh Puskodal masih tetap dapat memantau keberadaan transmitter walaupun tidak dipasang di kapal dan tidak dihidupkan. Gambar 29. menggambarkan kemampuan Puskodal dalam memantau
transmitter yang tidak dipasang di kapal tetapi ditemukan di sebuah kantor di Jakarta.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 29 Indikasi Pelanggaran Pemasangan Transmitter.
3) Indikasi Pelanggaran Alat Tangkap
Adanya keluhan nelayan tradisional terhadap kapal asing maupun lokal yang berukuran besar menggunakan alat tangkap terlarang dapat dibuktikan melalui pemantauan kapal dengan teknologi VMS (seperti pada Gambar 30).
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 30 Indikasi Pelanggaran Alat Tangkap.
Kedua Kapal selalu Bersamaan Dalam Waktu
yang sangat lama Dan Melakukan Kegiatan
Pada Gambar 30 menyajikan hasil pemantauan Puskodal VMS DKP terhadap kapal penangkap ikan yang melanggar alat tangkap. Hasil pemantauan menunjukkan adanya dua kapal penangkap ikan yang selalu bersamaan, yaitu kapal dengan nama masing-masing Zhe Fu Yu 30077 dan Zhe Fu Yu 30078. Kedua kapal tersebut terpantau selalu bersamaan dalam waktu yang sangat lama dan melakukan kegiatan penangkapan dengan kecepatan rendah. Dengan ciri-ciri seperti itu Puskodal menilai bahwa kapal tersebut menggunakan alat tangkap terlarang Pair Trawl. 4) Indikasi Pelanggaran Wilayah Penangkapan
Pelanggaran wilayah penangkapan oleh kapal-kapal asing dan lokal sering dilaporkan baik oleh aparat pengawas maupun nelayan tradisional, bahkan sering terjadi konflik langsung antara kapal asing dengan kapal tradisional di perairan 4 mil yang merugikan kapal-kapal tradisional. Gambar 31 menunjukkan hasil pemantauan teknologi VMS yang berhasil menemukan adanya indikasi pelanggaran wilayah penangkapan.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 31 Indikasi Pelanggaran Wilayah Penangkapan.
Kapal-Kapal Thailand
Alat Tangkap Pukat Ikan ZEEI Laut Cina Selatan Penangkap Ikan di daerah
Terlarang/Teritorial
Batas ZEE Indonesia
Dari hasil pemantauan Pusdal VMS seperti tampak pada Gambar 30, diketahui banyak ditemukan kapal-kapal berbendera Thailand dengan menggunakan alat tangkap Pukat Ikan ZEEI Laut Cina Selatan melakukan operasi penangkapan di wilayah terlarang. Pada layar komputer Sistem Pemantauan menunjukkan kapal-kapal tersebut berada di wilayah perairan laut teritorial. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian terdahulu bahawa kemampuan software sitem pemantauan kapal penangkap ikan dengan teknologi VMS saat ini masih terbatas, dimana dalam menganalisis adanya indikasi pelanggaran wilayah penangkapan, Puskodal VMS DKP hanya mampu mengidentifikasi kapal-kapal yang melanggar wilayah melalui gerak kapal atau jalur lintasan penangkapan ikan (tracking) dan ID transmitter-nya, untuk mengetahui data kapal penting lainnya (seperti nama, jenis alat tangkap, asal perusahaan, nomor izin dan wilayah tangkap) perlu dilakukan integrasi data dengan program lain, sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Departemen Kelautan dan Perikanan harus terus meningkatkan kemampuan teknologi VMS ke arah sistem pemantauan kapal secara on line dan software yang ada di sistem pemantauan Puskodal DKP kususnya berkaitan dengan kemampuan analisis indikasi pelanggaran wilayah operasi penangkapan harus ditingkatkan dengan cara menyempurnakan software sistem pemantauan yang memiliki peta zonasi di 9 daerah penangkapan. Standarisasi wilayah perizinan dibuat dengan koordinat yang jelas. Sehinga jika terjadi pelanggaran wilayah penangkapan (keluar dari koordinat yang telah ditetapkan dalam izin) oleh kapal penangkap ikan maka secara otomatis sistem mengeluarkan peringatan sebagai tanda adanya pelanggaran wilayah penangkapan. Fungsi pengawasan yang dilakukan Puskodal dapat lebih efektif jika zonasi penangkapan diterapkan secara konsisten dan terintegrasi antara sistem perizinan dengan VMS.
5) Indikasi Pelanggaran Transhipment
Kegiatan transhipment merupakan tindakan pelanggaran yang merugikan negara, karena hasil tangkapan tidak dibawa ke pelabuhan pangkalan atau pelabuhan lapor untuk dilaporkan (Unreported) dan dilakukan pengecekan hasil tangkapan tapi langsung dipindahkan di tengah laut untuk diekspor ke negara lain. Dalam beberapa kali acara diskusi antara pengusaha, asosiasi dan pemerintah, dan yang terakhir dilakukan pada tanggal 30 Agustus 2005, topik transhipment selalu menarik untuk dijadikan pembicaraan.
Dirjen PPSDKP dalam diskusi tersebut menyatakan bahwa dari data-data pelanggaran di bidang perikanan selama 3 tahun ini pelanggaran yang paling banyak adalah jenis ”Unreported” disamping ”Illegal” dan ”Unregulated”. Ditegaskan pula, bahwa kontribusi kerugian negara paling besar adalah dari pelanggaran jenis ”Unreported”. Berbeda dengan para pengusaha, mereka mendukung jika transhipment dibolehkan, dan DKP bertugas mengawasi pelaksanaan transhipment agar tidak merugikan negara. Karena dengan harga BBM yang mahal ditambah biaya perjalanan ke pelabuhan lapor yang memerlukan waktu dan biaya, pengusaha memilih untuk tidak ke pelabuhan lapor namun memilih transhipment di tengah laut. Gambar 32 menunjukkan adanya indikasi transhipment di tengah laut.
Hasil pemantauan VMS di Puskodal DKP menunjukkan adanya dua kapal yang berdempetan (Kapal Merina dan Syrtary) jenis penangkap dan pengangkut yang berada di posisi koordinat yang sama, dalam waktu bersamaan dan dengan kecepatan 0 knot atau berhenti. Kondisi seperti ini dapat dianalisis bahwa kapal tersebut melakukan kegiatan transhipment. Sehingga perlu dilakukan pengecekan, dan jika benar harus dilakukan tindakan hukum.
Sumber : PMO VMS, PSDKP- Departemen Kelautan dan Perikanan
Gambar 32 Indikasi Pelanggaran Transhipment.
6) Indikasi Pelanggaran Kapal Tidak Pernah ke Pelabuhan Pangkalan. Adanya keinginan sebagian pengusaha yang banyak disampaikan dalam acara diskusi antara pengusaha, asosiasi dan DKP agar mereka diperbolehkan untuk tidak ke pelabuhan pangkalan dengan alasan efisisensi (dari segi waktu dan biaya), keamanan pelabuhan dan juga menghindari banyaknya pungutan ternyata menunjukkan gambaran yang nyata di lapangan. Banyak informasi mengenai adanya kapal-kapal penangkap ikan yang tidak pernah melapor ke pelabuhan pangkalan selama satu tahun. Gambar 33 menunjukkan adanya kapal penangkap ikan yang tidak pernah ke pelabuhan pangkalan.
Terdapat dua kapal ( Merina dan
Syrtary) jenis penangkap dan Pengangkut
Posisi Sama
(0°38’31”LU/139°10’01”BT)
Waktu Sama : 15 02 2005 jam 13.00
Sumber : Data PMO VMS
Gambar 33 Indikasi Pelanggaran Kapal Tidak Pernah Ke Pelabuhan Pangkalan.
Hasil pemantauan melalui teknologi VMS seperti yang terlihat pada Gambar 33 menunjukkan adanya kapal penangkap ikan yang selama satu tahun tidak pernah ke pelabuhan pangkalan, diketahui nama kapal tersebut adalah MV. Liao Chang Yu 6033. Menurut pihak pengelola Puskodal kondisi ini bisa disimpulkan bahwa kapal yang bersangkutan selalu melakukan kegiatan transhipment di tengah laut. (2) Keamanan Pelayaran :
Disamping kemampuan melakukan indikasi adanya berbagai pelanggaran yang dilakukan kapal penangakap ikan, maka teknologi VMS juga mampu membantu memberikan informasi posisi kapal dalam beberapa kasus kejahatan di laut (kehilangan kontak, pembajakan, kecelakaan).
PLOT POSISI MV. LIAO CHANG YU 6033
SELAMA 1 TAHUN (1 SEP 2004 – 29 AGT 2005)
(3) Manajemen Sumber Daya Ikan :
Yaitu mengetahui dengan lebih nyata di lapangan bagaimana peta usaha penangkapan ikan dilakukan, di perairan mana saja, intensitasnya berapa, sehingga perkiraan sumber daya yang telah dimanfaatkan dapat diketahui
(4) Integrasi dengan sistem lain :
Dengan sistem radar satelit atau alat deteksi lainnya, maka VMS dapat mengidentifikasi kapal yang tidak memiliki transmitter dan merupakan indikasi kapal ilegal.
Berdasarkan informasi tentang berbagai kemampuan teknologi VMS di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DKP melalui lembaga pengelola VMS (PMO VMS dan Puskodal VMS) harus terus meningkatkan teknologi VMS dengan menyempurnakan software pada sistem pemantauan sehingga mampu melakukan pemantauan secara online. Setiap pelanggaran yang terjadi langsung bisa diketahui seluruh informasi yang berkaitan dengan data kapal yang bersangkutan. Demikian pula halnya dengan standarisasi zonasi dengan koordinat yang jelas harus sudah di integrasikan dalam software sistem pemantauan.
Berdasarkan kemampuan monitoring, pusat pengendalian VMS di DKP sudah mampu mendeteksi secara otomatis kapal-kapal yang mematikan transmitter (Tx) tapi belum mampu secara online melarang kapal-kapal yang mematikan Tx untuk keluar dari pelabuhan. Terhadap kapal-kapal yang melakukan pelanggaran jalur penangkapan Pusdal DKP juga belum mampu secara langsung mengetahui nomor izin kapal yang besangkutan untuk dilakukan penindakan secara tegas.