• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemasaman Tanah

Dalam dokumen Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah (Halaman 71-76)

Bab 4. Reaksi (pH) Tanah

4.1. Kemasaman Tanah

Reaksi tanah atau kemasaman tanah dengan simbol pH; merupakan logaritma negatif kepekatan ion-ion H+ dalam gram per liter. Bila kepekatan ion H+ dinyatakan sebagai CH+, maka pH = -log10CH+. Pada kepekatan H+ larutan 10-2 (1/100) gram ion per liter, nilai pH = log10 10-2 (1/100) = 2. Air murni tidak masam ataupun alkalin mengandung ion H+ dan OH- sama. Dalam larutan netral CH+ = COH+10-7; pH = 7.0. Kelebihan H+ menandai tingkat kemasaman dan OH- tingkat kealkalian. Dalam larutan air murni, kepekatan ion H+ dan OH- adalah 10-14. Sebagai contoh COH- = 10-5, maka CH+ = 10-14/ 10-5 = 10-9 dan pH = 9. Tanah-tanah di daerah basah dengan drainase baik cenderung bersifat masam dan pH rendah. Tanah-tanah tegalan berdrainase baik biasanya bersifat lebih masam daripada di dataran atau lembah karena pencucian basa-basa lebih intensif.

Tanah menjadi masam disebabkan beberapa hal:

(1) pernapasan akar dan aktivitas jasad mikro perombak bahan organik membebaskan kabon-dioksida (CO2) yang dalam air membentuk asam karbonat; aktivitas akar melepaskan asam-asam organik seperti asetat, sitrat, oksalat, laktat, humat, dan lain-lain,

(2) proses oksidasi bahan anorganik misalnya belerang dan nitrogen menghasilkan asam anorganik sulfat dan nitrat,

(3) di daerah tropika basah, perombakan intensif menyebabkan ion-ion basa seperti Na+, K+, Ca2+ dan Mg2+ mengalami pencucian hebat dengan konsekuensi ion-ion H+ masuk ke dalam komplek pertukaran ion sebagai bahan koloidal, dan

(4) ion aluminium (Al3+) dan besi (Fe3+) membuat tanah-tanah menjadi masam karena kedua ion mampu menghidrolisis air.

Ion OH- dari hidrolisis diikat menjadi aluminium atau besi hidroksida, sedang ion H+ bebas menyebabkan pH tanah turun. Mekanismenya sebagai berikut:

Al3+ + 3 H2O Al(OH)3 + 3 H+ Fe3+ + 3 H20 Fe(OH)3 + 3 H+

Penggunaan pupuk tertentu dapat pula menyebabkan kemasaman tanah. Pupuk-pupuk anorganik yang mengandung sisa asam kuat seperti khlorida, nitrat dan sulfat bersenyawa dengan sisa basa lemah misalnya amonium, akan menghasilkan kelebihan asam dan menghidrolisis air menjadi ion H+. Contohnya ialah amonium-sulfat (ZA), amonium-nitrat, atau amonium-khlorida. Sebaliknya, pupuk-pupuk berupa garam sisa basa kuat dan asam lemah akan memberikan ekses basa, misalnya kalsit (CaCO3) yang merupakan bahan kapur.

Pendapat semula tentang pengaruh jelek tanah masam terutama karena efek ion H+ berlebihan mulai luntur setelah diketahui keberadaan Al3+, Fe3+ atau Mn3+ ternyata lebih menunjukkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman dibandingkan ion H+ tersebut. Pada tanah sangat masam, konsentrasi ion-ion basa K+, Na+, Ca2+, dan Mg2+ rendah, ketersediaan fosfor dan nitrat berkurang; dan kelarutan aluminium, besi, dan mangan meningkat sehingga berpengaruh meracun tanaman. Sebaliknya, pada tanah-tanah alkalin kelarutan aluminium, besi, mangan, serta kation-kation logam lain seperti seng dan tembaga menurun karena bereaksi dengan ion OH- membentuk kompleks logam hidroksida yang mengendap dan sukar larut.

Penurunan kelarutan ion-ion Al3+, Fe3+ dan Mn3+ dengan meningkatkan pH akhir-akhir ini digunakan dasar mengatasi pengaruh buruk tanah masam melalui pengapuran. Kelarutan Cu dan Zn rendah pada tanah alkalin seringkali menjadi masalah bagi pertanian; demikian pula bila praktek pengapuran dilakukan berlebihan. Masalah ketersedian fosfor juga sering dijumpai pada tanah-tanah alkalin, kalkareus atau pengapuran berlebihan; hal ini berkaitan dengan reaksi

ion-ion fosfat dengan ion-ion kalsium membentuk senyawa-senyawa apatit yang sukar larut. Hal ini akan dibahas dalam tinjauan berikutnya.

Penggunaan parameter reaksi tanah atau pH sebagai penduga kesuburan kimia tanah masih dianut hingga saat ini, dibandingkan parameter-parameter lain seperti Eh atau aktivitas ion. Keampuhan adalah dari kemudahan cara penentuan di laboratorium maupun lapangan menggunakan metode dan alat sederhana.

Analisis dan Interpretasi

Cara pengukuran pH yang lazim dilakukan di laboratorium adalah mengekstrak tanah pada perbandingan 1:1, 1:2.5, atau 1:5 menurut kebiasaan masing-masing. Pengekstrak umum adalah H2O, larutan KCl , NaF, atau CaCl2. Nilai pH air biasanya meningkat dengan makin encer suspensi; tetapi hal ini tidak selalu terjadi.

Pengukuran menggunakan media larutan seperti CaCl2 dan KCl, kadang-kadang lebih disukai sebab kepekatan larutan uji lebih mewakili kepekatan garam dalam larutan tanah alami dan nilainya kurang dipengaruhi oleh nisbah larutan. Nilai pH tanah dari penetapan menggunakan pelarut air disebut kemasaman aktual atau kemasaman aktif, sedang pelarut CaCl2 atau KCl disebut kemasaman potensial atau kemasaman cadangan. Pada kemasaman aktual hanya ion H+ berada dalam larutan terukur, sedang kemasaman potensial selain ion H+ dalam larutan juga termasuk ion H+ terjerap dan dapat dipertukarkan. Pelarut NaF digunakan untuk mengetahui keberadaan alofan pada jenis tanah Andisol, yaitu bila pH NaF > 10.

Untuk tanah-tanah daerah sedang (temperate) dan beberapa tanah tropika, nilai pH dengan pelarut 0,01 M CaCl2 seringkali lebih baik; nilai pH dengan pelarut CaCl2 ini 0.5 hingga 0.9 unit lebih rendah dari pelarut air dan perbedaannya biasanya lebih besar pada tanah-tanah netral dari pada masam. Demikian pula nilai pH pelarut KCl umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pelarut air, kecuali pada

tanah-tanah Oksisolik kaya seskuioksida. Hal terakhir ini dapat dijelaskan melalui mekanisme sebagai berikut:

Tanah pada Umumnya: pH H2O > pH KCl

H K H H Misel H + KCl Misel H + HCl H H H H HCl H + + Cl -Tanah-tanah Tua (kaya seskuioksida): pH H2O < pH KCl OH Cl

Seskui OH + KCl Seskui OH + KOH oksida OH oksida OH OH

KOH K + + OH -Nilai pH lapangan ditentukan: (a) keadaan redoks (reduksi-oksidasi), (b) kepekatan garam, dan (c) kepekatan CO2. Terdapat variasi pH di antara contoh tanah pada kedalaman, waktu, tempat, dan musim. Dengan demikian, pH tidak pernah digunakan secara tepat untuk keperluan pertanian sepanjang musim sehingga diperlukan pengukuran setiap waktu; pembacaan kisaran sekitar 0.2 unit dapat diterima.

Batas toleransi tanaman sangat bervariasi, tetapi hampir semua tanaman tumbuh baik pada pH netral, dengan nilai pH (tanah : air = 1:2.5) antara 6.3 hingga 7.5. Hubungan pH dengan ketersediaan hara disajikan dalam Gambar 4.1.

Beberapa pengaruh penting pH:

Nilai pH rendah (<5.5):

(1). Fosfat:

Ion fosfat berikatan dengan besi dan aluminium membentuk senyawa yang tidak tersedia bagi tanaman,

(2). Unsur Mikro:

Semua unsur mikro kecuali Mo menjadi lebih tersedia dengan meningkatnya kemasaman; kekurangan jarang terjadi dibawah pH 7,

(3). Aluminium:

Ion Al dibebaskan dari lempeng liat di bawah nilai pH 5.5 dan menjadi seimbang dengan kompleks liat; tanah-tanah dengan pH rendah harus ditentukan nilai Aldd untuk mengetahui potensi keracunan Al; dan

(4). Mineralisasi:

Di bawah pH 5.5 aktivitas bakteri berkurang dan mineralisasi bahan organik dihambat.

Nilai pH tinggi (>8.0): (Hanya dijumpai pada tanah sangat alkalis/salis)

(1). Fosfat:

Bila terdapat kalsium, fosfat cenderung dikonversikan ke dalam bentuk Ca-fosfat, dan ketersediaan bagi tanaman berkurang. Di atas pH 8.5 adanya Natrium (lihat butir 3 di bawah) biasanya meningkatkan ketersediaan fosfat melalui pembentukan Na-fosfat yang mudah larut,

(2). Boron:

Keracunan Boron seringkali dijumpai pada tanah salin dan sodik, (3). Natrium:

Kebanyakan pH tanah di atas 8.6 cenderung menunjukkan persentase Natrium dapat dipertukarkan >15, dan akan dijumpai kemungkinan perlu adanya reklamasi struktur tanah,

(4). Mineralisasi:

Nilai pH tinggi menekan aktivitas bakteri dan juga mineralisasi bahan organik; d

(5). Unsur Mikro:

(www.agriculturesolutions.com/Resources/The-Im.) Gambar 4.1. Hubungan antara pH dan Ketersedian Hara

Dalam dokumen Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah (Halaman 71-76)

Dokumen terkait