• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemungkinan Bantuan dan Kegiatan Proyek

RUU-PPI akan menghasilkan perubahan yang fundamental dalam sistem hubungan industrial di Indonesia, termasuk pembentukan lembaga-lembaga baru di bidang penyelesaian perselisihan industrial.

Keberhasilan dalam memperkenalkan dan menerapkan sistem yang baru tersebut merupakan hal yang sangat penting. Ia mengganti susunan lama yang tidak efektif dan tidak dipercaya kalangan industri dan masyarakat.

Sistem yang baru ini sudah berkembang dan telah menghasilkan beberapa perubahan mendasar, antara lain: komitmen terhadap standar perburuhan internasional tentang kebebasan berserikat dan perundingan kolektif, pembentukan, pembaharuan serta peremajaan fungsi serikat, dan kebijakan pemerintah yang kaku di bidang hubungan industrial dan kegiatan pekerja, termasuk campur tangan militer dan polisi dalam perselisihan industrial.

Tidak dapat dihindari bahwa perselisihan industrial akan terjadi di lingkungan industri yang baru. Perselisihan-perselisihan tersebut dikhawatirkan akan berakhir dengan kekerasan atau tindakan destruktif. Perselisihan industrial juga dikhawatirkan akan mempengaruhi proses

pemulihan ekonomi dan kemampuan menarik investasi dalam dan luar negeri. Oleh karenanya perlu segera disusun wacana yang adil dan efektif guna membantu penyelesaian perselisihan industrial.

Dalam beberapa hal sistem yang baru ini merupakan langkah awal yang penting dari wacana yang sudah ada, yaitu Panitia Penyelesaian Perselisihan. Secara khusus ia memberi peran kepada hakim-hakim di pengadilan negeri dan MA untuk terlibat dalam menyelesaikan perselisihan industrial. Di tingkat Pengadilan Negeri, hakim akan duduk bersama hakim ad hoc yang diangkat berdasarkan rekomendasi pengusaha dan serikat.

Keterlibatan mereka dimaksudkan untuk memberi tempat yang tinggi kepada pengadilan industrial, dan untuk mencegah timbulnya masalah akibat ketidakpuasan terhadap putusan Panitia. Keterlibatan hakim juga akan ikut menghapuskan kekhawatiran akan praktek korupsi dalam sistem ini, dan menjamin bahwa sidang dapat dilaksanakan secara adil.

Akan tetapi keberhasilan sistem yang baru ini sangat tergantung pada tingkat kepercayaan kalangan industri dan masyarakat secara umum, yang hanya bisa dicapai jika ia mampu beroperasi secara adil, cepat dan efektif dalam menyelesaikan perselisihan. Banyak hal tergantung pada hakim, prosedur dan pendekatan dalam penyelesaian perselisihan, kemampuan pengadilan industrial untuk menghasilkan putusan yang dapat diterima, dan ketepatan waktu dalam proses penyelesaian perselisihan industrial.

Banyak cara yang dapat dilakukan Proyek dalam rangka memperkenalkan sistem yang baru tersebut, yaitu:

l proses pemilihan dan pengangkatan hakim dan hakim ad hoc;

l proses pemilihan dan pengangkatan mediator dan arbitrator;

l pelatihan untuk hakim, mediator dan arbitrator;

l pelatihan untuk pegawai pemerintah, pengusaha dan serikat buruh tentang pengoperasian sistem ini, termasuk advokasi in-dustrial;

l bantuan terhadap susunan administrasi dan pelaksanaan pengadilan industrial serta layanan mediasi, termasuk pelatihan bagi panitera dalam membuat peraturan dan prosedur pencatatan perselisihan dan pengumuman sidang serta

putusannya, prosedur sidang, dll.; serta

l penyusunan dokumen tentang undang-undang dan sistem yang baru ini, termasuk buku panduan tentang cara penerapannya (walaupun buku tersebut harus menunggu hingga RUU-PPI diberlakukan).

Pada tahap awal diusulkan agar bantuan diberikan kepada daerah-daerah prioritas terlebih dahulu. Pengoperasian susunan yang baru ini kemungkinan akan dipercepat karena jumlah perselisihan industrial dikhawatirkan akan semakin meningkat. Jika itu terjadi, pemberian bantuan di daerah-daerah tersebut akan semakin mendesak.

1. Rencana strategis untuk lembaga yang baru: Bantuan untuk Menakertrans serta menteri-menteri terkait lainnya (misalnya Menteri Kehakiman) tentang berbagai persoalan yang dapat timbul akibat pembentukan pengadilan industrial dan pengangkatan hakim.

Transparansi dalam proses pengangkatan dan pemilihan hakim ad hoc sangat penting agar masyarakat percaya pada pengadilan indus-trial. Bahkan jika mungkin Proyek dapat membantu merumuskan peraturan dan prosedur persidangan dalam pengadilan industrial.

2. Pelatihan bagi mediator: Pelatihan ini akan dikembangkan berdasarkan pengalaman dan kursus pelatihan yang pernah diselenggarakan bagi pegawai pemerintah yang kini telah diangkat sebagai mediator.

3. Pelatihan untuk hakim dan hakim ad hoc pengadilan industrial: Pelatihan mencakup pengembangan paket pelatihan untuk para hakim yang belum berpengalaman dalam bidang perselisihan in-dustrial. Di samping itu, mengingat undang-undang ini tidak menjelaskan tata cara penanganan dan pembuatan keputusan (misalnya melalui konsiliasi, arbitrase, keputusan pengadilan atau kombinasi ketiganya) dan prosedur yang dapat diterapkan, paket pelatihan perlu dikembangkan di lembaga peradilan dan terhadap para pembuat kebijakan. Pada tahap awal, pembahasan mengenai bantuan yang dapat diberikan akan melibatkan MA dan pengadilan negeri. Pelatihan diselenggarakan di tingkat pusat dan di beberapa daerah.

Penyelenggaraan Kursus Diploma Universitas tentang Undang-undang Tenaga Kerja dan Konsilisasi serta Arbitrase perlu mendapat perhatian, terutama yang dirancang khusus bagi hakim pengadilan industrial yang

baru (atau mereka yang dinominasikan untuk mengisi jabatan tersebut). Kursus ini dapat mengikutsertakan konsiliator dan pihak terkait lainnya, misalnya advokat industrial. Kursus diploma dapat diadakan di semua universitas terkemuka di Indonesia, atau melalui kerjasama dengan uni-versitas di luar negeri.

Ia merupakan kursus singkat (misalnya 8 minggu) dan meliputi berbagai topik, misalnya undang-undang perburuhan, standar internasional, ekonomi buruh, hubungan industrial dan manajemen sumber daya manusia. Ia juga mencakup program pelatihan praktis mengenai konsiliasi dan arbitrase di bidang industri dan perselisihan industrial. Ia merupakan kendaraan utama Proyek dalam mengadakan pelatihan bagi hakim dan hakim ad hoc di pengadilan industrial.

Pengalaman membentuk Panitia Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrasi di Afrika Selatan, serta berbagai bantuan yang diberikan oleh ILO berguna untuk dipelajari. Selain itu, bantuan dapat diberikan oleh anggota Panitia Hubungan Industrial Australia melalui pelatihan hakim pengadilan industrial dan mediator.

4. Penyusunan dokumen tentang sistem yang baru: Penyusunan dokumen dan buku panduan tentang sistem yang baru dapat dilakukan melalui kerja sama dengan Menakertrans. Dokumen dan buku panduan tersebut harus disediakan untuk kalangan industri (pengusaha, pekerja dan perwakilan mereka) dan harus melampirkan salinan undang-undang terkait dan peraturan pengadilan industrial.

5. Kursus informasi untuk pengusaha dan serikat tentang sistem yang baru: Kursus ini berisi penjelasan singkat kepada pegawai pemerintah, pengusaha dan perwakilan pekerja tentang sistem yang baru dan tugas mediator, arbitrator serta pengadilan industrial. Kursus ini dapat diadakan di beberapa daerah melalui kerja sama dengan Menakertrans dan pengadilan. Jangka waktu pelaksanaannya singkat (misalnya satu hari) dan dapat dilanjutkan dengan kursus yang lebih intensif bagi para pelaku dalam sistem dan advokat industrial.

6. Pelatihan lanjutan untuk kalangan industri dan advokat: Kursus informasi ini bertujuan untuk memberi gambaran dan pengertian umum tentang pelaksanaan sistem dan lembaga yang baru. Kursus pelatihan yang lebih komprehensif dapat dikembangkan untuk pemerintah, pengusaha dan serikat sebagai pihak yang terlibat langsung

dalam pelaksanaan sistem tersebut.

7. Dorongan untuk membentuk komisi pemantau: Komisi pemantau atau penasehat yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pengusaha dan serikat, serta hakim pengadilan industrial dapat dibentuk guna membantu memperkenalkan sistem yang baru dan memberi nasehat tentang penerapannya. Peran ini dapat diemban oleh Dewan Konsultasi Tripartit Nasional. Pengadilan industrial di Pengadilan Negeri juga dapat didorong untuk membentuk badan konsultasi yang melibatkan wakil dari pihak-pihak yang terlibat dalam sistem ini.

8. Kesadaran masyarakat: Kegiatan Proyek harus dipublikasikan secara luas agar masyarakat memahami sistem ini, serta langkah-langkah yang perlu ditempuh guna menyusun sistem dan pelaksanaan undang-undang. Untuk itu siaran pers harus dicanangkan sebagai bagian dari kegiatan utama dan publikasi dokumen Proyek.

9. Propinsi: Perhatian khusus perlu diberikan pada masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan sistem ini di daerah, termasuk kebutuhan akan konsistensi pendekatan serta hasil yang telah dicapai oleh sistem ini di beberapa tingkat yang berbeda. Termasuk didalamnya adalah program pelatihan yang tengah dikembangkan bagi pegawai pemerintah, perwakilan pengusaha dan serikat setempat.

Penjelasan

Seperti juga RUU-PPI, hingga buku ini selesai ditulis Rancangan Undang Undang Pengembangan dan Perlindungan Tenaga Kerja (RUU-PPTK) masih dalam proses pembahasan di DPR. Analisa dan penjelasan yang akan diketengahkan dibawah ini mengacu pada RUU yang diajukan ke DPR pada bulan Agustus 2001.

RUU ini sedianya akan menggantikan UU No.25/1997. Ia mengatur berbagai hal seputar pekerjaan dan hubungan industrial, khususnya perlindungan atas hak dasar pekerja termasuk upah, jaminan sosial dan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

Ruang lingkup RUU-PPTK dapat dilihat dari judul bab-bab berikut:

l Bab III Kesempatan yang Sama

l Bab IV Rencana dan Informasi Tenaga Kerja

l Bab V Pelatihan Kerja

l Bab VI Penempatan Kerja

l Bab VII Penempatan Tenaga Asing

l Bab VIII Hubungan Kerja

l Bab IX Perlindungan, Upah dan Kesejahteraan

l Bab X Hubungan Industrial

l Bab XI Pemutusan Hubungan Kerja

l Bab XII Pengembangan Kegiatan Tenaga Kerja

l Bab XIII Pengendalian

B

AB

E

MPAT

Dokumen terkait