• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kemandirian

Kemandirian pada umumnya dipelajari melalui suatu proses kondisioning dalam hubungannya dengan upaya memenuhi kebutuhan pokok. Kebutuhan ini merupakan bagian tuntutan yang tidak terpisahkan dengan apa yang disebut dorongan untuk mengaktualisasikan diri sebagai pribadi. Kemandirian itu sendiri berasal dari kata mandiri. Mandiri adalah keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung kepada orang lain. Sedangkan kemandirian adalah hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung kepada orang lain (Depdikbud, 1999).

Kemandirian, menurut Sutari Imam Barnadib (Mu’tadin, 2002) meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Selanjutnya Mu’tadin (2002) menjelaskan bahwa kemandirian mengandung pengertian: a) Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya; b) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi; c) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya; dan d) Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.

Selain itu Martin dan Stendler (dalam Afiatin, 1992), mengatakan bahwa kemandirian sebagai kemampuan seseorang untuk berdiri di atas kaki sendiri, mengurus diri sendiri dalam semua aspek kehidupannya, ditandai dengan adanya inisiatif, kepercayaan diri dan kemampuannya untuk mempertahankan diri. Erikson (dalam Hall & Lindzey, 1993), mengatakan bahwa anak pra sekolah

dalam perkembangan sosialnya berada pada peralihan dari tahap ”otonomi vs rasa malu dan ragu-ragu” ke tahap ”inisiatif vs rasa bersalah”. Anak mulai mempelajari apakah yang diharapkan dari dirinya, kewajiban dan haknya serta pembatasan-pembatasan yang dikenakan pada dirinya. Nilai kemauan muncul pada tahap ini, karena kemauan akan menyebabkan anak secara bertahap mampu menerima peraturan dan kewajiban. Dengan adanya kemauan maka anak akan bisa membuat pilihan-pilihan bebas, memutuskan, mengendalikan diri dan bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri yang membawa anak pada sikap mandiri. Anak yang berhasil menyesuaikan diri dalam tahap ini akan memperoleh rasa harga diri yang kuat sehingga akan mampu berpisah untuk periode waktu terbatas dari orang tua dan pengasuhnya.

Anak yang mandiri adalah anak yang mampu berpikir dan berbuat untuk dirinya sendiri. Anak yang mandiri bisanya aktif, kreatif, kompeten, tidak tergantung pada orang lain, dan tampak spontan. Ciri khas dari anak yang mandiri antara lain (dalam ”Membuat prioritas”, 2006) :

a. Mempunyai kecenderungan memecahkan masalah daripada berkutat dalam kekhawatiran bila terlibat masalah,

b. Tidak takut mengambil risiko karena sudah mempertimbangkan baik buruknya,

c. Percaya pada penilaian sendiri sehingga tidak sedikit-sedikit bertanya atau meminta bantuan orang lain,

2. Aspek-aspek Kemandirian

Kemandirian anak mencakup empat aspek (Havighurst dalam “Membuat prioritas”, 2006 ; Suyata, dkk, 1982 ) , yaitu :

a. Aspek intelektual dimana anak percaya pada kemampuannya sendiri dalam memecahkan masalah, memiliki inisiatif, bersikap kompeten, kreatif, dapat mengambil keputusan sendiri dalam bentuk kemampuan memilih dan bertanggung jawab atas tindakannya,

b. Aspek sosial dimana anak mampu secara aktif untuk berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Di dalam berinteraksi ini anak mempunyai rasa percaya diri sehingga mampu berpisah dari kelekatan dengan orang tua sehingga anak akan merasa aman meskipun tidak ada orang tua disampingnya,

c. Aspek emosi dimana anak mampu mengelola emosinya dan mempunyai kontrol diri yang baik,

d. Aspek ekonomi, maksudnya bukan berarti anak mampu untuk menghidupi dirinya sendiri tetapi anak mampu secara sederhana untuk mengelola ekonominya sendiri. Contohnya anak mampu untuk mengelola uang saku yang diberikan orang tua, mampu memutuskan apa yang sebaiknya dibeli dan tidak.

Kemauan anak untuk bertindak atas keinginannya sendiri dan dengan penuh percaya diri akan menimbulkan rasa puas atas usaha yang sudah dia lakukan. Rasa puas dan rasa percaya diri anak pada apa yang dia kerjakan sendiri akan membawa anak untuk bersikap mandiri.

Berdasarkan pendapat yang diuraikan tentang pengertian kemandirian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kemandirian anak mencakup empat aspek, yaitu aspek intelektual, sosial, emosi dan ekonomi. Anak yang mandiri akan mempunyai integritas yang baik dari keempat aspek tersebut sehingga anak yang mandiri adalah anak yang percaya pada kemampuannya sendiri dalam mengambil dan memutusakan tindakan, mempunyai tanggung jawab, memiliki inisiatif, kreatif, berkompeten, mampu membebasakan diri dari kelekatannya dengan orang tua sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan baru dan mempunyai kontrol diri yang baik dalam berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kemandirian a. Umur

Anak mulai menampakkan perilaku mandiri pada sekitar usia dua sampai tiga tahun (Smart & Smart, 1977). Kemandirian pada usia kanak-kanak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk dapat makan sendiri, berpakaian sendiri dan ke kamar mandi sendiri. Anak nantinya akan tumbuh menjadi remaja dimana ketika usia remaja anak berusaha untuk lepas dari pengawasan orang tua dan mulai belajar memutuskan sendiri apa yang baik untuknya. Jadi dengan bertambahnya umur maka seseorang akan semakin tidak tergantung kepada orang lain dan mampu secara mandiri menentukan arah hidupnya sendiri.

b. Jenis kelamin

Perbedaan perlakuan yang diberikan oleh orang tua menyebabkan perbedaan terbentuknya kemandirian antara remaja putra dengan remaja putri (dalam Johnson & Medinnus, 1974). Perbedaan kemandirian remaja putra dan putri juga disebabkan karena adanya perbedaan stereotipe bahwa remaja putra dan remaja putri memiliki peranan yang berbeda di masyarakat. Menurut penelitan Kimmel (dalam Soetjipto, 1989) menunjukkan bahwa masyarakat menganggap remaja putri terlihat kurang mandiri daripada remaja putra karena remaja putri dipandang lebih bersikap kurang percaya diri, tidak ambisius dan sangat tergantung. Berbeda dengan remaja putra yang dipandang lebih dominan, aktif, lebih percaya diri dan ambisius. Jadi perbedaan perlakuan dan stereotipe antara peran pria dan wanita di dalam kehidupan bermasyarakat membuat perbedaan dalam perkembangan kemandirian antara anak laki-laki dan perempuan.

c. Lingkungan Keluarga dan Sosial Masyarakat

Keluarga dimana tempat anak tumbuh memberikan andil yang besar dalam perkembangan kemandirian anak. Hal ini disebabkan karena keluarga adalah lingkungan pertama kali tempat anak belajar mengenai nilai-nilai kehidupan. Perbedaan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam mendidik anaknya sangat mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Anak yang diasuh dalam pola asuh otoritatif akan lebih mudah untuk bersikap mandiri daripada anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter dan permisif. Jadi perbedaan pola asuh akan menghasilkan perkembangan kemandirian yang berbeda pula (Kandel & Lessen

dalam Jersild, 1978). Selain lingkungan keluarga, lingkungan sekolah juga mempunyai andil yang besar dalam mengembangkan kemandirian karena anak akan banyak memperoleh informasi dan pengertian akan nilai-nilai baru baik dari sekolah maupun dari pergaulan dengan teman-teman sebaya.

C. Pola Asuh Orang Tua

Dokumen terkait