• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEOR

2.4. Kemiskinan

2.4.1. Pengertian Kemiskinan

Kemiskinan didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik sebagai pola konsumsi yang setara dengan 320 kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan. Menurut hasil survei susenas (1999), kemiskinan disetarakan dengan pengeluaran untuk bahan makanan dan non makanan sebesar Rp. 89.845,-/kapita/bulan dan Rp. 69.420,- /kapita/bulan. Dinas sosial mendefinisikan, orang miskin adalah mereka yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan dan mereka yang sudah mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kemanusiaan. Ukuran kemiskinan lainnya dari BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional) yaitu berdasrkan kelompok prasejahtera dan sejahtera I. Kedua kriteria kemiskinan inilah yang paling banyak digunakan dalam menentukan penduduk miskin.

Kemiskinan atau kemiskinan absolut adalah situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya bisa memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan untuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum (Kamus Besar Bahasa Indonesia : 749). Sebagian orang berpendapat bahwa keiskinan itu merupakan suatu proses dan sebagian lagi memandang bahea kemiskinan sebagai akibat atau fenomena dalam masyarakat sebagai suatu proses. Kemiskinan Struktural / relatif adalah kemiskinan mencerminkan kegagalan suatu sistem masyarakat dalam mengalokasikan sumber daya dan dana secara adil kepada anggota masyarakat lainnya. Inilah yang menyebabkan terjadinya masalah ketimpangan pembagian pendapatan.

Dilihat dari penyebabnya, kemiskinan dapat dibedakan dalam tiga pengertian yaitu :

a. Kemiskinan Natural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh suatu keadaan dimana seseorang atau penduduk itu memang asalnya sudah miskin. Kelompok ini dikatakan miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun sumber daya lainnya sehingga mereka tidak dapat ikut serta aktif dalam pembangunan dan jika ikut dalam pembangunan mereka akan mendapat imbalan yang relatif rendah.

b. Kemiskinan Struktural, yaitu suatu kemiskinan yang disebabkan karena hasil pembangunan yang diterima masyarakat tidak seimbang. Adapun yang termasuk kemiskinan struktural antara lain :

- Petani yang tidak memiliki tanah sendiri

- Petani yang memiliki tanah yang kecil dan hasilnya tidak mencukupi kehidupan keluarga

- Buruh yang tidak terpelajar dan tidak terlatih

c. Kemiskinan Kultural, yaitu kemiskinan yang mengacu kepada sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup dan budayanya dimana mereka sudah merasa berkecukupan dan tidak kekurangan. Kelompok masyarakat seperti ini tidak mudah untuk diajak berpartisipasi dan melakukan perubahan, menolak mengikuti perkembangan dan tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupannya sehingga menyebabkan tingkat pendapatan mereka rendah menurut ukuran yang umum dipakai dalam pembangunan.

Untuk ukuran absolut apabila tingkat pendapatan yang diperoleh oleh seseorang atau penduduk terlalu kecil, maka mereka dapat dikatakan miskin. Dalam keadaan seperti ini banyak tolak ukur kebijaksanaan sangat sulit untuk menjangkau mereka. Kemiskinan dapat pula bersifat mutlak atau nisbi.

Kemiskinan bersifat mutlak apabila seseorang atau suatu penduduk tidak dapat memenuhi kebutuhan fisiknya secara layak seperti pangan, pakaian, dan rumah. Sedangkan kemiskinan yang bersifat nisbi yaitu seseorang atau penduduk yang telah memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak tetapi masih dikatakan miskin karena seseorang atau penduduk tersebut berada di lingkungan orang-orang yang memiliki pendapatan yang lebih besar lagi. Di negara sedang berkembang banyak terdapat kemiskinan mutlak dimana sebagian besar penduduk di negara-negara tersebut yang benar-benar miskin dan kelaparan seperti di Sudan, Etiophia, dll. Sedangkan di negara- negara maju terdapat juga masyarakat yang miskin tetapi sebagian besar adalah kemiskinan nisbi.

2.4.2. Pembangunan dan Kemiskinan

Membaiknya indikator-indikator makroekonomi diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap masalah pengangguran, kualitas hidup, terutama kemiskinan yang menjadi issue penting dan terus mendapatkan perhatian serius dari setiap penyelenggara pemerintah. Pembangunan ekonomi berkaitan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan utama dari pembangunan adlah menigkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan kesejahteraan. Dengan kata lain pembangunan bertujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan.

Masalah pokok yang dihadapi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah adalah kemiskinan dan keterbelakangan dari sebagian besar penduduk pedesaan. Keadaan ini ditandai oleh :

a. Pendapatan yang rendah

b. Terdapatnya kesenjangan antara golongan kaya dengan golongan miskin dalam usaha-usaha pembangunan sehingga disinyalir kondisi-kondisi tersebut kurang menguntungkan dalam mempercepat laju pembangunan.

Kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Deli Serdang pada umumnya melanda penduduk yang tinggal di pedesaan. Salah satu golongan miskin di pedesaan adalah mereka yang termasuk kategori petani kecil, bertempat tinggal di daerah yang terisolasi, dan memiliki lahan pertanian yang tidak luas sehingga dalam usaha menigkatkan taraf hidupnya sangat sulit untuk dicapai.

Dari waktu ke waktu banyak jumlah penduduk miskin yang berasal dari pedesaan pergi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Namun kenyataannya mereka banyak bekerja di sektor informal seperti pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan dan sebagainya sehingga mereka tetap tergolong sebagai penduduk miskin

2.4.3. Karakteristik Ekonomi Kelompok Penduduk Miskin

Perpaduan tingkat pendapatan perkapita yang rendah dan distribusi pendapatan yang tidak merata akan menghasilkan kemiskinan absolut yang parah. Jelaslah untuk setiap distribusi pendapatan apabila semakin tinggi tingkat pendapatan perkapita maka semakin rendah jumlah penduduk miskin yang mengalami kemiskinan absolut. Tetapi

dengan tingginya pendapatan perkapita bukan merupakan suatu jaminan bahwa tingkat kemiskinan itu akan semakin rendah.

Oleh karena itu pemahaman mengenai sifat distribusi pendapatan berdasarkan ukuran atau besarnya pendapatan per-orang adalah pusat dari setiap kegiatan dalam menganalisis permasalahan kemiskinan di sejumlah negara yang pendapatannya rendah, tetapi tidak cukup hanya dengan membuat gambaran yang meliputi ruang lingkup yang luas mengenai kemiskinan, tetapi juga perlu diketahui siapa-siapa dan bagaimana ciri- ciri ekonominya.

A. Kemiskinan di Pedesaan

Suatu generalisasi (anggapan sederhana) yang valid mengenai penduduk miskin adalah bahwa mereka pada umumnya bertempat tinggal di daerah pedesaan sengan mata pencaharian pokok di bidang pertanian dan kegiatan lainnya yang berhubungan erat dengan sektor tradisional. Mereka juga sering dikonsentrasikan kepada kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.

Data-data dari berbagai negara dunia ketiga ternyata turut menunjang generalisasi ini. Sebagai contoh telah diketahui sejak lama bahwa banyak penduduk miskin di negara berkembang masih menggantungkan hidup mereka dari pola pertanian subsisten, baik sebagai petani kecil atau buruh tani yang berpenghailan rendah. Selanjutnya sisa dari penduduk miskin tersebut kebanyakan juga tinggal di pedesaan dan mereka semata-mata mengandalkan hidupnya dari usaha jasa kecil-kecilan dan sebagian lagi bertempat tinggal di daerah-daerah sekitar atau pinggiran kota, perkampungan kumuh di pusat kota dengan berbagai macam mata pencarian seperti penyapu jalan, pedagang asongan, kuli kasar, dan sebagainya.

Aspek penting lain yang perlu diperhatikan dalam masalah konsentrasi kemiskinan di negara berkembang adalah perhatian pemerintah justru sebagian besar lebih mengarah ke daerah perkotaan dan berbagai sektor industri modern dan komersial. Sementara investasi pemerintah di bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, dan pelayanan masyarakat di pedesaan justru tidak memadai

B. Kaum Wanita dan Kemiskinan

Generalisasi berikutnya tentang kemiskinan, bahwa kemiskinan banyak diderita oleh kaum wanita diamana lebih dari 70 % penduduk miskin di dunia adalah kaum wanita. Jika dibandingkan standard hidup penduduk termiskin di berbagai dunia ketiga akan terungkap fakta bahwa di semua tempat yang paling menderita adalh kaum wanita dan anak-anak baik penderitaandai segi kekurangan gizi maupun paling sedikit menerima pelayanan kesehatan, air bersih, sanitasi, dan berbagai bentuk jasa sosial lainnya.

Banyaknya wanita dengan rendahnya kesempatan dan kapasitas mereka dalam mencetak pendapatan sendiri serta terbatasnya kontrol mereka terhadap penghasilan suami merupakan sebab-sebab pokok fenomena yang sangat memprihatinkan tersebut. Selain itu akses kaum wanita juga sangat terbatas untuk memperoleh kesempatan menikmati pendidikan, pekerjaan yang layak di sektor formal, tunjangan-tunjangan sosial, dan program-program penciptaan lapangan kerja yang dicanangkan oleh pemerintah.

2.4.4. Konsep Ukuran Kemiskinan

Banyak defenisi yang menjelaskan tentang ukuran kemiskinan. Permasalahannya adalah sulitnya menentukan tingkat hidup minimum karena tingkat hidup tersebut berbeda dari suatu negara ke negara lain dan dari suatu daerah ke daerah lain (dalam satu negara yang sama). Oleh karena itu para ahli ekonomi membuat perkiraan-perkiraan serba konservatif atau sederhana tentang kemiskinan dunia dalam rangka menghindari perkiraan-perkiraan yang berlebihan. Adapun perkiraan itu sendiri didasarkan pada metodologi umum yang sudah populer dengan sebutan garis kemiskinan yang pada dasarnya adalah standard minimum yang diperlukan oleh individu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.

Bank Dunia menetapkan bahwa :

1. orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari U$ 1/hari dikategorikan sangat miskin

2. orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari U$ 2/hari di kategorikan penduduk miskin

Berdasarkan standard tersebut 21% dari penduduk dunia berada dalam keadaan sangat miskin dan lebih dari setengah penduduk dunia masuk kedalam kategori miskin pada tahun 2001. Untuk Indonesia, Bank Dunia mengikuti ukuran garis kemiskinan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik yakni kebutuhan makanan minimum sebanyak 2100 kalori/orang setiap hari.

Dokumen terkait