• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI OLEH OMBUDSMAN

A. Kendala Internal

1. Bentuk hukum pengaturan kelembagaan Ombudsman yang hanya berdasarkan Keputusan Presiden, dan baru disahkannya Undang-Undang tentang ORI No. 37 Tahun 2008.

Rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat secara hukum memerlukan landasan politis yang sangat kuat. Pencantuman Ombudsman dalam Amandemen UUD 1945 akan menempatkan keberadaan rekomendasi Ombudsman secara filosofis (sekaligus secara politis) bernilai tinggi. Sehingga meskipun tidak mengikat secara hukum tetap dipatuhi oleh Penyelenggara Negara. Apalagi nanti bila DPR telah mengesahkan RUU Lembaga Kepresidenan yang notabene akan memangkas kekuasaan administratif presiden dan memberikan fungsi kontrol yang kuat kepada DPR, tentu Parliamentary Ombudsman di Indonesia akan memiliki peluang signifikan dalam memainkan peran pengawasannya untuk mewujudkan good governance.112

2. Fasilitas operasional yang belum lengkap, serta anggota/staf yang bekerja dalam Lembaga Ombudsman masih sedikit.

112 Urgensi Pengaturan Ombudsman dalam UUD 1945,

Rabu, 29 September 2004.

Kondisi memprihatinkan karena kesulitan dana operasional kini melanda Ombudsman. Pengurus mengaku sudah berbulan-bulan tidak digaji.113

Belum digajinya anggota Ombudsman, menurut Anton, tidak terlalu merisaukan. Tetapi ketiadaan dana operasional, telah membuat berbagai program Komisi itu tidak bisa dijalankan tepat waktu. Apalagi, Ombudsman seringkali harus terbentur masalah sepele seperti pemutusan listrik dan telepon. Untuk biaya rutin setiap bulan seperti listrik dan telepon dibutuhkan dana sebesar Rp15 juta, kata anggota Ombudsman RM Surachman.

Pengakuan itu disampaikan langsung Ombudsman Antonius Sujata, saat bertemu pers dalam rangka memperingati lima tahun Komisi itu di Jakarta. Alih-alih membayar gaji anggota Ombudsman, untuk menutupi biaya operasional sehari-hari Komisi itu terpaksa berhutang kanan kiri. Selama empat bulan terakhir, Ombudsman sudah berutang sebesar Rp400 juta, kata Antonius Sujata. Utang sebesar itu dipergunakan untuk membayar gaji staf Ombudsman baik di Jakarta (32 orang) maupun di daerah (8 orang), serta biaya operasional sehari-hari. Anton tidak malu-malu mengatakan bahwa stafnya terpaksa urunan untuk membeli kopi atau teh bila ada tamu yang datang ke kantor Ombudsman di Jalan Adityawarman, Jakarta Selatan.

Sebenarnya, kesulitan dana operasional Ombudsman lebih disebabkan birokrasi pencairan anggaran yang rumit dan bertele-tele. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 44 Tahun 2000, Ombudsman berada di bawah Sekretariat Negara

113 Anggota Belum Digaji, Ombudsman Nasional Terpaksa

Ngutang, Senin, 11 April 2005.

(Setneg), melalui mata anggaran berkode 69. Oleh karena itu, setiap tahun, anggaran Ombudsman harus dibahas lewat Setneg. Untuk tahun anggaran terakhir, Ombudsman seharusnya mendapatkan dana sebesar Rp5 miliar. Seharusnya, sejak Februari lalu dana tersebut sudah cair. Tetapi hingga kini dana itu belum cair, tandas Antonius.

Masalah ini sempat dipertanyakan pengurus Ombudsman mengingat persetujuan anggaran dari Dirjen Anggaran Departemen Keuangan sudah lama turun. Setelah persetujuan itu turun, Ombudsman memang masih harus berurusan dengan Setneg. Di sinilah pangkal kecurigaan pengurus Ombudsman muncul. Sinyalemen Antonius, ada orang Setneg yang sengaja mempersulit pencairan dana operasional Ombudsman tanpa alasan yang jelas. Bahkan anggota Ombudsman lainnya, Teten Masduki, lebih tegas lagi. Ia curiga keterlambatan pencairan dana APBN untuk Ombudsman karena ada pejabat di Setneg yang meminta uang pelicin. Jika kecurigaan itu betul, maka orang bersangkutan salah sasaran. Ombudsman tidak akan memberikan uang pelicin apapun untuk memuluskan anggaran tersebut.

Masalah anggaran memang menjadi kendala utama karena administrasinya masih melalui Sekretariat Negara sehingga birokrasinya lebih panjang. Tahun 2004 ini Ombudsman baru menerima anggaran pada bulan April sehingga Januari sampai April banyak kegiatan yang tidak bisa dilaksanakan. Dalam hal pengadaan barang dan jasa contohnya mencapai Rp50 juta, Ombudsman tidak dapat melaksanakannya sendiri karena menurut ketentuan harus dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil. 115

Memang kendala ini umum terjadi pada Komisi lain yang sama dengan Ombudsman, karena belum ada peraturan tentang keuangan yang khusus diberlakukan bagi lembaga semacam ini.114

Kementerian dan lembaga-lembaga hukum mendapat alokasi anggaran bervariasi dalam APBN 2011. Anggaran tertinggi diterima Kepolisian RI, sebesar Rp29,78 triliun, disusul Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM. Sementara, anggaran terendah di dapat Ombudsman yaitu sekitar Rp20 miliar. Anggaran untuk Ombudsman ini merupakan anggaran terendah yang dialokasikan pada seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) di semua bidang.

Tabel 3 Anggaran 2011

KEMENTERIAN/LEMBAGA ALOKASI ANGGARAN

Lebih dari Rp1 Triliun

Kepolisian Rp 29,78 triliun

Mahkamah Agung Rp 6 Triliun

Kemenkumham Rp 4,91 triliun

Kejaksaan Agung Rp 2,84 triliun

Kurang dari Rp1 triliun

Badan Narkotika Nasional Rp960 miliar Komisi Pemberantasan Korupsi Rp580 miliar Mahkamah Konstitusi Rp290 miliar Lembaga Pertahanan Nasional Rp190 miliar Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi

Keuangan Rp100 miliar

Komisi Yudisial Rp80 miliar

Komisi Nasional HAM Rp60 miliar

Ombudsman Rp20 miliar

114 Dukungan Politik Penyelenggara Negara

Sumber: Kemenkeu

Kebanyakan lembaga yang tugas dan fungsinya berkaitan dengan penegakan hukum mendapat alokasi di bawah satu triliun rupiah. Menurut Direktur Jenderal Anggaran sekaligus Wakil Menteri Keuangan, Anny Rachmawati, alokasi ini sudah sesuai tugas pokok dan aksi (tupoksi) masing-masing lembaga. Selain itu ada beberapa kebijakan belanja pemerintah berkaitan dengan K/L hukum. Lembaga Kepolisian akan mendapat remunerasi kenaikan gaji dan pensiun pokok sebesar Rp10% dan akan ada pemberian gaji ke-13 dan pensiun ke-13 bagi anggota kepolisian. Untuk mendukung pelaksanaan reformasi birokrasi yang sedang dicanangkan pemerintah.

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Rianto mengatakan bahwa untuk tahun 2011 anggaran pencegaha penindakan. Bahkan dia juga mengakui selama ini anggaran untuk pencegahan habis sampai 90 persen. Namun, besaran anggaran bagi lembaga penegak hukum yang terbilang minim disayangkan Indonesian Corruption Watch (ICW). Komitmen Presiden akan pemberantasan korupsi hanya lip service semata.115

115

Ini membuktikan komitmen pemerintah terhadap penegakan hukum masih sebatas ucapan semata. Di mana anggaran yang diterima kementerian/lembaga masih harus dibagi-bagi lagi untuk masing-masing sub lembaga.

2011, Anggaran Mayoritas Lembaga Hukum Tak Sampai Satu

Jika kementerian/lembaga yang memberikan pelayanan pada umum seperti Kementerian Kesehatan diperbesar adalah hal yang wajar. Pasalnya, angka kemiskinan bertambah sehingga negara harus memperbesar anggaran untuk pelayanan kesehatan gratis pada masyarakat. Namun, jika anggaran untuk penegakan hukum minim, hal ini akan mengindikasikan banyaknya keluhan dari penegak hukum dalam menjalankan tugasnya dan juga akan rawan bagi penegak hukum untuk menarik dana publik bagi kepentingan penanganan perkara. Maka, terbukalah pintu untuk mafia kasus. Meski remunerasi tinggi, tidak akan berdampak langsung pada penegakan hukum, apabila anggaran penegakan hukum ternyata minim.

Keadaan Ombudsman yang cukup memperihatinkan makin diperparah oleh kenyataan, banyak rekomendasi Komisi itu yang tidak direspons atau tidak ditindaklanjuti oleh instansi terlapor. Jumlahnya pun cukup signifikan, 49 persen dari 2.443 rekomendasi. Kondisi semacam ini memang bukan hanya melanda Ombudsman. Beberapa waktu lalu, kesulitan keuangan juga dialami Komisi Hukum Nasional (KHN). Komisi ini bahkan sempat dikabarkan mengurangi jumlah stafnya agar beban anggaran tidak semakin parah.

Beruntunglah ada beberapa Komisi bentukan Pemerintah yang tidak semata-mata menggantungkan dana dari negara. Untuk pelatihan asisten ombudsman misalnya, Ombudsman pernah bekerjasama dengan Australia dan dana pelatihan itu ditanggung oleh Ombudsman negara Kanguru itu. Toh, kesulitan-kesulitan yang 118

dihadapi sejumlah Komisi bentukan pemerintah itulah yang mendorong ahli hukum Prof. Bintan Saragih pernah mengusulkan agar Komisi-Komisi tersebut dibubarkan.

Namun Wakil Ketua Ombudsman Sunaryati Hartono kurang setuju. Di mata mantan Ketua BPHN ini, masalah yang dihadapi Ombudsman adalah hal yang biasa mengingat usianya baru lima tahun. Di luar negeri, misalnya, Ombudsman sudah mencapai ratusan tahun dan hingga kini masih eksis.

Selama lebih dari tujuh tahun berdiri, Ombudsman menghadapi banyak persoalan. Kelengkapan anggota, misalnya. Pada awal pembentukannya komposisi Ombudsman terdiri dari Antonius Sujata, Prof. CFG Sunaryati Hartono, Prof. Bagir Manan, Teten Masduki, Sri Urip, RM Surachman, Pradjoto, KH Masdar F. Mas’udi. Dalam perjalanannya, Pradjoto dan Sri Urip mengundurkan diri karena bekerja di tempat lain. Langkah serupa diambil Bagir Manan karena terpilih sebagai hakim agung. Untuk mengisi kekosongan itu, pada 2003 diangkat anggota baru, Erna Sofwan Sjukrie. Erna adalah mantan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun penggantian ini tak menyelesaikan persoalan. Selain karena faktor kesehatan sebagian anggota, kesibukan anggota lain berkarya di tempat lain tak bisa diabaikan.116

Kewenangan yang memadai sangat menentukan pelaksanaan fungsi dan tugas komisi. Sejumlah komisi negara mendesak DPR dan Pemerintah memberikan dukungan nyata bagi pelaksanaaan fungsi, tugas, dan wewenang setiap komisi. Dukungan nyata meliputi sumber daya manusia, infrastruktur pendukung, dan sumber dana yang memadai. Keenam state auxiliary organ

Evaluasi atas pengalaman komisi selama ini menemukan lima isu penting yang menjadi kendala. Selain isu sumber daya manusia dan sumber dana,

komisi-itu adalah Komnas HAM, Komisi Yudisial, KPK, Komisi Kepolisian Nasional, Komisi Kejaksaan, dan ORI.

116Ombudsman: Sudah Tertatih-Tatih, Digugat Pula, Senin, 20

December 2010.

komisi negara menghadapi kendala keterbatasan kewenangan. Dua masalah lain adalah kurangnya komitmen politik pemerintah dan legislatif, serta partisipasi masyarakat. Masalah sumber dana misalnya, salah satu persoalan yang mencuat adalah mengenai ‘indepedensi' anggaran yang diterima komisi. Jika KPK memiliki mata anggaran sendiri, tidak demikian dengan Komisi Kejaksaan. Komisi yang dikoordinatori Menkopolkumham ini berada di bawah mata anggaran Kejaksaan Agung. Anggaran untuk komisi negara di tahun ini sudah tertuang dalam Peraturan Presiden No 72 Tahun 2008 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat untuk tahun 2009.117

Tabel 4

Rincian Anggaran Belanja Komisi-Komisi Negara Tahun 2009 (Ribu Rupiah) Lembaga Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Bantuan Sosial Total Komisi Kejaksaan 2.139.624 3.268.421 304.889 0 5.712.934 Komisi Ombudsman Nasional 3.334.184 11.622.651 660.000 0 15.616.835 Komnas HAM 15.844.269 35.271.553 4.020.322 0 55.136.144 KPK 159.370.276 112.555.430 43.310.150 0 315.235.856 Komisi Yudisial 6.113.072 49.667.610 43.998.400 0 99.779.082

Sumber: Perpres No. 72 Tahun 2008 tentang Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Tahun Anggaran 2009

117Komisi-Komisi Negara Minta Dukungan Nyata Pemerintah,

Kamis, 22 Januari 2009.

Selain masalah anggaran, para pimpinan komisi juga menyoroti sejumlah kendala dan hambatan sehingga membuat kinerja komisi tidak maksimal. Komnas HAM misalnya, masih saja menghadapi keterbatasan dukungan sumber daya manusia. Bahkan, rekomendasi Komisi sering diabaikan karena sifatnya tidak mengikat, diperburuk komitmen politik yang rendah dalam merespon isu-isu hak asasi manusia. Intinya, kewenangan Komnas masih terbatas. Demikian pula Komisi Kejaksaan. Selain dibelit persoalan anggaran dan sumber daya, Komisi ini seolah berada di bawah bayang-bayang Kejaksaan Agung. Sebab, kedudukan sekretariatnya dibentuk dan berada di lingkungan Kejaksaan Agung. Belum lagi dasar hukum

3. Kesan tumpang tindih dengan lembaga-lembaga pengawasan yang telah ada sebelumnya.

Komisi Kejaksaan melalui Perpres No 18 Tahun 2005 yang dinilai lemah, terutama kalau dibandingkan dengan Komisi Yudisial yang dibentuk melalui UUD 1945.

118

Sebenarnya secara kuantitas lembaga pengawasan yang ada sudah cukup memadai. Masing-masing departemen sudah mempunyai lembaga pengawasan internal, sedangkan yang bersifat eksternal sudah ada BPK dan DPR. Sementara yang di bawah pemerintah pun, yang berkaitan dengan pembangunan sudah ada, yaitu BPKP. Walau demikian, memang diakui bahwa keberadaa lembaga ekternal ini

118DPR Setujui Pembahasan 3 RUU Inisiatif tentang Integrated Justice System, Selasa, 21 Januari 2003.

diperlukan. Seperti yang dikatakan Dwi Ria, Logan juga berharap agar pembentukan lembaga baru ini tidak tumpang tindih dengan lembaga yang sudah ada. "Supaya tugas dan fungsional lembaga Ombudsman ini dapat sinergis dengan lembaga yang sudah ada," jelas Logan.

Sedangkan Syaiful, berbicara soal Ombudsman, mengatakan bahwa sebaiknya Komisi Ombudsman yang sudah ada sekarang diberi kesempatan untuk melanjutkan tugasnya. Alasannya, lembaga yang dibentuk berdasarkan Kepres No. 44 Tahun 2002 ini telah menunjukkan kinerja yang cukup baik.

Dokumen terkait