• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembayaran ganti rugi terhadap tanah kas desa

Hukum dapat berlaku efektif, jika telah dapat dilaksanakan dengan baik. Dalam setiap usaha untuk merealisasikan tujuan pembangunan, maka sistem hukum itu dapat memainkan peranan sebagai pendukung dan penunjangnya. Sistem hukum dapat dikatakan efektif jika perilaku-perilaku manusia di dalam masyarakat sesuai dengan apa yang telah ditentukan di dalam aturan-aturan hukum yang berlaku. Menurut Paul dan Dias (dalam Esmi Warassih, 2005:105) ,mengajukan 5 (lima) syarat yang harus dipenuhi untuk mengefektifkan sistem hukum, yaitu127:

1. Mudah tidaknya makna aturan – aturan hukum itu untuk ditangkap dan dipahami;

2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan – aturan hukum yang bersangkutan;

3. Effisien dan effektif tidaknya mobilisasi aturan – aturan hukum;

4. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya mudah dijangkau dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat,melainkan juga harus cukup effektif dalam menyelesaikan sengketa – sengketa;

5. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat bahwa aturan – aturan dan pranata – pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya kemampuan yang efektif.

Pada kegiatan pelaksanaan pemberian ganti rugi terhadap tanah kas desa di wilayah Kabupaten Sragen dari tahun 2008 sampai dengan akhir tahun 2014 masih terdapat 17 (tujuh belas) bidang tanah yang belum dibayarkan ganti ruginya. Secara rinci progress dari 17 (tujuh belas) bidang tanah yang belum dibayarkan ganti ruginya digambarkan dalam Tabel 12 sebagai berikut:

127

commit to user

Tabel 12. Progress Tanah Kas Desa

No. Kecamatan Desa

Kebutuhan Tanah (Bidang) Progress Pembayaran Sisa Bidang Luas (M2) 1. Masaran 1. Sidodadi 1 - - 1 2. Karangmalang 6 6 6.487 -3. Jati 17 17 25.311 -4. Pringanom 8 8 21.294 -5. Masaran 5 5 11.273 -6. Krikilan 2 - - 2 2. Sidoharjo 1. Purwosuman 8 - - 8 2. Duyungan 4 4 4.101 -3. Jetak 4 4 10.920 -4. Singopadu 7 7 18.958 -5. Pandak 1 - - 1 3. Sragen 1. Tangkil 9 9 23.509 -4. Ngrampal 1. Bandung 2 - - 2 2. Kebonromo 10 10 19.487 -5. Gondang 1. Bumiaji 3 3 9.616 -6. Sambungmacan 1. Toyogo 2 - - 2 2. Banyurip 6 6 7.125 -3. Gringging 7 6 2.843 1 Jumlah 102 85 160.924 17

Sumber: Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa tanah kas desa yang belum dibayarkan UGRnya adalah sebanyak 17 bidang tanah. Dari data tersebut diatas dapat juga diketahui bahwa ada beberapa desa yang tanah kas desanya sama sekali belum dibayarkan ganti ruginya, desa tersebut adalah Desa Sidodadi, Desa Krikilan, Desa Purwosuman, Desa Pandak, Desa Bandung, dan Desa Toyogo. Sedangkan di Desa Gringging tanah kas desa yang terkena proyek pembebasan adalah sebanyak 7 bidang, akan tetapi sudah dibayarkan ganti ruginya sebanyak 6 bidang, sehingga tanah kas desa yang belum dibayarkan hanya sebanyak 1 bidang tanah. Permasalahan dari masing-masing desa tersebut bisa dilihat dalam Tabel 18 sebagai berikut:

commit to user

Tabel 13. Permasalahan Pembayaran Tanah Kas Desa

No. Desa/Kec Alas Hak Luas Permasalahan

1. Sidodadi/Masaran C No. 9135 1.057 Kesulitan mencari tanah pengganti

2. Krikilan/Masaran Letter C 4.073 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

Letter C 312 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

3. Purwosuman C.7 Ps.71 S.V

325 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

Letter C 84 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.11 Ps.78 S.IV

550 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.11 Ps.79 T.III

1311 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.10 Ps.80 S.IV

2613 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.5 Ps.90 S.IV

107 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.11 Ps.157 2740 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

C.11 Ps.111 T.III

2880 Pengajuan di tingkat Pemkab, Menunggu Ijin Bupati

4. Pandak SHP.3 447 Pengajuan di tingkat Pemkab,

Menunggu Ijin Bupati

5. Bandung Letter C 361 Proses mencari Tanah

pengganti di tingkat Desa

Letter C 949 Proses mencari Tanah

pengganti di tingkat Desa

6. Toyogo Letter C 246 Alas hak hilang/ belum

ditemukan

Letter C 711 Alas hak hilang/ belum ditemukan

7. Gringging Letter C 553 Ditunda, karena bangunan

minta dibayarkan keseluruhan.

Sumber: Panitia Pengadaan Tanah Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen, 2014

Berdasarkan tabel diatas dapat dijabarkan bahwa permasalahan dalam pelaksanaan pemberian ganti kerugian terhadap tanah kas desa adalah sebagai berikut:

commit to user 1. Kesulitan mencari tanah pengganti

Hambatan ini ditemui di Desa Sidodadi, Kecamatan Masaran. Pihak Desa kesulitan mencari tanah pengganti sebagai tanah kas Desa Sidodadi, dimana persyaratan dari tanah pengganti tersebut harus berlokasi di desa setempat. Status penggunaan tanah tersebut berupa tanah sawah dengan C Desa Nomor 9.135 seluas 1.057 m2.

Kesulitan ini dikarenakan masyarakat di desa setempat tidak ada yang menjual tanahnya untuk dijadikan sebagai tanah pengganti dari tanah kas desa. Keengganan masyarakat tersebut dikarenakan Dinas Bina Marga tidak memberikan kepastian kepada pemilik tanah kapan tanah tersebut akan dibayarkan.

Sesuai dengan isi Pasal 15 PMDN Nomor 4 tahun 2007, Dinas Bina Marga baru akan membayarkan uang ganti rugi kepada pihak desa jika Surat Rekomendasi Pelepasan Hak dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah dikeluarkan. Terkait dengan hal tersebut, meskipun telah terjadi kesepakatan harga antara pemilik tanah dari calon tanah pengganti dengan Dinas Bina Marga selaku pemilik tanah, jika pemilik tanah dari calon tanah pengganti tidak mendapatkan kepastian kapan tanahnya akan dibayarkan maka dapat dipastikan pemilik tanah tersebut akan membatalkan isi kesepakatan tersebut.

2. Belum dikeluarkannya Ijin Bupati dan Surat Rekomendasi dari Gubernur Jawa Tengah

Sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 disebutkan bahwa tanah kas desa dilepaskan berdasarkan Surat Keputusan dari Kepala Desa setempat setelah mendapatkan ijin dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Dengan belum dikeluarkannya Ijin Bupati dan Surat Rekomendasi Gubernur maka proses pelepasan belum bisa dilaksanakan. Kesulitan ini ditemui di Desa

commit to user

Krikilan sebanyak 2 bidang, di Desa Purwosuman sebanyak 8 bidang, di Desa Pandak sebanyak 1 bidang tanah.

Belum dikeluarkannya Ijin Bupati dan Surat Rekomendasi dari Gubernur Jawa Tengah tersebut terkendala dengan surat dari Kementerian Dalam Negeri nomor : 143/944/PMD tanggal 08 Februari 2012 tentang Penyelesaian Administrasi Penggantian Tanah Kas Desa (TKD) untuk Kepentingan Umum. Dalam surat tersebut dijelaskan bahwa pembiayaan seluruh administrasi dalam proses tukar menukar sampai dengan penyelesaian sertipikat tanah kas desa pengganti adalah diluar dari nilai ganti kerugian atas tukar menukar tanah kas desa yang telah disepakati oleh kedua pihak. Dengan dikeluarkannya surat tersebut, maka seluruh biaya administrasi menjadi tanggung jawab pihak yang melaksanakan pembangunan atau pihak yang memerlukan pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum.

Jika sebelum surat itu dikeluarkan seluruh biaya operasional maupun administrasi dalam proses tukar menukar sampai dengan penyelesaian sertipikat tanah kas desa pengganti dijadikan satu dengan nilai ganti rugi atas tukar menukar tanah kas desa, namun setelah dikeluarkannya surat tersebut seluruh pembiayaan ditanggung oleh Kemeterian Pekerjaan Umum selaku pihak yang membutuhkan tanah.

3. Pemilik Tanah tidak bisa menunjukkan alas hak/alas hak hilang

Kendala ini terjadi di Desa Toyogo, Kecamatan Sambungmacan sebanyak 2 (dua) bidang tanah. Alas hak dari tanah ini masih berupa Letter C Desa. Berdasarkan hasil inventarisasi dari Tim Inventarisasi luas dari masing-masing bidang tanah tersebut adalah 246 m2 dan 711 m2.

Berdasarkan hasil penelitian dari penulis Pemerintah Desa tidak bisa menunjukkan alas hak bukan karena tanah tersebut tidak tercatat dalam Buku C desa, akan tetapi karena Buku C Desa hilang pada saat penyelesaian administrasi di tingkat desa.

commit to user 4. Tidak ada kesepakatan harga ganti rugi

Kendala ini terjadi di Desa Gringging, Kecamatan Sambungmacan, dimana jumlah bidang tanah yang terkena proyek pembebasan sebanyak 1 (satu) bidang tanah. Luas tanah dari tanah tersebut adalah seluas 533 m2 dan diatas tanah tersebut berdiri sebuah bangunan. Dari hasil inventarisasi dari tanah seluas 533 m2 tersebut yang terkena proyek pengadaan hanya seluas 436 m2 dan sisa dari tanah tersebut seluas 97 m2. Dari pihak desa bersikeras meminta agar tanah dan bangunan dibayarkan keseluruhan. Alasannya adalah dari luas 97 m2 tersebut pemerintah desa akan kesulitan untuk mempergunakan tanah tersebut. Tidak hanya itu saja pemerintah desa juga bersikeras agar bangunan yang berdiri diatas tanah tersebut juga dibayarkan semua.

Jika dilihat dari tahapan kegiatan yang telah dilaksanakan dan hambatan-hambatan yang muncul dapat dikatakan bahwa hukum bisa dikatakan tidak dapat bekerja seperti yang diharapkan. Karena belum semuanya terselesaikan dari target waktu yang telah ditentukan sebelumnya yakni 31 Desember 2014. Apabila ditinjau dari teori bekerjanya hukum, maka dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Ditinjau dari Struktur Hukumnya

Struktur adalah kerangka yaitu bagian yang tetap bertahan. Bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Komponen struktur yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut.

Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. Unsur struktur berkaitan dengan lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi yang diperlukan dalam penerapan hukum. Pentingnya unsur struktural pada penerapan hukum ada 2, yaitu

commit to user

Organisasi atau institusi apa yang tepat untuk melaksanakan undang-undang tertentu dan bagaimana organisasi itu dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Secara umum pembentukan Panitia Pengadaan Tanah untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan Kabupaten Sragen yang terdiri dari unsur dinas maupun lembaga-lembaga terkait telah mampu menjalankan tugasnya dengan baik, dengan memaksimalkan peran anggota sesuai tugas dan fungsinya masing-masing. Berkaitan dengan aspek pemilihan organisasi atau institusi maka pengambil keputusan sudah tepat dengan memaksimalkan kinerja Panitia Pengadaan Tanah sebagai institusi yang dianggap relevan dengan produk hukum yang hendak diterapkan.

Kebijakan publik dalam hal ini lebih berperan dalam bagaimana instansi pelaksana itu seharusnya ditata dan bertindak agar tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dapat dijalankan dengan baik. Kebijakan publik dalam unsur struktural ini lebih dominan berposisi sebagai seni, yaitu bagaimana ia mampu melaksanakan kreasi sedemikian rupa sehingga organisasi dapat tampil lebih baik. Tentunya sebagai organisasi yang terdiri dari orang-orang yang bekerja didalamnya, Panitia Pengadan Tanah masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya dalam melaksanakan komunikasi yang efektif dengan pendekatan persuasif kepada masyarakat pemilik tanah sehingga masih ada sedikit hambatan dalam pelaksanaan di lapangan. Adanya kecenderungan panitia untuk mengarahkan bentuk ganti kerugian dalam bentuk uang saja juga merupakan titik lemah yang perlu diperhatikan oleh struktur hukum walaupun pada dasarnya agar dalam pelaksanaan di lapangan lebih mudah dan cepat sesuai dengan tuntutan pihak yang memerlukan tanah.

Melihat komposisi Panitia Pengadaan Tanah yang telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Sragen Nomor 590/128/002/2013 tanggal 08 April 2013 adalah para pejabat daerah dan instansi terkait

commit to user

maka sangat wajar apabila hasil keputusan tidak netral dan cenderung menguntungkan instansi pemerintah yang memerlukan tanah. Oleh karenanya dapat dipikirkan apabila dalam komposisi Panitia Pengadaan Tanah melibatkan unsur yang netral seperti dari akademisi ataupun tokoh masyarakat sebagai penyeimbang. Panitia Pengadaan Tanah sebagai mediator dalam kegiatan ini diharapkan dapat berfungsi sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan oleh peraturan, namun kenyataan dilapangan seringkali berbeda sehingga muncul hambatan seperti yang disampaikan Achmad Rubaie128:

“Musyawarah dilakukan secara langsung antara panitia dengan pemilik tanah untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi. Pelaksanaan musyawarah harus dilakukan dengan saling mendengar, saling menerima pendapat, serta keinginan dari kedua belah pihak yang didasarkan atas kesukarelaan. Selama ini musyawarah tidak dilaksanakan dalam arti yang sesungguhnya yaitu untuk mencapai kata sepakat, tetapi hanya berisi pengarahan atau penyuluhan kepada pemilik tanah tentang pentingnya pembangunan dan perlunya partisipasi masyarakat dengan merelakan tanahnya untuk dibebaskan. Kadangkala musyawarah disertai intimidasi atau pemaksaan agar rakyat mau melepas tanahnya dengan dalih demi kepentingan umum.” (Achmad Rubaie, 2007 : vii)

2. Ditinjau dari Substansi Hukumnya

Substansi adalah aturan, norma atau perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi juga mencakup living law dan bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law in the books). Komponen substantif yaitu sebagai output dari sistem hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusan-keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. Unsur hukum di sini adalah produk atau kalimat, aturan-aturan hukum. Kalimat-kalimat hukum harus ditata sedemikian rupa sehingga

128

commit to user

maksud yang diinginkan oleh pembentuk undang-undang dapat terealisasikan di lapangan yang luas dengan mengacu kepada satu pemaknaan hukum. Namun bukan berarti pemaknaan yang diberikan oleh pembentuk hukum harus dipaksakan sedemikian rupa, sehingga di semua tempat harus terealisasikan sama persis dengan apa yang dimaksud oleh para pembentuk hukum.

Pembicaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada umumnya berkisar pada tiga permasalahan pokok, yaitu batasan/definisi kepentingan umum, mekanisme penaksiran harga tanah dan ganti kerugian, serta tata cara pengadaan tanah yang harus ditempuh. Dalam pembicaraan pengadaan tanah, yang dimaksud substansi hukum adalah peraturan-peraturan tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang mengatur bagaimana lembaga-lembaga harus bertindak. Pada garis besarnya perolehan hak atas tanah dapat ditempuh dengan 4 (empat) cara yaitu: 1) pemindahan hak atas tanah dengan jual-beli, tukar menukar dan hibah, 2) pencabutan hak atas tanah, 3) pelepasan hak atas tanah dan 4) pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

Pengertian kepentingan umum dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen telah sesuai dengan Pasal 5 Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menyebutkan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, meliputi : Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi;

commit to user

Pembayaran ganti rugi terhadap tanah kas desa berpedoman pada peraturan yang mengatur tentang Pengadaan Tanah serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa. Tahapan dalam pembayaran ganti rugi sudah dijelaskan secara rinci yang sudah tercantum dalam Pasal 15 dalam peraturan tersebut. Pelaksanaan di lapangan yang meliputi tahapan-tahapan pengadaan tanah juga telah dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan pengadaan tanah yang berlaku, dengan modifikasi-modifikasi oleh penerap hukum di lapangan sebatas dilakukan untuk menuju pemaknaan ideal dari aturan hukum yang dimaksudkan dan demi berjalannya kegiatan Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan secara maksimal. Pada kenyataannya, walaupun Panitia Pengadaan Tanah telah melaksanakan sesuai ketentuan masih terdapat 17 bidang tanah yang belum dibebaskan. Dalam keadaan seperti ini dapat dimengerti bahwa memang seharusnya ada jalan keluar yang dapat ditempuh sehingga pembangunan untuk kepentingan umum tetap dapat dilaksanakan.

3. Ditinjau dari Kultur Hukumnya

Kultur Hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapan. Kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan. Tanpa kultur hukum, maka sistem hukum tidak berdaya. Komponen kultural yang terdiri dari nilai-nilai dan sikap-sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan atara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh masyarakat.

Pada Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan di Kabupaten Sragen banyak menemui kendala karena adanya budaya masyarakat yang berkembang dan sangat kuat diyakini bahwa tanah adalah benda pusaka yang tidak ternilai harganya, sehingga dalam penilaian harga tanah

commit to user

muncul permintaan harga yang tidak wajar, bahkan ada yang tidak mau melepaskan tanahnya berapa pun nilai ganti kerugian yang ditawarkan. Sebenarnya jika kita mengembalikan kepada konsep awal hukum adat yang komunalistik yang berwujud semangat gotong-royong, kenyataan seperti ini merupakan pergeseran nilai kebudayaan yang mengarah pada budaya individualistik karena semakin banyaknya usaha perorangan atas tanah yang didudukinya untuk kepentingan pribadi. Disinilah kebijakan publik akan sangat berperan, namun harus diingat bahwa kebijakan publik yang diambil harus berdasarkan hukum yang berlaku.

Selain memperhatikan 3 faktor bekerjanya hukum dalam implementasi sebuah kebijakan, perlu kiranya penerapan model implementasi kebijakan yang tepat agar apa yang menjadi tujuan pemerintah dapat tercapai tanpa merugikan pihak-pihak lain, bahkan jika memungkinkan menghapus image bahwa pengadaan tanah selalu membawa kerugian pada pemilik tanah dengan konsep pemberian “ganti rugi”, sehingga kiranya perlu diterapkan wacana pemberian “ganti untung” atau setidaknya “ganti murwat”.

Maria S. W. Soemardjono, menekankan satu hal, yaitu prinsip keadilan dimana transaksi jual beli tanah yang berkeadilan adalah jika hasil yang diperoleh oleh pemilik tanah minimal setara dengan ketika tanahnya belum dibeli Pemerintah. Bagaimana prinsip keadilan bisa berfungsi? Harus ada musyawarah dalam jual beli dengan memanfaatkan pejabat penilai tanah sebagai pemberi pertimbangan. Prinsip keadilan ini bisa berjalan jika Pemerintah juga punya etika berlaku adil.

Menurut pandangan Utilitarianisme tujuan hukum disamping keadilan dan kepastian hukum, adalah memberi manfaat bagi seluruh orang. Hukum yang dibuat harus melindungi masyarakat, sebagaimana dikemukakan oleh Jeremy Bentham dalam konsepsinya yang menyatakan hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat guna mencapai hidup bahagia. Berdasarkan atas kesadaran Utilitarianisme tidak mungkin diwujudkan dan hanya merupakan

commit to user

impian semata sehingga mereka menyatakan bahwa tujuan hukum itu sudah dapat dirasakan oleh sebanyak mungkin orang.129

Ukuran yang dipakai oleh Utilitarianisme dalam menilai bermanfaat atau tidaknya sesuatu ialah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia yang dihitung secara ekonomis. Dicontohkan oleh Darmodihardjo bahwa dengan membangun sebuah jalan tembus jauh lebih menguntungkan secara ekonomis dibandingkan dengan tidak dibangunnya jalan itu, maka menurut Utilitarianisme seharusnya pemerintah memutuskan untuk membangunnya. Padahal dapat terjadi dengan pembangunan jalan itu ada sekian keluarga yang harus dipindahkan dari tempat tinggal yang dicintainya. Pertimbangan-pertimbangan demikian seringkali justru mengorbankan keadilan dalam arti yang hakiki.

Proyek ini menurut pendapat teori Utilitarianisme yang tujuan hukumnya disamping keadilan dan kepastian hukum, adalah memberi manfaat. Ukuran yang dipakai oleh Utilitarianisme dalam menilai bermanfaat atau tidaknya adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan manusia dihitung secara ekonomis. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Bentham.

Hukum yang seharusnya diciptakan berdasarkan rasa keadilan masyarakat dan demi kebahagiaan masyarakat dan bermanfaat bagi masyarakat, bukan bagi kelompok tertentu dan juga bukan kelompok penguasa, selaras dengan teori Bentham. Untuk itu diusahakan memberikan ganti rugi kepada orang/perseorangan, ganti rugi harus diberikan kepada pemilik lain tidak hanya pada nilai pemilikan, namun harus lebih besar, karena mengurangi kebahagiaan yang lebih besar. Ganti rugi tersebut selain nilai uang juga harus memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah sehingga menghasilkan ganti rugi yang seimbang.

129

commit to user

Agar tercapai social justice, diperlukan pelaksanaan prinsip-prinsip hukum tertentu. Teori keadilan dari John Rawls mensyaratkan dua prinsip keadilan sosial, yakni equal liberty (prinsip kebebasan yang sama) dan equal

opportunity (kesempatan yang sama). Equal liberty yakni setiap orang

memiliki hak atas kebebasan individual (liberty) yang sama dengan hak orang lainnya. Equal opportunity yakni memberikan kesempatan yang sama bagi semua orang dengan persyaratan yang adil.130

John Rawls memberikan pandangan bahwa untuk mencapai suatu keadilan, disyaratkan sekaligus adanya unsur keadilan yang substantif (justice) dan unsur keadilan prosedural (fairness). Keadilan substansial dimaknai sebagai keadilan yang secara riil diterima dan dirasakan oleh para pihak, sementara keadilan prosedural lebih berorientasi pada keadilan yang telah dirumuskan oleh hukum dalam bentuk hak dan kewajiban.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka kriteria peraturan mengenai ganti rugi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dapat dikatakan memenuhi keadilan apabila adanya persamaan hak dan kewajiban, adanya kesesuaian antara keadilan prosedural dan keadilan substantif artinya keadilan yang diperoleh sejak dimulai proses pengadaan tanah sampai dengan berakhirnya, adanya kesesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan penerapan di lapangan, serta para pihak dapat menuntut apa yang menjadi haknya sekaligus harus dapat menjalankan kewajibannya.

Ganti rugi sebagai suatu upaya mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum dapat dikatakan adil apabila hal tersebut tidak membuat seseorang menjadi lebih kaya, atau sebaliknya, tidak membuat seseorang menjadi lebih miskin daripada keadaan semula (Maria S.W. Sumardjono, 2006 : 80).

130

Achmad Alie, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Chandra Pratama, Jakarta, Hal. 96.

commit to user

Kriteria untuk menentukan besarnya nilai ganti rugi atas tanah harus diterapkan secara objektif dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Penentuan akhir besarnya harga/nilai ganti rugi atas tanah harus