• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 1. Dasar-Dasar Kesuburan Tanah"

Copied!
249
0
0

Teks penuh

(1)

Permukaan bumi atau biosfer merupakan tempat kehidupan makhluk (manusia, hewan, dan tanaman). Secara geologis, biosfer terdiri dari komponen-komponen yang menyediakan tempat, makanan, minuman, dan udara; komponen-komponen utama kehidupan. Sinar matahari, termasuk komponen tersebut, bersama-sama udara berada dalam jumlah tidak terbatas.

Permukaan atas biosfer, disebut tanah, berasal dari bahan induk batuan dan bahan organik hasil daur-ulang makhluk mati. Tanaman merupakan makhluk primer menjadi sumber utama kehidupan makhluk sekunder, manusia dan hewan. Bagi tanaman, tanah berfungsi sebagai medium tumbuh akar, jangkar tempat berpegang, dan sumber utama unsur hara dan air. Unsur hara dalam tanah diserap tanaman melalui bantuan air. Selain pelarut, air berfungsi sebagai media transpor hara dari tanah menuju akar dan selanjutnya masuk ke dalam jaringan. Air merupakan bagian penyusun tubuh dan menempati hampir 90 persen volume jaringan. Kemampuan tanaman hidup di suatu tempat berbeda tergantung sifat genetik dan daya adaptasi lingkungan, termasuk tanah dan air.

Sifat perilaku unsur dalam tanah dan jaringan tanaman, serta keberadaan air sebagai media, penting dipelajari dalam kaitan dengan status masing-masing komponen dalam upaya meningkatkan dan mempertahankan tanaman agar hidup secara normal berkelanjutan. Hal-hal tersebut merupakan topik utama dalam buku ini.

(2)

1.1. Tanah Sebagai Medium Tumbuh

Tanah tersusun atas tiga komponen utama: padatan, cairan, dan udara. Padatan terdiri dari bahan mineral dan organik, menempati separuh volume. Bahan mineral yang berasal dari hancuran batuan induk menempati sekitar 45% dan bahan organik dari perombakan jasad mikro mati menempati 5% volume. Separuh sisanya diisi oleh cairan dan elektrolit-elektrolit larut, serta udara dengan volume berfluktuasi menurut banyaknya cairan tersebut.

Berdasar pada ukuran partikel, bahan mineral terbagi atas tiga fraksi: pasir, debu, dan liat. Perbandingan bobot masa relatif ketiga fraksi ini disebut tekstur tanah. Ukuran masing-masing fraksi menurut USDA dan ISSS disajikan pada Tabel 1.1. Diketahui bahwa komponen mineral tanah paling kasar berukuran 2 mm. Fraksi lebih besar seperti kerikil atau koral tidak termasuk komponen tanah, tetapi merupakan fraksi batuan induk. Berdasar hal tersebut, bila kita ingin menggunakan tanah dalam penelitian maka diperlukan ayakan berukuran 2 mm agar komponen bukan tanah dapat dipisahkan.

Secara sederhana, tanah didominasi fraksi pasir akan membentuk struktur lepas dan drainase baik. Akan tetapi, daya pegang air dan hara rendah sehingga tanah miskin unsur hara dan cenderung kekurangan air. Tanah didominasi fraksi liat mempunyai sifat lekat dan berstruktur masif sehingga drainase jelek. Meskipun umumnya tanah-tanah liat relatif kaya unsur hara, namun masalah yang dihadapi adalah pengolahan berat dan memerlukan perbaikan drainase.

(3)

Tabel 1.1. Klasifikasi Partikel Tanah Menurut USDA dan ISSS*)

Fraksi Batas Ukuran Partikel (mm) USDA ISSS

Pasir : Sangat kasar 2.00 - 1.00 --- Kasar 1.00 - 0.50 2.00 - 0.20 Sedang 0.50 - 0.25 --- Halus 0.25 - 0.10 0.20 - 0.02 Sangat Halus 0.10 - 0.05 --- Debu 0.05 - 0.002 0.02 - 0.002 Liat <0.002 <0.002

*) USDA = United States Dapartement of Agriculture ISSS = International Society of Soil Science

Fraksi debu lebih halus dari pada pasir, dengan ciri dalam keadaan lembab tidak begitu lekat dan lebih mudah diolah namun mudah mengalami erosi oleh air maupun angin. Bila ketiga fraksi berada dalam keadaan relatif seimbang, maka akan terbentuk tekstur berlempung (loamy). Tanah-tanah berlempung ideal untuk dijadikan lahan pertanian. Di antara ketiga fraksi, liat merupakan fraksi koloidal yang mampu mengendalikan berbagai sifat kimia maupun fisiko-kimia tanah.

Bahan organik menyebabkan warna gelap pada lapisan tanah, terutama pada bagian atas (top soil). Komponen ini berasal dari perombakan sisa-sisa jasad mikro hidup yang mati. Disebut bahan organik apabila sisa-sisa jasad mikro telah mengalami perombakan menjadi bahan halus sukar dikenali asalnya. Sisa jasad mikro yang belum memengalami perombakan sempurna disebut serasah atau seresah (litter). Pemisahan menggunakan ayakan berukuran 2 mm seperti pada fraksi mineral, berlaku pula dalam membedakan bahan organik dari seresah. Bahan organik tanah ada yang sukar mengalami perombakan dan ada yang mudah. Golongan pertama

(4)

menentukan sifat fisik tanah, sedangkan yang kedua lebih berperan pada sifat kimia terutama dalam penyediaan hara.

Senyawa organik sukar mengalami perombakan yang paling penting adalah humus. Bersama-sama liat, humus merupakan komponen pengendali sistim perharaan serta air tanah. Liat dan humus berperan sebagai kompleks jerapan (adsorption), pertukaran (exchange), dan penyanggaan (buffer) hara dan air. Unsur hara dalam bentuk ion yang dijerap dipermukaan liat dan humus tersedia bagi tanaman melalui mekanisme pertukaran atau disosiasi; dan hal yang sangat penting adalah unsur hara dapat dipertahankan dari proses yang menyebabkan kehilangan. Humus mampu menyerap (absorp) air sekitar lima kali bobot keringnya.

Sifat penyanggaan sama seperti kantong tempat penyimpanan barang yang sewaktu-waktu dapat digunakan dengan mudah. Liat dan humus sebagai penyangga, mampu menyimpan unsur hara bila berlebihan dan segera menyediakan begitu unsur hara berkurang, misalnya diambil tanaman atau hilang ke luar daerah perakaran. Prinsip penyanggaan hara sangat penting dalam ilmu kesuburan tanah dan pemupukan. Selain hara, liat dan humus juga berfungsi sebagai penyangga pH dan air tanah.

Unsur hara tanaman tersedia dalam bentuk ion: kation atau anion. Ion diikat oleh kompleks bermuatan listrik pada permukaannya dan dilepas ke dalam cairan tanah melalui mekanisme pertukaran ion. Air ditahan di antara lempeng liat dan dalam molekul bahan organik. Kemampuan kompleks penyangga untuk mempertukarkan kation atau anion dinyatakan sebagai Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA); dan jumlah kation-kation basa terjerap, dalam persen, disebut Persentase Kejenuhan Basa (PKB). Mekanisme pertukaran ion sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah (pH). Dalam menafsir tingkat kesuburan suatu tanah, maka nilai KTK, KTA, PKB, dan pH digunakan sebagai parameter.

(5)

1.2. Komponen Tanah Pengendali Hara

Telah disinggung bahwa liat dan humus merupakan dua komponen padatan aktif dalam mekanisme penyangga hara dan air. Untuk mengerti lebih jauh, diperlukan gambaran dasar tentang struktur dan sifat-sifatnya, akan ditinjau lebih lanjut berikut ini.

Struktur Dasar Mineral Liat

Pengertian mineral liat meliputi mineral liat primer dan sekunder, koloid silikat, dan oksida-oksida besi dan aluminium terhidrasi (seskuioksida). Secara garis besar mineral liat dapat digolongkan dalam grup-grup disajikan pada Tabel 1.2.

Tabel 1.2. Penggolongan Grup Mineral Liat (Loughnan, 1969)

Kristalin:

(a) Tipe 1:1, contoh: kaolinit, haloisit, anaukit, dikit, dan lain-lain. (b) Tipe 2:1 (memuai), contoh: montmorilonit, beidelit,

nontronit, saponit, vermikulit, dan lain-lain. (c) Tipe 2:2 (tidak memuai), contoh: khlorit. Nonkristalin:

(d) Alofan

(e) Seskuioksida (Fe dan Al hidroksida): gutit, limonit, gibsit.

Mineral liat berbentuk laminar berlapis-lapis atau berlempeng-lempeng dengan permukaan luar dan dalam sangat luas (Gambar 1.1).

(6)

Pembesaran kisi kristal + + + + + + + + - - - - - - - + Ca2+ H+ H+ Al3+ - - - - - - - - + Na+ H+ + + + + + + + + + Permukaan Al3+ H+ + + + + + + + + + luar H+ K+ Mg2+ - - - - - - + K+ - - - - - - + H+ Al3+ Ca2+ + + + + + + + + Permukaan K+ H+ H+ + + + + + + + + + + dalam Na+ H+ Ca2+ Al3+

Gambar 1.1. Bagan Permukaan Lempeng Liat Silikat (Brady, 1974)

Pada dasarnya lempeng liat ini terdiri atas beribu bahkan berjuta unit struktur kristal ber-inti-kan silikon atau aluminium dalam kordinasi tetrahedral dan oktahedral dengan oksigen atau hidroksil. Kordinasi tersebut dikenal sebagai silikon tetrahedral dan aluminium oktahedral. Bagan molekuler masing-masing kristal disajikan dalam Gambar 1.2.

Mineral liat tipe 1:1 tersusun atas satu lempeng silikon tetrahedral dan satu lempeng aluminium oktahedral; tipe 2:1 dua lempeng tetrahedral dan satu lempeng oktahedral, dan tipe 2:2 masing-masing tetrahedral dan oktahedral dua lempeng silih berganti. Tipe 1:1 disebut golongan Kaolinit dan tipe 2:1 golongan Montmorilonit. Kedua tipe ini paling banyak dijumpai dalam tanah. Untuk tipe 2:1 yang tidak mengembang termasuk golongan Ilit, sedang tipe 2:2 golongan khlorit. Contoh struktur dasar kaolinit dan montmorilonit disajikan dalam Gambar 1.3a dan b.

Mineral liat tipe 1:1 (Gb 1.3a) mempunyai kisi-kisi mantap dan tidak mengembang; sedang tipe 2:1 (Gb 1.3b) bersifat kurang mantap dan mengembang bila menyerap air; menyebabkan terjadi penjonjotan (swelling) bila basah; dan pengerutan (shrinkage) bila kering. Grumusol

(7)

(Vertisol) merupakan contoh jenis tanah didominasi liat tipe 2:1; sangat lekat saat hujan tetapi keras serta merekah dengan celah dalam di permukaan saat kemarau. Karena itu jenis tanah ini sulit diolah pada kondisi kelebihan ataupun kekurangan air, dan rekahan dapat menyebabkan kerusakan akar tanaman. Sifat jelek lain ialah drainase buruk sehingga seringkali menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman.

Tanah didominasi liat tipe 1:1 tidak menunjukkan sifat-sifat di atas. Golongan ini berumur lanjut, masam dan miskin unsur hara. Sebagai contoh adalah Latosol dan Podzolik (Oksisol dan Ultisol) terdapat di daerah beriklim basah. Mineral liat tipe 2:1 mempunyai kemampuan mengikat (retensi) unsur hara lebih besar daripada tipe 1:1; berkaitan dengan jumlah muatan pada permukaan lempeng yang lebih banyak. Muatan listrik permukaan lempeng liat ditinjau pada uraian berikutnya. Perbedaan tingkat kemampuan mengikat unsur hara menyebabkan tanah-tanah didominasi mineral liat tipe 2:1 mempunyai tingkat kesuburan potensial relatif lebih tinggi daripada tipe 1:1. Struktur liat berbagai tipe disajikan dalam Gambar 1.3c.

(8)

(www.alkherat.com/ vb/showthread.php?t=3160)

(9)

(soils.missouri.edu)

(10)

(soils.missouri.edu)

(11)

(soils.missouri.edu/tutorial/page8.asp)

Gambar 1.3c. Struktur Liat berbagai Tipe

http://www.keywordspy.com/organic/domain.aspx?q=soils.missouri.edu

Komponen Organik: Humus

Jasad hidup, apakah tanaman, hewan ataupun manusia, terdiri dari komponen-komponen organik sebagai penyusun tubuh. Bila jasad mati, komponen-komponen dirombak oleh jazad menjadi senyawa organik sederhana. Hasil akhir adalah air, karbon-dioksida, dan unsur-unsur mineral. Senyawa kimia utama penyusun tanaman meliputi karbohidrat, lignin, dan protein. Sedang penyusun lain ialah minyak, lilin (wax), enzim, alkaloid, dan unsur mineral. Proses perombakan sisa tanaman oleh jazad melepas senyawa-senyawa tersebut menjadi bahan organik tanah. Kemampuan bahan organik mengalami perombakan berbeda-beda sehingga dapatdigolongkan menjadi senyawa ‘mudah’ dan senyawa ‘tahan’ terhadap perombakan. Senyawa yang tahan

(12)

mengalami perombakan antara lain humus, yang tersusun atas poliuronida dan lignin dengan lignin sebagai senyawa utama.

Seperti liat, humus berukuran koloidal dan sangat reaktif. Humus mampu menyerap banyak air sehingga kapasitas pengikatan air (water holding capacity) tanah menjadi besar. Kemampuan humus menyerap air lima kali lebih besar dari liat. Di samping itu, humus berperan dalam pembentukan dan penentuan kemantapan agregat, sifat keremahan, aerasi, sifat olah, dan ketahanan terhadap erosi. Senyawa protein dalam humus berperan sebagai cadangan P, N, dan S.

Partikel humus merupakan asam-asam organik yang umumnya bermuatan negatif, sehingga mampu menjerap kation-kation. Nilai KTK humus kurang lebih 200 hingga 300 me/100g, jauh lebih besar daripada liat yang hanya sekitar 100 me/100g tanah. Kation-kation basa K, Ca, dan Mg yang diikat humus lebih mudah tersedia bagi tanaman. Di pihak lain, humus mampu mengurangi pengaruh kemasaman akibat penggunaan pupuk. Sumber kemasaman tanah seperti ion Al3+ dinetralkan oleh humus dalam bentuk ikatan khelat (chellating bond) humus-logam. Di sini humus bertindak sebagai ligan (ligand) bermuatan negatif dan ion Al3+ sebagai inti bermuatan positif. Penggunaan bahan organik pada tanah masam dapat diperhitungkan sebagai discount factor dosis kapur dalam peningkatan pH.

1.3. Muatan Listrik pada Liat dan Bahan Organik

Muatan listrik tanah menentukan sifat kimia maupun fisiko-kimia. Muatan listrik liat dan humus menyebabkan keduanya bertindak sebagai kompleks aktif yang erat kaitannya dengan kesuburan tanah aktual maupun potensial. Di samping itu, ikatan ion-ion dapat menjelaskan sistim penyediaan hara serta prinsip-prinsip dasar pemupukan.

(13)

Muatan Listrik pada Liat

Muatan listrik pada liat muncul karena dua hal: (1) kisi-kisi mineral liat rusak atau patah, dan (2) pertukaran tempat kedudukan kordinasi unsur Si dan/atau Al oleh unsur-unsur lain dalam struktur mineral tanpa merusak struktur lempeng, dikenal dengan istilah substitusi isomorfik. Pada kasus pertama, kisi-kisi liat mengalami kerusakan atau patah akibat gaya-gaya alami atau pengolahan tanah, sehingga sebagian unsur yang berikatan terlepas.

Pada bagian kisi kristal rusak atau patah, unsur oksigen (O) dan hidrogen (H) berada dalam ikatan kovalen. Kekuatan ikatan tergantung pada pH. Bila nilai pH rendah, maka cairan tanah didominasi ion H+, muatan kisi-kisi adalah positif karena ion OH- di ikat oleh ion H+ menjadi molekul air yang netral. Sebaliknya bila pH tinggi, ion OH -dominan dan muatan kisi negatif karena ion H+ berikatan dengan sebagian OH-. Sifat muatan liat yang dipengaruhi perubahan pH ini disebut muatan bergantung pada pH (pH-dependent charge). Mekanisme perubahan adalah sebagai berikut:

Pada pH rendah: ----O----+ H + + H --OH 2+ muatan permukaan + Pada pH tinggi: ---O----+ H + -OH --O- + H2O muatan permukaan -

Pada kasus kedua, kedudukan kation-kation yang bertindak sebagai inti dalam struktur lempeng (silikon tetrahedral atau aluminium oktahedral) digantikan oleh kation-kation lain yang mempunyai jari ionik berukuran relatif sama. Sebagai contoh, jari-jari silikon sedikit lebih kecil dari pada aluminium (Tabel 1.3). Akibatnya, aluminium dapat menempati pusat kordinasi tetrahedral menggantikan kedudukan silikon.

(14)

Penggantian ion bervalensi tiga (Al3+) untuk ion bervalensi empat (Si4+ ) menyebabkan satu muatan negatif tidak terkordinasi sehingga muncul pada permukaan lempeng yang sebelumnya netral (Gambar 1.4). Berapa banyak penggantian, menentukan jumlah muatan negatif di permukaan lempeng (Gambar 1.5)

Tabel 1.3. Jari-jari Ionik Kation dalam Struktur Liat (Loughnan, 1969)

Ion Ikatan Jari-Jari Ion (Ao) Nisbah Jari-Jari Kation: Oksigen Nomor Kordinasi % Si4+ 0.41 0.29 4 51 Al3+ 0.50 0.36 6,4 63 Li+ 0.60 0.43 6 79 Fe3+ 0.64 0.46 6 51 Mg2+ 0.65 0.46 6 74 Ti4+ 0.68 0.49 6 63 Fe2+ 0.76 0.54 6 72 Zr2+ 0.80 0.57 6,8 67 Na+ 0.95 0.68 8 82 Ca2+ 0.99 0.71 8 79 Sr2+ 1.13 0.81 8 79 K+ 1.33 0.95 8,12,(14) 84 Rb+ 1.48 1.06 12,(14) 84 Co+ 1.69 1.21 12,(14) 86

Muatan listrik pada substitusi isomorfik tidak dipengaruhi perubahan pH; sehingga disebut muatan tidak bergantung pH (muatan permanen).

Lempeng Si-tetrahedral (tanpa penggantian):

o Tidak ada muatan

Lempeng Al-oktahedral (Si diganti Al):

-

Tercipta satu muatan negatif

Gambar 1.4. Munculnya Muatan pada Kisi-kisi Mineral Liat (Brady, 1974)

O- - Al +++ O--

(15)

OH OH 0 OH OH + | | | | Al Al Mg Al | | | | O OH O OH

Tidak ada penggantian, muatan 0 Al diganti Mg, muatan + Gambar 1.5. Mekanisme Munculnya Muatan Permanen pada

Permukaan Liat Silikat (Brady, 1974)

Muatan Listrik pada Bahan Organik/Humus

Muatan listrik pada humus mirip dengan muatan liat mengalami kerusakan pada kisi-kisinya. Contoh bagan susunan koloidal disajikan dalam Gambar 1.6. Gugus hidroksi fenolat (-O-) terikat pada cincin aromatik, sedangkan gugus karboksil (-COO-) terikat pada atom karbon lain. Bagan tersebut menyerupai struktur liat silikat dan menunjukkan adanya jerapan permukaan (surface adsorption), meskipun jerapan juga terjadi dalam struktur padatan (misel).

O - …… H+ COO - ………. H+ O - ………. H+ COO - ……….. H+ O- …...H+

muatan - ion-ion terjerap

Gambar 1.6. Muatan Bergantung pH pada Permukaan Humus (Brady, 1974)

Satuan Pusat Koloid Humus (umumnya C dan H)

(16)

Seperti liat kisi-kisi patah, muatan humus sangat bergantung pada pH. Pada suasana sangat masam, ion hidrogen terikat erat dan tidak mudah diganti kation lain. Dengan penambahan unsur basa maka ke-alkalian naik; mula-mula ion hidroksil-fenolat berionisasi, kemudian hidrogen dari grup fenolat digantikan oleh kalsium, magnesium, atau kation lain. Sifat muatan bahan organik bergantung pH mempengaruhi nilai KTK yang berubah dengan perubahan pH pada tanah kaya bahan organik (Gambar 1.7).

KTK (me/100 g)

140.

koloid organik 120.

Monmorilonit Muatan bergantung pH 80. 40. muatan tetap 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 pH

Gambar 1.7. Muatan Bergantung pH dan KTK pada Permukaan Humus (Brady, 1974)

Nisbah C/N Tanah dan Tanaman

Bahan organik acapkali digunakan dalam ameliorasi tanah bermasalah terutama berkaitan dengan sifat fisik. Dalam praktek sehari-hari pemberian bahan organik disebut pemupukan dan bertujuan meningkatkan produksi. Untuk itu, dibutuhkan jumlah banyak karena kadar unsur terkandung dalam bahan organik umumnya rendah.

(17)

Sebagai contoh, kadar N pupuk kandang hanya sekitar 2% dan cukup rendah dibandingkan 46% dalam urea. Dengan demikian, lebih tepat bila bahan organik dikatakan sebagai pupuk tanah dan pupuk artisifial (pupuk pabrik, pupuk anorganik) adalah pupuk tanaman.

Dalam praktek pertanian, bahan organik dikenal sebagai pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, atau humus. Tingkat perombakan bahan-bahan ini diketahui dari kandungan karbon dan nitrogen. Unsur karbon dan nitrogen dibutuhkan oleh jazad mikro dekomposer sebagai sumber energi dan hara. Antara jazad mikro dengan tanaman terjadi kompetisi dalam memperoleh nitrogen. Umumnya jazad mikro lebih mampu, sehingga tanaman menunjukkan kekurangan (defficiency) nitrogen. Pengikatan N dalam tubuh jazad dinamakan imobilisasi nitrogen; dijumpai pada tanah diberi bahan organik belum terperombakan sempurna. Imobilisasi bersifat sementara dan dilepas kembali begitu jasad mati. Pelepasan N ditandai pertumbuhan tanaman normal dan nisbah C/N tamah berada antara 10 sampai 15.

Nisbah C/N lazim digunakan sebagai petunjuk (indikator) kemudahan perombakan bahan organik. Makin tinggi C/N makin sukar terperombakan. Jerami padi mempunyai nilai C/N lebih tinggi dari kedelai sehingga perombakannya lebih lama. Contoh komposisi karbon dan nitrogen serta nisbah C/N beberapa jenis bahan disajikan pada Tabel 1.4.

Bila jerami padi dimasukkan ke dalam tanah, dengan waktu nisbah C/N 44 turun mendekati 10. Dalam proses pembentukan kompos, perombakan dipercepat melalui penambahan nitrogen dan kapur untuk memacu perkembangan jazad. Karena perombakan membutuhkan waktu, maka pemberian bahan organik ke dalam tanah dianjurkan dua atau tiga minggu sebelum tanam, atau jerami terlebih dulu dikomposkan. Tujuannya menjaga agar tanaman tidak kekurangan N akibat kompetisi dengan jazad.

(18)

Tabel 1.4. Komposisi Beberapa Jenis Bahan Diberikan ke dalam Tanah (Kalpage, 1967)

BAHAN KARBON NITROGEN C/N (%)(%)

Organik, seluruh tanaman: 45 - 50 1.5 - 3.5 15 - 30

Jerami padi 34.6 0.78 44

Kacang-kacangan 50.0 2.0 - 3.5 13 - 25 Pupuk kandang 30.9 2.15 14

Kompos 18.7 1.77 11

Serbuk gergaji - - 40

Kue kacang tanah 44.9 7.92 6

Darah beku 41.5 11.10 4

1.4. Ikatan Senyawa Organik dengan Fraksi Mineral

Senyawa organik dalam tanah umumnya tidak berada dalam keadaan bebas, melainkan berikatan dengan koloid liat (Home, 1995), sebagai:

1. Garam dalam bentuk ikatan lemah dengan molekul asam-asam organik (asetat, oksalat, laktat, dan lain-lain).

2. Garam dalam bentuk ikatan kuat dengan senyawa humat atau fulvat dan kation-kation alkali.

3. Bentuk khelat berikatan dengan ion-ion logam. 4. Senyawa terikat pada kisi-kisi pemukaan.

(19)

Garam lemah – molekul asam-asam organik:

Ikatan asam-asam (asetat, oksalat, fumarat, laktat) dengan mineral (magnesit, kalsit, siderit dan lain-lain) atau garam-garam asam mineral dan kation-kation Ca, K serta kation lain.

Garam senyawa humat dengan kation-kation alkali: Komprehensif dengan kation-kation:

 humat (garam asam humat), atau

 fulvate (garam asam fulvat).

Keduanya merupakan senyawa humat atau fulvat khas dalam tanah. Kation alkali (Na+, K+, Ca2+, Mg2+) diikat pertama kali oleh pertukaran kation sederhana pada grup COOH (RCOONa, RCOOK dll.).Humat dan fulvat tampak dalam tanah sebagai hidroksida Fe atau Al.

Khelat dengan kation logam:

Kompleks khelat terbentuk bila dua atau lebih posisi koordinat kation logam diikat oleh grup donor ligan tunggal membentuk struktur cincin internal. Dalam aturan ligan tanah berkaitan dengan grup senyawa fungsional organik.

Orde penurunan afinitas peng-grupan organik untuk ion metal kurang lebih sebagai berikut:

-O- > -NH2 > N=N- > =N > -COO- > -O- > C=O enolat amina azo cincin N karboksilat ether karbonil

Kemungkinan orde penurunan afinitas kation-kation kurang lebih sebagai berikut:

Fe3+ > Cu2+ > Ni2+ > Co2+ > Zn2+ > Fe2+ > Mn2+

Kemampuan pengomplekan asam humat dan fulvat tergantung pada grup oksigen fungsional, seperti COOH, OH, dan C=O.

(20)

Senyawa organik tanah membentuk kompleks larut dan tak larut dengan ion-ion logam dan selanjutnya berperan ganda dalam tanah.

Senyawa berbobot molekul rendah (biokimia, asam fulvat) menggerakkan ion-ion logam menuju akar tanaman. Sebaliknya, senyawa berbobot molekul tinggi (misalnya asam humat) berfungsi sebagai "sink" (penerima) kation polivalen. Agen pengompleks alami dipertimbangkan penting dalam proses perombakan dan pergerakan seskuioksida menuju subsoil.

Kompleks liat – organik:

Intraksi senyawa organik dengan liat membawa konsekuensi perubahan terhadap sifat dan perilaku fisika, kimia dan biologi matriks tanah. Beberapa mekanisme berkaitan dengan jerapan senyawa humat oleh mineral liat adalah sebagai berikut:

-Gaya van der Waal (Gambar 1.8):

Gambar 1.8. Gaya Van der Waal (dalam Sparks, 1995) Gaya Van der Waal (Gambar 1.8), berlaku untuk semua molekul, namun agak lemah. Gaya ini dihasilkan dari fluktuasi kerapatan muatan listrik individu-individu atom. Fluktuasi muatan listrik positif suatu atom cenderung memproduksi fluktuasi muatan listrik negatif dalam atom tetangganya yang menghasilkan gaya

(21)

atraktif bersih. Gaya atraktif yang dihasilkan dari fluktuasi ini terjadi pada setiap pasangan at0m atau molekul. Jerapan karena gaya van der Waal di anggap penting bagi molekul netral polar dan nonpolar, khususnya berbobot tinggi.

-Ikatan jembatan kation (Gambar 1.9):

Gambar 1.9. Ikatan jembatan kation (dalam Sparks, 1995) Pada Gambar 1.9, anion-anion organik secara normal ditarik oleh muatan negatif permukaan liat, maka jerapan asam humat dan fulvat oleh mineral liat seperti montmorilonit terjadi hanya bila terdapat kation polivalen pada kompleks pertukaran. Tidak seperti Na+ dan K+, kation-kation polivalen mampu menjaga netralitas permukaan melalui penetralan baik pada muatan negatif liat maupun grup fungsional asam bahan organik (misalnya COO-). Kation-kation polivalen utama yang menentukan ikatan asam humat dan fulvat terhadap liat tanah adalah Ca2+, Fe3+ dan Al3+. Kation divalen Ca2+ tidak membentuk koordinasi kompleks dengan molekul organik. Sedang Fe3+ dan Al3+ membentuk koordinasi kompleks kuat

(22)

dengan senyawa organik. Kation polivalen bertindak sebagai jembatan ikatan antara dua titik muatan. Pada molekul organik rantai panjang, beberapa titik pasangan dengan partikel liat bisa terjadi.

-Ikatan – H (Gambar 1.10):

Gambar 1.10. Asosiasi dengan hidroksida Fe/Al (dalam Sparks, 1995).

Ikatan – H adalah hubungan antara grup molekul organik polar dengan molekul air atau oksigen terjerap pada permukaan silikat melalui ikatan dengan ion H+ tunggal (Gambar 1.10).

-Jerapan asiosiasi dengan hidroksida - jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (Gambar 1.11):

(23)

Gambar 1.11. Jerapan pada permukaan antar lempeng mineral liat (dalam Sparks, 1995)

Koordinasi atau pertukaran ligan (Gambar 1.11) terjadi bila grup anionik masuk ke koordinasi Al atau Fe dan bergabung dengan OH permukaan lempeng. Jerapan asam fulvat dan permukaan oksida bergabung menggantikan grup OH dengan ion COO-. Anion organik tidak mudah digantikan dengan garam sederhana, meski peka terhadap pH. Ikatan yang sangat kuat terjadi bila ada lebih dari satu grup molekul asam humat.

(24)

2.1. Hara dalam Sistem Tanah –Tanaman

Peran kunci pupuk sebagai sumber unsur hara telah diketahui dengan jelas dalam sistem perharaan tanaman. Saat ini tidak kurang dari 16 unsur hara esensial dibutuhkan tumbuhan hijau untuk kehidupannya.

Disebut unsur hara esensial, karena tanaman tidak akan dapat hidup tanpa unsur-unsur tersebut, dan bila kekurangan tumbuh tidak normal. Ke 16 unsur hara tersebut adalah: karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), Fosfor (P), sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo), boron (B), dan khlor (Cl). Tumbuhan hijau memperoleh karbon sebagai karbon-dioksida dari udara; oksigen dan hidrogen dari air, sedang unsur lain diambil dari dalam tanah. Berdasar pada keberadaan dalam tanaman secara normal. Unsur hara nitrogen, fosfor, sulfur, kalium, kalsium, dan magnesium, dikenal sebagai unsur hara esensial makro, karena dibutuhkan dalam jumlah relatif banyak; sedang unsur hara mikro esensial dibutuhkan relatif sedikit, adalah besi, mangan, tembaga, seng, boron, molibden, dan khlor.

Seperti disebut di atas, semua unsur hara tanaman, kecuali karbon, hidrogen dan oksigen, berasal dari tanah. Sistem tanah digambarkan oleh para pakar tanah terdiri dari fase padat, cair, dan gas. Fase ini secara fisik dapat terpisah-pisah. Perharaan tanaman berbasis pada fase padat berdisosiasi dengan fase cairan; kebiasaan

Bab 2. Tanah Sebagai Sumber

Unsur Hara

(25)

lintasan masuk ke dalam sistem tanaman melalui akar dan sel-sel tanaman. Lintasan ini dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan: M (padatan) -> M (larutan) -> M (akar tanaman) -> M (tajuk tanaman)

Di mana 'M', adalah unsur hara bergerak kontinyu melalui sistem tanah menuju tanaman. Operasional sistem ini tergantung pada energi matahari melalui aktivitas fotosintesis dan metabolisme. Kejadian ini merupakan fenomena alami sederhana, namun dapat dijelaskan secara detail melalui proses fisik dan fisiko-kimia berkaitan dengan reaksi-reaksi dan lintasan. Transfer aktual di alam menempati muatan ion-ion, berupa bentuk di mana unsur makanan tanaman dijumpai dalam larutan (fase cair dalam sistem). Akar tanaman mengangkut ke atas unsur-unsur dari tanah dalam bentuk ion-ion. Muatan ion-ion positif disebut 'kation' meliputi kalium (K+), kalsium (Ca++), magnesium (Mg2+), besi (Fe2+), tembaga (Cu2+), seng (Zn2+), dan lain-lain. Ion-ion bermuatan negatif disebut ‘anion, contohnya nitrat (NO3-), mono fosfat (H2PO4-), sulfur (SO42-), Khlor

(Cl-), dan lain-lain.

Oleh karena hampir seluruh unsur hara esensial tanaman diambil dari dalam tanah, maka tanah berperan sangat penting sebagai sumber unsur hara; di samping sebagai medium tumbuh akar tanaman. Sebagian unsur hara diikat kompleks jerapan dan sebagian lagi larut sebagai senyawa atau ion dalam cairan tanah. Jumlah unsur terjerap dan larut menentukan kapasitas dan intensitas ketersediaan. Sebagai gambaran, status unsur total dan tersedia dalam tanah dan jaringan tanaman disajikan pada Tabel 2.1.

(26)

Tabel 2.1. Kisaran Normal Kadar Unsur Hara dalam Tanah dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971)

Unsur Unsur Tanah (Total) Tanah Terekstrak) (ppm) Tanaman P 0.05 - 0.25 % P2O5 0,5 – 500 0,03 - 1.0% K 0,1 - 4 % K2 O 50 - 4 000 0,2 - 10.0% Ca 2.5 % CaO 100 - 15 000 0,1- 10.0% Mg 0,1 - 2 % MgO 10 - 3 000 0,05 - 2% S 0,05 - 0.4 % SO3 5 - 50 0,1 - 1% Fe 0,1 - 8 % Fe2O3 10 - 1 000 20 - 200 ppm Mn 0-0.5% MnO 2 - 500 5-5000 ppm Cu 2-200(1-1000) ppm 0.5 – 100 1-25 ppm Zn 10-300 ppm 1 - 100 5-300 ppm, (5-1500) ppm B 3-200 ppm 0.1 - 2 10-100 ppm, (5-1500) ppm Mo 0.2-5% 0.5 –10 0.01-25 ppm

Angka di antara kurung ( ), adalah kisaran yang pernah dilaporkan

Data di atas belum menunjukkan kondisi ketersediaan aktual tanaman karena masih sangat tergantung pada sifat dan perilaku masing-masing unsur hara. Oleh sebab itu, sifat dan perilaku tersebut penting dipelajari untuk tujuan pengendalian.

2.1. Nitrogen

Nitrogen adalah unsur yang berpengaruh cepat terhadap pertumbuhan tanaman. Bagian vegetatif berwarna hijau cerah hingga gelap bila kecukupan N; karena ia berfungsi sebagai regulator penggunaan kalium, fosfor dan unsur-unsur lain dalam proses fotosintesis. Bila kekurangan N, tanaman kerdil dan pertumbuhan perakaran terhambat. Daun-daun berubah kuning atau hijau kekuningan (khlorosis, kekurangan khlorofil) dan cenderung gugur. Di

(27)

lain pihak, bila N berlebihan akan terjadi penebalan dinding sel; jaringan bersifat sukulen (berair), dan mudah rebah atau terserang hama penyakit.

Sumber

Nitrogen tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (1) hasil perombakan bahan organik; (2) penambatan gas N2 atmosfer oleh

bakteri Rhizobium bersimbiose dengan tanaman leguminosae; (3) penambatan gas N2 atmosfer non-simbiotik oleh jazad mikro tanah

seperti Azotobacter dan Clostridium; (4) penambatan gas N2

atmosferoleh ganggang hijau biru bersimbiose dengan paku air, (5) terdapat dalam air hujan; (6) terbawa asap gunung berapi; dan (7) diberikan sebagai pupuk organik maupun anorganik.

Gambaran keseimbangan N di alam secara global disajikan dalam Tabel 2.2. Penambatan gas N2 atmosfer secara simbiotik

merupakan mekanisme paling efisien dalam tanah, karena tidak ada kehilangan melalui pencucian maupun denitrifikasi dan merupakan sumber utama protein. Jumlah N ditambat secara tepat belum diketahui, tetapi ada hubungannya dengan jenis tanaman seperti ditunjukkan dalam Tabel 2.3.

Penambatan N simbiotik oleh ganggang hijau biru dilakukan Anabaena-azollae bersimbiose dengan pakis air (Azolla-pinnata). Pada tanah sawah, asosiasi Azolla - Anabaena diketahui mampu menambat N bebas 100 hingga 150 kg N tiap hektar per tahun, dengan biomas 40 hingga 60 ton Azolla. Percobaan Vergilius (dalam Partohardjono, Ismunaji, dan Darwis, 1983) menunjukkan peningkatan produksi gabah sekitar satu ton dengan pembenaman Azolla sebelum dan setelah tanam. Jumlah ini melebihi pengaruh 60 kg/ha.

(28)

Tabel 2.2. Keseimbangan Nitrogen di Bumi (Yamaguchi, 1976)

Kegiatan Biologi/Non Biologi Luas (dalam juta Ha)

N2 yang di tambat (kg/ha/th) N2 yang di tambat (juta ton/th) Penambatan Biologik: - Legum 250 55-140 14-35 Non-Legum 1.015 5 5 - Sawah 135 30 4 -Tipe Tanah/Vegetasi 12.000 25-30 30-35 - Marin 36.000 0.31 10-36 Penambatan Industrial 30 Penambatan atmosferik 7.6 Penambatan juvenil 0.2 Denitrifikasi: -Daratan 13.400 3 43 -Marin 36.100 1 40 Hilang ke sedimen 0.2

Tabel 2.3. Nitrogen yang Ditambat dari Asosiasi Rhizobium-Legum (NAS, 1979)

Tanaman Legum Kisaran Kira-kira (kg/ha/th) Alfalfa, Medicago sativa 100-300 Sweet Clover, Melilotus sp 125 Clover, Trifolium sp. 100-150 Kacang Tunggak, Vigna unguiculata 85 Faba Bean, Vicia vaba 240-325 Lentil, Lens sp. 100 Kacang Tanah, Arachis hypogea 50 Kedelai, Glycine max 60-80 Kacang Hijau, Vigna radiata 55 Koro Benguk, Mucuna pruriens 115 Rumput Legum, Desmodium sp.

Lezpedeza sp. 100-400

(29)

Sifat dan Perilaku

Nitrogen diambil akar dalam bentuk ion NH4+ dan NO3-. Di

dalam tanah, nitrogen bersifat mobil dan mudah mengalami perubahan bentuk (transformasi). Pada kondisi tertentu ia menjadi tidak tersedia karena terikat atau terfiksasi. Perubahan-perubahan ini umumnya dilakukan oleh jazad mikro tanah. Beberapa di antaranya jazad mikro spesifik kondisi aerobik atau anaerobik. Aktivitas jazad, di satu pihak menyediakan N bagi tanaman, tetapi di lain pihak menyebabkan ketidak-tersediaan.

Nitrogen tanah kebanyakan berada dalam bentuk senyawa organik. Perombakan merupakan proses perombakan atau mineralisasi senyawa N dari kompleks menjadi lebih sederhana; dengan urutan, yaitu: aminisasi, amonifikasi, dan nitrifikasi. Proses-proses tersebut diterangkan sebagai berikut:

Aminisasi, adalah proses pelepasan senyawa amina dari perombakan senyawa organik mengandung nitrogen, dalam hal ini adalah protein:

Protein R-NH4+ + CO2

2

+ senyawa lain + energi

Amonifikasi, adalah proses pelepasan amoniak dari hasil aminisasi protein:

RNH2 + HOH R-OH + NH3 + energi Alkohol amoniak

NH3 + HOH NH4+ + OH Amonium

Nitrifikasi, adalah proses pembentukan nitrit dan nitrat dari hasil amonifikasi:

NH4+ + O2 NO2- + 4 H+ (a) Nitrit

(30)

Nitrat

Dalam proses perombakan, mineralisasi, aminisasi dan amonifikasi yang berperan adalah jazad heterotrof; dan nitrifikasi dilakukan oleh jasad autotrof, terjadi pada kondisi aerobik. Pada proses nitrifikasi, jasad mikro yang berperan adalah: proses (a) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan Nitrosoccus; sedang proses (b) dilakukan oleh Nitrobacter. Apabila proses (b) mengalami hambatan, maka dalam tanah terjadi penimbunan NO2- yang dapat

bersifat racun bagi akar tanaman. Nitrifikasi terjadi pada kondisi aerobik karena bersifat oksidatif. Pada kondisi anaerobik, Bacterium-denitrificans menggunakan oksigen dari NO2- dan N03-,

sehingga kedua ion berubah menjadi gas dan hilang ke atmosfer. Proses ini disebut denitrifikasi (c).

Denitrifikasi:

NO3- NO2- NO, N2O, N2 (c) gas nitrogen

Proses amonifikasi dan nitrifikasi merupakan mekanisme penyediaan unsur hara karena ion NH4+ dan NO3- merupakan

bentuk tersedia. Sedangkan proses denitrifikasi merugikan karena N hilang ke atmosfer berupa gas. Tidak semua ion N03; sebagian

tercuci ke lapisan lebih bawah karena N03- bermuatan negatif tidak

diikat oleh komponen tanah yang bermuatan sama. Pencucian NO3

seringkali menjadi masalah bagi kesuburan N terutama pada tanah bertekstur pasir.

Tidak semua ion NH4+ aman karena ia dapat mengalami

fiksasi, yaitu terperangkap di antara lempeng liat terutama dengan adanya ion K. Bila ion K+ berada dalam jumlah banyak, fiksasi amonium terjadi akibat K+ yang mempunyai jari-jari ionik relatif sama dengan NH4+ menghalangi pergerakan ion terakhir ini

sehingga tidak tersedia. Mekanisme fiksasi diterangkan dalam Gambar 2.1.

Mekanisme lain menjadi penyebab ketidak-tersediaan nitrogen adalah imobilisasi, yaitu N yang semula tersedia menjadi

(31)

tidak tersedia akibat di-inkorporasi (di ikat masuk) ke dalam tubuh jasad mikro karena N merupakan unsur hara esensial bagi jasad. Nitrogen kembali tersedia bila jasad mikro mati dan dirombak.

Perubahan atau transformasi N tanah selain dilakukan jasad mikro secara biologis; juga melalui proses fisika, kimia, atau fisiko-kimia. Penguapan N menjadi gas nitrogen pada suhu atau kandungan karbonat tinggi, disebut volatilisasi. Proses ini menjadi masalah terutama di daerah kering dan/atau kalkareus; dan percobaan N di kamar-kaca di mana suhu tinggi pada siang hari.

NH4+ + CO32- NH3 + HCO3 -Amonium Karbonat Amoniak Bikarbonat

Perilaku nitrogen dapat menjelaskan perubahan N, berkaitan dengan pemupukan. Pemberian urea, ZA, Amofos, DAP, atau amonium-nitrat, pada tanah sawah seringkali kurang efisien; bila disebar rata di permukaan. Ion NH4+ dioksidasi menjadi N03-, tercuci

ke lapisan reduktif atau ikut air irigasi. Di lapisan reduktif, N03

-mengalami denitrifikasi. Oleh karena itu, hanya sebagian N diambil tanaman, sebagian lagi hilang. Ketidak efisienan pemberian N secara sebar-rata di permukaan tanah dapat diatasi bila pupuk amonium dibenamkan (Ponammperuma, 1964). Mekanismenya pada Gambar 2.2.

(chaos.bibul.slu.se)

Gambar 2.1. Mekanisme Fiksasi Amonium Terjebak di antara Lempeng Mineral Liat

(32)

NO

N2 , N2O NH3

N2 perombakan

Udara kimia Volatilisasi NH4-N HNO2 HNO3

volatilisasi Air nitrifikasi

Zone NH4-N HNO2 HNO3

Oksidasi nitrifikasi Difusi ke atas

difusi ke Zone Reduksi NH4-N bawah

fiksasi Organik-N

N2 N2O HNO3

denitrifikasi leaching

Gambar 2.2. Bagan Perubahan Senyawa N dari Pupuk pada Tanah Sawah (Stevenson, F.J. 1986)

Teknik mengantisipasi kehilangan N melalui aplikasi sebar-rata di permukaan tanah sawah, antara lain dilakukan dengan melapisi atau memperbesar butir pupuk agar bersifat lambat tersedia (slow release). Sebagai contoh sulfur terselimut urea (SCU, urea dibungkus sulfur); super granular urea (SGU, urea butir besar); mudball urea (MBU, urea kelereng lumpur), bricket urea (urea pasta), dan pellet urea (urea tablet). Bentuk-bentuk ini lambat larut karena menghambat proses nitrifikasi merupakan alternatif mengefisienkan pupuk amonium. Kegiatan bakteri nitrifikasi dicegah dengan menggunakan senyawa kimia penghambat (inhibitor), misalnya nitrapyrin. Zat penghambat banyak diteliti dan dikembangkan di

(33)

International Rice Recearch Institute, Filipina, tetapi sulit diaplikasikan karena khawatir dapat membunuh jazad penting.

Waktu pemberian yang tepat merupakan kunci efisiensi pemberian pupuk N. Pemberian secara split sebelum dan setelah tanaman berumur tertentu ditujukan agar serapan N lebih efisien dengan memperhatikan perkembangan sistem perakaran. Cara ini disebut sinkronisasi pemberian pupuk dan merupakan konsep yang rasional.

Pada umumnya petani lebih menyukai pemberian pupuk N secara sebar-rata dipermukaan (broadcasting), dibandingkan dibenamkan (dipping) di lapisan reduksi. Karena itu, usaha untuk membenamkan pupuk amonium ke lapisan reduktif melalui pengembangan berbagai teknik aplikasi, masih sulit diadopsi petani meskipun secara teori lebih efisien.

Analisis dan Interpretasi

Perkembangan metode analisis nitrogen tanah sampai saat ini sangat pesat. Namun beberapa di antaranya ada yang sulit digunakan secara rutin, karena bersifat terlalu spesifik. Metode standar yang paling umum adalah oksidasi katalitik, di mana N-organik dan anN-organik diubah menjadi bentuk amonium, menggunakan distilator Kjeldahl. Metode ini digunakan pula untuk ekstrak ion NH4+ yang terikat pada lempeng liat.

Meskipun pengukuran dengan metode yang sama seringkali menunjukkan hasil berbeda, namun kisaran nilai harkat yang disajikan dalam Tabel 2.4 dapat digunakan mengevaluasi kandungan N total secara umum.

Sebagai catatan tambahan, serapan N akan menurun bila dalam tanah terdapat khlor. Pengaruh pH rendah terhadap ketersediaan N juga perlu diperhatikan sehubungan dengan aktivitas jasad mikro menurun sehingga N tersedia rendah, meskipun total N tinggi. Pada pH sangat rendah, perombakan bahan organik terhenti

(34)

dan terjadi gambut. Keadaan spesifik ini perlu diperhatikan agar interpretasi tidak keliru.

Tabel 2.4. Kisaran Nilai Harkat Nitrogen dalam Tanah (Landon, 1986)

KANDUNGAN NITROGEN NILAI HARKAT Metode Kjeldahl (% bobot) >1.0 Sangat tinggi 0.5 - 1.0 Tinggi 0.2 - 0.5 Sedang 0.1 - 0.2 Rendah <0.1 Sangat rendah

2.2. Fosfor

Unsur kedua setelah N yang menyebabkan pertumbuhan kritis pada tanaman di lapangan adalah fosfor (P). Defisiensi unsur P nyata akibatnya karena serapan-serapan unsur lain bisa terhambat.

Peran fosfor bagi tanaman melalui pengaruhnya terhadap pem-bungaan, pembentukan buah dan biji, pemasakan tanaman, perkembangan akar, ketahanan terhadap penyakit, dan lain-lain. Jumlah fosfor dalam mine-ral lebih banyak dibandingkan dengan nitrogen, tetapi jauh lebih sedikit dari kalium, kalsium, dan magnesium. Penting diketahui bahwa hampir semua fosfor dalam tanah tidak tersedia bagi tanaman. Juga bila diberikan sebagai pupuk tersedia, fosfor sering kali menjadi tidak tersedia akibat "fiksasi".

(35)

Sumber

Fosfor dalam tanah berada dalam bentuk senyawa organik maupun anorganik. Bila dalam bentuk organik, maka perombakan merupakan proses penting dalam penyediaan P bagi tanaman. Fosfor dalam mineral misalnya apatit, strengit, varasit, dan lain-lain, lebih sulit tersedia. Fosfor organik dijumpai sebagai senyawa fitin, asam nukleat, dan lain-lain dan ada pendapat bentuk P-organik ini tersedia bagi tanaman. Fosfor anorganik umumnya dijumpai sebagai:

(a) Senyawa Ca, Fe, dan Al, (b) Dalam larutan tanah,

(c) Terjerap pada permukaan komplek padatan, (d) Terserap dalam fase padatan, dan

(e) Anion fosfat terikat pada kisi-kisi liat..

Reaksi pertukaran anion fosfat terjerap sangat lambat dibandingkan dengan reaksi dengan kation secara individual. Pelepasan fosfat secara perlahan-lahan terjadi selama suatu periode tanam; hal ini dijadikan dasar pemberian pupuk P setiap awal periode tanaman tersebut.

Sifat dan Perilaku

Bentuk fosfat tersedia adalah anion-anion: H2PO4-, HPO42- ,

dan PO43- larut dalam cairan tanah. Bentuk-bentuk ion ini sangat

ditentukan oleh pH tanah (Gambar 2.3). Pada pH rendah, ion H2PO4- dominan; sedang pada pH tinggi ion HPO42-. Ion PO43-

terjadi bila pH berada di atas 10.0 sehingga bentuk ini pada kisaran pH tanah mineral (4.0 hingga 9.0) jarang dijumpai. Jumlah ion H2PO4- dan HPO42- berimbang pada kondisi pH netral; sehingga

banyak pendapat bahwa pH netral merupakan kondisi terbaik bagi keter-sediaan fosfat. Gambar 2.3 menunjukkan hubungan pH dengan bentuk P terlarut dan belum menunjukkan ketersediaan bagi

(36)

tanaman. Pada tanah masam, kelarutan kation-kation Fe, Al, Mn, Cu, Zn tinggi; sedang pada tanah alkalin Ca dan Mg berada dalam jumlah banyak. Ion fosfor sangat mudah bereaksi dengan kation-kation tersebut membentuk ikatan kompleks yang mengendap dan sukar tersedia. Dengan besi, aluminium, dan mangan, ion P membentuk mineral strengit, varasit, dan manganifosfat yaitu bentuk-bentuk fiksasi fosfat utama pada tanah-tanah masam. Ikatan P dengan kalsium membentuk mineral apatit, merupakan bentuk fiksasi P pada tanah alkalin atau kalkareus.

konsentrasi ion-ion intermediet terhadap P-total 1 ppm 1.00 - .50 - .00 - . . . 3 4 5 6 7 8 9 10 pH larutan

Gambar 2.3. Hubungan antara Bentuk Ion P dengan pH (Buehrer dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

H2PO4

- HPO

4

(37)

Pembebasan P terjadi bila pH diubah mendekati 7.0; melalui usaha tindakan pengapuran ataupun pemberian belerang. Kondisi ketersediaan P dikaitkan dengan pH tanah disederhanakan seperti dalam Gambar 2.4.

Sangat tinggi pH 6.5 untuk Tinggi ketersediaan optimum Fosfat

Tak Tersedia Fosfat Sedang bentuk Fe-Al bentuk Ca terjerap oksida dan liat Rendah 3 4 5 6 7 8 E S S A N A k a e g e l s n d a t k t g a k r a r a n a l e t g l i m n

Gambar 2.4. Hubungan antara Ketersediaan P dengan pH (Buehrer dalam Tisdale dan Nelson, 1975)

Analisis dan Interpretasi

Metode yang paling umum digunakan untuk menetapkan P tanah adalah metode Olsen dengan ekstraksi bikarbonat. Metode ini peka terhadap suhu, terutama untuk pH di atas 7.0. Untuk

(38)

tanah-tanah masam, digunakan metode Bray, Truog, atau Morgan. Hasil pengukuran dinyatakan dalam ppm fosfat (P2O5); dengan faktor

konversi P elemental dan P2O5:

Konversi dari P ke P2O5 kalikan 2.29

Konversi dari P2O5 ke P kalikan 0.44

Oleh karena banyak macam metode analisis, maka tidak ada pedoman interpretasi umum ketersediaan P. Harkat P dengan metode Olsen disajikan dalam Tabel 4.5 (Cooke dalam Landon, 1984) Untuk metode asam flourida (Bray) dan semua ekstraksi asam, nilai rendah menunjukkan defisiensi, tetapi nilai tinggi belum tentu dapat di interpretasikan. Nilai tinggi ini dapat diperoleh dari tanah-tanah dengan tingkat ketersediaan P rendah atau seringkali pula defisiensi unsur P.

Rata-rata analisis P-total untuk kedalaman 15 cm di USA adalah sekitar 0.06% atau 600 ppm P, dan jarang ditemukan lebih dari 0.2% atau 2000 ppm. Data P-total (ekstraksi asam perkhlorat) dari Varley (Landon, 1984) untuk tanah-tanah tropika adalah: rendah 200 ppm, sedang 200 hingga 1000 ppm, dan tinggi >1000 ppm. Perlu diingat bahwa terdapat interaksi negatif antara P dengan Fe, Zn, dan Cu dan khlorida dalam tanah dapat mengurangi serapan P oleh tanaman.

2.3. Sulfur

Sumber

Belerang dalam tanah berasal dari berbagai sumber, yaitu: (a) mineral mengandung belerang, (b) perombakan bahan organik, (c) abu sisa pembakaran, (d) asap pabrik ataupun kendaraan ber motor, dan (e) bahan kimia mengandung S. Permasalahan belerang antara lain muncul akibat:

1. Penggantian pupuk N beranalisis rendah dan berikutan S (ZA) dengan N beranalisis tinggi (urea),

(39)

2. Penggantian pupuk K berikutan S (ZK) dengan tanpa S (KCl, MOP), 3. Beralihnya penggunaan pestisida mengandung S menjadi

berbahan aktif P atau unsur lain, dan

4. Pengangkutan bahan panen ke luar lahan terus menerus sehingga S dalam tanah menjadi rendah.

Selain itu, lahan-lahan jauh dari gunung berapi, pusat industri, atau jalan raya dilalui kendaraan bermotor cenderung mengalami defisiensi sulfur.

Tabel 2.5. Interpretasi Umum Penetapan Fosfor MenurutMetode Olsen (Landon, 1984)

Karak- Contoh Nilai Ketersediaan Indikatif Kebutuhan Tanaman teristik Kurang Diragukan Cukup

... (ppm) ... P-rendah rumput, <4 5 - 7 >8 sereal, kedele, Jagung P-sedang Lucerne, <7 8 - 13 >14 kapas, jagung, Tomat P-tinggi Gula-bit, <11 12 - 20 >21 kentang, seledri, Bawang

(40)

Sifat dan Perilaku

Bentuk belerang tersedia bagi tanaman adalah berupa SO3

2-, SO42-, SO2 (gas). Sifat dan perilaku S mirip dengan N, baik

perubahan-perubahan dalam tanah maupun bentuk senyawa dalam tanaman; hanya bedanya S3- atmosferik dapat diserap langsung oleh

tanaman sedang N-atmosferik tidak. Di dalam tanaman baik S maupun N merupakan penyusun asam amino dalam pembentukan protein. Gejala defisiensi N dan S ditandai menguningnya daun karena mengalami khlorosis; pada N dimulai dari daun tertua (terbawah) sedang S merata untuk seluruh jenis daun.

Seperti halnya N, pelepasan S dari bahan organik (protein) terjadi dengan bantuan jazad mikro tanah pada kondisi oksidatif menghasilkan ion SO4

2

-. Begitu terjadi perubahan kondisi menjadi reduktif, maka ion SO42

direduksi menjadi gas H2S dan bila

terdapat besi reduksi (Fe2+) akan terbetuk pirit yang mengendap dan sukar larut. Reaksinya sebagai berikut:

Mineralisasi: (bantuan Bacterium thiooxidans)

Bahan organik (protein) Asam amino SO4

2- Reduksi Sulfat: (bantuan Bacterium desulforicans) SO42- S

S2- + H+ H2S (gas)

S2- + Fe2+ FeS (pirit)

Pada tanah-tanah cekung dan selalu tergenang masalah kehilangan S menjadi gas atau terbentuk endapan pirit merupakan indikasi bahwa drainase jelek dan kondisi tanah adalah reduktif. Pada keadaan ini pemupukan belerang menjadi tidak efektif bila tidak dilakukan perbaikan drainase. Belerang elementer (So)

(41)

seringkali diberikan ke dalam tanah untuk maksud menurunkan pH. Apabila hal ini dilakukan, diperlukan masukan bahan organik agar proses oksidasi yang melibatkan aktivitas jazad mikro tanah berjalan dengan baik. Oksidasi belereng elementer menjadi ion sulfat memberikan ekses ion H sehingga menurunkan pH tanah.

Interpretasi Hasil Analisis

Meskipun SO4-S merupakan bentuk diserap tanaman,

pengukuran sulfat jarang menunjukkan suatu penduga yang nyata terhadap level S dalam tanah, oleh karena ion sulfat seringkali dapat berubah melalui disosiasi dan pengukuran sangat tergantung kondisi pengambilan contoh. Hal yang sama juga untuk pengukuran sulfat organik dalam hubungannya dengan laju pelepsan S menjadi bentuk lebih tersedia.

Hanya dapat dilakukan pendugaan sangat terbatas terhadap status S tanah hasil pengukuran (Tabel 2.6).

Tabel 2.6. Interpretasi Hasil Pengukuran S (Landon, 1984)

Pengukuran S Level S Pemunculan

Total S <200 ppm Defisiensi

S Tersedia (Morgan) < 3 ppm Defisiensi S Tersedia (jenuh) > 30 me/l Kelebihan S (terekstrak)*) 6-12 ppm Batas repon

(42)

2.4. Kalium

Kalium tanah yang cukup merupakan syarat ketegaran dan vigur tanaman, karena kalium berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit tertentu, di samping mendorong perkembangan akar. Tanaman defisiensi kalium menunjukkan kekeringan mulai ujung daun paling tua (bawah), meluas sepanjang pinggir, disertai khlorotik bagian tengah. Hampir semua tanah kecuali bertekstur berpasir, mengandung K-total tinggi. Meskipun K dipegang kompleks jerapan tanah, namun sedikit yang dapat dipertukarkan. Dengan demikian, proporsi terbesar adalah tidak larut atau relatif tidak tersedia. Kalium tersedia hanya 1 hingga 2 persen dari total kalium tanah mineral.

Sumber

Kebanyakan kalium merupakan bagian kompleks mineral tanah yang sedikit demi sedikit larut dalam air tanah, asam karbonat, atau asam-asam lain. Kemudahan pelepasan K tergantung pada kompleks mineral tanah dan intensitas perombakan. Sebagai contoh, perombakan kalium feldspar menghasilkan mineral liat Kaolinit dan Ilit, silikat, dan K-hidroksida (Loughnan, 1969):

2KalSiO + 3HO AlSiO (OH) + 4SiO + 2KOH K-feldspar air kaolinit silikat kalium 3KalSiO + 2HO KAl(Al,Si)O(OH) + 6SiO + 2KOH K-feldspar air Ilit silikat kalium

Kalium dibebaskan berupa hidroksida mudah terionisasi dan ion K+ bebas dapat diserap tanaman, hilang melalui air drainase, atau di ikat muatan negatif kompleks jerapan tanah. Kalium merupakan unsur penting dalam kerak bumi, tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berada sebagai senyawa-senyawa dalam batuan, mineral, dan garam-garam larut. Secara umum, kerak bumi mengandung

(43)

kurang lebih 3.11 persen K2O; sedang air laut 0.04 persen

(Madiadipoera, 1976).

Batuan felsik, intermediet, mafik, dan ultramafik berturut-turut mengandung 3.3, 2.3, 0.8, dan 0.3 persen kalium (Krauskopf, 1979). Menurut Mohr, van Baren, dan Schuylenborg (1972) mineral K paling umum dijumpai dalam tanah adalah feldspat, mika, dan feldspatoid; masing-masing beranggotakan ortoklas dan sanidin (feldspat), 12.3 dan 9.6 persen K; biotit dan muskovit (mika) 5.82 dan 7.48 persen K; dan lusit (feldspatoid) 16.17 persen K. Urutan berdasarkan kepentingan bagi pertanian, dari paling penting hingga kurang penting adalah: lusit > ortoklas > sanidin > muskovit > biotit (Soepardi, 1977). Mineral liat terpenting adalah ilit; di mana K terdapat di antara lempeng-lempengnya lebih banyak dibandingkan mineral liat tipe 2:1 lainnya.

Sifat dan Perilaku

Bentuk kalium tersedia bagi tanaman adalah ion K+. Kalium tanah berada dalam keseimbangan bentuk-bentuk: mineral, terfiksasi, dapat diper tukarkan, dan larut dalam cairan tanah (Wood dan deTurk, 1941):

K m K f K dd K l Mineral terfiksasi dapat di- larut

pertukarkan

Bentuk kalium dalam mineral telah dikemukakan di bagian depan. Kalium terfiksasi bila jumlah dapat diekstraksi menurun akibat K+ larut/ tersedia berinteraksi dengan tanah (mineral liat). Fiksasi K terjadi karena terjebak di antara lempeng mineral liat Ilit atau dihalangi ion NH4+ yang relatif berjari-jari ionik mirip K+ (lihat

fiksasi NH4+). Mekanismenya disajikan dalam Gambar 2.5. Pada

tanah-tanah mengandung banyak mineral liat Ilit, bila kondisi kekurangan seringkali tampak gejala defisiensi K pada tanaman; akan tetapi gejala tersebut segera pulih setelah mulai musim hujan.

(44)

Bila dalam tanah lebih banyak ion NH4+ dari pada K+ maka serapan

K berkurang karena mobilitasnya dihalangi ion NH4+. Oleh sebab itu,

pupuk amonium berlebihan dapat menyebabkan defisiensi kalium, khususnya pada tanah masam miskin K.

Di antara ion-ion basa K, Ca, Mg, atau Na terdapat sifat antagonistik dalam hal serapan oleh tanaman. Bila salah satu unsur lebih banyak, maka serapan unsur lainnya akan terganggu. Kompetisi berkaitan dengan sifat fisiko-kimia yang mirip satu sama lain sehingga terjadi perebutan tempat pada tapak-tapak jerapan tanah atau permukaan akar. Karena itu, nisbah K/Na, K/Ca, K/Ca+Mg, K/Ca+Na+Mg, seringkali dapat memberikan gambaran tentang status basa-basa dalam tanah.

Kalium termasuk unsur mobil sehingga mudah mengalami pencucian bila kondisi memungkinkan pergerakannya. Sifat mobilitas K ini berhubungan berhubungan dengan kemudahan pertukaran dengan kation lain dan ketersediaannya bagi tanaman. Tingkat pencucian K tinggi merupakan penyebab utama defisiensi K pada tanah-tanah masam. Salah satu usaha mengefisienkan penggunaan K yaitu mengatur cara dan waktu pemberian pupuk yang tepat. Hal ini merupakan alasan mengapa K diberikan lebih dari satu kali (split application) selama masa tanam.

Dalam praktek, masalah kalium dapat didekati melalui penelaahan kondisi tanah. Secara umum, tanah-tanah berpeluang mengalami defisiensi kalium adalah tekstur berpasir, bahan induk kapur (kalkareous), bahan induk masam dan miskin K, kadar bahan organik tinggi, atau tanah-tanah mengalami pencucian lanjut seperti Oksisol (Soepardi, 1977).

(45)

Lempeng liat tipe 2:1 Ion Kalium dan Amonium

Kation lain lebih kecil H+ , Na+ , Ca2+, dan lain-lain

Gambar 2.5. Mekanisme Fiksasi Kalium yang Terjebak pada Lempeng Mineral Liat Ilit (Wood dan deTurk. 1941)

Analisis dan Interpretasi

Metode analisis kalium yang umum digunakan adalah penetapan K dapat dipertukarkan (Kdd ), diperoleh dari K larut pada

analisis KTK. Patut disesalkan bahwa tidak ada uji tanah yang dapat diterima secara umum yang mampu menjelaskan Kdd serta

(46)

status K. Nilai K total mungkin dapat digunakan, meskipun Varley menemukan hasil yang menyolok dari tanah Nepal dan Saint Helena. Tanah pertama mengandung mineral mika dengan nilai K total 20 000 ppm (2%) tetapi hanya menunjukkan nilai Kdd 0.1 me/100g;

sedang tanah kedua menunjukkan K total 2 000 hingga 3 000 ppm dan Kdd lebih dari 2.0 me/100g (Landon, 1984).

Perlu diingat bahwa level Kdd biasanya berubah bila

tanah-tanah menjadi kering. Oleh sebab itu, tidak jarang contoh tanah-tanah menunjukkan nilai K cukup tinggi di laboratorium tetapi di lapangan tanaman menunjukkan gejala defisiensi K. Jumlah K yang diperoleh dengan menggunakan ekstraktan amonium-asetat seringkali sedikit berbeda dibandingkan dengan pengekstrak asam encer. Namun demikian, ekstraksi amonium- asetat menunjukkan keampuhannya selama 15 hingga 20 tahun terakhir (Landon, 1984). Nilai kritik kalium disajikan dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Nilai Kritik Kalium Tersedia Ekstrak Amonium Asetat (Landon, 1984)

K Tersedia Tempat Sumber

(ekstraksi amonium asetat)

Rendah Sedang Tinggi ……... (me/100g) ...

0.03-0.2 0.2-0.4 0.4-0.8 Malawi Young & Brown (1962) <0.25 0.25-0.5 >0.5 AS Thomas (1966) 0.3-0.5 0.5-0.8 >0.8 Sel.Baru Metson (1961) <0.15 0.15-0.6 >0.6 Inggris MAFF (1967)

Sebagai pegangan umum, respon tanaman terhadap pemupukan K tampak bila nilai K tanah <0.2 me/100 g dan tidak tampak bila >0.4 me/100 g. Namun, batas ini masih bersifat

(47)

pertimbangan tergantung pada sifat-sifat tanah, lingkungan dan tanaman. Hasil penelitian di Zimbabwe (Landon, 1984), mengenai hubungan antara defisiensi K dengan tekstur tanah serta indeks ketersediaan disajikan dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Hubungan Kdd dengan Tekstur (Landon, 1984)

Kisaran K Kdd (ekstrak amonium asetat)

Pasir Lempung Liat Berpasir

……….……….. (me/100g) ……….……… Defisien (respon) <0.05 <0.1 <0.15 Marginal (respon) 0.05-0.1 0.1-0.2 0.15-0.3 Kecukupan *) 0.1-0.25 0.2-0.3 0.3-0.5 Kaya >0.25 >0.3 >0.5

*)Tetapi pemberian diperlukan untuk mencegah defisiensi)

Boyer (Landon, 1984) mengemukakan angka patokan defisiensi K tanah-tanah tropika basah sebagai berikut (meskipun menurut Jones dan Wild masih bervariasi menurut jenis tanaman serta level produksi):

Minimum Mutlak : 0.07 hingga 0.20 me/100g Minimum Relatif: paling rendah 2% jumlah basa

Nisbah K : Mg tinggi dalam tanah dapat menjadi petunjuk defisiensi Mg, misalnya setelah pemupukan K. Pada tanah-tanah KTK rendah, penambahan Ca dan Mg mungkin diperlukan untuk mengimbangi pemupukan K. Pada persentase K tinggi (>25%), permeabilitas dan struktur mungkin dipengaruhi, tetapi tidak sebesar bila Na tinggi. Tanaman dalam kamar kaca atau buah-buahan, serapan Mg mungkin terhambat bila nisbah K : Mg berkadar Mg rendah 2 : 1 (Landon, 1984).

(48)

Pada tanaman teh, Wibowo dan Verstrijden (1976) memberikan status K atau Mg berdasar nisbah K/Mg sebagai berikut:

K/Mg <5 : Teh cenderung defisiensi K, K/Mg >10 : Teh cenderung defisiensi Mg,

K/Mg = 8-9 : Kadar K dan Mg normal, atau keduanya sama-sama rendah, dan

K/Mg = 5-7 : Kadar K rendah pada Mg normal atau di atas normal

Secara umum, Reudering (Tobing, 1976) menetapkan nisbah K/Mg normal tanaman teh antara 3 hingga 5.

2.5. Kalsium dan Magnesium

Pengapuran merupakan usaha mengatasi pengaruh buruk akibat kemasaman tanah; antara lain ketersediaan P dan Mo rendah, kekurangan unsur-unsur K, Ca, dan Mg; keracunan Al, Fe atau Mn, serta penghambatan perkembangan jazad mikro tanah tertentu.

Pengertian klasik tentang pengapuran tanah yaitu peningkatan pH hingga mendekati netral (pH=6.5). Namun hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa penyebab utama pengaruh buruk bukan oleh ion H+, melainkan efek keracunan ion Al3+. Data Vlamis (1953) merupakan bukti pernyataan tersebut (Tabel 2.9).

Penelitian Team Fakultas Pertanian, IPB (Anonymous, 1983) pada Podzolik Merah Kuning Jasinga, Bogor, menunjukkan bahwa pemberian kapur 20 ton/ha menekan Aldd dari 20.0 menjadi 6.3 me/100 g tanah dan meningkatkan produksi biji kacang tanah dari 2.6 hingga 38.9 g/pot. Selain itu, berbagai pakar menyarankan bahwa penentuan jumlah kebutuhan kapur harus didasarkan pada: (1) jenis tanaman yang akan diusahakan, dan (2) jumlah aluminium yang harus dinetralkan agar dicapai pertumbuhan maksimum.

(49)

Bahan penetral kemasaman atau bahan kapur pertanian adalah senyawa mengandung Ca dan Mg. Bahan ini meliputi kapur tohor, kapur tembok, batu kapur (kalsit, dolomit), kulit kerang, dan terak baja. Persyaratannya paling sedikit mengandung 50 persen setara CaO atau 90 persen setara CaCO3

3

. Di samping itu, harus berukuran 100 persen lolos saringan 20 mesh, dan 80 persen lolos saringan 60 mesh. Bahan organik dan pupuk TSP dapat diperhitungkan sebagai bahan substitusi kapur karena mampu menetralkan Aldd. Secara kasar, setiap ton bahan organik setara

satu ton kapur, dan setiap kuintal TSP setara 1/5 ton kapur. Dengan demikian, kebutuhan kapur aktual adalah kebutuhan berdasar Aldd

dikurangi "discount factor" bahan organik dan pupuk TSP.

Tabel 2.9. Aluminium Sebagai Penghambat Tumbuh Tanaman Jelai (Hordeum vulgare, L) (Vlamis, 1953)

BOBOT JELAI Perlakuan pH Al Mn

Simbol Akar Tajuk Jumlah

.. (ppm)... ...mg/pot)…..…….

Ekstrak Tanah(ET) 4.2 1.8 16 32 107 139 ET + Kapur(K a) 5.8 0.8 7 152 201 353

ET + Ka + H2SO4 (AS) 4.2 0.3 7 125 190 315

ET+Ka+AS+Al2(SO4)(Al) 4.2 1.8 8 39 137 176

ET+Ka+AS+Al+MnSO4(Mn) 4.2 0.3 16 125 216 341

Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk kasus ini, pengertian pemberian Ca dan Mg bukanlah pengapuran tetapi pemupukan seperti halnya pemberian unsur hara lain ke tanah dalam memenuhi kebutuhan tanaman.

(50)

Sumber Ca dan Mg

Sumber utama Ca dan Mg di alam adalah batu gamping. Di Indonesia, deposit batu ini tersebar luas dan terdapat hampir di semua propinsi. Batu gamping dijumpai sebagai mineral kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaCO3.MgCO3), terbentuk secara organik, mekanik atau kimia. Cara pertama merupakan proses terbanyak sebagai endapan cangkrang kerang dan siput, karang (foraminifera), atau ganggang. Penyebarannya dari bukit hingga pegunungan kapur sepanjang pantai. Cara kedua berawal dari bahan kapur pertama, perbedaannya setelah melalui perombakan kemudian diendapkan tidak jauh dari tempat semula. Sedang cara ketiga terjadi pada kondisi iklim dan lingkungan tertentu dalam air laut maupun air tawar. Selain sebagai bahan kapur, Ca dan Mg merupakan unsur hara esensial bagi tanaman.

Sifat dan Perilaku

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan Ca antara lain: (1) konsentrasi ion H+ (pH), makin rendah pH makin rendah ketersediaan Ca, dan (2) sifat kation Ca dalam tanah, berkenaan dengan tipe koloid dan persentase kejenuhan Ca. Urutan pembebasan Ca terikat pada koloid yaitu: bahan organik > kaolinit > ilit > montmorilonit. Hubungan antara persentase kejenuhan Ca dengan jumlah Ca yang dibebaskan berbentuk kuadratik. Pada tanaman serealia, gejala kekurangan Ca ditandai oleh daun muda tidak membuka, tetap menggulung dan mudah patah.

Di dalam tanah, magnesium dijumpai dalam bentuk: (1) larut dalam air, (2) dapat dipertukarkan, (3) terjerap pada kisi mineral liat, dan (4) berada dalam mineral primer; dan erat hubungannya dengan bahan induk tanah. Pada tanah Loss kadar Mg adalah tinggi, dan sebaliknya pada tanah tua adalah rendah. Selain itu, kadar Mg tinggi erat pula kaitannya dengan kadar montmorilonit tinggi. Magnesium merupakan penyusun khlorofil tanaman, karena itu kekurangan Mg ditandai oleh khlorosis khas di antara tulang daun (interveinal

(51)

khlorosisis). "Penyakit kuning" pada lada di Sumatera Selatan dan Lampung, khlorosis pada tanaman cengkeh di Sumatera Barat dan teh di Jawa Barat, erat kaitannya dengan kekurangan Mg. Demikian pula penyakit “grass tetany” yang menyebabkan kejang pada ternak ruminansia, dilaporkan karena kekurangan Mg pada rumput pakan ternak. Penggantian pupuk Fussed Magnesium Fosfat (FMP) berkadar fosfat rendah dengan DSP atau TSP merupakan salah satu penyebab Mg jarang diberikan melalui pemupukan.

Analisis dan Interpretasi

Secara normal, defisiensi Ca tampak pada tanah dengan nilai KTK rendah dan pH < 5.5. Pemupukan K tinggi atau tanah dengan cadangan K tinggi menghambat serapan Ca pada tanah netral. Defisiensi Ca terjadi pula pada pH tinggi bila Na berlebihan (tanah sodik). Pada kasus ini, pemberian Ca tidak hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan Ca tanaman tetapi juga untuk memperbaiki struktur tanah yang hancur akibat dispersi oleh Na. Respon terhadap pemberian Ca dapat terjadi pada tanah berkadar Ca dd < 0.2 me/100 g tanah.

Defisiensi Mg selain karena kadar Mg tanah rendah, juga oleh sifat kompetitif dengan Ca atau K. Peningkatan nisbah Ca : Mg di atas 5 : 1, dapat menyebabkan ketersediaan Mg menurun, meskipun tanah termasuk kategori subur. Bila jumlah Mg jauh melebihi Ca, unsur terakhir ini akan berkurang ketersediannya, dan struktur tanah menjadi lebih lemah akibat terjadi deflokulasi liat. Nilai nisbah seimbang sangat tergantung pada jenis tanah. Interpretasi hasil analisis Mg disajikan pada Tabel 2.10.

Gambar

Gambar 1.3b.  Struktur  Dasar Mineral Liat Tipe 2:1 (Montmorilonit)
Gambar 1.3c.  Struktur Liat berbagai Tipe
Gambar  1.7.  Muatan Bergantung pH dan KTK pada Permukaan Humus  (Brady, 1974)
Tabel 2.1.  Kisaran Normal  Kadar Unsur Hara dalam  Tanah  dan Tanaman (Isaac dan Kerber, 1971)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jenis pupuk yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan tanaman terhadap unsur hara makro dan mikro adalah pupuk organik seperti pupuk kandang dan pupuk

Untuk mengatasi permasalahan mengenai jerapan P, pemberian pupuk organik (pupuk kandang kotoran sapi) 20 ton/Ha (kebiasaan petani dalam memberi pupuk kandang) harus

Pengetahuan tentang gejala kekurangan masing-masing unsur hara dapat digunakan oleh petani dalam menentukan jenis pupuk yang harus digunakan dan merupakan peringatan bagi petani

Penambahan pupuk nitrogen, fosor dan kalium sebanyak masing-masing100 kg/ha pada periode penanaman kedua ternyata memberikan serapan unsur hara yang lebih tinggi

Semakin bertambah umur tanaman, maka kebutuhan unsur hara semakin besar dan keadaan tersebut tidak dapat dipenuhi oleh tanah tempat tumbuhnya, sehingga dengan pemberian

Pupuk ialah bahan yang diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun yang anorganik dengan maksud untuk mengganti kehilangan unsur hara dari dalam tanah dan bertujuan

Ikatan jembatan kation (dalam Sparks, 1995) Pada Gambar 1.9, anion-anion organik secara normal ditarik oleh muatan negatif permukaan liat, maka jerapan asam humat dan fulvat

Serapan hara K pada perlakuan petani (tanpa pupuk N+30 kg/ha SP-36 + 30 kg/ha KCl +1 t/ha pukan-petani, dan tanpa N, P, K+Nodulin+P-alam (setara ½ takaran